• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 RESIN EPOKS

Resin epoksi termasuk ke dalam golongan termoset, sehingga dalam pencetakan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut [13] :

1. Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan.

2. Dapat diukur dalam temperatur kamar dalam waktu yang optimal.

3. Memiliki viskositas yang rendah disesuaikan dengan material penyangga. 4. Memiliki kelengketan yang baik dengan material penyangga.

Resin ini berbentuk cairan kental atau hampir padat, yang digunakan untuk material ketika hendak dikeraskan. Hardener untuk sistem curing pada temperatur ruang dengan resin epoksi pada umumnya adalah senyawa poliamid yang terdiri dari dua atau lebih grup amina. Curing time sistem epoksi bergantung pada kereaktifan atom hidrogen dalam senyawa amina.

Reaksi curing pada sistem resin epoksi secara eksotermis, berarti dilepaskan sejumlah kalor pada proses curing berlangsung. Laju kecepatan proses

curing bergantung pada temperatur ruang. Untuk kenaikan temperatur setiap 10oC, maka laju kecepatan curing akan menjadi dua kali lebih cepat, sedangkan untuk penurunan temperaturnya dengan besar yang sama, maka laju kecepatan

curing akan turun menjadi setengah dari laju kecepatan curing sebelumnya. Epoksi memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari pada polyester pada keadaan basah, namun tidak tahan terhadap asam. Epoksi memiliki sifat mekanik, listrik, kestabilan dimensi dan penahan panas yang baik [13].

Tahapan reaksi curing dari resin epoksi [14], yaitu:

1. Sebuah grup epoksi bereaksi dengan satu –NH yang terdapat pada amina, dimana setiap grup epoksi dibuka maka satu gugus hidroksil akan dihasilkan.

CH3 CH3 NH2 NH2 NH2 NH2 CH3 CH3 N NH2 N NH2 H CH2 OH OH CH2 H

2. Tahapan selanjutnya adalah proses pengikatan rantai satu sama lainnya atau sambung silang, untuk mencapai hal ini setiap molekul amina akan mempunyai lebih dari dua gugus –NH, terjadi saling mengikat antara rantai molekul ini menyebabkan peningkatan viskositas yang cepat.

CH3 CH3 CH3 OH OH CH3 N NH2 N NH2 H CH2 CH2 H CH3 OH OH CH3 N NH2 N H CH2 CH2 CH2 OH

Gambar 2.4 Reaksi Epoksi Tahap 2 [14]

3. Grup epoksi yang tidak bereaksi dapat berikatan dengan gugus hidroksil dari rantai yang lain dengan bantuan katalis amina dan panas matahari.

CH3 CH3 CH3 OH OH CH3 N NH2 N H CH2 CH2 CH2 OH CH3 OH O CH3 N NH2 N H CH2 CH2 CH2 OH CH3 CH3 OH

4. Berikut merupakan struktur epoksi yang sudah mengalami proses curing.

Gambar 2.6 Rumus Struktur Epoksi [14]

2.3 SERAT

Serat dikelaskan dalam dua bagian besar yaitu serat alam dan serat buatan. Serat alam yang utama adalah kapas, wol, sutra, sedangkan serat buatan seperti rayon, poliester, akril, atau nilon. Setiap serat buatan (sintetik) terdiri dari rantai polimer, dan kebanyakan merupakan polimer berkristal, sehingga sifat kimianya bergantung kepada struktur rantai polimer tersebut. Serat mempunyai bentuk tipis dan panjang. Dalam molekul rantai serat, orientasi molekul tersusun dalam arah memanjang menurut arah panjang serat. Tegangan tarik dan modulus elastik pada arah memanjang (modulus Young) untuk bahan serat adalah relatif tinggi [15].

Adapun klasifikasi serat dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.1 Klasifikasi Serat [15]

Serat kimia atau buatan

Serat regenerasi Selulosa (Rayon) Serat semi sintetik Selulosa (Asetat)

Serat protein (Promiks)

Serat sintetik

Poliamid (Nilon 6, Nilon 66) Polivinil alkohol (Vinilon) Polivinilidin klorida (Vinilidin) Polivinil klorida (PVC)

Poliester

Poliakrilonitril (Akril) Polietilen (PE)

Polipropilen (PP) Serat anorganik Serat gelas

Serat karbon

Serat alam

Serat tumbuhan Kapas, flaks, rami, jut Serat binatang Wol, sutra

Serat galian Asbes

2.3.1 Serat Daun Nanas

Serat daun nanas (pineapple leaf fibres) adalah salah satu jenis serat yang berasal dari tumbuhan (vegetable fibre) yang diperoleh dari daun-daun tanaman nanas. Bentuk daun nanas menyerupai pedang yang meruncing diujungnya dengan warna hijau kehitaman dan pada tepi daun terdapat duri yang tajam. Tergantung dari species atau varietas tanaman, panjang daun nanas berkisar antara 55 sampai 75 cm dengan lebar 3,1 sampai 5,3 cm dan tebal daun antara 0,18 sampai 0,27 cm.

Pengambilan serat daun nanas pada umumnya dilakukan pada usia tanaman berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Serat yang berasal dari daun nanas yang masih muda pada umumnya tidak panjang dan kurang kuat. Sedang serat yang dihasilkan dari tanaman nanas yang terlalu tua, terutama tanaman yang pertumbuhannya di alam terbuka dengan intensitas matahari cukup tinggi tanpa pelindung, akan menghasilkan serat yang pendek kasar dan getas atau rapuh [16].

Adapun komposisi serat daun nanas dan serat alami lainnya dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2 Komposisi Serat Daun Nanas dan Serat Alami lainnya [17] Komposisi Kimia Serat Nanas (%) Serat Kapas (%) Serat Rami

(%)

Alpha Selulosa 69,5 – 71,5 94 72 – 92

Pentosa 17 – 17,8 - -

Lignin 4,4 – 4,7 - 0 – 1

Pektin 1 – 1,2 0,9 3 – 27

Lemak dan Wax 3 – 3,3 0,6 0,2

Abu 0,71 – 0,87 1,2 2,87

Zat – zat lain (protein,

asam organik, dll) 4,5 – 5,3 1,3 6,2

Adapun perbandingan sifat mekanis serat daun nanas dengan serat alami lainnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.3 Sifat - Sifat Mekanis Serat Alami [18]

Serat Kekuatan Tarik (MPa) Pemanjangan (%) Kekerasan (MPa)

Tandan sawit 248 14 2.000 Mesocarp sawit 80 17 500 Sabut kelapa 140 25 3.200 Pisang 540 3 816 Sisal 580 4,3 1.200 Daun nanas 640 2,4 970

Berdasarkan data dari Tabel 2.3 yang menunjukkan bahwa serat daun nanas memiliki kekuatan tarik yang tertinggi diantara serat alami lainnya dan kekerasan yang cukup baik, dimana dari kedua data ini mengindikasikan bahwa serat daun nanas memiliki sifat yang kuat, sehingga berpotensi untuk dijadikan bahan pengisi pada komposit epoksi.

2.3.2 Proses Pengambilan Serat Daun Nanas

Proses pengambilan serat dari daunnya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan tangan (manual) ataupun dengan peralatan decorticator. Cara yang paling umum dan praktis adalah secara manual, yaitu dengan proses water retting

dan scraping. Water retting adalah proses yang dilakukan oleh micro-organism

(bacterial action) untuk memisahkan atau membuat busuk zat-zat perekat (gummy substances) yang berada disekitar serat daun nanas, sehingga serat akan mudah terpisah dan terurai satu dengan lainnya. Proses water retting dilakukan dengan cara memasukkan daun-daun nanas ke dalam air dalam waktu tertentu. Karena

water retting pada dasarnya adalah proses micro-organism, maka beberapa faktor sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses ini, antara lain kondisi dari pH air, temperatur, cahaya, perubahan kondisi lingkungan, aeration, macronutrients, jenis bakteri yang ada dalam air, dan lamanya waktu proses [19].

Daun-daun nanas yang telah mengalami proses water retting kemudian dilakukan proses pengikisan atau pengerokan (scraping) dengan menggunakan plat atau pisau yang tidak tajam untuk menghilangkan zat-zat yang masih menempel atau tersisa pada serat, sehingga serat – serat daun nanas akan lebih terurai satu dengan lainnya. Serat-serat tersebut kemudian dicuci dan dikeringkan. Karena dilakukan dengan tangan (manual), proses water retting dan terutama pada proses scraping diperlukan keahlian dan kesabaran seseorang untuk mengerjakannya. Penelitian menunjukkan kadang proses water retting ini akan menghasilkan warna serat daun nanas yang kecoklat-coklatan akibat adanya proses micro-organism yang tumbuh pada serat tersebut, yang pada umumnya dikenal dengan istilah rust atau karat [19].

Pengambilan serat daun nanas dengan mesin decorticator disebut dengan dekortikasi. Mesin decorticator terdiri dari suatu drum yang dapat berputar pada porosnya. Pada permukaan cylinder terpasang beberapa plat yang memiliki jarum- jarum halus (blades) yang akan menimbulkan proses pemukulan (beating action) pada daun nanas, saat cylinder berputar sehingga akan menguraikan serat daun nanas [16].

Dokumen terkait