BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1.2 Pembahasan Model-model Resensi dalam Surat Kabar Kompas Edisi
4.1.2.6 Resensi Model Mengkritisi
Resensi bentuk ini biasanya digunakan untuk meresensi buku-buku
kumpulan bunga rampai (satu penulis tapi ragam bentuk). Meresensi kumpulan
tulisan lebih sulit dari pada meresensi satu orang dengan pemikiran utuh. Bila
ditilik dari arti dasar book review, maka resensi itu berarti menilai, mengkritik,
menganalisis sautu buku (a critical description, evaluation or analysis of a book)
oleh karena itu resensi yang baik tentunya disertai penilaian. Penilaian dapat
ditujukan kepada penerbit dan juga bisa ditujukan kepada pengarang buku.
Dengan adanya kritikan dan penilaian tersebut , penerbit akan memiliki
pegangan atau pedoman yang positif baik mengenai ilustrasi, kertas, sampul,
ukuran buku, dan lainya untuk perbaikan penerbitan berikutnya. Demikian pula
halnya dengan penulis. Penulis akan berbesar hati bahwa karyanya mendapat
perhatian. saran, dan kritikan peresensi besar artinya bagi penulis. Penulis
mendapatkan masukan dan mengetahui kekurangan bukunya itu terutama dari segi
isi, gaya bahasa, sistematika penulisan, maupun pemilihan kata. Menilai adalah
memberikan evaluasi tentang efektivitas dan maksud suatu buku. Di sini
peresensi menyatakan pendapatnya tentang isi maupun fisik buku secara
keseluruhan.
Alinea
Resensi Keterangan Kode1
Banyak di dunia memiliki sejarah kelam, khusunya berkaitan dengan kekerasan atau pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara kolektif dimasa lalu. Di negara-negara seperti itu meskipun tindak kekerasannya telah lama berlalu, dampaknya terus menghantui rakyatnya.2
Ambil contoh misalnya negara-negara seperti Kamboja, Jerman, atau Afrika Selatan. Di negara-negara itu pernah terjadi pelanggaran HAM kolektif, dan untuk jangka waktu yang lama dampaknya terus dirasakan. Menariknya, rakyat negara-negara itu kemudian berkeputusan untuk menghadapi dan mengolah sejarah kelamnya, lalu menjadikannya sebagai kekuatan bersama. Mereka sadar, para korban kekerasan dan pelanggaran HAM itu adalah manusia juga (terlebih manusia sebangsa) dan oleh karena itu harus dituntaskan permasalahannya.3
Sepertinya Indonesia belumsampai ke sana. Pada satu sisi Pemerintah Indonesia tidak pernah menyangkal terjadinya berbagai tindak kekerasan dan pelanggaran HAM di masa lalu. Pada sisi lain, pemerintah juga masih belum DATA BUKU
Judul The Children of War
Penyusun Nina Pane, Stella Warrouw, Bernarda Triwara Rurit Penerbit penerbit buku Kompas
Cetakan I, 2013
Tebal xxxi+325 halaman ISBN 978-979-709-717-2 Minggu, 22 september 2013
Judul resensi :Menuju rekonsiliasi bangsa Oleh : Baskara T Wardaya, SJ Sejarawan, Universitas sanata Dharma Yogyakarta Resensi No 14 (Rs14)
bersedia untuk secara resmi mengakuinya, apalagi merehabilitasi nama baik para korbannya. Undang-undang KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) tahun 2004 yang telah disahkan dan sedang coba dilaksanakan, tiba-tiba dicabut dan belum ada penggantinya hingga sekarang. Sejak itu masalah rekonsiliasi nasional terkait kekerasan kolektif dan pelanggaran HAM masa lalu diwarnai oleh ketidakpastian.
4
Di tengah ketidakpastian seperti itu, kehadiran buku The Children of War terasa menyegarkan. Betapa tidak. Buku ini berisi ungkapan pengalaman dan refleksi penuh persahabatan putra-putri tokoh-tokoh nasional yang di masa lalu saling bertentangan satu sama lain, bahkan hingga mengakibatkan kematian. Banyak dari mereka kehilangan orangtua dan sanak saudara karena dibunuh di tengah pertentangan politik yang terjadi waktu itu. setelah , melalui liku-liku yang panjang putra-putri itu saling berkomunikasi dan bertemu, untuk akhirnya membentuk sebuah Forum Silahturahmi Anak Bangsa (FSAB). Buku ini merupakan salah satu buah dari pertemuan dan persahabatan itu. Isinya adalah berbagai ungkapan hati, tuturan pengalaman, dan hasil renungan yang disampaikan dan disusun secara memikat.peresensi menunjukkan kelebihan buku
RsKt5
5
Sebut saja misalnya tuturan mengenai pertemuan antara Sugiarto Soepardjo, putra dari Jenderal Soepardjo, anggota gerakan 30 September (G30S/1965), dengan Nani (Sutojo) Nurrachman, putrid dari Mayjen Sutojo Siswomihardjo, salah satu korban G30S/1965. Dalam buku ini dikatakan, semula pertemuan antara keduanya dirasa tidak mungkin akan bisa terjadi. Namun demikian, setelah melalui proses yang tidak mudah, akhirnya pertemuan itu menjadi kenyataan. Keduanya saling bertemu secara langsung dan ingin agar pertemuanitu terus dikembangkan (hal 7). Pertemuan seperti ini, serta pertemuan-pertemuan lain serupa, menjadi mungkin karena semua pihak didasari oleh semangat yang sama, yakni semangat rekonsiliasi (hal 254).
6
Dalam hal keanggotaannya FSAB berusaha melibatkan banyak orang dari berbagai kalangan. Disebutkan antara lain Letjen Agus Widjojo (Putra Mayjen TNI Sutojo Siswomihardjo), Sarjono Kartosuwiryo (putra Imam Besar DI/TII Kartosuwiryo), Amelia Yani (Putri Jenderal TNI Ahmad Yani) dan Ilham Aidit (putra Ketua CC-PKI DN Aidit). Dukungan pun datang dari banyak tokoh masyarakat, seperti ketua MPR-RI (Alm) Taufik Kiemas, Ketua Pansus RUU KKR Sidarto Danusubroto, Prof Franz Magnis-Suseno, Prof Syafi‟I Maarif, dan Letjen Ryamizard Ryacudu yang waktu itu menjabat sebagai Pangkostrad (hal 162). Kita sepakat, upaya macam ini merupakan langkah luar biasa yang perlu terus didukung.7
Pada saat yang sama perlu disadari, berbagai konflik yang terjadi selama decade-dekade pertama kemerdekaan Indonesia itu bukan merupakan semata-mata konflik antarkeluarga. Pertentangan itu terjadi karena masing-masing tokoh politik yang pada waktu itu memiliki mimpi dan harapan yang berbeda mengenai Indonesia yang mereka cita-citakan. Selain itu, banyak konflik yang terjadi waktu itu tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor dalam negeri melainkan juga oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Sebut saja misalnya faktor pertentangan antara Blok Barat dan Blok Timur dalam konflik Perang Dingin yang juga turut berpengaruh dalam dinamika internal politik Indonesia waktu itu.8
Apa yang berlangsung setelahterjadinya Tragedi ‟65-seperti lahirnya pemerintahan otoriter, represi berkepanjangan, pengurasan sumber-sumber daya alam oleh
perusahaan asing dan sebagainya-bukan hanya diderita oleh sekelompok orang saja, melainkan oleh seluruh bangsa. Dilihat dari sudut pandang ini yang menjadi korban dari berbagai konflik yang terjadi di masa lalu itu bukan hanya anggota keluarga tokoh-tokoh politik tertentu, melainkan seluruh warga bangsa Indonesia.
9
Judul buku ini bisa mengecoh calon pembaca. Pertama, judulnya berbahasa Inggris, tetapi isi buku sepenuhnya bahasa Indonesia. Kedua, banyak konflik yang terjadi pada masa lalu itu sebenarnya bukan merupakan sebuah perang (war) dalam arti sesungguhnya. Sebagaimana kita ingat, ketika para jenderal diculik pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, itu mereka tidak dalam keadaan sedang bertempur. Demikian juga sekitar setengah juta warga sipil Indonesia yang menjadi korban pembantaian massal tahun 1965-1966. Mereka juga tidak sedang meniup sangkakala dan mengibarkan panji-panji perang.Peresensi menunjuukkan
kekurangan buku RsKt4
10
Lepas dari beberapa kekurangan di atas, buku ini tetap perlu disambut dengan gembira penerbitannya dan dipelajari isinya. Kehadirannya terasa menyegarkan. Ia bisa menjadi sumber harapan baru bagi terwujudnya rekonsiliasi bangsa. Apalagi jika gagasan dan harapan yang ada di dalamnya bisa disosialisasikan ke seluruh penjuru Tanah Air. penilaian ditunjuukan kepada penerbitnya Peresensi menunjukkan kelebihan buku RsKt1 RsKt5Resensi tersebut merupakan resensi model mengkritisi. Hal tersebut dapat
dilihat dari keseluruhan setiap alinea yang terdapat dalam resensi itu. Dalam
resensi tersebut ditemukan karakteristik peresensi memberikan penilaian kepada
penerbitnya (RsKt1). Hal ini ditunjukkan pada alinea berikut:
(Rs14-a10)Lepas dari beberapa kekurangan di atas, buku ini tetap perlu disambut dengan gembira penerbitannya dan dipelajari isinya. Kehadirannya terasa menyegarkan. Ia bisa menjadi sumber harapan baru bagi terwujudnya rekonsiliasi bangsa. Apalagi jika gagasan dan harapan yang ada di dalamnya bisa disosialisasikan ke seluruh penjuru Tanah Air. (RsKt1)
Selain itu, karakteristik yang menunjukkan bahwa resensi nomor 14 merupakan
resensi model mengkritisi adalah peresensi menunjukkan kekurangan buku
(RsKt4). hal ini dapat dilihat pada alinea berikut:
(Rs14-a9)Judul buku ini bisa mengecoh calon pembaca. Pertama, judulnya berbahasa Inggris, tetapi isi buku sepenuhnya bahasa Indonesia. Kedua, banyak konflik yang terjadi pada masa lalu itu sebenarnya bukan merupakan sebuah perang (war) dalam arti sesungguhnya. Sebagaimana kita ingat, ketika para jenderal diculik pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, itu mereka tidak dalam keadaan sedang bertempur. Demikian juga sekitar setengah juta warga sipil Indonesia yang menjadi korban pembantaian massal tahun 1965-1966. Mereka juga tidak sedang meniup sangkakala dan mengibarkan panji-panji perang. (RsKt4)
Karakteristik selanjutnya yang menunjukkan bahwa resensi tersebut merupakan
resensi model mengkritisi adalah peresensi menunjukkan kelebihan buku yang
diresensi (RsKt5). Hal ini dapat dilihat pada alinea:
(Rs14-a10)Lepas dari beberapa kekurangan di atas, buku ini tetap perlu disambut dengan gembira penerbitannya dan dipelajari isinya. Kehadirannya terasa menyegarkan. Ia bisa menjadi sumber harapan baru bagi terwujudnya rekonsiliasi bangsa. Apalagi jika gagasan dan harapan yang ada di dalamnya bisa disosialisasikan ke seluruh penjuru Tanah Air. (RsKt5)