• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brisbane, Australia pada tanggal 22 Februari 1985 sebagai anak paling kecil dari pasangan Prof. Dr. H. Endang Sukara dan Dra. Hj. Ratu Ratna Isnaniah. Pada tahun 2009, penulis menikah dengan Anas Farizi, STP dan dikaruniai seorang putri bernama Nashita Alisha Farizi. Pendidikan sarjana ditempuh oleh penulis di Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana di Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sejak SLTP hingga SMU, penulis telah melibatkan diri dalam kegiatan keorganisasian, sepeti PMR (Palang Merah Remaja) dan Paskibra, Setelah lulus pendidikan sarjana, penulis pernah melibatkan diri pada organisasi alumni ESQ dan aktif di Komunitas Fotografi Bogor (KFB) hingga saat ini..

Karir penulis sebagai praktisi dimulai pada tahun 2007, dengan bekerja sebagai staf IT dari Plant Resources of South East Asia - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PROSEA-LIPI). Setelah satu tahun bekerja dalam bidang IT, pada tahun 2008 penulis memutuskan untuk mengikuti pendidikan fotografi di Darwis Triadi School of Photography dan lulus Advance pada tahun 2009. Setelah lulus sekolah fotografi, penulis terjun di bidang usaha fotografi hingga saat ini. Minat penulis terhadap wildlife fotografi menjadi sumber inspirasi penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini.

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT KRB) merupakan Kebun Raya pertama di Indonesia dengan luas 87 hektar. Keanekaragaman flora dan fauna yang dipadu dengan konsep tata ruang yang indah menjadikan PKT KRB sebagai salah satu tujuan wisata favorit di kota Bogor. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata jumlah pengunjung yang datang ke PKT KRB pada tahun 2008-2010 yang mencapai 805383 orang/tahun (Lopulalan 2011). Ibrahim (2006) mengungkapkan bahwa sebagian besar kedatangan pengunjung PKT KRB bertujuan untuk menikmati pemandangan lepas yang beragam, keindahan lingkungan dan mencari suasana santai (65.24%), sedangkan minat terhadap fauna masih sangat kecil (0.39%).

Sebagai pusat konservasi tumbuhan, PKT KRB menjadi habitat yang baik bagi burung. Selain itu, PKT KRB juga merupakan tempat persinggahan burung- burung yang bermigrasi (Sukmantoro 2007). Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa PKT KRB memiliki keanekaragaman burung yang relatif tinggi, yang berfluktuasi dari masa ke masa. Diamond et. al. (1987) mencatat jenis burung sebanyak 62 jenis pada periode tahun 1932-1952, sedangkan pada periode tahun 1980-1985 jenis burung yang tercatat sebanyak 43 jenis. Pada tahun 1984 Van Balen mencatat ada 56 jenis burung di PKT KRB (Van Balen 1999). Levelink et. al. (1997) menyatakan bahwa terdapat lebih dari 50 jenis burung yang dapat ditemukan di PKT KRB dan tidak sulit bagi pengamat burung untuk menemukan setidaknya 30 jenis burung yang berbeda pada pagi hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hermawan pada tahun 2001, tercatat ada 46 jenis burung. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Tirtaningtyas (2004), tercatat ada 56 jenis burung yang dapat ditemukan di PKT KRB. Beberapa jenis burung yang ada di PKT KRB memiliki daya tarik dan keistimewaan. Berdasarkan potensi fauna burung yang dimiliki oleh PKT KRB, maka terdapat peluang bagi PKT KRB untuk mengembangkan wisata birdwatching sebagai sarana pendidikan konservasi alam dan lingkungan. Birdwatching atau birding

adalah salah satu teknik konservasi sebagai media untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya konservasi burung di alam. Aktivitas ini sudah menjadi salah satu hobi baru di kalangan masyarakat kita, sehingga berpotensi untuk dikembangkan ke arah pengelolaan yang lebih lanjut (BTNB 2010).

Untuk meningkatkan minat pengunjung terhadap burung-burung yang ada di PKT KRB diperlukan interpretasi untuk menjembatani antara burung sebagai objek daya tarik untuk wisata dengan pengunjung PKT KRB. Tanpa adanya interpretasi berupa petunjuk/tanda dan informasi yang menjelaskan apa yang sebenarnya tersimpan dalam kawasan tersebut mengakibatkan banyak nilai-nilai yang hilang, tidak dapat diketahui dan dinikmati oleh sebagian besar pengunjung, sedangkan objek yang ada tidak dapat menceritakan tentang dirinya sendiri (Muntasib 1998). Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan program interpretasi yang dapat menambah pengetahuan pengunjung mengenai burung- burung yang ada di PKT KRB dan memberikan pengalaman yang berharga kepada pengunjung sehingga menumbuhkan rasa cinta terhadap burung-burung sebagai salah satu komponen keanekaragaman hayati.

1.2Perumusan Masalah

Kebun Raya adalah lembaga/institusi yang mengoleksi tumbuhan hidup dan mendokumentasikannya untuk tujuan penelitian ilmiah, konservasi, tampilan/display dan pendidikan (BGCI 2013). Sesuai dengan definisi Kebun Raya, saat ini Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT KRB) lebih mengutamakan pengembangan dalam bidang konservasi ex-situ tumbuhan tropika (PKT KRB-LIPI 2013), walau demikian PKT KRB mempunyai misi dan tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat dan meningkatkan pendidikan lingkungan. Pengembangan dalam aspek wisata dapat menjadi salah satu cara untuk mencapai misi dan tujuan dari PKT KRB.

Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor merupakan bagian dari habitat beraneka jenis burung yang beberapa di antaranya memiliki daya tarik dan keistimewaan, akan tetapi potensi ini belum dikembangkan secara optimal. Informasi dan program wisata terkait dengan keanekaragaman jenis burung yang ada di PKT KRB masih belum tersedia. Kenyataan tersebut merupakan peluang bagi pengelola untuk memperkenalkan keanekaragaman jenis burung yang ada di PKT KRB sehingga dapat memberikan manfaat atau nilai tambah yang lebih besar bagi masyarakat, khususnya para pengunjung PKT KRB dan dapat meningkatkan minat masyarakat terhadap burung. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan minat masyarakat terhadap burung adalah dengan interpretasi yang menarik dan sesuai dengan keinginan pengunjung.

Sharpe (1982), menyatakan bahwa interpretasi bertujuan untuk membantu pengunjung dalam mengembangkan kesadaran, apresiasi, dan pengertian tentang lokasi yang dikunjungi, sehingga mendapatkan banyak pengalaman yang menyenangkan. Interpretasi wisata birdwatching di PKT KRB dapat dilaksanakan sehingga memberikan manfaat nilai tambah, kepuasan yang lebih maksimal serta meningkatkan minat dan kesadaran bagi para pengunjung tentang keindahan dan arti pentingnya keanekaragaman jenis burung yang ada di kawasan PKT KRB. Untuk itu, diperlukan penelitian perencanaan interpretasi wisata birdwatching

yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan pihak pengelola PKT KRB, untuk mewujudkan wisata birdwatching yang menarik sesuai keinginan pengunjung dengan pengelolaan yang lestari.

1.3Kerangka Pemikiran

Perencanaan interpretasi perlu disusun dengan baik agar optimal, meminimumkan kendala dan dapat memaksimumkan efisiensi sumberdaya yang ada. Untuk itu perlu diketahui jenis-jenis burung yang dapat dilihat dan dapat dijadikan objek interpretasi wisata birdwatching di PKT KRB. Disamping itu, titik lokasi aktivitas burung-burung yang dijadikan objek interpretasi dan waktu aktivitasnya, serta titik lokasi pengamatan burung yang tidak mengganggu aktivitas burung tersebut dengan memperhatikan keindahan landscape serta mengetahui keinginan pengunjung terhadap interpretasi birdwatching di PKT KRB juga perlu diketahui dengan baik. Penelitian perencanaan interpretasi akan dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan yang merujuk kepada metode penelitian yang dilakukan oleh Sharpe (1982) dan Veverka (1998). Tahapan-

tahapan dalam proses perencanaan interpretasi wisata birdwatching di PKT KRB meliputi inventarisasi data, wawancara, analisis data, sintesis dan perencanaan interpretasi (Gambar 1.1).

Pengunjung yang menjadi sasaran untuk interpretasi wisata birdwatching di PKT KRB antara lain adalah kelompok pelajar yang terdiri dari pelajar Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi (PT), pengunjung umum, dan pengunjung dari Kelompok Pencinta Burung (KPB). Pemlihan sasaran pengunjung yang dimulai dari usia dini dikarenakan perubahan tingkah laku dan pembentukan karakter seseorang akan terus berkembang, namun akan lebih efektif pada usia 8-12 tahun (Kardos et. al.

1998).

Interpretasi tidak hanya bertujuan untuk membantu pengunjung dalam mengembangkan kesadaran, apresiasi dan pemahaman tentang lokasi yang dikunjungi, tetapi juga membantu pihak pengelola mencapai tujuan-tujuan pengelolaan dengan memasukan pesan-pesan ke dalam program interpretasi (Sharpe 1982). Interpretasi wisata birdwatching di PKT KRB bertujuan mengungkapkan makna dan hubungan antara objek interpretasi dengan pengunjung melalui pengalaman langsung di lapangan dengan dengan bantuan media ilustratif seperti foto, peta interpretasi, papan interpretasi dan booklet.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian “Perencanaan Interpretasi Wisata

Birdwatching di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor” ini adalah untuk menyusun perencanaan interpretasi wisata birdwatching di PKT KRB. Adapun tujuan penelitian ini secara spesifik adalah:

a. Mengidentifikasi potensi jenis-jenis burung dan sebarannya yang memiliki keistimewaan dan daya tarik di setiap lingkungan yang ada di PKT KRB. b. Mengidentifikasi harapan dan keinginan dari pengunjung dan pakar burung

terhadap interpretasi birdwatching di PKT KRB.

c. Membuat rekomendasi jalur-jalur interpretasi untuk wisata birdwatching. d. Membuat peta interpretasi wisata birdwatching yang di dalamnya terdapat

lokasi objek-objek interpretasi dan jalur interpretasi dengan pemandangan

landscape yang bagus untuk menikmati kegiatan birdwatching. e. Menyusun perencanaan interpretasi wisata birdwatching di PKT KRB

1.5Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian dapat berguna sebagai bahan masukan bagi pengelola dalam hal pengembangan wisata birdwatching di PKT KRB, panduan bagi pengunjung yang akan melakukan kegiatan birdwatching di PKT KRB sehingga dapat memberikan pengetahuan tambahan, dan meningkatkan rasa cinta terhadap burung, khususnya untuk burung-burung yang ada di PKT KRB. Dengan demikian akan meningkatkan kualitas kunjungan ke PKT KRB.

Gambar 1.1 Bagan alir proses perencanaan interpretasi wisata birdwatching di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor

WAWANCARA

ANALISIS

PERENCANAAN INTERPRETASI

-Penentuan tema - Lokasi dan waktu kegiatan

-Sasaran pengunjung - Fasilitas pendukung interpretasi

Pakar dan Pengelola

Metode wawancara mendalam (in depth interview).

a. Pendapat terkait birdwatching di PKT KRB

b. Keinginan dan harapan terkait wisata

birdwatching di PKT KRB

Burung dan Habitat

a. Inventarisasi dan verifikasi data burung dan pengambilan data visual (Jenis, perilaku, keistimewaan, daya tarik, aktivitas, lokasi dan waktu melihatnya)

b. Inventarisasi data habitat burung c. Pengambilan titik-titik aktivitas

burung dengan GPS receiver

Pengunjung

Metode wawancara terstruktur dengan kueisioner

a. Tujuan dan motivasi pengunjung b. Persepsi pengunjung

c. Keinginan dan harapan pengunjung terkait kegiatan wisata birdwatching

di PKT KRB

Sasaran pengunjung: Pelajar (SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi), pengunjung umum, dan publik pencinta burung.

Analisis deskriptif dan tabulasi: - Kekayaan jenis burung dan sebarannya

untuk masing-masing lingkungan serta frekuensi perjumpaan jenis burung pada setiap lingkungan

- Identifikasi dan pemilihan jenis-jenis burung yang berpotensi sebagai objek interpretasi berikut habitatnya

Analisis pemetaan:

- Pengolahan data GPS dengan metode GIS menggunakan perangkat lunak

ArcView untuk mendapatkan titik-titik aktivitas burung.

Analisis deskriptif:

- Mengolah dan mendeskripsikan data hasil wawancara dengan para pakar dan pihak pengelola

- Menarik kesimpulan dari hasil pengolahan data deskriptif terkait pendapat, keinginan dan harapan terkait pengembangan wisata birdwatching di PKT KRB

Analisis deskriptif kuantitatif dan tabulasi:

a. Tujuan dan motivasi pengunjung b. Persepsi pengunjung mengenai burung-

burungdi PKT KRB

c. Keinginan dan harapan pengunjung mengenai kegiatan wisata birdwatching

di PKT KRB (kegiatan pemanduan, fasilitas pendukung )

INVENTARISASI DATA

SINTESIS

- Menentukan jenis-jenis burung yang akan dijadikan objek interpretasi - Menentukan titik-titik lokasi aktivitas burung

- Merancang jalur interpretasi untuk wisata birdwatching di PKT KRB

- Pemetaan burung-burung yang akan dijadikan objek interpretasi dan posisi pengamatan burung berikut jalur interpretasi

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kondisi Umum PKT KRB

Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT KRB) merupakan kawasan konservasi dan wisata alam yang berada di tengah-tengah kota Bogor. PKT KRB memiliki daya tarik wisata berupa pemandangan arsitektur lanskap yang alami serta koleksi tumbuhan tropika yang lengkap dibandingkan dengan kebun raya lainnya, yaitu sebanyak 15000 jenis koleksi tumbuhan dan pohon (LIPI 2010). Hal ini menjadikan PKT KRB sebagai salah satu tujuan wisata di kota Bogor.

PKT KRB yang berdiri di tengah-tengah kota Bogor ini menjadi habitat dari beraneka ragam jenis burung. Distribusi dan kelimpahan jenis burung berkaitan dengan vegetasinya. Variasi habitat burung pada lokasi-lokasi tertentu dapat disebabkan karna faktor-faktor alam (tipe tanah, ketinggian dataran, curah hujan, tutupan lahan). Kondisi kawasan akan sangat berpengaruh terhadap keberadaan burung. Bagi kawasan yang tidak dilindungi kemungkinan adanya perubahan habitat burung sangat besar sehingga dapat mengancam keberadaan jenis burung (Bibby et. al. 1998). Namun sesuai dengan Perda No. 11 tahun 1978, semua jenis satwa liar yang ada di PKT KRB secara hukum dilindungi, sehingga dapat menekan perubahan habitat di PKT KRB.

Jalan utama (aspal), jalan setapak, dan saluran air membagi PKT KRB ke dalam beberapa lingkungan (area koleksi tumbuhan) yang terdiri dari bagian- bagian, kemudian dibagi lagi menjadi petak-petak. Setiap bagian ditandai dengan angka Romawi dan setiap petak ditandai dengan huruf. Keduanya dituliskan pada tonggak kecil di tepi suatu bagian. Hampir semua tumbuhan memiliki label dari logam berwarna hijau dan label alumunium kecil yang mengidentifikasi tumbuhan secara lengkap (Levelink et. al. 1997). Dengan adanya pembagian-pembagian di PKT KRB peneliti dapat lebih mudah mengetahui tutupan lahan di masing-masing tempat, sehingga memudahkan dalam pengamatan burung.

Area koleksi tumbuhan di PKT KRB dibagi menjadi 12 lingkungan (Gambar 2.1). Masing-masing lingkungan didominasi oleh jenis tumbuhan yang berbeda. Menurut Dempster (1975), keanekaragaman satwa dipengaruhi oleh komposisi jenis-jenis tumbuhan yang ada, yang menyediakan bahan makanan bagi satwa. Dickson et. al. (1979) menyatakan bahwa sifat-sifat vegetasi yang mendukung kehidupan burung adalah keanekaragaman jenis, struktur, kerapatan populasi, dan kerapatan tajuk-tajuknya.

2.2Ekoturisme: Wisata Birdwatching

Istilah ekoturisme diperkenalkan oleh Ceballos-Lascurain (1987) dan digunakan untuk menjelaskan kegiatan turisme berbasis pada alam di kawasan tropis. Istilah ini disamaartikan dengan wisata alam (nature tourism) (Boo 1990). Ekoturisme menurut Ceballos-Lascarain (1987), McDill et al. (1999), Norman et al. (1997), Higgins (1996), dan Williams (1992), diartikan sebagai petualangan berbasis kepada alam yang sengaja direncanakan dan direncanakan dengan penuh kesadaran oleh kelompok orang yang tertarik untuk belajar tentang alam, tentang sejarah, dan budaya yang tumbuh berkembang di suatu daerah yang dikunjunginya serta dengan memberikan keuntungan sosial ekonomi kepada penduduk setempat dengan mengembangkan kegiatan ekonomi berbasis komunitas lokal dan memberikan kontribusi terhadap konservasi sumber daya alam melalui interpretasi alam dan pendidikan lingkungan.

Definisi ekoturisme juga dipakai oleh Orams (1995), Wight (1993), Boyd et. al. (1996), Mandziuk (1995), Herath (1996), Buckley (1994), Linberg et al.

(1996), dan Nelson (1994). Ekoturisme memiliki karakteristik turisme berbasis kepada alam, menghormati alam sebagai motif utama untuk ikut berpartisipasi dalam penghormatan terhadap alam, mempromosikan konservasi dan meminimalkan dampak negatif terhadap kerusakan lingkungan, memberikan keuntungan kepada tuan rumah (memberikan kesempatan menumbuhkan ekonomi masyarakat lokal), menghormati budaya masyarakat adat dan mereduksi dampak sosial, dan mempromosikan pendidikan lingkungan kepada wisatawan. Menurut Deng et al. (2002), wisata berbasis alam adalah suatu kegiatan wisata yang tergantung pada penggunaan sumber daya alam dimana secara relatif merupakan bagian daerah yang belum dikembangkan, termasuk pemandangan, topografi, jalan air, vegetasi, kehidupan liar, dan peninggalan sejarah. Menurut Alikodra (2011), jika ekoturisme dapat diimplementasikan secara tepat, kondisi sosial ekonomi masyarakat diyakini juga akan meningkat demikian juga devisa Negara tanpa harus merusak lingkungan hidup dan mengorbankan budaya bangsa. Indonesia memiliki peluang karena keanekaragam dan keunikan sumber daya alam hayati yang dimilikinya dan keanekaragaman budaya bangsanya.

Lingkungan atau sumber daya alam merupakan modal utama dalam ekoturisme. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan ekoturisme ini mempunyai dampak negatif untuk kondisi alam tersebut. Untuk mengatasi atau mengurangi dampak negatif tersebut dibuatlah suatu kegiatan wisata minat khusus yang mempunyai materi-materi kegiatan yang mengandung unsur pendidikan lingkungan. Berdasarkan UU Sisdiknas (2003), pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perencanaan di masa yang akan datang. Birdwatching atau birding

adalah salah satu teknik pendidikan konservasi sebagai media untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya konservasi burung di alam. Aktivitas ini sudah menjadi salah satu hobi baru di kalangan masyarakat kita, sehingga berpotensi untuk dikembangkan ke arah pengelolaan yang lebih lanjut (BTNB 2010). Definisi lain birdwatching menurut Son et. al.(2011) adalah wisata yang erat hubungannya dengan perlindungan ekosistem dan budaya masyarakat adat di sekitar area pengamatan. Kegiatan ini juga dapat menyediakan keuntungan ekonomi bagi penduduk setempat. Kegiatan birdwatching juga diartikan sebagai

suatu kegiatan pengamatan, identifikasi, dan pemotretan burung untuk maksud rekreasi (Glowinski 2008).

Dalam dua dekade ini wisata birdwatching mulai populer dan tumbuh dengan cepat. Mengamati burung mulai dijadikan sebagai hobi dan dapat dijadikan sarana rekreasi yang menyenangkan. Pengamat burung memiliki pengetahuan, skill, minat, kesenangan yang berbeda-beda. Bagi pemula diperlukan program berisi pengenalan terhadap lingkungan, jenis-jenis burung, dan luasan area pengamatan (Maple et al. 2010). Penelitian sangat diperlukan untuk menambah ilmu pengetahuan tentang breeding, sarang, distribusi, tingkah laku, habitat burung, dan data migrasi burung (RCS 2012).

Aktivitas yang dapat dilakukan dalam kegiatan wisata birdwatching antara lain mengamati burung serta tingkah lakunya, baik hanya mengamati beberapa kelompok burung tertentu ataupun menikmati berbagai jenis burung yang ditemui. Berbagai keunikan yang dimiliki oleh burung dapat memberikan inspirasi bagi pengamat burung sehingga dapat meningkatkan kreativitas atau daya cipta (Mulyani dan Pakpahan 1993). Menurut Cahyana (2007), Pengelolaan wisata

birdwatching yang baik dan profesional akan memberikan keuntungan finansial dan membantu upaya konservasi burung karena pengelola akan berusaha untuk melakukan pengelolaan habitat burung.

2.3Perencanaan Interpretasi Alam 2.3.1 Interpretasi Alam

Interpretasi didefinisikan sebagai suatu mata rantai antara pengunjung dan sumber daya alam yang ada (Sharpe 1982). Menurut Jubenvile et al. (1987), interpretasi merupakan suatu tindakan dalam mendemonstrasikan hubungan akan fenomena alam yang terjadi di sekitar kita. Tilden (1957), mendefinisikan interpretasi alam sebagai suatu kegiatan pendidikan yang bertujuan menunjukkan arti dan hubungan antara seseorang dengan alam lingkungannya dengan menggunakan benda-benda aslinya, melalui pengalaman langsung di lapangan dengan media ilustratif seperti foto, slide, film dan sebagainya.

PHPA (1988) membagi unsur utama interpretasi menjadi tiga, yaitu:

a. Pengunjung

Beberapa hal yang harus dianalisis dan diperhatikan dalam perencanaan dan pelaksanaan interpretasi antara lain adalah:

- Tempat yang paling banyak mendapat perhatian pengunjung - Asal sebagian besar pengunjung

- Distribusi musiman pengunjung

- Peresentase jumlah pengunjung yang melewati pintu utama dan pintu lainnya

Informasi yang harus dikumpulkan untuk mengetahui karakteristik pengunjung dalam rangka penyusunan program interpretasi adalah:

- Proporsi pengunjung nusantara dan mancanegara

- Ukuran kelompok, distribusi umur dan tingkat pendidikan

- Distribusi musiman kunjungan, waktu berkunjung, lama tinggal dan frekuensi kunjungan ulang

- Jenis transportasi, tema dan media yang paling menarik bagi pengunjung.

b. Pemandu Wisata

Kualitas dari pemandu wisata sangat menentukan tingkat keberhasilan interpretasi. Syarat-syarat yang harus dipenuhi pemandu wisata antara lain: - Menguasai beberapa ilmu atau ahli dalam bidang ilmu tertentu (flora,

fauna, sejarah, geologi atau budaya) yang berkaitan dengan objek wisata - Menguasai pengetahuan di bidang pendidikan dan komunikasi masa serta

sekaligus mempraktekkannya

- Menguasai cara-cara melaksanakan interpretasi secara baik dan benar

c. Obyek Interpretasi

Obyek interpretasi meliputi segala yang ada di dalam kawasan yang dijadikan sebagai obyek dalam menyelenggarakan interpretasi. Agar program interpretasi dapat berlangsung dengan baik, maka pemilihan, penggunaan dan pemeliharaan obyek interpretasi perlu dilaksanakan.

Metode penyampaian interpretasi menurut Sharpe (1982) dan PHPA (1988) secara garis besar digolongkan menjadi dua macam, yaitu:

a. Pelayanan secara langsung (personal services): penyampaian program

interpretasi dilakukan langsung oleh petugas interpretasi kepada pengunjung. Pengunjung dapat langsung bersentuhan dengan obyek interpretasi yang ada, sehingga pengunjung dapat secara langsung melihat, mendengar atau bila memungkinkan dapat mencium, meraba dan merasakan obyek interpretasi tersebut.

b. Pelayanan secara tidak langsung (non personal service): penyampaian

program interpretasi dilakukan dengan menggunakan alat bantu (media) dalam memperkenalkan obyek interpretasi dan petugas interpretasi tidak berhubungan langsung dengan pengunjung.

Veverka (1994), memaparkan bentuk layanan dan program interpretasi disampaikan melalui dua macam teknik komunikasi yaitu verbal dan non-verbal. Setiap teknik memiliki elemen yang membantu kita mengembangkan isi dan struktur pesan interpretasi:

a. Komunikasi verbal: point utama yang dipertimbangkan adalah pilihan kata

yang digunakan dalam penyampaian interpretasi dapat menyampaikan banyak pesan tersembunyi. Pesan verbal mencakup musik latar, tipe suara laki-laki atau perempuan, muda atau tua, dan jenis aksen merupakan bagian dari penciptaan gambaran yang diharapkan. Pesan ini juga merupakan komponen penghubung antara pendengar dengan pesan-pesan yang disampaikan.

b. Komunikasi Non-Verbal: Komunikasi ini memanfaatkan alat indera yang kita

miliki. Penyampaian interpretasi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media interpretasi yang merupakan suatu cara, metode, rekaman atau peralatan yang bisa menyampaikan pesan interpretasi kepada publik. Elemen komunikasi non-verbal meliputi: suara, aroma, rasa, tekstur, warna, simbol, penggunaan ruang, bahasa tubuh dan waktu.

2.3.2 Tujuan Interpretasi

Menurut Tilden (1957), Tujuan interpretasi bukan hanya mengungkapkan keindahan dari suatu kawasan saja, tetapi juga bertujuan untuk meyakinkan orang akan pentingnya keberadaan kawasan tersebut dan mendorong mereka untuk ikut melestarikannya. Adapun tujuan interpretasi selanjutnya adalah sebagai berikut: a. Untuk membantu mengubah tingkah laku dan sikap untuk memotivasi,