• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.4.1 Defenisi Rheumatoid Artritis

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002). Engram (1998) mengatakan bahwa,

rheumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi diartroidial.

Rheumatoid artritis (RA) adalah suatu penyakit kronik, biasanya ditandai dengan inflamasi di lapisan sendi atau disebut juga sinovium.Ia bisa menyebabkan kerusakan sendi jangka panjang, nyeri kronik, kehilangan fungsi dan kecacatan (American Rheumatism Association). Sedangkan menurut WHO (World Health Organization), rheumatoid artritis adalah suatu penyakit sistemik kronik yang melibatkan persendian, jaringan penghubung, otot, tendon, dan jaringan fibrosa. Ia biasanya menyerang pada kelompok dewasa produktif, umur antara 20 hingga 40 dan merupakan kondisi kecacatan kronik yang biasanya menyebabkan rasa nyeri dan deformitas.

Daud (2004) menyatakan bahwa Reumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun menyebabkan inflamasi kronik yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik yang mengenai jaringan persendian ataupun organ tubuh lainnya. Sebagian besar penderita menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul, jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi progresif. Penyakit autoimun terjadi jika sistem imun menyerang jaringan tubuh sendiri. Brunner & Suddarth (2001) menyatakan RA penyakit yang disebabkan oleh reaksi autoimun yang terjadi di jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi sehingga kolagen terpecah dan terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.

Pada pasien RA yang kronik dapat terjadi tanpa ada gejala klinis tapi sendi terus mengalami kerusakan hingga sendi tidak berfungsi lagi (Shiel, 1999). Rematoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit sistemik yang bersifat progresif, mengenai jaringan lunak dan cenderung untuk menjadi kronis yang menyebabkan terlibatnya sendi pada penderita-penderita penyakit RA ini pada tahap berikutnya setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresivitasnya (Adnan, 2008).

Waluyo (1993 dalam et Al nasution, 2007) penyakit RA perasaan nyeri dan kaku dibagian sendi. Pada umumnya RA mempunyai kelainan sendi yakni: RA yang menyerang sendi dan otot, menyerang sendi, otot dan alat-alat dalam tubuh lainnya, bersifat sistemik yang menghasilkan nyeri sendi (artralgia) dan nyeri otot (mialgia), hanya jaringan ikat yang menyebar (difus) yang menyerang sistem sendi, otot, kulit dan alat-alat dalam.

2.4.2 Etiologi Rheumatoid Artritis

Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008). Rheumatoid Artritis adalah penyakit otoimun yang terjadi pada individu yang rentan setelah respon imun terhadap agen pemicu yang tidak diketahui. Agen pemicunya adalah bakteri, mikroplasma atau virus yang menginfeksi sendi atau mirip sendi secara antigenik (Corwin, 2009)

2.4.3 Patofisiologi

Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Brunner dan Suddarth, 2002).

Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).

2.4.4 Klasifikasi Rheumatoid Artritis

Reumatoid Arthritis dapat dikelompokkan berdasarkan diagnostik sebagai berikut: kaku pagi hari, nyeri pada pergerakan atau nyeri tekan paling sedikit pada satu sendi, pembengkakan karena penebalan jaringan lunak atau cairan (bukan pembesaran tulang), pembengkakan paling sedikit satu sendi dan masa bebas gejala dari kedua sendi yang terkena tidak lebih dari tiga bulan, pembengkakan sendi yang simetris dan terkenanya sendi yang sama pada kedua sisi yang timbulnya bersamaan.

Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:

2.4.4.1 Rheumatoid arthritis klasik

Pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu. Jika ditemukan salah satu tanda dari daftar yang tidak termasuk RA, maka penderita tidak dapat digolongkan dalam kelompok ini.

2.4.4.2Rheumatoid arthritis defisit

Tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

2.4.4.3 Probable rheumatoid arthritis

Tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

2.4.4.4 Possible rheumatoid arthritis

Tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan. Termasuk possible Reumatoid Arthritis jika memiliki ciri sebagai berikut kaku pagi hari, nyeri tekan atau nyeri gerak dengan riwayat rekurensi atau menetap selama 3 minggu, riwayat atau didapati adanya pembengkakan sendi, nodul subkutan (diamati oleh pemeriksa) peningkatan Laju Endap Darah atau C-Reaktif Protein, Iritis (Nasution & Isbagio, 2007).

2.4.5 Manifestasi Klinis Rheumatoid Artritis

Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali (Reeves, Roux & Lockhart, 2001).

Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis (Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari rheumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia (Long, 1996). Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum. Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu : (1)

Stadium sinovitis. Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan. (2) Stadium destruksi. Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. (3) Stadium deformitas. Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau melinddungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare, 2002). Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam, dapat terjadi berulang.

2.4.6 Kriteria Diagnosa Rheumatoid Artritis

Menurut American Rheumatism Association, 1987 diagnosa arthritis reumatoid dapat dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari kriteria yang sekurang-kurangnya sudah berlangsung selama 6 minggu. Kriteria tersebut adalah: (1) Kekakuan dipagi hari lamanya paling tidak 1 jam, (2) Arthritis pada tiga atau lebih sendi, (3) Arthritis sendi-sendi jari tangan, (4) Arthritis yang simetris, (5) Nodul rheumatoid, (6) Faktor rheumatoid dalam serum, (7) Perubahan-perubahan radiologik, seperti: pembengkakan jaringan lunak, erosi dan steoporosis artikular.

2.4.7 Pemeriksaan Laboratorium

Berikut adalah pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa RA, yaitu (1) Pemeriksaan cairan synovial, seperti warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih, leukosit 5.000 – 50.000/mm3 dengan menggambarkan adanya proses inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%), rheumatoid faktor positif dengan kadarnya lebih tinggi dari serum dan berbanding terbalik dengan cairan sinovium. (2) Pemeriksaan kadar sero-imunologi, seperti; tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis rheumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis dan anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid dini. (3) Pemeriksaan darah tepi, seperti leukosit : normal atau meningkat sedikit, anemia normositik

atau mikrositik (tipe penyakit kronis),Trombosit meningkat, kadar albumin serum turun dan globulin naik, protein C-reaktif biasanya positif dan LED meningkat.

Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi tulang yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).

2.4.8 Komplikasi Rheumatoid Artritis

Nodulus rheumatoid artritis ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau pada paru, mata atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu. Glaukoma dapat terjadi apabila nodulus yang menyumbat aliran cairan okular terpentuk pada mata. Vaskulitis (inflamasi sistem vaskuler) dapat menyebabkan trombosis dan infark. Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari, depresi dan stress dapat menyertai eksaserbasi penyakit (Corwin, 2009).

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas utama pada rheumatoid artritis. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubugan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebrata servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis (Harnawatiaji, 2012).

2.4.9 Penatalaksanaan Rheumatoid Artritis

Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara pasien dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang lama (Mansjoer, dkk. 2001). Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID (Non Steriodal Anti-Inflammatory Drug) dalam dosis terapeutik. Kalau diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat menurut resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal (Smeltzer & Bare, 2002).

Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan rheumatoid arthritis menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih dini. Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan penyakit terdapat dalam dua tahun pertama awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002). Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat pergerakan sendi menjadi lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya penyakit ini, seperti: tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil, menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut.

Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang mengandung Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara persendian agar tetap lentur.

Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien RA umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya. Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan pasien RA dengan cara: mengurangi rasa nyeri, mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi, mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot, mencegah terjadinya deformitas, meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri, mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang lain. Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan serta dengan menggunakan modalitas terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang rasa nyeri dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam pengobatan RA telah ternyata terbukti dan saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam penatalaksanaan RA (Daud R, 2002).

Dokumen terkait