• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “OSHIN” STUD

2.2 Resensi Novel “ OSHIN”

Menurut Fananie (2000:84) tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang telah melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam. Tema bisa berupa moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa merupakan pandangan pengarang, ide atau keinginan pengarang dalam menyiasati pesoalan yang muncul. Hal tersebut sejalan dengan Sumardjo dalam Rokhmansyah (2014:33), mengatakan bahwa seorang pengarang dalam ceritanya bukan sekedar mau bercerita tetapi mengatakan suatu pada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakannya itu bisa sesuatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar terhadap kehidupan ini. Kejadian dan perbuatan tokoh cerita, semuanya didasari oleh ide pengarang tersebut.

Mencari arti sebuah novel, pada dasarnya adalah mencari tema yang terkandung dalam novel tersebut. Pengarang kadang-kadang tidak menyatakan secara jelas tema karangannya artinya tema ceritanya secara tersembunyi menyatu dalam semua unsur novel tersebut sehingga kesimpulan tentang tema yang di ungkapkan pengarang harus dirumuskan sendiri oleh pembaca. Menarik tidaknya sebuah tema akhirnya memang bergantung kepada kepiawaian pengarang. Semakin pandai ia menyamarkan tema tersebut melalui ungkapan-ungkapan simbolik, maka semakin baik model tema yang diungkapkan. Karena pada dasarnya, menariknya sebuah tema bukan terletak kepada kebagusan jenis tema yang diungkapkan, melainkan bagaimana

seorang pengarang mampu meramu tema tersebut dalam jalinan cerita yang menarik, penuh konflik dan menyatu dengan karakter tokoh-tokohnya ( Fananie, 2000:84).

Tema suatu cerita hanya dapat diketahui atau diinterpretasikan setelah kita membaca cerita serta menganalisisnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui alur cerita serta penokohan dan dialog-dialognya, hal ini sangat penting karena ketiganya memilki keterkaitan satu sama lain dalam sebuah cerita. Dialog biasanya mendukung penokohan/perwatakan sedangkan tokoh-tokoh yang tampil dalam cerita tersebut berfungsi untuk mendukung alur dan mengetahui bagaimana jalan cerita tersebut, dari alur inilah kita dapat menafsirkan tema cerita novel tersebut. Ilustrasi cerita novel “OSHIN” karya Hashida Sugako ini mengajarkan bagaimana menjalani kehidupan yang telah ditakdirkan dengan sabar dan ikhlas. Oshin menyadari bahwa dia dilahirkan dari keluarga miskin sudah menjadi takdir yang harus dijalaninya di dunia. Untuk itu, dari kecil dia harus bekerja keras demi membantu kebutuhan keluarganya. Namun kemiskinan tak lantas membuatnya takut untuk bermimpi menjadi orang sukses. Dia sadar untuk menggapai cita-citanya tersebut memang dibutuhkan sebuah proses. Proses yang begitu panjang yang didalamnya dipenuhi dengan suka duka kehidupan. Kegigihan, kesabaran dan keteguhan hatinya membawa Oshin ke sebuah titik dimana akhirnya ia bisa menikmati hasil dari kerja kerasnya tersebut. Keberanian juga membuatnya bisa keluar dari kesulitan dan bahkan berhasil meraih impiannya sebagai pengusaha tersukses di Jepang pada masanya. Keberanian, perjuangan dan semangat hidupnya yang tak kenal menyerah pada apapun yang ditanamkan dalam dirinya dan dia terapkan dalam kehidupan sehari-hari nyatanya bisa menghidupkan mimpinya menjadi kenyataan.

Berdasarkan ilustrasi cerita di atas tampak tema yang ingin disampaikan pengarang dalam novel “OSHIN” ini adalah bagaimana perjuangan seorang wanita yang pantang menyerah dalam mengarungi hidup sehingga ia bisa berhasil mencapai impiannya.

2.2.2 Alur (plot)

Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah plot cerita (Fananie, 2000:93). Dalam analisis cerita, plot sering pula disebut dengan istilah alur. Alur atau plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan satu sama lain menurut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain tersebut akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai peristiwa itu berakhir (Aminuddin, 2000 : 83). Dengan kata lain, alur dalam sebuah cerita harus bersifat padu (unity). Antara peristiwa yang satu dengan yang lain, antara peristiwa yang diceritakan lebih dahulu dengan kemudian, ada hubungan, ada sifat saling keterkaitan. Kaitan antara peristiwa tesebut hendaklah logis, jelas, dapat mungkin di awal, tengah, atau akhir (Nurgiyantoro, 2007:142).

Teknik pengaluran menurut Satoto dalam Rokhmansyah (2014:37) ada dua, yaitu dengan jalan progresif (alur maju) yaitu tahap awal, tengah atau puncak, tahap akhir terjadinya peristiwa, dan yang kedua dengan jalan regresif (alur mundur) yaitu bertolak dari akhir cerita, menuju tahap tengah atau puncak dan berakhir pada tahap awal. Tahap progresif bersifat linier, sedangkan teknik regresif bersifat nonlinier.

Berdasarkan uraian tersebut, alur dalam novel “OSHIN” adalah peristiwa alur maju. Peristiwa yang terjadi dalam novel ini dimulai saat tokoh utama Oshin lahir, tumbuh menjadi dewasa dimana ia akhirnya bisa menjadi seorang pengusaha sukses di Jepang.

2.2.3 Latar ( Setting)

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan tempat lingkungan sosial yang terjadi pada peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:216). Hal ini sejalan dengan Aminuddin (2000:68), latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana yang terjadi dalam cerita novel. Latar berfungsi sebagai pendukung alur dan penokohan, memberi nuansa makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya. Dengan kata lain, latar memberikan pijakan cerita secara kokret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca menciptakan suasana tertentu seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi ( Nurgiyantoro, 2007: 217).

Sebagai salah satu bagian dari unsur pembangun karya fiksi, latar (setting) selalu memiliki hubungan dengan unsur-unsur signifikan yang lain dalam rangka membangun totalitas makna serta adanya kesatuan (unity) dari keseluruhan isi yang dipaparkan pengarang. Setting selalu memiliki hubungan dengan penokohan dan alur untuk mewujudkan suatu tema cerita. Latar dalam arti yang lengkap memiliki aspek ruang dan waktu terjadinya peristiwa serta aspek suasana.

1. Latar Tempat

Latar tempat menggambarkan lokasi terjadinya peristiwa dan lakon. Menurut Nurgiyantoro dalam Rokhmansyah (2014:38), latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu harus mencerminkan dan tidak bertentangan dengan sifat dan kondisi geografis tempat yang bersangkutan.

Dalam novel “OSHIN” karya Hashida Sugako lokasi atau tempat berlangsungnya peristiwa adalah dimulai dari desa kelahiran Oshin di Yamagata, kemudian pergi ke kota Nakagawa (Zaimoku Ten) karena ayahnya memaksanya untuk bekerja sebagai tenaga sukarela. Di sana, Oshin diperlakuan tidak manusiawi. Akhirnya, ia melarikan diri dari tempat itu dan bermaksud pulang ke kampung halamannya di Yamagata. Namun peristiwa buruk menimpanya, Oshin pingsan persis di puncak gunung karena tak kuat menahan dinginnya badai salju. Kemudian ia ditolong oleh seorang tentara pelarian bernama Toyama dan dibawa ke gubuk kecil tempat persembunyiannya. Disana ia dirawat hingga kesehatannya pulih kembali dan diantar pulang oleh Toyama ke Yamagata. Namun belum sampai disana, seorang tentara sudah mengetahui identitasnya dan langsung menembak mati Toyama. Tiba di Yamagata, ia malah diusir dan harus bekerja di Sakeda. Di sana, selain menjaga anak majikannya, ia juga mengurusi pekerjaan dapur dan ia mendapat kepercayaaan dari Nenek Kuni untuk mengurusi toko berasnya. Jadi setiap hari setelah tugasnya selesai, ia datang ke Toko Beras sekedar membantu. Namun sebelum ke Sakeda, terlebih dahulu Oshin pergi menemui Ibunya yang bekerja sebagai wanita penghibur di wisata pemandian air panas di Ginzan. Melihat kondisi ibunya, ia sangat sedih hingga ia

akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke Sakeda. Setelah masa kontraknya habis, ia mengadu nasib ke Tokyo. Alasan utama Oshin ke Tokyo adalah untuk meneruskan amanah dan cita-cita kakaknya Haru yang meninggal di usia muda akibat TBC yaitu sebagai penata rambut terkenal. Di Tokyo, ia berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya .

2. Latar Waktu

Latar waktu dalam prosa dibedakan menjadi dua, yaitu waktu cerita dan waktu penceritaan. Waktu cerita adalah waktu yang ada di dalam cerita itu terjadi. Waktu penceritaan adalah waktu untuk menceritakan cerita. Selain itu, latar waktu dalam karya sastra prosa juga menggunakan latar waktu kapan terjadinya konflik yang ada dalam cerita. Seperti malam hari, siang hari, subuh atau sore hari. Kadang tanggal yang disebutkan dalam cerita juga dapat dijadikan aspek waktu dalam latar ( Nurgiyantoro dalam Rokhmansyah, 2014:39). Latar novel “ OSHIN” terjadi pada tahun 1907-1940 yaitu era Meiji.

3. Latar Suasana atau Sosial

Aspek suasana ini menggambarkan kondisiatau situasi saat terjadinya adegan atau konflik. Seperti suasana gembira, sedih, tragis, tegang dan lain sebagainya. Latar sosial mengarah kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku.Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah dan tinggi (Nurgiyantoro dalam Rokhmansyah, 2014:39).

Novel ini memiliki latar belakang cerita tentang keadaan kehidupan masyarakat di zaman Meiji. Bermula pada saat perang Rusia-Jepang baru saja usai tepatnya tahun 40 Meiji (1907) – 41 Meiji (1940) dimana pada zaman itu Jepang ingin membuat perubahan besar-besaran dari segala bidang. Masa Meiji merupakan salah satu periode yang paling istimewa dalam sejarah Jepang. Di bawah pimpinan kaisar Meiji, Jepang bergerak maju sehingga hanya dalam beberapa dasawarsa mencapai pembentukan suatu bangsa modern yang memiliki perindustrian modern dan lembaga-lembaga politik modern. Namun Revolusi tersebut mengakibatkan meningkatnya kapitalisme dan timbulnya persoalan dalam masyarakat feodal.KeinginanJepang mengadakan perubahaan besar-besaran pastinya membutuhkan biaya yang besar. Jadi untuk merealisasikan semua itu, Pemerintah Jepang akhirnya mengeluarkan undang-undang perpajakan. Seluruh masyarakat Jepang diwajibkan membayar pajak yang cukup tinggi. Namun masyarakat yang tinggal di pedesaan tak mampu membayar pajak yang tinggi. Sehingga banyak para petani yang menjual tanah pribadinya. Hal tersebut mengakibatkan bertambahnya jumlah petani miskin. Selain itu, bagi mereka yang tak punya lahan sendiri lagi terpaksa harus bekerja milik para tuan tanah. Tuan tanah juga mewajibkan pekerjanya membayar pajak dengan menyerahkan sebagian hasil beras yang mereka miliki. Padahal hasil yang didapat para petani tidak seberapa. Oleh karena itu, banyak petani yang mati kelaparan dan bunuh diri di zaman ini. Oshin yang berasal dari keluarga petani pun juga mengalami hal yang sama seperti petani lainnya. Untukitu, ayahnya memaksa seluruh anggota keluarganya harus bekerja untuk membantu kebutuhan ekonomi yang semakin melarat.

2.2.4 Penokohan ( Perwatakan)

Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (2007:165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Menurut Sudjiman dalam Rokhmansyah (2014:34), watak adalah kualitas nalar dan jiwa tokoh yang membedakannya dengan tokoh lain. Penyajian watak tokoh dan penciptaan tokoh ini yang disebut penokohan. Penokohan dan perwatakan sangat erat kaitannya. Penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih tokoh- tokohnya serta memberi nama tokoh sedang,gkan perwatakan berhubungan dengan bagaimana watak tokoh-tokoh tersebut. Hal ini diperkuat Wellek dan Werren (1995:287), bentuk penokohan yang paling sederhana adalah pemberian nama. Setiap “sebutan” adalah sejenis cara memberi kepribadian, menghidupkan. Tokoh cerita hadir dihadapan pembaca membawa kualitas tertentu terutama yang menyangkut jati diri. Adanya identitas jati diri itulah yang menyebabkan tokoh yang satu berbeda dengan tokoh lain. Tokoh itu sendiri dapat dipahami sebagai seseorang (atau: sesosok) yang memiliki sejumlah kualitas mental dan fisik yang membedakannya dengan orang (sosok) lain. Untuk menilai karakter atau watak tokoh dapat dilihat dari apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Identifikasi tersebut didasarkan pada konsistensi, keajengannya, dalam artian konsistensi sikap, moralitas, perilaku dan pemikiran dalam memecahkan, memandang dan bersikap dalam menghadapi setiap peristiwa. Kemampuan pengarang mendeskripsikan karakter tokoh cerita yang diciptakan sesuai dengan tuntutan cerita dapat dipakai sebagai indiktor kekuatan sebuah cerita fiksi (Fananie, 2000:87).

Adapun penokohan dalam novel “ OSHIN” karya Hashida Sugako adalah sebagai berikut :

1. Oshin Tanokura adalah tokoh utama dalam novel “ OSHIN” karya Hashida sugako yang merupakan anak dari petani miskin di desa Yamagata. Ia adalah anak yang berani, jujur dan memiliki tekad yang kuat.

2. Pak Saku adalah ayah dari Oshin yang memiliki watak yang keras, kasar dan semaunya bertindak demi kepentingan dan kesenangan diri sendiri. 3. Bu Fuji adalah ibu yang melahirkan Oshin dan saudaranya yang

memiliki sifat keibuan, sayang pada anak-anaknya, rela melakukan apapun demi anak-anaknya.

4. Atsui adalah abang tertua Oshin. Atsui memiliki sifat keras dan bertindak semaunya dan tidak sopan sama orang tua.

5. Haru adalah kakak tertua Oshin. Haru merupakan sosok pekerja keras, baik hati namun kadang ia memiliki sifat iri pada Oshin.

6. Mitsu adalah kakak kedua Oshin yang memiliki sifat penyayang dan pekerja keras.

7. Nenek Naka adalah nenek yang merawat cucunya-cucunya terutama Oshin, cucu kesayangannya. Ia memiliki sifat sabar, penyanyang dan bersahaja.

8. Teishi adalah orang yang mengantarkan Oshin ke tempat majikanya di Zaimoku Ten. Dia memiliki sifat penyayang dan peduli. Teishi adalah orang yang selalu menolong Oshin ketika dia mengalami kesulitan.

9. Tuan besar Gunshi dan nyonya muda besar Kin merupakan majikan Oshin saat bekerja sebagai pengasuh anak di Zaimoku Ten. Mereka memiliki sifat baik hati.

10. Satria adalah putra dari majiakan Oshin Tuan Gunshi dan Nyonya muda besar Kin.

11. Nona Tsune adalah kepala pelayan sekaligus tangan kanan tuan besar Gunshi dan nyonya muda besar Kin. Tsune merupakan sosok yang kejam, kasar dan tega melakukan apapun demi keuntungan dirinya. 12. Matsuda adalah seorang guru yang mengajar di sekolah dasar di wilayah

Zaimoku Ten. Dia membantu Oshin sehingga ia akhirnya bisa bersekolah. Ia memiliki sifat yang bersahaja dan bertanggung jawab. 13. Toyama adalah seorang kenpeitai yang melarikan diri dari tugasnya dan

bersembunyi di atas gunung. Dia adalah orang yang memukan Oshin saat hampir mati karena badai salju dan orang yang merawat Oshin sampai pulih dan mengajarinya baca tulis serta yang mengantarkannya ke Yamagata yang kemudian mati ditembak tentara karena identitasnya terbongkar. Dia merupakan sosok yang baik hati, penyayang dan rela berkorban.

14. Paman Matsu adalah orang yang juga membantu Oshin saat hampir mati karena badai salju. Paman matsu adalah orang yang sangat baik hati dan sangat pengertian. Beliau jugalah yang merawat Oshin saat sakit.

15. Nyonya Kuni adalah majikan Oshin sewaktu bekerja menjadi pelayan rumah tangga di Sakeda. Nenek Kuni merupakan sosok yang bijaksana dan bersahaja.

16. Bu Mino adalah ibu dari Kayo. Bu Mino merupakan sosok yang penyayang.

17. Seitaro adalah suami dari Bu Mino majikan Oshin. Tuan Seitaro ini memiliki sifat yang tegas namun baik hati.

18. Kayo adalah putri majikannya Bu Mino. Dia memiliki sifat yang manja dan mau menang sendiri.

19. Gintai-chan adalah salah satu teman sekolah Oshin. Dia memiliki sifat yang usil, kasar, dan tergolong anak nakal.

20. Kiku adalah pembantu rumah tangga diSakeda. Kiku memiliki sifat yang baik dan suka membantu.

21. Ume adalah seorang pembantu sama seperti Kiku. Dia juga seorang gadis yang baik hati. Mereka berdua inilah yang membantu dan mengajarkannya tentang pekerjaan rumah tangga saat Oshin bekerja di tempat pekerja di Sakeda.

22. Kota adalah cinta pertama Oshin. Dia memiliki sifat yang baik dan pekerja keras.

23. Hirano adalah cinta pertama Haru. Ia memiliki sifat yang pengertian dan baik hati.

2.2.5 Sudut Pandang

Sudut pandang adalah posisi yang menjadi pusat kesadaran tempat untuk memahami setiap peristiwa atau cerita. Sudut pandang yang digunakan oleh pengarang pada karya sastranya merupakan cara pengarang untuk menceritakan cerita dalam karyanya (Stanton dalam Rokhmansyah, 2014:39). Pendapat Stanton didukung Aminuddin (2000:96) mengatakan bahwa sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut. Dengan kata lain, posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita tersebut dan dari titik pandang ini, pembaca mengikuti jalan ceritanya dalam memahami temanya.

Terdapat beberapa jenis sudut pandang ( point of view) antara lain :

1. Pengarang sebagai tokoh utama.Sering juga posisi yang demikian disebut sudut pandang orang pertama aktif. Disini pengarang menuturkan dirinya sendiri.

2. Pengarang sebagai tokoh bawahan atau sampingan. Disini pengarang ikut melibatkan diri dalam cerita. Akan tetapi, ia mengangkat tokoh utama. Dalam posisi yang demikian ini sering disebut sudut pandang orang pertama pasif.

3. Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar cerita.Disinipengarang menceritakan orang lain dalam segala hal.

Dalam hal ini, sudut pandang pengarang Hashida Sugako dalam novelnya “OSHIN” adalah sebagai pengamat yang berada di luar cerita. Dalam cerita novel “OSHIN” ini pengarang hanya menceritakan perjalanan hidup dan perjuangan

seorang Katsu Wada. Katsu wada sendiri merupakan seorang pengusaha sukses di Jepang yang mendirikan dan mengembangkan perusahaan Supermarket Yaohan hingga memiliki cabang di berbagai negara. Kegigihan, kerja keras dan tekadnya yang kuatlah yang akhirnya mengantarkan menuju impiannya. Gambaran dirinya pun dikisahkan lewat tokoh Oshin yang berperan sebagai tokoh utama dalam cerita.Dengan kata lain, pengarang sama sekali tidak melibatkan diri masuk ke dalam alur cerita novel OSHIN tersebut.

2.3 Studi Pragmatik dan Semiotik serta Konsep Moral Bushido 2.3.1 Studi Pragmatik

Secara umum, studi pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan penutur atau penulis dan ditafisirkan oleh pendengar atau pembaca (Yule, 2006:1). Pragmatik mulai populer pada tahun 1970-an. Yang pertama mencetuskan pragmatik dalam pengajaran bahasa adalah Santo Agustinus pada abad ke empat. Pragmatik dalam perkembangan kini mengalami kemajuan yang pesat. Banyak ahli bahasa semakin lama semakin menyadari bahwa usaha untuk menguak hakikat bahasa tidak akan berhasil tanpa disadari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi

Salah satu ahli bahasa yang menyadari hal tersebut adalah Abrams. Abrams menerapkan ilmu pragmatik ke dalam penelitian sastra. Penelitian pragmatik sastra muncul, atas dasar ketidakpuasan terhadap struktural murni yang memandang karya sastra sebagai teks itu saja. Kajian struktural dianggap hanya mampu menjelaskan

makna karya sastra dari aspek permukaan saja. Maksudnya kajian struktur sering melupakan aspek pembaca sebagai pemberi makna. Karena itu muncul penelitian pragmatik sastra, yakni kajian sastra yang berorientasi pada kegunaan karya sastra bagi pembaca. Secara luas dapat dikatakan bahwa pragmatik sastra adalah cabang penelitian ilmu sastra yang mengarah ke aspek kegunaan sastra sebagai sarana untuk memberikan pendidikan, moral dan agama.

Abrams dalam bukunya “ The Mirrow and the Lamp” (dalamTeeuw, 1984:50) memberikan memberikan sebuah kerangka (frame-work) yang sederhana tetapi cukup efektif, yakni : Semesta (Universe) ↓ Karya (Work) ↙ ↘

Pencipta ( Artist) Pembaca ( Audience)

Dalam model ini terkandung pendekatan kritis yang utama terhadap karya sastra sebagai berikut:

1. Pendekatan yang menitikberatkan karya itu sendiri ; pendekatan ini disebut objektif ;

2. Pendekatan yang menitikberatkan penulis, yang disebut ekspresif ; 3. Pendekatan yang menitikberatkatkan semesta, yang disebut ; mimetik 4. Pendekatan yang menitikberatkan pembaca, disebut pragmatik

Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang menitikberatkan sorotannya terhadap peranan pembaca. Pendekatan ini lebih mengkaji kepada respon pembaca dalam melihat nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Karya sastra yang berhasil adalah karya sastra yang dianggap mampu memberikan “kesenangan” dan

“nilai”. Keberhasilan karya sastra diukur oleh pembacanya ( Fananie, 2000:113). Hal ini dipertegas Pradopo (2005:115), karya sastra sangat erat hubungannya dengan pembaca, karena karya sastra ditujukan kepada pembaca. Pembacalah yang menentukan makna dan nilai dalam suatu karya sastra. Apakah dalam karya sastra tersebut memberikan ajaran, kesenangan dan menggerakkan pembaca. Karya sastra itu mempunyai nilai karena ada pembaca yang menilainya. Artinya pembacalah yang paling berperan aktif dalam hal menilai, menikmati, menafsirkan, memahami karya sastra menentukan nasibnya dan perananya dari segi sejarah dan estetik. Tanggapan Pembaca sebagai pemberi makna pastinya memunculkan tanggapan yang beraneka ragam tergantung horison harapan pembaca. Tiap-tiap pembaca mempunyai horison harapan sendiri, maka tiap-tiap pembaca akan memberikan makna yang lain dari yang diberikan pembaca lainnya, bahkan pembacaan seorang pembaca yang sama pun akan memberi makna lain pada kesempatan. Hal ini disebabkan oleh pengalamannya yang selalu bertambah. Oleh karena pemberian maknanya akan lebih baik atau lebih maju. Menurut Gadamer dalam Teeuw (1984:196), setiap pembaca mempunyai horison harapan yang tercipta karena pembacaannya yang lebih dahulu, pengalamannya selaku manusia budaya dan seterusnya.

Istilah pragmatik seringkali dirumuskan dengan istilah Horatius dimana karya sastra memiliki sifat “Dulce et Utile” yang berarti indah dan bermanfaat sebagai tujuan dan fungsi sastra (Teeuw, 1984:8). Konsep ini sejalan dengan pendapat Poe dalam Endraswara (2013:116) bahwa fungsi sastra adalah didactic-haresy, yaitu menghibur dan sekaligus mengajar sesuatu. Pendapat Hall dalam Endraswara (2013:117), yaitu use dan gratification yang berarti berguna dan memuaskan.

Pendapat-pendapat ini memberikan gambaran bahwa pembaca harus mendapatkan

Dokumen terkait