• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis lahir di Cirebon pada tanggal 7 Januari 1990 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Naim Syahronih dan Ibu Cicih Sumiarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas di SMAN 3 Cirebon pada tahun 2008.

Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai anggota dan pengurus organisasi mahasiswa daerah Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC) periode 2008-2009 dan 2009-2010, anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Bola Voli IPB (2008), Koordinator Desa Kuliah Kerja Profesi Faperta FEMA 2011 di Desa Pangauban, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, serta terlibat dalam kepanitiaan beberapa kegiatan kampus. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar Proteksi Tanaman (2012) pada program keahlian Teknologi Industri Benih dan asisten matakuliah Dasar Perlindungan Tanaman (2012) pada program keahlian Teknologi Manajemen Produksi Perkebunan, Diploma. Selain itu, penulis juga mendapatkan beasiswa Charoen Phokphand pada tahun 2012.

ABSTRAK

YAN YANUAR SYAHRONI. Aktivitas Insektisida Campuran Ekstrak Buah

Piper aduncum (Piperaceae) dan Sapindus rarak (Sapindaceae) terhadap Larva

Crocidolomia pavonana. Dibimbing oleh DJOKO PRIJONO.

Crocidolomia pavonana merupakan hama penting pada tanaman famili Brassicaceae. Insektisida nabati berbasis ekstrak buah Piper aduncum dan

Sapindus rarak berpotensi untuk mengendalikan larva C. pavonana. Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat toksisitas ekstrak etil asetat buah P. aduncum

(EtPa), ekstrak metanol buah S. rarak (MeSr), ekstrak air buah S. rarak (AqSr), serta campuran ekstrak EtPa + MeSr dan ekstrak EtPa + AqSr terhadap larva C. pavonana. Setiap ekstrak diuji terhadap larva instar II C. pavonana dengan metode celup daun. Secara umum, mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan dengan semua ekstrak meningkat tajam antara 24 dan 48 jam sejak perlakuan (JSP). Berdasarkan perbandingan LC50 dan LC95 pada 72 JSP, ekstrak EtPa

masing-masing sekitar 7.7 dan 8.1 kali serta 14.5 dan 12.8 kali lebih beracun terhadap larva C. pavonana daripada ekstrak MeSr dan AqSr. Pada taraf LC95,

campuran ekstrak EtPa + MeSr (1:10, w/w) sekitar 1.64 kali lebih beracun terhadap larva C. pavonana daripada campuran ekstrak EtPa + AqSr(1:10, w/w).

Berdasarkan indeks kombinasi pada pengamatan 48, 72, dan 96 JSP, campuran ekstrak EtPa dan MeSr pada taraf LC50 serta campuran ekstrak EtPa dan AqSr

pada taraf LC50 dan LC95 bersifat aditif. Sementara itu, campuran ekstrak EtPa

dan MeSr pada taraf LC95 bersifat sinergistik lemah. Selain mengakibatkan

kematian, perlakuan dengan semua ekstrak uji juga dapat menghambat perkembangan larva C. pavonana dari instar II ke instar IV. Dengan demikian, ekstrak EtPa, ekstrak MeSr, ekstrak AqSr, serta campuran ekstrak EtPa dan ekstrak S. rarak berpotensi untuk digunakan sebagai salah satu alternatif pengendalian hama C. pavonana.

Kata kunci: insektisida nabati, hama kubis, aktivitas campuran, sinergis, hambatan perkembangan.

ABSTRACT

YAN YANUAR SYAHRONI. Insecticidal Activity of Mixtures of Piper aduncum (Piperaceae) and Sapindus rarak (Sapindaceae) Fruit Extracts against

Crocidolomia pavonana Larvae. Under the guidance of DJOKO PRIJONO.

Crocidolomia pavonana is an important pest of Brassicaceous vegetable crops. Piper aduncum and Sapindus rarak fruit extracts are potential for the control of C. pavonana larvae. Insecticidal activity of P. aduncum and S. rarak

fruit extracts as well as their mixtures was evaluated against C. pavonana larvae in the laboratory. Ethyl acetate P. aduncum (EtPa) extract as well as methanolic S. rarak (MeSr) and aqueous S. rarak (AqSr) extracts were tested separately and in mixtures against second-instar larvae C. pavonana by a leaf-residue feeding method. In general, mortality of C. pavonana larvae in the treatment with all test extracts increased sharply between 24 and 48 hours after treatment (HAT). Based on LC50 and LC95 at 72 HAT, EtPa extract was about 7.7 and 8.1 times and 14.5

and 12.8 times, respectively, more toxic to C. pavonana larvae than MeSr and AqSr extracts. At LC95 level, EtPa + MeSr extract mixture (1:10 w/w) was about

1.64 times more toxic to the test larvae than EtPa + AqSr extract mixture (1:10 w/w). Based on combination index at 48, 72, and 96 HAT assessment, EtPa and MeSr extract mixture at LC50 level as well as EtPa and AqSr extract mixture at

LC50 and LC95 levels had additive joint action, while EtPa and MeSr extract

mixture at LC95 was weakly synergistic. In addition to lethal effect, the treatment

with all test materials delayed the development of C. pavonana larvae from second-instar to fourth instar. Thus, EtPa, MeSr, and AqSr extracts as well as the mixtures between EtPa and S. rarak extracts are potential alternatives for the control of C. pavonana pest.

Key words: botanical insecticides, cabbage pest, joint action, synergism, developmental delay.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) merupakan hama penting pada tanaman famili Brassicaceae seperti brokoli, kubis, lobak, dan sawi. Serangan hama tersebut pada tanaman kubis dapat menurunkan hasil sampai 65.8% bahkan pada musim kemarau kehilangan hasil dapat mencapai 100% (Sudarwohadi 1975; Uhan dan Sulastrini 1993). Tindakan pengendalian hama C. pavonana yang umum dilakukan petani adalah dengan menggunakan insektisida sintetik (Sastrosiswojo dan Setiawati 1992). Cara pengendalian ini merupakan cara yang praktis, efektif, dan efisien dari segi waktu dan ekonomi, serta mudah diterapkan pada areal yang luas (Djojosumarto 2008). Namun, penggunaan insektisida sintetik secara terus menerus dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti terjadinya resistensi dan resurjensi hama, ledakan hama sekunder, terbunuhnya organisme bukan sasaran, dan terdapatnya residu insektisida pada produk pertanian (Metcalf 1982; Matsumura 1985).

Penggunakan insektisida nabati merupakan salah satu cara pengendalian hama yang ramah lingkungan. Insektisida golongan tersebut memiliki beberapa kelebihan seperti mudah terurai di alam, relatif aman terhadap organisme bukan sasaran, komponen ekstrak dapat bersifat sinergis, resistensi hama tidak cepat terjadi, dapat dipadukan dengan komponen pengendalian hama terpadu lainnya, dan beberapa insektisida nabati dapat disiapkan di tingkat petani (Prakash dan Rao 1997;Dadang dan Prijono 2008).

Salah satu bahan tumbuhan yang berpotensi digunakan sebagai sumber insektisida nabati ialah buah sirih hutan, Piper aduncum L. (Piperaceae) (Bernard

et al. 1995; Hasyim 2011). Bernard et al. (1995) melaporkan bahwa perlakuan dengan ekstrak etanol daun sirih hutan 0.4% menghambat perkembangan larva penggerek batang jagung Ostrinia nubilis hingga 90%, sementara pada konsentrasi 0.1 ppm menyebabkan mortalitas larva nyamuk Aedes atropalpus

sebesar 92%. Hasyim (2011) melaporkan bahwa perlakuan dengan ekstrak n- heksana buah sirih hutan 0.05%-0.20% mengakibatkan kematian larva C. pavonana 4.4%-95.6% dengan LC50 0.13%. Sementara itu, Nailufar (2011)

melaporkan bahwa perlakuan dengan ekstrak etil asetat buah sirih hutan0.075%- 0.250% mengakibatkan kematian larva C. pavonana 13%-100% dengan LC50

0.141%.

Selain aktif dalam bentuk ekstrak yang diperoleh dengan pelarut organik, sediaan sirih hutan juga aktif dalam bentuk minyak atsirinya. Fazolin et al. (2005) melaporkan bahwa perlakuan dengan minyak atsiri daun sirih hutan 1% dengan metode kontak mengakibatkan mortalitas kumbang Cerotoma tingomarianus

sebesar 100%, sementara pada konsentrasi 2.5%-10% dengan aplikasi topikal mengakibatkan mortalitas 5%-30%. Pada penelitian lain, Estrela et al. (2006) melaporkan bahwa perlakuan dengan minyak atsiri daun sirih hutan memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap kumbang Sitopilus zeamais pada aplikasi kontak, fumigan, dan topikal dengan LC50 masing-masing 2.87, 0.56, dan 0.03

µL/cm2.

Bernard et al. (1995) melaporkan bahwa dilapiol merupakan senyawa aktif utama yang bersifat insektisida dari ekstrak etanol daun sirih hutan. Hasyim

(2011) juga melaporkan bahwa fraksi aktif dari ekstrak n-heksana buah sirih hutan mengandung dilapiol dengan kelimpahan sebesar 68.8%. LC50 dan LC95 fraksi

aktif tersebut terhadap larva C. pavonana masing-masing 339.347 dan 768.725 ppm (sekitar 3.8 dan 3.4 kali lebih rendah daripada LC50 dan LC95 ekstrak

kasarnya). Minyak atsiri daun, buah, dan batang P. aduncum mengandung senyawa golongan monoterpena masing-masing 45.2%, 85.1%, dan 66.9%, serta golongan seskuiterpena masing-masing 52.0%, 10.6%, dan 24.5% dengan kandungan senyawa utama dilapiol 43.3% dan senyawa lain seperti β-kariofilena 8.2%, piperiton 6.7%, α-humulena 5.1%, serta senyawa lainnya masing-masing kurang dari 5% (Navickiene et al. 2006; Rali et al. 2007).

Senyawa aktif utama dilapiol dalam tumbuhan sirih hutan selain bersifat insektisida juga bersifat sinergis bila dicampurkan dengan beberapa insektisida nabati lain seperti piretrum dan azadiraktin (Scott et al. 2008). Senyawa tersebut memiliki gugus metilendioksifenil (MDF) yang merupakan ciri dari berbagai senyawa asal tumbuhan Piperaceae yang bersifat sinergis. Adanya gugus MDF menyebabkan dilapiol dapat menghambat aktivitas enzim polisubstrat monooksigenasae (PSMO) yang merupakan senyawa pertahanan biokimia yang dapat menurunkan daya racun senyawa asing yang masuk ke dalam tubuh serangga.

Bahan tumbuhan lain yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber insektisida nabati ialah buah lerak, Sapindus rarak DC. (Sapindaceae) (Heyne 1987; Widowati 2003). Kandungan senyawa yang terdapat dalam daging buah lerak di antaranya triterpena, alkaloid, steroid, antrakuinon, tanin, flavonoid, dan saponin. Ekstrak heksana buah lerak mengandung saponin sekitar 48.9% (Sunaryadi 1999). Saponin mempunyai sifat khas seperti berasa pahit, membentuk busa stabil dalam air, mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah), bersifat racun terhadap hewan berdarah dingin seperti ikan, siput, dan serangga, serta mampu berinteraksi dengan asam empedu dan kolesterol (Tekeli et al.

2007). Selain bersifat insektisida, tanaman Sapindus juga berpotensi sebagai moluskisida, antibakteri, dan anticendawan. Saponin merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada semua bagian tanaman Sapindus dengan kandungan tertinggi terdapat pada bagian buah (Widowati 2003).

Sunaryadi (1999) melaporkan bahwa perlakuan defaunasi dengan menggunakan ekstrak lerak pada konsentrasi 10-50 ppm dapat menurunkan jumlah protozoa rumen sebesar 55.5%-90.7%. Suharti et al. (2009) mengevaluasi pemanfaatan tepung lerak untuk memperbaiki performa dan kecernaan nutrien sapi potong. Tepung lerak yang diekstraksi dengan metanol mempunyai aktivitas antiprotozoa yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung lerak yang diekstraksi dengan air. Pada konsentrasi 1%, ekstrak metanol tepung lerak dapat menurunkan populasi protozoa sebesar 96.4% sedangkan ekstrak air tepung lerak dapat menurunkan populasi protozoa sebesar 77.9% dalam waktu 30 menit. Pada konsentrasi 3% dan 5%, ekstrak metanol tepung lerak dapat mematikan hampir seluruh populasi protozoa uji dalam waktu 30 menit, sedangkan pada konsentrasi 3% ekstrak air tepung lerak dapat menurunkan populasi protozoa sampai 89%. Namun demikian, ekstrak air tepung lerak dengan konsentrasi 5% sudah efektif mematikan hampir seluruh protozoa dalam waktu 60 menit.

Insektisida nabati dapat digunakan dalam bentuk tunggal atau campuran. Penggunaan insektisida nabati dalam bentuk campuran yang bersifat sinergis

dapat mengefisienkan penggunaan bahan tumbuhan dan mengurangi ketergantungan pada satu jenis tumbuhan (Dadang dan Prijono 2008). Abizar dan Prijono (2008) melaporkan bahwa campuran ekstrak daun Tephrosia vogelii

bunga ungu dan ekstrak buah Piper cubeba (5:9) bersifat sinergistik kuat terhadap larva C. pavonana baik pada taraf pada LC50 (indeks kombinasi 0.245) maupun

LC95 (indeks kombinasi 0.655) pada pengamatan 96 jam setelah perlakuan (JSP).

Pada taraf LC95 campuran ekstrak tersebutlebih aktif terhadap larva C. pavonana

dibandingkan dengan ekstrak komponennya secara terpisah. Nugroho (2008) juga melaporkan bahwa campuran fraksi heksana padatan P. cubeba dan fraksi heksana T. vogelii (8:3) memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana dan bersifat sinergistik lemah pada LC50 (IK 0.500) dan LC95 (IK

0.659) pada pengamatan 72 JSP. Baru-baru ini, Nailufar (2011) melaporkan bahwa campuran ekstrak daun T. vogelii dan buah P. aduncum pada perbandingan 1:1, 5:1, dan 1:5 bersifat sinergistik kuat terhadap larva C. pavonana, baik pada taraf LC50 (indeks kombinasi 0.240-0.419 pada 96 JSP) maupun LC95 (indeks

kombinasi 0.235-0.347 pada 96 JSP).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat toksisitas dan efek penghambatan perkembangan ekstrak etil asetat buah sirih hutan, ekstrak metanol dan ekstrak air buah lerak, serta campuran ekstrak buah sirih hutan dan lerak terhadap larva C. pavonana.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi ekstrak buah sirih hutan dan campurannya dengan ekstrak buah lerak sebagai salah satu alternatif pengendalian terhadap hama C. pavonana.

Dokumen terkait