• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan di Kota Padang Panjang Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 17 November 1976 dari ayah Drs. Bakar Hatta (alm) dan ibu Dra. Yusnini Chatib. Penulis merupakan putri ke empat dari lima bersaudara.

Penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Padang Panjang pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis lulus melalui jalur Undangan Seleksi Penerimaan Masuk Perguruan Tinggi di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Padang, yang sekarang telah berubah menjadi Universitas Negeri Padang (UNP). Penulis diterima pada Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga dengan Program Studi Tata Busana dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada tahun 2001.

Sejak tahun 2003 penulis penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di Jurusan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik UNP. Pada tahun 2010, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak (IKA), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan beasiswa dari BPPS Ditjen Pendidikan Tinggi.

SRI ZULFIA NOVRITA. Analysis of Gender Role in the Matrilineal Culture, Financial Management, and Family Wellbeing in West Sumatera Province (Case

of Family in Embroidery Industry). Under the Guidance of HERIEN

PUSPITAWATI and ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI

West Sumatera is identical to the Minangkabau culture. Minangkabau culture has a unique culture compared to other cultures, and the only cultures in Indonesia that adopted matrilineal system. This research aimed to analyze gender role in matrilineal system, financial management activity, and family well-being in embroidery industry in West Sumatera. This research conducted in two districts: Kabupaten Lima Puluh Kota; Kota Bukittinggi. The data was collected on April until June 2012. There were 100 families as the sample of this research that was chosen purposively (respondent is wife/mother). The criteria of sample family are: intact family, there is at least a child that still enrolls in school, and the wife is get involved in the embroidery industry. The results showed that gender roles in decision making and division of labor in family were in a moderate level of gender partnerships between husband and wife in the family activities. The family financial management applied in moderate level, while the application of gender partnership has a low level. The family subjective well-being was showed by moderate level of wife satisfaction. The business income of women, gender roles of family financial management, and rural or urban location were dominant by factors that influenced family objective wellbeing; while the number of children, and gender roles in division of labor negatively effected the objective family well-being. The number of children, family income, application of family financial management were dominant by factors that influenced family subjective wellbeing; while the gender roles in division of labor, and rural or urban location

negatively effected the subjective family well-being.

Keywords : family financial management, family objective well-being, family subjective well-being, gender roles, matrilineal system

SRI ZULFIA NOVRITA. Analisis Peran Gender dalam Budaya Matrilineal, Manajemen Keuangan, dan Kesejahteraan Keluarga di Provinsi Sumatera Barat

(Kasus pada Keluarga Pengrajin Bordir dan Sulaman). Dibimbing oleh HERIEN

PUSPITAWATI dan ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis peran gender dalam budaya matrilineal, aktivitas manajemen keuangan dan kesejahteraan keluarga pengrajin bordir dan sulaman di Provinsi Sumatera Barat. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk 1) Menganalisis pengetahuan dan penerapan budaya matrilineal pada keluarga pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan; 2) Menganalisis pembagian peran gender pada keluarga (pengambilan keputusan dan pembagian kerja dalam aktivitas domestik, publik/ekonomi dan sosial) di perdesaan dan perkotaan; 3) Menganalisis aktivitas manajemen keuangan keluarga pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan; 4) Menganalisis tingkat kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan; 5) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan.

Desain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di

Provinsi Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Lima Puluh Kota (Perdesaan) dan

Kota Bukittinggi (Perkotaan). Lokasi penelitian mencakup empat nagari/

kelurahan yaitu dua di Kabupaten Lima Puluh Kota (Nagari Koto Tangah Simalanggang Kecamatan Payakumbuh dan Nagari Lubuk Batingkok Kecamatan

Harau), serta dua di Kota Bukittinggi (Kelurahan Manggis Ganting Kecamatan

Mandiangin Koto Selayan dan Kelurahan Kayu Kubu Kecamatan Guguk Panjang). Pengambilan data dilaksanakan pada Bulan April sampai dengan Juni 2012. Contoh diambil secara purposive sebanyak 100 keluarga dengan responden istri. Kriteria contoh berasal dari keluarga lengkap yang memiliki anak usia sekolah (SD sampai SMA), dan istri terlibat dalam usaha kerajinan bordir/sulaman. Analisis statistik yang digunakan adalah deskriptif, korelasi Pearson, uji beda (uji-t), dan uji regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (55%) istri tergolong pada kelompok usia produktif dengan rentang umur 20-39 tahun, dan suami (57%) dengan rentang umur 40-65 tahun. Rata-rata lama pendidikan yang ditempuh istri lebih lama dibandingkan dengan suami yaitu masing-masing 9,27 tahun dan 8,77 tahun, dengan proporsi terbanyak pendidikan istri (38%) mengenyam pendidikan SMA, sedangkan (37%) suami mengenyam pendidikan SD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih separuh (54%) contoh termasuk keluarga kecil, yaitu kurang dari lima orang dengan rata-rata besar keluarga sebesar 4,48 orang. Dilihat dari jumlah anak, hampir seluruh (94%) jumlah anak contoh sebanyak 1-4 orang dengan rata-rata jumlah anak sebesar 2,38 orang. Pendapatan total keluarga per bulan berkisar antara Rp 1.260.000,00 hingga Rp 12.250.000,00, dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp 3.180.000,00. Lebih sepertiga (38%) keluarga contoh memiliki pendapatan keluarga per kapita per bulan sebesar Rp 523.438,00 hingga

termasuk sedang dengan rata-rata sebesar 78,60 persen dan 77,86 persen. Sementara itu penerapan budaya matrilineal dalam keluarga contoh perdesaan dan perkotaan termasuk baik dengan rata-rata sebesar 84,34 persen dan 84,62 persen.

Pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan keluarga pada perdesaan dan perkotaan umumnya sedang. Keluarga contoh sudah termasuk ke dalam keluarga yang mempunyai kerjasama yang cukup baik antara suami dan istri dan pengambilan keputusan cukup seimbang meskipun masih cenderung dilakukan oleh istri. Sementara itu peran gender dalam pembagian kerja keluarga pada umumnya sedang, dimana sudah menunjukkan adanya kerjasama yang baik antara suami dan istri dalam semua kegiatan tugas dalam rumah tangga walaupun masih didominasi oleh salah satu pihak yaitu istri.

Penerapan manajemen keuangan keluarga contoh pada umumnya sudah cukup baik pada keluarga perkotaan maupun perdesaan, keluarga contoh termasuk kategori sedang dalam menerapkan manajemen keuangan keluarga. Sementara itu lebih separuh (64%) contoh perdesaan melakukan kerjasama gender dalam manajemen keuangan keluarga dengan kategori sedang, sedangkan hampir seluruh (86%) keluarga contoh perkotaan temasuk kategori rendah. Hal ini berarti bahwa kerjasama gender antara suami istri mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi diperdesaan cukup baik, sedangkan pada keluarga perkotaan kerjasama gender kurang dan masih didominasi oleh salah satu pihak saja yaitu istri.

Berdasarkan indikator kesejahteraan objektif (objective well-being), seluruh keluarga di perkotaan termasuk sejahtera, sedangkan sebagian besar (98%) keluarga perdesaan sejahtera. Selanjutnya berdasarkan indikator kesejahteraan subjektif (subjective well-being), pada umumnya (94%) contoh perdesaan dan (96%) contoh perkotaan termasuk dalam kategori keluarga cukup sejahtera. Hampir seluruh contoh perdesaan maupun perkotaan memiliki tingkat kesejahteraan subjektif bidang domestik kategori sedang, dan lebih dari separuh contoh memiliki tingkat kesejahteraan subjektif bidang publik dan sosial dalam kategori sedang.

Hasil uji analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap kesejahteraan keluarga objektif adalah pendapatan usaha perempuan, peran gender dalam manajemen keuangan keluarga, dan lokasi tempat tinggal keluarga dimana keluarga perkotaan lebih sejahtera dibandingkan keluarga perdesaan. Sementara itu, jumlah anak dan peran gender dalam pembagian kerja keluarga berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan keluarga objektif. Semakin besar jumlah anak, dan semakin tinggi pembagian kerja antara suami istri dalam keluarga maka akan menurunkan kesejahteraan keluarga objektif. Selanjutnya kesejahteraan keluarga subjektif akan meningkat dengan meningkatnya jumlah anak, pendapatan keluarga, dan penerapan manajemen keuangan keluarga. Sementara itu, peran gender dalam pembagian kerja keluarga dan lokasi tempat tinggal keluarga berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan keluarga subjektif dimana keluarga perdesaan lebih sejahtera dibandingkan keluarga perkotaan.

Latar Belakang

Provinsi Sumatera Barat yang identik dengan Minangkabau merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menganut sistem matrilineal. Masyarakat Minangkabau ini pun merupakan masyarakat matrilineal terbesar di dunia dengan sistemnya yang langka dan unik. Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu (Thaib 2008). Seorang anak laki-laki atau perempuan merupakan anggota kaum/suku dari perkauman ibunya. Ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam kaumnya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal. Oleh karena itu, waris dan pusaka diturunkan menurut garis ibu pula.

Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan Bundo Kandung. Kedudukan dan peranan perempuan Minangkabau di Sumatera Barat salah satunya sebagai pemegang amanah dalam melindungi dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat (Hermayulis 2008). Bila ajaran budaya tersebut dapat diterapkan sebagaimana mestinya, maka kesejahteraan dalam keluarga yang merupakan bagian masyarakat akan terwujud. Namun ironisnya, persentase jumlah penduduk miskin Sumatera Barat pada tahun 2011 masih cukup tinggi yaitu 8,99% (BPS 2012). Banyaknya penduduk miskin yang ada di Sumatera Barat merupakan gambaran masih belum berhasilnya pembangunan. Belum berhasilnya pembangunan juga ditandai dengan masih rendahnya Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dikeluarkan oleh United Nations Development Program (UNDP). Menurut laporan UNDP, bahwa pada Tahun 2010 Sumatera Barat memiliki nilai HDI sebesar 73,78 dan berada pada posisi 9 dari 33 provinsi yang

ada di Indonesia (BPS 2011). Berbagai kebijakan pembangunan untuk pengentasan kemiskinan telah

dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, salah satunya adalah mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan yang tertuang dalam Millenium Development Goals (MDGs). Dalam hal ini

perempuan diberi kesempatan dan dibina untuk menjalankan peran di segala bidang termasuk di sektor publik atau ekonomi. Peran perempuan di sektor publik diharapkan dapat membantu mengatasi masalah ekonomi keluarga. Kerjasama yang baik antara suami dan istri dalam menjalankan peran dan fungsi masing- masing juga sangat diperlukan untuk tercapainya tujuan keluarga yaitu terwujudnya kesejahteraan keluarga (Puspitawati 2012). Hasil penelitian terdahulu juga menyatakan bahwa relasi gender atau kerja sama yang baik antara suami istri dalam keluarga memiliki peranan yang penting dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga (Muflikhati et al. 2010b; Simajuntak et al. 2008).

Sejalan dengan peran perempuan dalam peningkatan perekonomian keluarga, sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) khususnya kerajinan bordir dan sulaman merupakan salah satu sektor yang cukup potensial untuk dikembangkan di Sumatera Barat. Menurut Hubeis (2010) bahwa peran perempuan dalam UMKM sangat potensial dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga. Capaian dalam aspek ini akan mengurangi kemiskinan dan kelaparan yang juga merupakan tujuan pertama yang ingin dicapai dalam MDGs.

Tingkat produktivitas perekonomian sektor kerajinan bordir dan sulaman yang ada di Sumatera Barat pada umumnya masih rendah, hal ini disebabkan terbatasnya golongan ini terhadap berbagai faktor produksi serta rendahnya keterampilan dan keahlian (skill). Rendahnya produktivitas mempunyai implikasi terhadap rendahnya pendapatan. Agar mampu memenuhi seluruh kebutuhan keluarga dengan pendapatan yang terbatas, maka perlu adanya manajemen keuangan keluarga yang merupakan salah satu bentuk manajemen sumberdaya keluarga. Sumberdaya yang dimiliki keluarga mencakup sumberdaya manusia, materi, dan finansial (Bryant & Zick 2006). Ketiga sumberdaya keluarga tersebut memiliki sifat terbatas sehingga perlu dikelola dengan baik untuk mencapai tujuan keluarga yaitu kesejahteraan, dan pada akhirnya keberhasilan pembangunan dapat tercapai.

Menurut Gross et al. (1980) bahwa sumberdaya keluarga tidak hanya berasal dari faktor internal (manusia, materi, finansial), tetapi juga berasal dari faktor eksternal atau lingkungan sekitar (kondisi sosial ekonomi dan budaya

masyarakat). Budaya sistem matrilineal yang dianut oleh masyarakat Sumatera Barat diduga juga akan mempengaruhi pembagian peran dalam keluarga, manajemen keuangan keluarga serta akan berdampak terhadap kesejahteraan keluarga.

Perumusan Masalah

Tingkat kesejahteraan masyarakat di Sumatera Barat pada umumnya masih belum tercapai. Hal ini terlihat dari belum berhasilnya pembangunan yang dicerminkan oleh masih banyaknya jumlah penduduk miskin di setiap daerah. Tingkat kemiskinan di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Bukuttinggi juga masih relatif tinggi. Persentase jumlah penduduk miskin Kabupaten Lima Puluh Kota pada Tahun 2011 sebesar 36,50 persen, sementara itu persentase penduduk miskin di Bukittinggi sebesar 7,60 persen (BPS 2011).

Bila dilihat dari Human Development Index (HDI), HDI Kabupaten Lima Puluh Kota sebesar 71,22 yang berada pada posisi 12 dari 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat, dan peringkat 244 dari 497 Kabupaten/ Kota di Indonesia. Sementara HDI Kota Bukittinggi sebesar 78,26 yang berada pada peringkat 12 dari 497 Kabupaten/Kota di Indonesia (BPS 2011).

Selanjutnya jika dilihat menurut gender, partisipasi kaum perempuan Sumatera Barat di bidang ketenagakerjaan menunjukkan adanya kesenjangan gender yang cukup besar dalam hal tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), dimana TPAK perempuan jauh lebih rendah dibandingkan TPAK laki-laki. Keadaan angkatan kerja laki-laki di Sumatera Barat meningkat dari 1,34 juta pada Tahun 2010 menjadi 1,35 juta orang pada Tahun 2011, dan angkatan kerja perempuan justru turun dari 928,9 ribu orang menjadi 925,4 ribu orang pada periode yang sama (BPS 2011).

Berbagai kebijakan pembangunan daerah dalam rangka pengentasan kemiskinan telah dilakukan pemerintah. Indikator pencapaian kebijakan pembangunan pada umumnya diarahkan pada pertumbuhan ekonomi (economic growth). Dalam rangka pencapaian pertumbuhan ekonomi tersebut, indikator makro ekonomi yaitu Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) lebih sering dijadikan sebagai indikator yang menggambarkan

keberhasilan pembangunan. Menurut data BPS, kontribusi Sumatera Barat terhadap GDP Indonesia hanya sebesar 1,6 persen dari 33 Provinsi yang ada di Indonesia (BPS 2011).

Sejalan dengan peran perempuan dalam peningkatan perekonomian keluarga, sektor UMKM merupakan salah satu sektor yang cukup potensial untuk dikembangkan di Sumatera Barat dalam rangka meningkatkan GDP Indonesia. UMKM yang terdapat di wilayah ini salah satunya industri yang dikerjakan dengan skala rumah tangga seperti kerajinan bordir dan sulaman. Menurut Hubeis (2010) bahwa sebagian besar perempuan pengusaha di Indonesia menjalankan kegiatan usaha di sektor UMKM, dan perempuan tersebut sangat potensial dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluaga. Selanjutnya Tanziha et al. (2009) menyatakan bahwa pemberdayaan perempuan dapat dilakukan dengan meningkatkan kewirausahaan wanita dalam bisnis pertanian serta meningkatkan keterampilan dan industri rumah tangga.

Peran perempuan yang semakin meluas di bidang publik sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga, diharapkan dapat membantu mengatasi masalah ekonomi keluarga. Kerjasama yang baik antara suami dan istri juga sangat diperlukan untuk tercapainya tujuan keluarga dengan baik sehingga terwujudnyaa kesejahteraan dalam keluarga.

Agar tujuan keluarga dapat tercapai, maka dibutuhkan suatu pengelolaan keuangan keluarga yang baik. Guhardja et al. (1992) menjelaskan bahwa konsep manajemen tidak dapat membuat sumberdaya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadi cukup, akan tetapi manajemen dapat membantu menetapkan penggunaan sumberdaya yang terbatas menjadi optimal dalam pemanfaatannya. Manajemen keuangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya sehingga seluruh kebutuhan keluarga dapat terpenuhi yang berpengaruh pada kesejahteraan keluarga.

Seiring perkembangan zaman, ajaran adat yang terdapat dalam sistem matrilineal banyak mengami pergeseran nilai-nilai. Pelaksanaan atau penerapan ajaran adat sistem matrilineal telah banyak ditinggalkan oleh generasi sekarang dengan berbagai alasan. Bahkan pengetahuan/pemahaman tentang adat budaya matrilineal sudah mulai berkurang bagi kalangan muda. Sedikitnya pengetahuan

tentang budaya matrilineal tentunya akan mempengaruhi pelaksanaan budaya matrilineal tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan menjawab permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengetahuan dan penerapan budaya matrilineal pada keluarga pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan?

2. Bagaimana pembagian peran gender pada keluarga (pengambilan keputusan dan pembagian kerja dalam aktivitas domestik, publik/ekonomi dan sosial) perdesaan dan perkotaan?

3. Bagaimana aktivitas manajemen keuangan keluarga pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan?

4. Bagaimana tingkat kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan?

5. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis peran gender dalam budaya matrilineal, aktivitas manajemen keuangan dan kesejahteraan keluarga pengrajin bordir dan sulaman di Provinsi Sumatera Barat.

Tujuan Khusus

1. Menganalisis pengetahuan dan penerapan budaya matrilineal pada keluarga pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan.

2. Menganalisis pembagian peran gender pada keluarga (pengambilan keputusan dan pembagian kerja dalam aktivitas domestik, publik/ekonomi dan sosial) di perdesaan dan perkotaan.

3. Menganalisis aktivitas manajemen keuangan keluarga pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan.

4. Menganalisis tingkat kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan.

5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga objektif dan subjektif pengrajin bordir/sulaman di perdesaan dan perkotaan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai aktivitas manajemen keuangan dan peran gender dalam keluarga budaya matrilineal serta tingkat kesejahteraan keluarga pengrajin bordir dan sulaman di Provinsi Sumatera Barat. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain : 1. Menambah pengetahuan/referensi khususnya tentang peran gender dalam

keluarga budaya matrilineal dan manajemen keuangan serta dapat menjadi masukan dan inspirasi untuk penelitian-penelitian yang relevan bagi penelitian selanjutnya.

2. Memberikan gambaran mengenai kondisi keluarga pengrajin bordir dan sulaman di Sumatera Barat, khususnya terkait dengan tingkat kesejahteraan keluarga.

3. Sebagai sumbangan pemikiran bagi para pengambil kebijakan atau pimpinan dalam merumuskan berbagai langkah kerja yang tepat berkaitan dengan program-program peningkatan kesejahteraan keluarga khususnya bagi keluarga pengrajin bordir dan sulaman di Sumatera Barat.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga

Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kula dan warga "kulawarga" yang berarti "anggota" atau "kelompok kerabat". Keluarga menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami isteri atau suami isteri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya (BKKBN 1996). Bentuk keluarga dalam PP tersebut mengacu pada bentuk keluarga inti, dimana keluarga inti (nuclear family) terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka. Sedangkan menurut U.S. Bureau of the Census (2000) yang diacu dalam Newman dan Grauherholz (2002) bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang memiliki ikatan darah, perkawinan atau adopsi dan tinggal bersama dalam satu rumah tangga. Di sini tidaklah perlu membeda-bedakan antara keluarga inti dan yang telah diperbesar, keluarga yang terdiri atas satu atau dua orang tua. Pendapat tersebut menyatakan bahwa keluarga bersifat kerabat hubungan sedarah (consanguine) dan ikatan persaudaraan.

Menurut Newman dan Grauerholz (2002), keluarga dapat dibedakan atas keluarga batih atau keluarga inti (nuclear family), keluarga luas (extended family), dan keluarga pokok (stem family). Keluarga batih atau keluarga inti terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang belum kawin. Sedangkan keluarga luas atau keluarga gabung (extended atau composite family) biasanya terdiri dari dua generasi yang berasal dari suatu keluarga biologis dan terdapat di negara-negara yang anak-anak tidak lazim meningggalkan rumah orang tua segera setelah menikah. Keluarga gabung terjadi jika ada dua anak atau lebih yang sudah menikah masih tinggal bersama orang tua mereka. Keluarga pokok adalah keluarga luas dengan hanya satu anak yang sudah menikah tetap tinggal di rumah orang tuanya.

Fungsi Keluarga

Menurut Berns (1997), untuk memahami pentingnya keluarga kita harus kembali kepada fungsi dasarnya. Secara umum, keluarga melakukan berbagai

fungsi yang memungkinkan masyarakat bertahan walaupun fungsi-fungsi tersebut sangat beragam. Kesuksesan keluarga dapat dipandang sangat berfungsi dan tidak sukses atau disfungsi. Fungsi keluarga ada lima yakni : 1) Fungsi reproduksi. Keluarga menjamin bahwa populasi masyarakat akan stabil, sehingga sejumlah anak akan terlahir dan dirawat untuk menggantikan mereka yang telah meninggal; 2) Fungsi sosialisasi atau pendidikan. Keluarga menjamin bahwa nilai-nilai masyarakat, kepercayaan, sikap, pengetahuan, keahlian dan teknologi akan ditransfer kepada yang lebih muda; 3) Peran sosial. Keluarga memberikan identitas bagi keturunannya (ras, etnis, agama, sosial ekonomi dan peran gender). Sebuah identitas mencakup perilaku dan dan kewajiban; 4) Dukungan ekonomi. Keluarga memberikan tempat berlindung, memelihara dan melindungi. Pada beberapa keluarga, semua anggota keluarga kecuali anak yang masih kecil memberikan kontribusi terhadap fungsi ekonomi melalui produksi barang. Pada keluarga lainnya, salah satu atau kedua orang tua membayar barang yang dibeli oleh semua anggota keluarga sebagai konsumen; 5) Dukungan emosional. Keluarga memberikan pengalaman pertama pada anak dalam melakukan interaksi sosial. Interaksi ini dapat mengakrabkan, mengasuh dan sekaligus memberikan jaminan emosional bagi anak, dan perawatan keluarga bagi anggoanya ketika

Dokumen terkait