• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pringsewu, pada tanggal 17 Mei 1988 dari pasangan Bapak Ali Amran Mirya dan Ibu Helmiwati sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Propinsi Lampung dan diterima di Universitas Riau (UR) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pendidikan sarjana di tempuh di Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, lulus pada tahun 2010. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister pada program studi Teknologi Hasil Perairan diperoleh pada tahun 2011. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari

Bakrie Center Foundation.

Selama mengikuti program S-2, penulis pernah menyajikan karya ilmiah pada Seminar Nasional dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-3 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia di Bogor pada bulan Oktober 2011 yang berjudul Kajian Penambahan Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia) Terhadap Mutu Ikan Jambal Siam (Pangasius hypopthalmus) Asap Selama Penyimpanan. Ethanol Production From Microalgae Using Enzyme Alpha Amylase and Amyloglucosidase pada The 1st International Symposyum on Aquatic Products Processing dalam bentuk poster. Artikel lain yang berjudul Optimization Process of Ethanol Production from Microalgae Chlamydomonas sp. ICBB 9113, ICBB 9114 and Synechococcus sp. ICBB 9111 akan diterbitkan pada jurnal internasional CLEAN – Soil, Air, Water, A Journal of Sustainability and Environmental Safety. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S-2 penulis.

1 PENDAHULUAN

Latar belakang

Energi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Jumlah populasi manusia yang terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir mengakibatkan berbagai negara dihadapkan dengan krisis energi salah satunya adalah Indonesia. Kebutuhan penting penunjang mobility manusia selain food dan

water adalah energy petroleum. Produksi minyak mentah (crude oil) di Indonesia adalah 860 ribu barrel per hari maka cadangan minyak bumi di Indonesia sebesar 7,4 milyar barrel kemungkinan akan habis pada tenggang waktu 24 tahun (KESDM 2012). Fakta ini merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk mengelola dan menjamin kebutuhan energi 238 juta penduduk Indonesia (BPS 2011), khususnya dalam pelaksanaan pembangunan nasional.

Kebijakan energi nasional menargetkan pemanfaatan energi non fosil

sebesar 5-20% pada tahun 2005-2020 yang dalam pelaksanaannya didukung oleh Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral nomor 25 tahun 2013 mengenai penyediaan bahan bakar nabati (biofuel) untuk menjamin ketersediaan energi nasional. Teknologi pengolahan dan pemanfaatan telah dikuasai dan diterapkan dalam penyediaan bioenergi (biodiesel, etanol, biogas). Bahan baku generasi pertama yang biasa digunakan adalah minyak kelapa sawit, buah kelapa, ubi kayu, buah jarak, jagung. Potensi lain sumber daya energi alternatif yang dapat diperbaharui selain tanaman terestrial terus dikaji. Sumber daya ini menyimpan potensi yang terus dikembangkan, seperti yang dilakukan Chisti (2007) bahwa mikroalga layak dijadikan alternatif sumber bahan baku biofuel

untuk menggantikan bahan bakar fosil (petroleum). Pemanfaatan mikroalga sebagai bahan baku biofuel generasi kedua, diharapkan dapat membantu target kebutuhan energi yang dihasilkan dari bahan baku generasi pertama dalam jangka panjang (Mata et al. 2010). Sumber energi alternatif dari mikroalga dapat berasal dari komponen lipid untuk biodiesel dan karbohidrat untuk etanol.

Mikroalga yang berpotensi sebagai sumber bahan baku produksi etanol sangat beragam. Jhon et al. (2011) mengemukakan bahwa terdapat 28 jenis mikroalga sumber bahan baku produksi etanol, misalnya Chlorella, Dunaliella, Chlamydomonas, Scenedesmus, Spirulina yang diketahui mengandung sejumlah karbohidrat (>50% dari berat kering) (Ueda et al. 1996). Hasil penelitian Arisanti (2012) menjelaskan bahwa mikroalga Chlamydomonas sp. ICBB 9113,

Chlamydomonas sp. ICBB 9114 memiliki kandungan karbohidrat sebesar 34,7% dan 39,7% (bk), sedangkan Synechococcus sp. ICBB 9111 memiliki kadar karbohidrat 44,2% (bk).

Produksi etanol dari biomassa mikroalga dapat diperoleh melalui tahapan sakarifikasi dan fermentasi. Hidrolisis mikroalga Chlamydomonas reinhardtii

menggunakan enzim α-amilase dan amiloglukosidase menghasilkan rendemen gula 57 g/L (Choi et al. 2010). Hasil penelitian Nguyen et al. (2009), menyatakan bahwa mikroalga Chlamydomonas reinhardtii yang dihidrolisis menggunakan asam H2SO4 menghasilkan rendemen gula 29,6 g/L. Kendala yang sering

ditemukan dalam proses sakarifikasi adalah rendemen gula sederhana yang masih rendah dan membutuhkan energi yang tinggi jika melakukan hidrolisis menggunakan asam. Oleh sebab itu, maka perlu dicari alternatif untuk

meningkatkan rendemen gula sederhana dengan konsumsi energi yang rendah pada proses hidrolisis yaitu dengan menggunakan enzim. Mojovic’ et al. (2006) menyatakan bahwa hidrolisis menggunakan enzim memiliki beberapa keuntungan yaitu ramah lingkungan, dapat dilakukan pada suhu ruang dan tekanan rendah, dan bersifat lebih spesifik.

Alternatif teknologi bioproses telah banyak dikembangkan diantaranya menggunakan enzim komersial α-amilase dan amiloglukosidase. Penggunaan

enzim α-amilase dan amiloglukosidase pada proses produksi mampu

menghidrolisis fraksi pati menjadi glukosa dengan memutus ikatan α-1,4 dan

α-1,6 glikosidik pada fraksi amilosa dan amilopektin. Mekanisme kerja enzim yang tepat dalam memotong ikatan pada fraksi amilosa dan amilopektin diharapkan dapat meningkatkan rendemen gula pereduksi yang dihasilkan dari mikroalga Chlamydomonas sp. ICBB 9113, Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dan

Synechococcus sp. ICBB 9111.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penggunaan enzim komersial α-amilase dan kombinasi antara α-amilase dan amiloglukosidase dalam proses hidrolisis mikroalga Chlamydomonas sp. ICBB 9113,

Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dan Synechococcus sp. ICBB 9111 untuk meningkatkan rendemen gula sederhana dalam proses produksi etanol.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu tersedianya informasi tentang proses hidrolisis mikroalga Chlamydomonas sp. ICBB 9113, Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dan Synechococcus sp. ICBB 9111 dengan menggunakan enzim komersial yang dapat menigkatkan rendemen gula sederhana dan dapat difermentasi menjadi etanol.

Gambar 1 Road map penelitian Penelitian yang telah dilakukan perkembangan penelitian selanjutnya.

MIKROALGA

Pengembangan dan pemanfaatan mikroalga

Optimasi hidrolisis dan fermentasi mikroalga

Ardiles (2011) produksi lipid dan karbohidrat mikroalga ICBB 9111, 9112, 9113, 9144 pada skala lapang Septina (2011) pengaruh konsentrasi unsur hara pada produksi makromolekul pada isolate mikroalga ICBB 9111, 9112, 9113, 9144 Arisanti (2012) produksi lipid dan karbohidrat mikroalga ICBB 9111, 9112, 9113, 9144 dengan media teknis N2P1, N2P2, dan N3P3 pada kolam raceway Kultivasi dan karakterisasi mikroalga Patmawati (2013) produksi biodiesel secara transesterifikasi insitu pada mikroalga Chlamydomonas sp. ICBB 9114 yang dikultivasi dengan media teknis Rahaju (2013) seleksi dan karakterisasi mikroalga ICBB 9111, 9112, 9114, dan PLB 6354 indigen air tawar sebagai energi terbarukan Masdianto (2013) pemanfaatan mikroalga ICBB 9111, 9113, dan 9114 sebagai bioindikator

perairan yang tercemar

Choi et al. (2010) hidrolisis Mikroalga Chlamydomonas reinhardtii menggunakan enzim α-amilase dan amiloglukosidase

Hidrolisis dengan enzim

α-amilase dan amiloglukosidase

menggunakan mikroalga ICBB 9113, ICBB 9114, danICBB 9111 untuk meningkatkan rendemen gula sederhana dalam produksi etanol

-Modifikasi media dan faktor abiotik intensitas cahaya, CO2 untuk sintesa

karbohidrat

-Hidrolisis mikroalga untuk meningkatkan glukosa

-Metode fermentasi dan distilasi yang tepat untuk mendapatkan fuel grade ethanol (FGE)

2 METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei 2012 sampai Agustus 2013 yang bertempat di Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Cilubang Nagrak, Situgede, Kabupaten Bogor; Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; dan Laboratorium Manajemen Mutu, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah dua jenis isolat mikroalga

Chlamydomonas sp. ICBB 9113, Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dansatu isolat

Synechococcus sp. ICBB 9111. Proses hidrolisis menggunakan enzim komersial

α-amilase dan amiloglukosidase yang dibeli dari PT. Kreatif Energi Indonesia. Media BG11 digunakan dalam peremajaan dan pada tahap isolasi, selanjutnya media teknis berdasarkan hasil penelitian terbaik Arisanti (2012) digunakan dalam tahap kultivasi skala lapang. Komposisi media BG 11 dan media N2P1, N2P2, N3P3 secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.

Alat-alat yang digunakan adalah erlenmeyer, outoclave, shaker,

laminar flow, spektrofotometer MAPADA V1100D, High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Waters 1525EF Binary HPLC Pump, neraca analitik, aerator, lampu 2000 lux dan akuarium dengan kapasitas 100 liter dengan sumber cahaya matahari.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam 4 tahap. Tahap yang pertama yaitu peremajaan dan penyediaan stok empat isolat dalam media BG 11. Tahap kedua yaitu produksi biomassa pada skala lab dan skala lapang dalam media N2P1, N2P2, dan N3P3. Tahap ketiga adalah pengujian aktivitas enzim α-amilase dan amiloglukosidase dengan menentukan pH dan suhu optimum. Tahap keempat adalah proses produksi etanol menggunakan enzim komersial dengan aktivitas enzim terbaik dari hasil karakterisasi tahap ketiga. Hidrolisat mikroalga yang dihasilkan setelah proses hidrolisis selanjutnya difermentasi menggunakan

Saccharomyces cerevisiae ICBB 8808.

Peremajaan isolat mikroalga

Tahapan peremajaan diawali dengan mempersiapkan media BG 11. Sebanyak 2 mL isolat Chlamydomonas sp. ICBB 9113, Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dan satu isolat Synechococcus sp. ICBB 9111 diinokulasikan ke dalam 50 mL media BG11 dalam botol berukuran ±100 mL. Selanjutnya dilakukan proses inkubasi selama 3 minggu dengan cara digoyang (shaker). Proses peremajaan isolat mikroalga dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Proses peremajaan isolat Synechoccocus sp.dan Chlamydomonas sp. Produksi biomassa

Produksi biomassa pada skala lapang dilakukan menggunakan akuarium. Kultivasi dilakukan dengan menggunakan 20% kultur segar mikroalga ke dalam 80 liter media (N2P1, N2P2 dan N3P3) dan menggunakan cahaya matahari sebagai sumber cahaya dengan suhu berkisar 29-39oC. Synechococcus sp. ICBB 9111 dikultivasi pada media N2P1, Chlamydomonas sp. ICBB 9113 dikultivasi pada media N2P2, Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dikultivasi pada media N3P3. Pertumbuhan ketiga isolat mikroalga diukur setiap hari berdasarkan kerapatan optik pada panjang gelombang 620 nm hingga mencapai nilai OD > 0,5 (Arisanti 2012). Nilai OD 0,5 direpresentasikan sebagai nilai kepadatan sel terbaik pada sintesa makromolekul mikroalga untuk dikultivasi atau dilakukan pemanenan (Ardiles 2011). Pemanenan dilakukan pada OD 0,5 dengan menambahkan flokulan Al2(SO4)3 (alumunium sulfat) dengan konsentrasi 0,3 g/L

(desk study). Selanjutnya mikroalga disaring menggunakan kertas saring dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 80oC selama 12-24 jam. Biomassa yang diperoleh dikeringkan dengan oven pada suhu 80oC. Biomassa kering mikroalga, kemudian dianalisis kadar air, kadar abu, kadar gula total, kadar selulosa dan dilakukan perhitungan rendemen. Produksi biomassa mikroalga dapat dilihat pada Gambar 2.

Pengujian aktivitas enzim α-amilase dan amiloglukosidase (Bernfeld 1955)

Aktivitas enzim α-amilase dan amiloglukosidase ditentukan menggunakan metode Bernfeld (1955) menggunakan DNS (3.5-dinitro salicylic acid) dan pati sebagai substrat. Enzim α-amilase komersial digunakan sebagai sampel enzim. Satu unit aktivitas enzim α-amilase didefinisikan sebagai jumlah pati yang

terhidrolisis menjadi glukosa selama masa inkubasi 30 menit. Enzim

α-amlilase dan amiloglukosidase diencerkan menggunakan buffer fosfat sitrat (BSF), kemudian ditambahkan 2 mL soluble starch 2% (b/v) dan diinkubasi pada pH dan suhu yang bervariasi yaitu (5,5, 6, 6,5, 7) dan (60,70, 80, 90)oC, sedangkan enzim amiloglukosidase diinkubasi pada pH (4,5, 5, 5,5) dan suhu (40, 50, 60)oC. Waktu inkubasi dilakukan selama 30 menit. Hasil inkubasi yang diperoleh diukur gula pereduksinya dengan pereaksi DNS. Satu U/mL enzim merupakan 1µmol produk yang terbentuk dalam waktu 1 menit.

Chlamydomonas sp. ICBB 9113 Chlamydomonas sp. ICBB 9114 Synechococcus sp. ICBB 9111

Kultivasi pada media BG 11 pada skala lab

Gambar 2 Produksi biomassa mikroalga.

Proses produksi etanol

Proses pembuatan etanol terdiri dari 3 tahap, yaitu likuifikasi, sakarifikasi, dan fermentasi. Likuifikasi dan Sakarifikasi adalah proses hidrolisis karbohidrat menjadi gula sederhana menggunakan enzim α-amilase dan amiloglukosidase. Tahap fermentasi gula sederhana akan dirubah menjadi etanol menggunakan

S. cereviceae ICBB 8808. Pada proses likuifikasi dan sakarifikasi, terlebih dahulu enzim komersial diuji aktivitas enzim dengan menentukan pH dan suhu optimumnya.

Hidrolisis enzim pada mikroalga

Proses hidrolisis mikroalga menggunakan biomassa kering seberat 2,5 g. Biomassa kering ditambahkan akuades dengan rasio padatan 5% (b/v) dalam larutan. Mikroalga yang telah dilarutkan dengan akuades ditambahkan enzim komersial α-amilase (likuifikasi) pada konsentrasi (0,005; 0,010; 0,020; 0,040; 0,060; 0,010%) (v/v) dan kombinasi α-amilase dengan amiloglukosidase (sakarifikasi) pada konsentrasi 0,4% (v/v), kemudian dihidrolisis pada pH dan suhu terbaik pada tahap ketiga. Proses hidrolisis menggunakan enzim α-amilase

Chlamydomonas sp. ICBB 9113 Chlamydomonas sp. ICBB 9114 Synechococcus sp ICBB 9111 Kultivasi ke media teknis (N2P1) Kultivasi ke media teknis (N2P2) Kultivasi ke media teknis (N3P3) Sediaan mikroalga

Kultivasi pada akuarium

Pemanenan awal stationer (OD 0,5)

Biomassa basah

Pengeringan

Biomassa

 Analisis kadar air

 Analisis kadar abu

 Analisis kadar lemak

 Analisis karbohidrat

 Analisis selulosa

 

dilakukan selama 30 menit dan amiloglukosidase selama 55 menit (Choi et al. 2010). Substrat hasil hidrolisis disaring untuk mendapatkan

hidrolisatnya. Analisis total gula pereduksi dilakukan pada hidrolisat hasil proses liquifikasi dan sakarifikasi. Tujuannya untuk mengetahui kemampuan enzim

α-amilase dan amiloglukosidase dalam menghidrolisis substrat mikroalga.

Fermentasi

Gula yang telah terbentuk pada proses sakarifikasi kemudian diproses ke tahap fermentasi menggunakan S. cereviceae ICBB 8808. Isolat S. cereviceae

ICBB 8808 terlebih dahulu diremajakan pada media PDA dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah itu isolat ditumbuhkan lagi pada 50 mL media YMGP yang terdiri dari ekstrak yeast 5 g/L, malt 5 g/L, glukosa 10 g/L dan pepton 5 g/L di dalam erlenmeyer 200 mL. Inkubasi dilakukan pada suhu 30oC selama 24 jam dengan

shaker berkecepatan 125 rpm (Yanagisawa et al. 2011). Proses fermentasi gula menjadi etanol dilakukan dengan cara menambahakan kultur cair S.cerevisiae

ICBB 8808 sebanyak 10% dari substrat yang digunakan kemudian diinkubasi selama 96 jam (Arnata 2009). Setiap 24 jam disampling dan dianalisis total gula pereduksi dan perubahan pH. Hasil fermentasi dianalisis menggunakan HPLC untuk mengetahui kadar etanol yang dihasilkan.

Biomassa kering 3 jenis mikroalga 5% (b/v)

Enzim α-amilase

0,005%, 0,010%, 0,020%, 0,040%, 0,060%, 0,1% (v/v) (liquifikasi)

Hidrolisis pH dan suhu terbaik selama 30 menit

Analisis total gula pereduksi

Pemanasan 90oC

Hidrolisat

Enzim amiloglukosidase0,40% (v/v) (sakarifikasi)

Hidrolisis pH dan suhu terbaik selama 55 menit

Prosedur Pengujian Analisis kadar air (AOAC 2007)

Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 105-110oC selama 15 menit atau sampai berat konstan, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 105-110oC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air bobot sampel akhir b bobot sampel awal a

Analisis kadar karbohidrat luff schrool (AOAC 1984)

Prinsip analisis karbohidrat yaitu glukosa hasil hidrolisis karbohidrat akan mereduksi larutan luff, Cu2O dalam luff yang direduksi menjadi Cu2O sampai

berwarna merah bata. Kelebihan atau sisa Cu2O dititrasi secara iodometri.

Selanjutnya larutan Luff schrool dibuat dengan cara melarutkan CuSO45H2O

sebanyak 25 g ke dalam 50 mL air suling, 50 gram asam sitrat dilarutkan dalam

50 mL air suling dan 388 gram Na2CO210H2O dilarutkan ke dalam 400 mL

air suling. Larutan asam sitrat ditambahkan sedikit demi sedikit pada larutan soda. Campuran ditambahkan larutan terusi (CuSO45H2O) dan diencerkan hingga

100 mL ke dalam labu ukur kemudian dimasukkan 2 g sampel kering dan ditambahkan 200 mL HCl 3% serta batu didih. Selanjutnya labu erlenmeyer dipasang pada pendingin tegak dan dihidrolisis selama 3 jam. Larutan kemudian didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH dan indikator fenolftalin. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL, ditambahkan dengan air suling sampai pada tanda tera kemudian disaring. Sebanyak 10 mL larutan dipipet ke dalam labu erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan larutan luff 25 mL serta 15 mL air suling, sedangkan untuk pembuatan blanko dibuat larutan tanpa menambahkan

Fermentasi (96 jam) dengan

S. cerevisiae ICBB 8808

Distilasi

Etanol

Analisis kadar etanol (HPLC) Analisis total gula pereduksi

2. Hidrolisat

Analisis total gula pereduksi

Analisis kadar etanol (HPLC)

sampel selanjutnya dianalisis. Larutan yang ada dalam labu erlenmeyer dipasang pada pendingin balik dan dididihkan selama 10 menit setelah itu larutan tersebut langsung didinginkan pada air akuades yang mengalir. Selanjutnya ditambahkan larutan Ki 30% dan 25 mL H2SO4 25% ke dalam larutan yang telah didinginkan.

Proses selanjutnya larutan dititrasi sampai reaksi terhenti kemudian dititrasi lagi dengan larutan Na2S2O3 sampai larutan berwarna biru muda. Kadar karbohidrat

dapat dihitung berdasarkan rumus:

Kadar karbohidrat g P

adar pati Pg

Keterangan:

0,9 = Faktor pembanding berat molekul satu unit gula dalam molekul pati G = Glukosa setara dengan mL Na2S2O3 yang dipergunakan untuk titrasi

(mg) setelah gula diperhitungkan P = Pengenceran

g = Bobot sampel (mg)

Kadar ADF (Van Soest 1963)

Sampel dimasukan ke dalam gelas piala 500 mL, kemudian ditambahkan 50 mL larutan ADS. Larutan ADS terdiri atas H2SO4, Cethyle trimethyl

ammonium bromidel (CTAB). Selanjutnya sampel dipanaskan selama 1 jam di atas penangas listrik. Sampel yang telah dipanaskan dicuci dengan aseton dan

air panas, lalu disaring menggunakan pompa vakum dan dimasukkan ke dalam filter glass. Sampel yang telah disaring lalu dicuci dengan aseton dan air panas. Sampel yang berada dalam filter glass ditimbang masing-masing sebagai (a) dan (b). Sampel (a) dan (b) dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105oC selama 30 menit dan didinginkan dengan desikator dan ditimbang sebagai (c). Kadar ADF dihitung dengan rumus:

Kadar c ba

Keterangan:

a = bobot sampel (g) b = bobot filter glass (g) c = residu ADF

Kadar selulosa (Van Soest 1963)

Residu ADF sebagai (c) yang berada di dalam filter glass diletakkan di atas nampan yang berisi air setinggi 1 cm, kemudian ditambahkan H2SO4 72% setinggi

¾ bagian filter glass dan didiamkan selama 3 jam, lalu diaduk perlahan-lahan. Sampel selanjutnya dicuci dengan aseton dan air panas kemudian disaring menggunakan pompa vakum dan dimasukkan kedalam filter glass. Sampel yang telah disaring kemudian dicuci dengan aseton dan air panas, kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105oC selama 3 jam dan didinginkan dengan desikator selama 1 jam dan ditimbang sebagai (d). Kadar selulosa dihitung dengan rumus:

Kadar selulosa d ca

Keterangan:

a = bobot sampel (g)

c = bobot filter glass dan residu ADF awal (g)

d = bobot filter glass dan residu ADF setelah dioven (g)

Total gula pereduksi metode DNS (Miller 1959)

Prinsip metode ini adalah dalam suasana alkali gula pereduksi akan mereduksi asam 3,5 – dinitrolisilat (DNS) membentuk senyawa yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm.

1. Penyiapan pereaksi DNS

Pereaksi DNS dibuat dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5 dinitrolisilat dan 19,8 NaOH ke dalam 1416 mL akuades, selanjutnya ditambahkan 306 g Na-K Tatrat, 7,6 g fenol yang dicairkan pada suhu 50oC dan 8,3 g Na-Metabisulfit. Larutan ini diaduk rata, kemudian 3 mL larutan ini dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan indikator fenolftalein. Jumlah titran berkisar 5 – 6 mL. Jika kurang dari itu harus ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap ml kekurangan HCl 0,1 N.

2. Penentuan kurva standar

Kurva standar dibuat dengan mengukur mengetahui nilai gula pereduksi pada glukosa pada selang 0,2 – 0,5 mg/L. Kemudian nilai gula pereduksi dicari dengan metode DNS. Hasil yang didapatkan diplotkan dalam grafik secara linear. 3. Penetapan total gula pereduksi

Pengujian gula pereduksi menggunakan kurva standar DNS adalah sebagai berikut: 1 mL sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 3 mL pereaksi DNS. Larutan tersebut ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Larutan dibiarkan sampai dingin pada suhu ruang. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 550 nm.

Kadar Etanol

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Waters 1525EF Binary HPLC Pump dengan spesifikasi sebagai berikut:

 Fase gerak : H2SO4 0,008 N

 Kolom : Aminex® HPX-87H, 300 mm x 7,8 mm

 Detektor : Reactive Index

 Kecepatan aliran : 1 mL/min

 Volume injeksi : 20 µL

 Suhu kolom : 35 oC

Analisis Data Proses hidrolisis

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan yang digunakan berupa perbedaan konsentrasi enzim α-amilase pada proses likuifikasi serta kombinasi enzim

α-amilase dan amiloglukosidase pada tahap sakarifikasi dengan 2 ulangan. Pengaruh perlakuan terhadap faktor respon kemudian dianalisis menggunakan

Analysis of Variance (ANOVA) (Steel dan Torrie 1991). Yij µ + αi+ βj+ εij

Keterangan:

Yij : nilai pengamatan pada perlakuan jenis pelarut ke-i dan ulangan ke-j

µ : rataan umum

αi : pengaruh perlakuan jenis pelarut ke-i

βj : pengaruh ulangan ke-j

εij : pengaruh galat percobaan dari perlakuan jenis pelarut ke-i dan ulangan

ke-j

i : perlakuan jenis pelarut ke-i j : ulangan ke-j

Berdasarkan Analysis of Variance (ANOVA), perlakuan perbedaan konsentrasi yang memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada nilai total gula pereduksi ketiga jenis mikroalga kemudian diuji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) menggunakan software SPSS 13,0.

y = 0,007x + 0,0335 R² = 0,9978 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0 10 20 30 40 50 60 70 80 OD

Pengamatan (hari ke-) (a) y = 0,0101x + 0,0002 R² = 0,9186 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0 10 20 30 40 50 OD

Pengamatan hari ke- (b) y = 0,0077x + 0,0251 R² = 0,9726 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0 10 20 30 40 50 60 OD

Pengamatan (hari ke-) (c)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Mikroalga

Kultivasi mikroalga dilakukan pada skala laboratorium menggunakan media Blue Green (BG) 11. Pola pertumbuhan mikroalga diketahui dengan melakukan pengukuran optical density (OD). Pertumbuhan organisme uniseluler

dapat diartikan sebagai pertambahan jumlah sel. Thanjo et al. (2002) menambahkan bahwa mikroalga merupakan organisme autotrof yang mampu membentuk senyawa organik melalui proses fotosintesis. Keberadaan cahaya menentukan bentuk kurva pertumbuhan bagi mikroalga yang melakukan fotosintesis. Pertumbuhan mikroalga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai OD 0,5. Mikroalga Chlamydomonas sp. ICBB 9113 mencapai OD 0,5 pada hari ke 43, Chlamydomonas sp. ICBB 9114 hari ke 54 dan Synechococcus

sp. ICBB 9111 pada hari ke 67.

Gambar 4 Pertumbuhan mikroalga pada media BG 11 (a) Synechococcus sp. ICBB 9111; (b) Chlamydomonas sp. ICBB 9113; (c) Chlamydomonas

sp. ICBB 9114.

Pertumbuhan yang lambat pada kultivasi menggunakan media BG 11 diduga disebabkan oleh penetrasi cahaya yang bersumber dari lampu 2000 lux. Hal ini menyebabkan proses fotosintesis tidak optimal. Intensitas cahaya yang dibutuhkan dalam pertumbuhan mikroalga berbeda-beda. Mikroalga Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. menghasilkan komponen makromolekul yang tinggi pada intensitas cahaya > 3000 lux, sedangkan mikroalga Spirulina sp. dapat tumbuh dengan maksimal pada intensitas cahaya > 5400 lux dengan bantuan lampu TL (tube lamp) (Cheirslip dan Torpee 2012; Vonshak 1985) (Gambar 4).

y = 0,0191x + 0,0623 R² = 0,8578 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0 5 10 15 20 25 OD

Pengamatan (hari ke-) (a) y = 0,0222x + 0,0829 R² = 0,8418 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0 5 10 15 20 OD

Pengamatan (hari ke-) (c) y = 0,035x + 0,026 R² = 0,908 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0 5 10 15 20 OD

Pengamatan (hari ke-) (b)

Mikroalga selanjutnya dikultivasi menggunakan media teknis dan dilakukan pada skala lapang. Media teknis yang digunakan untuk pertumbuhan mikroalga Synechococcus sp. ICBB 9111, mikroalga Chlamydomonas sp. ICBB 9113 pada media N2P2, sedangkan mikroalga Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dikultivasi pada media N3P3.

Gambar 5 Pertumbuhan mikroalga pada media teknis (a) Synechococcus sp. ICBB 9111 (N2P1); (b) Chlamydomonas sp. ICBB 9113 (N2P2); (c)

Chlamydomonas sp. ICBB 9114 (N3P3).

Kecepatan pertumbuhan mikroalga menggunakan media teknis pada setiap mikroalga berbeda-beda. Mikroalga Chlamydomonas sp ICBB 9113 dan

Chlamydomonas sp ICBB 9114 mencapai OD 0,5 selama 15 dan 19 hari, sedangkan pertumbuhan mikroalga Synechococcus sp ICBB 9111 mencapai OD 0,5 pada hari ke 27. Li et al. (2011) menjelaskan bahwa pertumbuhan dan akumulasi biomassa mikroalga meningkat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti pH, CO2 dan intensitas cahaya selama pertumbuhan. Pertumbuhan

mikroalga yang cepat pada skala lapang diduga disebabkan oleh intensitas cahaya matahari dan suhu. Intensitas cahaya matahari dan suhu amat dipengaruhi oleh

Dokumen terkait