• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan di Banjarmasin pada tanggal 17 Januari 1985 dari ayah bernama Melkan Ifsan dan ibu bernama Khairunnisa (Almh). Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.

Tahun 1996 penulis lulus dari SDN Pasar Lama 8 Banjarmasin dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di SMPN 5 Banjarmasin dan lulus pada tahun 1999. Tahun 2002 penulis lulus dari SMUN 2 Banjarmasin dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana pada Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Banjarbaru, lulus pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 – 2008 penulis sempat bekerja di Bank Mandiri Banjarbaru dan perusahaan pembiayaan sebagai kasir. Pada tahun 2009, penulis diterima di Program Studi Ilmu Tanah, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Latar Belakang

Tanah sebagai sumberdaya alam memiliki dua fungsi yaitu 1) sebagai sumber unsur hara bagi tanaman, dan 2) sebagai tempat perakaran tanaman dan tempat air tersimpan. Menurunnya kedua fungsi tanah tersebut disebut degradasi tanah (Arsyad 2000). Menurunnya fungsi tanah sebagai sumber unsur hara bagi tanaman dapat diperbaiki dengan pemupukan, tetapi menurunnya fungsi tanah sebagai tempat perakaran tanaman dan ketersediaan air tidak mudah diperbaiki karena memerlukan waktu yang lama untuk memperbaikinya. Erosi tanah merupakan salah satu faktor penyebab degradasi lahan. Pierce (1991) mengemukakan bahwa erosi tanah mempengaruhi produktivitas tanah. Erosi dapat mengubah kondisi fisik dan kimiawi tanah. Erosi tanah merupakan penyebab utama degradasi tanah di seluruh dunia. Dampak erosi tanah terhadap produktivitas bervariasi cukup besar antar tempat dan waktu.

Salah satu penyebab utama kerusakan tanah di Indonesia adalah aliran permukaan dan erosi tanah oleh air. Kekuatan jatuh air hujan dan kemampuan aliran permukaan menggerus permukaan tanah merupakan penghancur utama agregat tanah. Aliran permukaan mengakibatkan partikel-partikel tanah permukaan terlepas dan terangkut ke tempat lain serta hilangnya unsur hara yang diperlukan oleh tanaman untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik. Banyaknya partikel-partikel tanah yang terangkut sangat tergantung pada hujan, kecepatan aliran permukaan dan sifat-sifat tanah (Arsyad 2010).

Penggunaan lahan untuk usaha budidaya tanaman sayuran banyak dilakukan pada daerah perbukitan dan pegunungan bagian hulu DAS yang iklimnya cocok dan tanahnya subur, tetapi biasanya tidak menerapkan tindakan konservasi tanah yang memadai. Usaha tani sayuran sering dianggap tidak ramah lingkungan karena potensi terjadinya erosi pada lahan sayuran relatif tinggi terutama pada lahan yang relatif curam dan tanahnya yang sangat mudah tererosi. Budidaya tanaman sayuran dilakukan hampir sepanjang tahun oleh para petani karena tanaman sayuran memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Hal ini mengakibatkan banyak lahan-lahan yang sebenarnya kurang sesuai untuk tanaman sayuran ditinjau dari aspek kemampuan lahannya tetapi tetap diusahakan oleh petani sehingga berdampak terhadap kerusakan lahan.

Pengembangan budidaya tanaman sayuran di dataran tinggi terkendala oleh erosi yang tinggi. Lahan di dataran tinggi merupakan lahan berlereng yang rawan terhadap erosi. Disamping itu, curah hujan dengan intensitas yang tinggi merupakan salah satu penyebab tingginya laju erosi dan penurunan produktivitas tanah. Sa’ad (2002) menerangkan bahwa erosi terjadi terutama karena curah hujan yang tinggi dan kelalaian pengguna lahan dalam menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air.

Usaha budidaya tanaman sayuran biasanya dilakukan dengan pemupukan dosis tinggi untuk meningkatkan produksi tanaman yang diusahakan. Pupuk yang diberikan terdiri dari pupuk organik dan anorganik. Tingginya curah hujan pada wilayah tersebut menyebabkan terjadinya erosi yang sangat intensif dan

pengangkutan unsur hara yang pada gilirannya dapat menyebabkan penurunan kualitas dan produktivitas lahan. Unsur hara yang terangkut menjadi bahan pencemar yang menurunkan kulitas air sungai dan menyebabkan pengkayaan di daerah hilir. Arifin (2004) melaporkan bahwa konsentrasi nitrat dan fosfor di teluk Jakarta telah meningkat sebesar 10 kali lebih tinggi pada periode 2000-2004 dibandingkan dengan periode 1975-1979. Oleh karena itu penelitian dalam kaitan mencari hubungan antara aliran permukaan, erosi dan kehilangan hara pada daerah penghasil sayuran dataran tinggi perlu dilakukan.

Perumusan Masalah

Budidaya tanaman sayuran yang dilakukan di Desa Sukaresmi cukup intensif dan umumnya dilakukan dengan budidaya searah lereng. Hal ini disebabkan, para petani menganggap dengan budidaya searah lereng lebih praktis dalam pengelolaan tanah, menurunkan serangan penyakit dan memberikan hasil produksi yang cukup baik. Praktek usaha tani demikan dapat menyebabkan terjadinya aliran permukaan, erosi dan kehilangan hara yang tinggi. Laju erosi tanah meningkat dengan berkembangnya budidaya pertanian yang tidak disertai penerapan teknik konservasi tanah dan air. Penerapan teknik konservasi tanah belum merupakan kebiasaan petani dan belum dianggap sebagai bagian penting dari pertanian.

Sebagian petani telah membuat teras pada lahan usaha taninya walaupun teras tersebut belum sempurna dan efektif dalam mengendalikan aliran permukaan dan erosi. Teras yang dibuat adalah teras bangku dengan bidang tanam yang masih berlereng. Sistem penanaman dilakukan pada bidang teras dengan bedengan serarah lereng. Praktek usaha tani tersebut mengancam kelestarian produktivitas tanaman sayuran di Desa Sukaresmi yang saat ini merupakan salah satu produksi sayuran di wilayah Kabupaten Bogor.

Jumlah aliran permukaan dan erosi pada pertanaman sayuran bervariasi tergantung pada jumlah curah hujan yang jatuh, jenis tanaman sayuran dan teknik konservasi yang diterapkan. Oleh karena itu, penelitian terkait dengan aliran permukaan, erosi dan kehilangan hara pada pertanaman sayuran sangat penting untuk dilakukan guna memperoleh masukan perbaikan teknik budidaya tanaman sayuran khususnya di Desa Sukaresmi dan wilayah sekitarnya.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji karakteristik aliran permukaan, erosi, dan kehilangan hara pada pertanaman sayuran di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai masukan (bahan pertimbangan) bagi pihak penentu kebijakan dan pengguna lahan di Desa Sukaresmi dan sekitarnya dalam menentukan dan melakukan teknik budidaya tanaman sayuran ramah lingkungan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Aliran Permukaan

Aliran permukaan merupakan bagian dari hujan yang tidak diserap tanah dan tidak tergenang di permukaan tanah, tetapi bergerak ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya terkumpul di dalam parit-parit atau saluran (Hillel 1981). Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah dan merupakan bentuk aliran yang penting sebagai penyebab erosi, karena aliran permukaan mengangkut dan mengikis lapisan permukaan tanah dan bagian- bagiannya dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah (Arsyad 2010). Sifat-sifat aliran permukaan yang menentukan kemampuannya untuk menimbulkan erosi adalah jumlah dan laju aliran permukaan. Jumlah aliran permukaan menyatakan jumlah air yang mengalir di permukaan tanah untuk satu masa hujan atau masa tertentu. Kecepatan dan laju aliran permukaan dipengaruhi oleh berbagai faktor dan komponen siklus air. Faktor-faktor tersebut adalah curah hujan (jumlah, intensitas dan distribusi), tanah, tanaman (tumbuhan penutup tanah) dan sistem pengelolaan tanah. Jumlah dan kecepatan aliran permukaan akan meningkat dengan semakin curamnya lereng, karena aliran permukaan dari bagian atas akan menambahkan air ke lereng bagian bawah dan menyebabkan bertambahnya kedalaman air (Troeh et al. 1980).

Aliran permukaan dapat terjadi setelah proses hidrologi yang meliputi intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi dan evaporasi terpenuhi namun, hujan dengan curah hujan tinggi masih terjadi (Haridjaja et al. 1991), dan di daerah iklim tropis kemampuan sifat-sifat aliran permukaan sangat menentukan kejadian erosi, terutama daerah-daerah dengan topografi yang curam dan tidak ada vegetasi. Energi kinetik hujan merupakan penyebab utama dalam penghancuran agregat dan peningkatan intensitas hujan menyebabkan meningkatnya kerusakan agregat dan struktur tanah lapisan atas serta penurunan laju permeabilitas yang mengakibatkan aliran permukaan akan meningkat (Arsyad 2010). Semakin besar aliran permukaan maka erosi yang ditimbulkan akan semakin besar, apalagi jika terjadi pada lahan terbuka.

Aliran permukaan dapat dikurangi berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu dengan cara meningkatkan laju infiltrasi, meningkatkan simpanan permukaan dan meningkatkan intersepsi hujan dengan menanam tanaman atau sisa-sisa tanaman sebagai mulsa (Sinukaban 1989). Praktek konservasi tanah dan air dapat mengurangi aliran permukaan tetapi aliran akan selalu terjadi kecuali pada tanah yang datar. Tanaman penutup yang rapat, sisa tanaman atau serasah yang banyak pada teknik budidaya merupakan cara terbaik untuk memperbesar kapasitas infiltrasi sehingga dapat mengurangi aliran permukaan (Troeh et al. 2004).

Erosi

Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian- bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami yaitu air dan angin (Arsyad 2010). Gerakan berpindahnya tanah oleh air melalui tiga fase yaitu fase penghancuran massa tanah menjadi partikel-partikel atau agregat kecil, fase transportasi hasil hancuran tersebut dan fase deposisi atau sedimentasi di tempat yang baru.

Proses Erosi Tanah

Peristiwa erosi diawali oleh air hujan, dimana tumbukan air hujan yang langsung jatuh ke tanah akan menyebabkan pecahnya material tanah yang merupakan proses awal erosi. Air yang jatuh pada vegetasi ada yang diintersepsi dan ada yang dievaporasikan. Air yang jatuh di atas permukaan tanah akan diinfiltrasikan masuk ke dalam tanah. Jika intensitas hujan lebih besar dari laju infiltrasi maka kelebihan air mulai berakumulasi sebagai cadangan permukaan yang selanjutnya akan menjadi aliran permukaan bila intensitas curah hujan terus bertambah.

Fraksi liat terangkut lebih dahulu dibandingkan fraksi pasir dan debu dalam peristiwa erosi. Hal ini terkait dengan daya angkut aliran permukaan terhadap butir-butir tanah yang berbeda berat jenisnya. Pemindahan partikel halus oleh peristiwa erosi menyebabkan peningkatan persentase pasir dan kerikil di permukaan tanah, dan pada waktu yang sama mengurangi persentase debu dan liat. Dengan demikian tanah yang telah mengalami erosi bertekstur lebih kasar dibandingkan dengan sebelum tererosi (Sinukaban 1981).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi

Erosi adalah interaksi kerja antara faktor-faktor diantaranya faktor iklim (i), topografi (r), vegetasi (v), tanah (t) dan manusia (m). Secara ringkas persamaannya adalah :

E = f ( i. r. v. t. m)

dimana E adalah besarnya erosi, i adalah iklim, r adalah topografi, v adalah tumbuhan, t adalah tanah dan m adalah manusia. Persamaan tersebut mengandung dua jenis peubah yaitu (1) faktor-faktor yang dapat diubah oleh manusia seperti vegetasi (v), sebagian sifat-sifat tanah (t) yaitu kesuburan, kemantapan agregat dan kapasitas infiltrasi serta satu unsur topografi yaitu panjang lereng, dan (2) faktor yang tidak dapat diubah oleh manusia seperti iklim, tipe tanah, dan kecuraman lereng (Arsyad 2010).

Iklim. Faktor iklim yang berpengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan adalah presipitasi, temperatur, dan angin. Presipitasi adalah faktor yang terpenting khususnya hujan, terutama di daerah tropika basah seperti Indonesia. Hal ini disebabkan curah hujan di daerah tropis pada umumnya mempunyai intensitas yang relatif lebih tinggi. Selama kejadian hujan, jumlah curah hujan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap jumlah aliran permukaan, sedangkan penyebaran hujan menentukan luasan erosi yang terjadi (Kohnke dan Bertrand 1959, dalam Arsyad 2010).

Topografi. Pengaruh lereng pada erosi adalah erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam. Semakin curam lereng maka kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga kekuatan untuk mengangkut tanah juga meningkat

(Hardjowigeno 2003). Selain itu, semakin miringnya lereng maka jumlah butir- butir tanah yang terpercik ke bagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir hujan semakin banyak sehingga erosi yang terjadi semakin besar.

Vegetasi. Tingkat erosi suatu lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasi yang ditanam dan teknik pertanian yang digunakan. Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung di permukaan tanah, menghambat aliran permukaan dan memperbanyak air infiltrasi, serta memperkuat penyerapan air ke dalam tanah oleh transpirasi melalui vegetasi. Makin rapat vegetasi makin efektif terjadinya pencegahan erosi (Hardjowigeno 2003). Asdak (1995) mengemukakan bahwa yang lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi adalah tumbuhan karena tumbuhan merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan besar kecilnya erosi percikan.

Tanah. Sifat-sifat tanah sangat menentukan untuk dapat terjadinya erosi, namun demikian resistensi tanah tererosi tergantung pada keadaan topografi, kecuraman lereng, dan kegiatan manusia misalnya pengolahan tanah (Morgan 1979). Tekstur, struktur, bahan organik, dan permeabilitas tanah adalah sifat-sifat profil tanah yang secara bersama berinteraksi menentukan kepekaan tanah tererosi (Olsen 1981). Kepekaan tanah terhadap erosi atau kepekaan erosi tanah yang menunjukan mudah tidaknya tanah mengalami erosi, ditentukan oleh berbagai sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Manusia. Manusia dapat mengubah tanah menjadi lebih baik atau lebih buruk. tergantung dari cara penggunaan dan pengolahannya. Pembuatan teras, penanaman secara berjalur, penanaman atau pengolahan tanah menurut kontur, perlindungan tanah dengan mulsa adalah kegiatan manusia yang dapat menurunkan erosi. Di lain pihak, penanaman searah lereng, perladangan dan penggunaan lahan tanpa memperhatikan kaidah konservasi akan meningkatkan bahaya erosi (Arsyad 2010). Pengolahan tanah menurut kontur mampu mengurangi erosi secara efektif terutama bila terjadi hujan lebat dengan intensitas sedang sampai rendah. Pembuatan teras berfungsi mengurangi panjang lereng sehingga kecepatan aliran permukaan bisa dikurangi dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah lebih besar, akibatnya erosi menjadi berkurang (Rahim dan Sufli 2000).

Kerugian yang Diakibatkan oleh Erosi

Erosi dapat menyebabkan dampak yang sangat luas antara lain : (1) menurunkan produktivitas lahan, (2) menurunkan ketersediaan unsur hara yang diperlukan tanaman, (3) menurunkan produksi serta kualitas tanaman yang dihasilkan, (4) menurunkan laju infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air, (5) menyebabkan rusaknya struktur tanah, (6) menyebabkan tertimbunnya tanah yang subur oleh endapan, (7) mengurangi bagian tanah yang dapat ditanami misalnya pada erosi parit dan tebing, dan (8) menurunkan pendapatan yang diperoleh dari hasil lahan (Arsyad 2010).

Erosi yang Dapat Ditoleransikan (TSL)

Menurut Wischmeier and Smith (1978) erosi yang dapat ditoleransikan adalah jumlah tanah yang hilang yang diperbolehkan pertahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah tetap produktif secara lestari. Erosi yang dapat ditoleransikan (TSL) menunjukkan tingkat erosi tanah maksimum yang

masih memberikan tingkat produktivitas tanah yang memadai, masih mampu dipertahankan secara ekonomi dalam waktu yang tidak terbatas (Sukartaadmadja 2004). Hammer (1981) menyatakan bahwa laju erosi yang dapat ditoleransikan adalah laju erosi sama dengan laju pembentukan tanah.

Erosi yang dapat ditoleransikan dapat diprediksi dengan menggunakan metode Hammer (1981, dalam Arsyad 2010) dan metode Wood and Dent (1983, dalam Hardjowigeno 2003). Metode Hammer memprediksi TSL menggunakan pendekatan konsep kedalaman ekivalen (DE) dan umur guna tanah (UGT) dengan formula sebagai berikut :

TSL =

Kedalaman ekivalen adalah kedalaman tanah setelah mengalami erosi sehingga tingkat produktivitasnya berkurang hingga 60 % dibandingkan dengan tanah yang tidak tererosi. Selain menggunakan pendekatan kedalaman ekivalen (DE) dan umur guna tanah (UGT), Wood and Dent memprediksi TSL dengan mempertimbangkan kedalaman tanah minimun (Dmin) untuk budidaya tanaman dan laju pembentukan tanah (LPT). Metode Wood and Dent (1983, dalam Hardjowigeno 2003) :

TSL = + LPT

Pada metode Hammer, tidak memperhatikan faktor kedalaman minimum tanah dimana tanah masih tetap produktif. Dalam hal ini tidak diperhatikan jenis tanamannya, meskipun masing-masing tanaman memerlukan kedalaman minimum tanah yang berbeda. Selain itu, laju pembentukan tanah juga tidak diperhitungkan, padahal kecepatan pembentukkan tanah tersebut akan menentukan berapa kedalaman tanah yang masih tersisa setelah jangka waktu kelestarian tanah terlampaui. Menurut Hardjowigeno (2003) rata-rata laju pembentukan tanah di daerah tropika basah (Indonesia) adalah 1 mm/tahun.

Pengaruh Pertanaman Sayuran terhadap Aliran Permukaan dan Erosi Penggunaan lahan untuk usaha tanaman sayuran sering dilakukan pada daerah pegunungan yang berbukit dan berlereng yang curam. Hal ini mengakibatkan banyak lahan-lahan yang sebenarnya kurang sesuai untuk tanaman sayuran mudah mengalami erosi tanah. Penelitian yang dilakukan oleh El Kateb et al. (2013) menemukan bahwa pada kemiringan lereng > 30% pada budidaya tanaman holtikultura di propinsi Shaanxi Cina menghasilkan aliran permukaan dan erosi yang paling besar dibandingkan pada kelerengan 10 % - 30 %.

Pada umumnya berbagai jenis tanaman sayuran dataran tinggi diusahakan pada tanah Andisol yang secara umum peka terhadap erosi. Kesuburan tanah pada lahan sayuran dataran tinggi lebih baik dari jenis tanah mineral lainnya. Pada umumnya tanah Andisol yang digunakan untuk lahan pertanian biasanya terbentuk dari bahan volkan dengan bahan organik yang tinggi dan secara umum kapasitas tukar kation (KTK) tinggi (Erfandi et al. 2002).

Menurut Dariah (2007) menerangkan bahwa lahan akan lebih mudah tererosi akibat seringnya digunakan untuk budidaya, sehingga penerapan teknik konservasi tanah mutlak diperlukan agar dapat mempertahankan produktivitas lahan. Pengolahan tanah merupakan komponen penting dalam kegiatan usaha tani tanaman semusim. Pengolahan tanah utamanya ditujukan untuk menyiapkan atau menciptakan media tanam yang baik untuk pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman dapat berproduksi secara optimum. Namun demikian, pengolahan tanah secara berlebih dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, diantaranya terjadi penghancuran struktur tanah.

Aliran permukaan dan erosi harus dikendalikan melalui penerapan tindakan konservasi tanah dan air agar lahan tetap produktif. Teknik konservasi tanah pada lahan usaha tani berbasis tanaman sayuran dapat dilakukan dengan penanaman guludan atau bedengan searah kontur atau memotong lereng yang dinilai mampu mengendalikan aliran permukaan dan erosi. Pembuatan guludan atau bedengan adalah tindakan konservasi tanah yang dapat dilakukan oleh petani. Pertimbangannya adalah selain efektif menekan aliran permukaan dan erosi, juga karena terbatasnya jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan teknologi dan ekonomi para petani (Arsyad 2010).

Penelitian-penelitian tentang erosi tanah sudah banyak dilakukan. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa erosi yang terjadi pada lahan holtikultura yang dibuat pada bedengan searah lereng lebih besar daripada memotong lereng.

Suganda et al. (1997) menyatakan bahwa erosi tertinggi pada tanaman buncis di Desa Batulawang, Pacet, Cianjur terjadi pada bedengan yang dibuat searah lereng yaitu sebesar 65.1 ton/ha. Erfandi et al. (2002) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa pada penanaman buncis dengan bedengan searah lereng di daerah Campaka, Cianjur pada 1 musim tanam menghasilkan erosi sebesar 40.6 ton/ha. Penelitian berbeda yang dilakukan Henny (2012) mengatakan bahwa guludan tanaman memotong lereng mampu menekan erosi ± 80% dibandingkan dengan guludan searah lereng pada pertanaman kubis dan kentang pada tanah Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, kabupaten Kerinci, Jambi. Penelitian Sutapradja dan Asandhi (1998) bahwa bedengan atau guludan memotong lereng menghasilkan laju aliran permukaan yang lebih kecil daripada guludan searah lereng. Menurut Wiralaga (1997) penerapan teknik konservasi tanah berupa guludan yang memotong lereng dapat memperkecil laju aliran permukaan.

Penelitian-penelitian sebelumnya juga telah menunjukkan bahwa penanaman guludan atau bedengan memotong lereng mampu mengendalikan aliran pemukaan dan erosi. Lal (1979) menyatakan bahwa pengolahan tanah dan penanaman menurut kontur mampu menurunkan aliran permukaan sebesar 14 - 28 mm dan erosi sebesar 17.33 – 33.00 ton/ha/tahun pada pertanaman jagung di Brazil. Fagi dan Mackie (1988) juga menyatakan bahwa pengolahan tanah dan penanaman menurut kontur mampu menurunkan erosi sebesar 92.6 ton/ha/tahun dibandingkan dengan penanaman searah lereng pada pertanaman kentang.

Teknik konservasi tanah dan air berupa bedengan memotong lereng mampu menekan erosi. Hal ini dikarenakan aliran permukaan tertahan oleh bedengan, pada kondisi ini volume dan kecepatan aliran permukaan berkurang sehingga kapasitas transportasi menjadi rendah sehingga mampu menurunkan erosi. Tanaman juga dapat meminimalkan kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh menimpa tanah (Arsyad 2010).

Kehilangan Hara

Peristiwa erosi tidak hanya mengakibatkan hilangnya lapisan olah tanah namun juga dapat mengurangi kesuburan tanah akibat terangkutnya hara tanaman baik dalam aliran permukaan maupun dalam tanah tererosi. Lapisan tanah bagian atas umumnya lebih subur (kaya bahan organik dan unsur hara) dibandingkan dengan lapisan bawah. Tanah yang subur atau produktivitasnya tinggi yaitu tanah yang dapat menyediakan unsur hara yang sesuai bagi kebutuhan tanaman tertentu sehingga produktivitasnya tinggi. Unsur hara dalam tanah dapat berkurang karena terangkut pada waktu panen, pencucian, dan terangkutnya pada waktu proses erosi. Apabila erosi berjalan terus-menerus pada permukaan tanah, maka dengan sendirinya akan terangkut partikel liat dan humus serta partikel tanah lainnya yang kaya akan unsur hara yang diperlukan tanaman (Sarief 1988).

Menurut Arsyad (2010) banyaknya unsur hara yang hilang oleh erosi tergantung pada besarnya erosi dan unsur hara yang terkandung dalam tanah yang tererosi. Daerah dengan curah hujan yang tinggi meningkatkan resiko erosi yang lebih besar. Chen et al. (2013) melaporkan bahwa semakin tinggi curah hujan, erosi yang terjadi semakin besar dan kehilangan hara N dan P juga semakin besar pada vegetasi penutup tanah di Xiangxi Cina.

Petani sayuran pada daerah dataran tinggi umumnya menggunakan pupuk anorganik dan pupuk organik dalam takaran yang lebih tinggi dari dosis yang dianjurkan. Akibatnya dengan kondisi ekosistem lahan sayuran yang rentan terhadap erosi, diperkirakan banyak unsur-unsur hara dari pupuk tersebut hilang terbawa aliran permukaan dan erosi (Dariah 2007). Unsur-unsur hara yang terbawa aliran permukaan terutama N dan P, akan masuk ke dalam badan air atau sungai, sehingga terjadi eutrofikasi. Pemupukan yang berlebihan menyebabkan pencemaran lingkungan seperti berkurangnya kualitas air tanah. Menurunnya kualitas air tanah dapat disebabkan oleh kandungan sedimen dan unsur yang terbawa masuk oleh air yang bersumber dari erosi, tercuci oleh air hujan dari

Dokumen terkait