• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ILMU DAN AHLUL

B. Biografi Al-Ghazali

1. Riwayat Hidup Al-Ghazali

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali (450 H atau 1058 M). Ia lahir di Thus pada suatu kota kecil

11

Imam al-Mawardi, Hukum-Hukum Penyelenggaraan Negara dalam Syariat

Islam, terjemahan Fadhli Bahri dari kitab al-Ahkam al-Sulthaniyyah, (Jakarta: Darul Falah, 2006), hal. 23

34

dekat Khurasan, Persia. Ayahnya seorang sufi yang fakir harta. Ia bekerja keras memproduksi tenun dan selalu berkhidmat kepada tokoh-tokoh agama dan ahli fiqh di berbagai majelis dan khalwat mereka12, waktu ayahnya sudah merasa usianya telah hampir habis, maka al-Ghazali dititipkan pada seorang sufi pula.13 Ia mendapatkan pendidikan awalnya di Thus, dibawah asuhan seorang pendidik dan ahli tasawuf, sahabat karib ayahnya yang telah meninggal. Setelah tamat ia melanjutkan pelajarannya ke kota Jurjan yang ketika itu menjadi kegiatan ilmiah. Disini ia mendalami pengetahuan bahasa Arab dan Persia, di samping belajar pengetahuan agama. Di antara gurunya adalah Imam Abu Nasr al-Isma‟ili.

Karena kurang puas ia kembali ke Thus.14 Beberapa tahun kemudian ia pindah ke Naisabur dan berguru tentang ilmu kalam atau teologi pada Imam Haramain Juwaini. Kemudian ia menggabungkan diri dengan kelompok Nizham al-Mulk, wazir Sultan (Saljuk) A. Arsalan, suatu kelompok yang waktu itu sangat menarik bagi para cendikiawan muda Islam. Pada tahun 484 H atau 1091 M al-Ghazali ditugaskan oleh Nizham al-Mulk untuk mengajar di lembaga pendidikan tinggi Nizhamiyah yang didirikannya di Baghdad. Selama mengajar di Nizam al-Mulk, al-Ghazali telah berhasil mengarang kitab-kitab yang sangat penting diantaranya: al-Mankhul fi Ushul al-Fiqhi, Syifa al-Ghalil fi Ushul al-Fiqhi, Ma’akhad al-Khilaf, Lubab al-Nadzar, Tahsin al-Ma’akhid, al-Mabadi’ wa al-Ghayat,

12

Thaha Abdul Baqi Surur, Al-Ghazali Hujjatul Islam, (Solo: Pustaka Mantiq,

1988), hal. 20. 13

Kahar Masyhur, Pemikiran dan Modernisme dalam Islam, (Jakarta: Kalam

Mulia 1989), hal. 96.

14

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru

35

al-Basith, Khulashah al-Mukhtashar, al-Wasith, al-Wajiz fi Fiqhi al-Imam al-Syafi’i, Tahdzib al-Ushul, Maqashid al-Falasifah, Tahafut al-Falasifah, Fadhaih al-Bathiniyyah, Ihya Ulumiddin, Hujjat al-Haq, Mi’yar al-Ilmi, Mahkul Nadzar, al-Iqtishad fi al-I’tiqad, dan Mizan al-‘Amal.15

Empat tahun lamanya al-Ghazali mengajar dan melalui jabatannya sebagai mahaguru namanya melejit, sehingga ia terhitung salah seorang ilmuwan yang disegani dan ahli hukum yang dikagumi tidak saja dalam lingkungan Nizha al-Mulk, tetapi juga di kalangan pemerintahan di Baghdad.16

Pada tahun 488 H atau 1095 M ia menderita gangguan saraf dan karenanya ia tidak dapat lagi mengajar di Nizhamiyyah. Beberapa bulan kemudian ia meninggalkan Baghdad dengan memberi kesan akan pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Tetapi kemudian ternyata kepergiannya dari Baghdad itu hendak mengakhiri karirnya baik sebagai mahaguru maupun ahli hukum. Ia tidak pergi ke Mekah, tetapi ke Damaskus, Suriah. Baru beberapa waktu kemudian menunaikan ibadah haji. Setelah selesai mengerjakan ibadah haji, al-Ghazali pulang ke kampung halamannya untuk berkhalwat, beribadah, menulis dan memilih jalan menjadi sufi sebagai jalan hidupnya.17

15

Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam: dari Abu Bakar hingga Nasr dan

Qardhawi, (Jakarta: Hikmah PT Mizan Publika, 2003), hal. 163. 16

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran,

(Jakarta: UI Press, 2003), hal. 70. 17

Kahar Masyhur, Pemikiran dan Modernisme dalam Islam, (Jakarta: Kalam

36

Semasa hidup al-Ghazali, dunia Islam mengalami kemunduran dan kemerosotan yang semakin parah dibandingan masa sebelumnya, termasuk kemerosotan kehidupan beragama dan akhlak. Pada waktu itu terjadilah apa yang pernah terjadi di Eropa pada abad XVI dan XVII yakni para penguasa politik yang saling berebut kekuasaan dan wilayah mencari dukungan dari kelompok-kelompok agama tertentu. Sebaliknya, aliran-aliran agama dalam usahanya mempertahankan dan memperluas pengaruh dan wilayah masing-masing dan mencari dukungan dari penguasa-penguasa politik yang akhirnya terjadi perselingkuhan diantara keduanya.18

Nasib al-Ghazali tidak seluruhnya menyedihkan. Kekecewaannya terhadap situasi keagamaan di dunia Islam bagian Timur sedikit atau banyak telah terobati oleh perkembangan yang terjadi di bagian Barat dunia Islam. Pada masa al-Ghazali di Afrika Utara sebelah Barat dunia Islam telah berdiri dua kerajaan: Murabithin yang dibangun oleh Abdullah bin Yasin dan Yusuf bin Tsyfin, yang wilayahnya meliputi Aljazair, Marakisy, Afrika Barat dan Andalusia. Dan Muwahidun yang dibangun oleh Muhammad bin Tumarat, yang wilayanhya meliputi seluruh daerah Maghrib Arab, Afrika Barat dan Andalusia. al-Ghazali bersahabat dengan para pendiri kedua kerajaan itu. Pada saat Yusuf meminta nasihat tentang masalah-masalah perang dan damai, dan kebijakan politik negara. Oleh karenanya al-Ghazali berhak ikut bangga dengan keberhasilan Yusuf bin Tasyfin, baik dalam membangun maupun dalam mengelola negara dengan

18

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran,

37

penuh keadilan dan kearifan, sampai ia mendapatkan julukan amir al-muslimin. Tetapi pada saat Yusuf bin Tasyfin meninggal yang kemudian digantikan oleh anaknya, Ali bin Yusuf bin Tasyfin. Hubungan yang akrab antara dinasti Murabithin dengan al-Ghazali kemudian berubah menjadi sebaliknya, mungkin karena hasutan para ulama di sekeliling raja, sikap permusuhan Ali terhadap al-Ghazali demikian memuncak sampai pada suatu hari diselenggararakan acara api unggun di halaman-halaman masjid Andalusia dan Maghrib dengan bahan bakar buku Ihya Ulum al-Din.

Persahabatan al-Ghazali dengan tokoh lain yang juga menghasilkan lahirnya suatu negara yang didasarkan atas pengarahan dan petunjuk darinya adalah persahabatannya dengan Muhammad bin Tumarat, setelah ia berhasil memberontak terhadap Murabithin dan merebut sejumlah wilayah kekuasaannya.19

Dalam sejarah al-Ghazali pernah mengkritik penguasa karena suatu masalah. Ia pernah didatangi Perdana Menteri Khalifah Anusyirwan dirumahnya sebagai penghormatan dan pengakuan terhadap kedudukan dan kelebihannya. Akan tetapi, al-Ghazali berkata “umur anda akan

dihisab, dan anda bagaikan orang yang disewa umat, maka bila anda memenuhi kepentingan mereka, itu lebih baik daripada membuang waktu

untuk mendatangiku”.20

19

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran,

(Jakarta: UI Press, 2003), hal. 73. 20

Yusuf al-Qardhawi, Pro-Kontra Pemikiran al-Ghazali, Terjemahan Hasan

Abrori dari kitab al-Imam al-Ghazali Baina Maadihihi wa Naaqidiihi.

38

Dengan pengetahuannya yang luas al-Ghazali mengetahui bahwa ikatan Islam yang paling cepat hancur adalah yang berkaitan dengan pemerintahan dan politik. Penyelewengan yang paling tampak di bidang pemerintahan adalah politik materi.

Atas dasar ini, al-Ghazali amat pedas kritiknya terhadap pengaturan keuangan Sulthan. Ia melarang keras para ulama memasuki kesultanan, bergaul dengan mereka atau menerima hadiah dari mereka karena hadiah tersebut merupakan suap (risywah), sedangkan harta mereka pada umumnya adalah haram.

Dalam dinamika politik, perlawanan terhadap tirani dan despotisme politik, rezim-rezim Firaun dan Haman yang bertindak melampaui batas dibumi dan memecah belah rakyatnya menjadi berbagai kelompok. Dalam perbuatan, mereka itu telah mendudukan dirinya di singgasana Tuhan, meskipun dalam perkataan mereka tidak pernah mengumandangkannya. Mereka menistakan hamba-hamba Allah hingga menjadi budak-budak mereka. Al-Ghazali sangat mendukung prinsip kemerdekaan bagi rakyat dengan mengajak memperkuat jalannya prinsip syura. Al-Ghazali menilai syura sebagai suatu kewajiban bukan hanya keutamaan. Dengan kata lain, syura sifatnya mengikat bukan hanya sekedae simbol.21

Imam al-Ghazali wafat di Thus pada hari Senen 14 Jumadil Akhir 505 H. Bertepatan dengan tanggal 18 Desember 1111 M.22

21

Yusuf Qardhawy, Syaikh Muhammad Al-Ghazali Yang Saya Kenal: Setengah

Abad Perjalanan Pemikiran dan Gerakan Islam, Terjemahan Surya Darma dari kitab

Syaikh al-Ghazali Kama Araftuhu: Rihlatuhu Nifsihi Qarnin, (Jakarta:Robbani Press, 1998), hal. 261.

22

Thaha Abdul Baqi Surur, Al-Ghazali Hujjatul Islam, (Solo: Pustaka Mantiq,

39

Dokumen terkait