• Tidak ada hasil yang ditemukan

Muhammad Ilyas Sikki, dilahirkan di Makassar pada tanggal 9 Januari 1971 sebagai anak kelima dari delapan bersaudara, penulis dilahirkan dari pasangan Bapak Tanni Sikki (Alm) dan Ibu Sitti Aisyah (Almh).

Tahun 1990 penulis lulus dari SMAN 7 Makassar dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata Satu (S1) di Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata Dua (S2) di Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor.

Penulis saat ini sebagai dosen pada Program Studi Teknik Elektronika, Fakultas Teknik, Universitas Islam “45” (UNISMA) Kota Bekasi jenjang pendidikan Diploma III (D3). Jabatan yang pernah diamanahkan oleh lembaga adalah Kepala Laboratorium Elektronika, Manajer Kemahasiswaan, dan Direktur Direktorat Kemahasiswaan dan Alumni UNISMA Bekasi.

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemilihan umum (Pemilu) disebut juga dengan “Political Market” (Dr. Indria Samego), artinya bahwa pemilu adalah pasar politik tempat individu/masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat), antara peserta pemilu (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye, iklan politik melalui media massa cetak, audio (radio) maupun audio visual (televisi) serta media lainnya seperti spanduk, pamflet, selebaran bahkan komunikasi antar pribadi yang berbentuk face to face (tatap muka) atau lobi-lobi yang berisi penyampaian pesan mengenai program, platform, asas, ideologi serta janji-janji politik lainnya, guna meyakinkan pemilih sehingga pada pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik yang menjadi peserta pemilu untuk mewakilinya dalam badan legislatif maupun eksekutif.

Pemilu di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.

Sepanjang sejarah Indonesia, telah diselenggarakan 10 kali pemilu yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, dan 2009. Sistem pemilu yang digunakan selama ini menggunakan cara penyoblosan atau penyontrengan. Cara konvensional seperti ini ternyata dapat menimbulkan masalah seperti pemilih ganda, penggelembungan suara dan kesalahan lainnya serta lamanya waktu rakapitulasi suara. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah menggunakan electronic voting (e-voting) dengan mengadakan sistem pemilu secara online yang dibangun menggunakan suatu protokol yang aman.

Seperti halnya dengan sistem pemilu yang diadakan secara konvensional, pelaksanaan sistem pemilu secara online pun pasti tidak akan terhindar dari berbagai ancaman kecurangan yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, sistem yang dibuat harus memenuhi standar secure voting requirements menurut paparan Bruce Schneier (1996) untuk dapat mengatasi dan menjamin keamanan setiap ancaman yang akan terjadi. Salah satu protokol yang dapat memenuhi sebagian standar kriteria secure voting requirements dan memiliki tingkat keamanan yang cukup baik adalah Two Central Facilities Protocol, dimana terdiri dari Central Legitimazation Agency (CLA) untuk pengesahan pemilih dan Central Tabulating Facility (CTF) untuk perhitungan suara (Bruce Schneier, 1996).

Beberapa penelitian terdahulu tentang pengembangan protokol keamanan untuk online voting diantaranya, DuFeu dan Harris (2001) telah memberikan

2

pemaparan tentang sistem pemilu online. Dalam pemaparan tersebut menjelaskan persyaratan untuk desain protokol dan asumsi-asumsi dalam implementasi pemilu secara online, komponen-komponen yang terkait, fungsi dari Central Legitimazation Agency (CLA) dan Central Tabulating Facility (CTF) serta mendeskripsikan protokol proses interaksi antara CLA dan CTF.

Sireesha dan Chakchai (2005) yang telah mengembangkan protokol keamanan pemilihan untuk secure online voting dengan menggunakan protokol Two Central Facilities yang mengimplementasikan pengembangan Central Legitimization Agency (CLA) dan Central Tabulating Facility (CTF) untuk menghasilkan pemilu virtual yang aman. Dengan mengkombinasikan kunci publik/simetrik dan fungsi hashing. Penelitian yang dilakukan oleh Wardhani, dkk. (2009) yang mengembangkan sistem online voting pada IPB dengan berbasis protokol Two Central Facilities (CTF) yang hanya memanfaatkan jaringan sebatas cakupan satu departemen di IPB, dan penelitian yang dilakukan oleh Fitrah, dkk. (2012) dengan pengembangan desain e-voting pilkada Kota Bogor menggunakan protokol Two Central Facilities, dimana sistem otentikasi pada Voter menggunakan media smart card. Namun, apabila hasil penelitian Fitrah, dkk. ini diimplementasikan masih memiliki kelemahan misalnya pemilih yang datang saat pemungutan suara memungkinkan bukan pemilik kartu yang sah sehingga masih memungkinkan ada masalah dalam proses pemilihan. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang difokuskan pada pengembangan e-voting menggunakan protokol Two Central Facilities penyelenggaraan sistem pemilu online untuk proses otentikasi voter menggunakan fingerprint yang disesuaikan dengan kebijakan dan kebutuhan sistem e-voting di Indonesia. Penggunaan fingerprint ini juga untuk mendukung akan adanya kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan e-ktp untuk segala proses ketatanegaraan termasuk pada pelaksanaan pemungutan suara dalam penyelenggaraan pemilu nantinya. Dengan pemanfaatan sidik jari, sudah dapat dipastikan bahwa yang akan memberikan suaranya adalah pemilih yang sah. Rumusan Masalah

Bagaimana mengembangkan protokol keamanan data dan informasi yang dapat digunakan dalam sistem pemilu secara online untuk mengatasi masalah- masalah kecurangan yang mungkin timbul dalam sistem pemilu secara konvensional seperti pemilih ganda, penggelembungan suara, kesalahan perhitungan suara, kesalahan penetapan kandidat terpilih dan lain-lain terkait rekapitulasi suara pemilu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangankan protokol keamanan sistem otentikasi voter dengan protokol Two Central Facilities dan otentikasi voter pada mesin voting menggunakan fingerprint untuk implementasi sistem pemilu yang diselenggarakan secara online.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :

1. Menghasilkan prototipe e-voting untuk penyelenggaraan pemilu secara online pada proses otentikasi pemilih dalam rangka implementasi asas pemilu LUBER dan JURDIL.

3 2. Memberikan pemikiran baru dan solusi dalam layanan penyelenggaraan pemilu legislatif dan pilpres secara langsung yang lebih baik, mudah, cepat, akurat, aman dan akuntabel.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini difokuskan kepada proses identifikasi pemilih (voter) menggunakan fingerprint untuk otentikasi voter pada Central Legitimazation Agency (CLA) dari mesin voting. Dengan penggunaan fingerprint ini, maka hanya pemilih yang sah yang dapat memberikan suaranya pada mesin voting.

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Pemilu di Indonesia

Pemilihan umum sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari suatu negara demokrasi, hampir semua negara demokrasi melaksanakan pemilihan umum. Pemilihan umum adalah proses pemilihan wakil rakyat di parlemen dan kepala pemerintahan berdasarkan suara terbanyak. Di Indonesia, Pemilu merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan bernegara. Peraturan tertinggi mengenai pemilu secara jelas telah diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hasil amandemen pada perubahan IV, bab VIIB tentang Pemilihan Umum, pasal 22E. Berikut ini adalah isi dari pasal tersebut.

1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.

4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.

5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang- undang.

Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dinyatakan pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pemilu di Indonesia menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pelaksanaan Pemilu diselenggarakan dalam beberapa tahapan sebagai berikut :

1. Perencanaan program dan anggaran, serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelanggaraan pemilu.

2. Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih. 3. Pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu.

4. Penetapan peserta Pemilu.

5. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan.

6. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. 7. Masa kampanye.

8. Masa tenang.

9. Pemungutan dan penghitungan suara. 10. Penetapan hasil Pemilu.

11. Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia melibatkan beberapa pihak yang terkait. Gambar 1 menunjukkan pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan pemilu sesuai dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 Tentang

5 Penyelenggara Pemilihan Umum. Berikut ini adalah penjelasan setiap bagian pada Gambar 1 terhadap pihak yang terkait pada pemilu.

Gambar 1 Pihak yang terkait pemilu (Shalahuddin, 2009)

1. Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

2. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota adalah penyelenggara Pemilu ditingkat provinsi dan kabupaten/kota.

3. Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan. 4. Panitia Pemungutan Suara (PPS) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU

Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat desa/kelurahan. 5. Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) adalah panitia yang dibentuk oleh

KPU untuk menyelenggarakan Pemilu di luar negeri.

6. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.

7. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara di luar negeri.

8. Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh Indonesia.

9. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota adalah panitia yang dibentuk oleh Banwaslu untuk mengawasi penyelenggaran Pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

10. Panwaslu Kecamatan adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan.

11. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa/kelurahan.

6

12. Pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah berusia 17 tahun atau telah/sudah pernah menikah dan tidak sedang dicabut hak pilihnya.

13. Peserta Pemilu ada beberapa macam.

a. Pada pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota peserta Pemilu adalah partai politik.

b. Pada Pemilu anggota DPD, peserta Pemilu adalah perorangan.

c. Pada pemilihan presiden/wakil presiden, peserta Pemilu adalah wakil partai politik.

d. Sedangkan pada pemilihan kepala daerah /wakil kepala daerah, peserta Pemilu adalah wakil partai politik atau perorangan.

Pemungutan Suara

Pemungutan suara (voting) adalah salah satu tahap pelaksanaan pemilihan umum. Secara umum, di banyak negara, pemungutan suara dilaksanakan secara rahasia pada tempat yang khusus dipersiapkan untuk pelaksanaan pemungutan suara. Proses pemungutan suara di Indonesia masih menggunakan cara konvensional, yaitu menggunakan kertas suara. Berikut ini adalah urutan proses pada saat pemungutan suara di Indonesia.

1. Calon pemilih datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara). TPS adalah tempat melakukan pemungutan suara yang disediakan oleh panitia pemilihan umum.

2. Calon pemilih memberikan kartu pemilih. Kartu pemilih ini digunakan sebagai tanda bahwa calon pemilih telah terdaftar sebagai calon pemilih. 3. Calon pemilih mengambil kertas suara dan kemudian melakukan pencoblosan

di dalam bilik suara.

4. Kertas suara dimasukkan ke dalam kotak suara.

5. Salah satu jari pemilih diberi tanda dengan tinta sebagai penanda bahwa pemilih tersebut telah melakukan pemungutan suara.

6. Setelah waktu untuk memasukkan suara selesai, maka kemudian dilakukan perhitungan suara.

7. Kertas suara dikeluarkan dari kotak suara dan kemudian dihitung bersama- sama dengan diawasi oleh saksi dari berbagai pihak antara lain panitia dan perwakilan partai politik.

8. Hasil perhitungan tersebut kemudian dikirimkan ke kantor KPU untuk dilakukan rekapitulasi hasil pemungutan suara.

Permasalahan Pemilu

Dalam pelaksanaan pemilu, sering terjadi kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh human error, atau disebabkan karena sistem pendukung pelaksanaan voting yang tidak berjalan dengan baik. Berikut ini adalah beberapa permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia selama ini : 1. Banyak terjadi kesalahan dalam proses pendataan dan pendaftaran pemilih.

Kesalahan ini terjadi karena sistem kependudukan yang masih belum berjalan dengan baik. Konsep penggunaan banyak kartu identitas menyebabkan banyaknya pemilih yang memiliki kartu suara lebih dari satu buah. Keadaan ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meningkatkan jumlah suara sehingga dapat memenangkan pemilihan tersebut, misalnya suara

7 pemilih diwakili oleh orang lain atau pemilih dapat melakukan pemilihan lebih dari satu kali.

2. Kurang akuratnya hasil perhitungan suara. Oleh karena proses pemungutan suara dilakukan dengan cara pencoblosan atau pencontrengan pada kertas suara, sehingga sering kali muncul perdebatan mengenai sah atau tidaknya sebuah kertas suara.

3. Pemilih salah dalam memberi tanda pada kertas suara. Ketentuan keabsahan pada penandaan kertas suara yang kurang jelas, sehingga banyak kartu suara yang dinyatakan tidak sah. Pada tahapan verifikasi keabsahan dari kartu suara, sering terjadi kontroversi peraturan dan menyebabkan konflik di masyarakat. 4. Proses penghitungan suara yang dilakukan di setiap daerah berjalan lambat karena proses tersebut harus menunggu semua kartu suara terkumpul terlebih dahulu. Keterlambatan yang terjadi pada proses pengumpulan akan berimbas kepada proses penghitungan suara. Lebih jauh lagi, pengumuman hasil perhitungan akan meleset dari perkiraan sebelumnya.

5. Keterlambatan dalam proses tabulasi hasil penghitungan suara dari daerah. Kendala utama dari proses tabulasi ini adalah kurangnya variasi metode pengumpulan hasil penghitungan suara. Hal ini disebabkan oleh masih lemahnya infrastruktur teknologi komunikasi di daerah. Oleh karena itu, seringkali pusat tabulasi harus menunggu data penghitungan yang dikirimkan dari daerah dalam jangka waktu yang lama. Akibat dari hal tersebut, maka pengumuman hasil pemilu akan memakan waktu yang lama.

6. Tidak adanya salinan terhadap kertas suara. Hal ini menyebabkan jika terjadi kerusakan terhadap kertas suara, panitia pemilihan umum sudah tidak mempunyai bukti yang lain sehinnga menyulitkan untuk diadakaan perhitungan kembali jika terjadi ketidakpercayaan terhadap hasil perhitungan suara.

7. Rawan konflik. Pemilihan umum di Indonesia saat ini sering menimbulkan konflik. Hal tersebut dipicu adanya ketidakpercayaan terhadap hasil perhitungan suara. Konflik ini dapat disaksikan sering terjadi pada setiap pelaksanaan penyelengaraan pemilihan umum kepala daerah.

8. Besarnya anggaran yang dilalukan untuk melakukan proses pemungutan suara. Berdasarkan data terakhir KPU (Komisi Pemilihan Umum), yaitu lembaga pemerintah yang bertugas melakukan pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia, pemerintah telah menyetujui anggaran pemilu mencapai Rp 10,4 triliun untuk pelaksanaan pemilihan umum tahun 2009 sampai dengan tahun 2014. Anggaran yang sangat besar tersebut digunakan untuk proses pencetakan kertas suara, distribusi kertas suara, gaji panitia, pengawas, dan lain-lain.

9. Kurang terjaminnya kerahasiaan dari pilihan yang dibuat oleh seseorang. Banyak pemilih mengalami tekanan dan ancaman dari pihak tertentu untuk memberikan suara mereka kepada pihak tertentu. Lebih buruk lagi, terjadi “jual-beli suara“ di kalangan masyarakat tertentu, sehingga hasil voting tidak mewakili kepentingan seluruh golongan masyarakat.

Keamanan Komputer

Bishop (2003) mengemukakan bahwa keamanan komputer mencakup tiga aspek utama, yaitu kerahasian (confidentiality), integritas (integrity) dan

8

ketersediaan (availability). Interpretasi dari setiap aspek pada lingkungan suatu organisasi ditentukan oleh kebutuhan dari individu yang terlibat, kebiasaan dan hukum yang berlaku dalam organisasi tersebut.

Kerahasiaan merupakan suatu usaha untuk menjaga kerahasian informasi dan pribadi atau sumber daya. Mekanisme kontrol akses dalam penyediaan informasi dapat memberikan aspek kerahasiaan. Salah satu mekanisme kontrol akses yang menyediakan kerahasiaan adalah kriptografi, dimana mekanisme pengacakan data sehingga sulit dipahami oleh pihak yang tidak berwenang. Mekanisme kontrol akses terkadang lebih mengutamakan kerahasiaan keberadaan data dari pada isi dari data itu sendiri.

Aspek integritas menekankan pada tingkat kepercayaan kebenaran dengan penjagaan terhadap perubahan yang dilakukan dengan cara diluar standar atau oleh pihak yang tidak berwenang. Integritas meliputi data integritas (isi informasi) dan originalitas integritas (sumber data, sering disebut otentikasi). Mekanisme integritas terbagi dalam dua kelas, yaitu mekanisme pencegahan (prevention) dan mekanisme deteksi (detection) dengan tujuan integritas yang berbeda. Mekanisme pencegahan menghalangi seorang pemakai berusaha mengubah suatu data, dimana tidak mempunyai wewenang untuk mengubah data tersebut. Mekanisme deteksi menghalangi seorang pemakai yang mempunyai wewenang untuk mengubah data diluar cara standar.

Aspek ketersediaan berhubungan dengan ketersediaan informasi atau sumber daya ketika dibutuhkan. Sistem yang diserang keamanannya dapat menghambat atau meniadakan akses ke informasi. Usaha untuk menghalangi ketersediaan informasi disebut denial of service (DoS Attack), contohnya suatu server menerima permintaan (biasanya palsu) yang bertubi-tubi atau diluar perkiraan sehingga tidak dapat melayani permintaan lain atau bahkan server tersebut menjadi down atau crash.

NIST (National Institute of Standards and Technology) Komputer Security Handbook dalam Stalling (2011) mendefinisikan keamanan komputer sebagai perlindungan yang diberikan kepada sistem informasi secara otomatis dalam rangka untuk mencapai yang dapat diaplikasikan untuk menjaga integritas, ketersediaan, dan kerahasiaan dari sumber daya sistem informasi (termasuk hardware, software, firmware, informasi/data, dan telekomunikasi).

Kriptografi

Kriptografi berasal dari gabungan kata kripto yang berarti rahasia dan grafi yang berarti tulisan. Definisi kriptografi merupakan seni dan ilmu untuk menjaga keamanan pesan (Schneier, 1996). Kriptografi juga dapat didefinisikan sebagai studi matematik yang berkaitan dengan aspek keamanan informasi seperti kerahasiaan, integritas data, autentikasi entitas, dan autentikasi asal data (Guritman, 2003). Terdapat empat tujuan utama dari kriptografi sebagai berikut :

1. Kerahasiaan adalah suatu layanan yang digunakan untuk menjaga isi informasi dari semua pihak yang tidak berwenang memilikinya. Dengan demikian informasi hanya akan dapat diakses oleh pihak-pihak yang berhak saja.

2. Integritas adalah suatu layanan yang berkaitan pengubahan data atau informasi dari pihak-pihak yang tidak berwenang. Untuk menjamin integritas data, harus mampu mendeteksi manipulasi data dari pihak-pihak yang tidak

9 berwenang. Manipulasi data yang dimaksud disini diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan penghapusan, penyisipan, dan pergantian data.

3. Otentikasi adalah suatu layanan yang berhubungan dengan identifikasi entitas dan informasi itu sendiri. Dua pihak yang terlibat dalam komunikasi seharusnya mengidentikasi dirinya satu sama lain. Informasi yang disampaikan melalui satu saluran (channel) seharusnya dapat diidentifikasikan asalnya, isinya, tanggal dan waktunya. Atas dasar ini otentikasi terbagi menjadi dua kelas besar, yaitu otentikasi entitas dan otentikasi asal data.

4. Non-repudiasi adalah suatu layanan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya oleh entitas. Apabila sengketa muncul ketika suatu entitas mengelak telah melakukan komitmen tertentu, maka suatu alat untuk menangai situasi tersebut diperlukan. Misalnya, suatu entitas mendapatkan wewenang dari entitas lainnya untuk melakukan aksi tertantu, kemudian mengingkari wewenang yang diberikan, maka suatu prosedur yang melibatkan pihak ketiga yang dipercaya untuk menyelesaikan sengketa itu.

Protokol Two Central Facilities

Pemilihan menggunakan protokol Two Central Facilities dilakukan dengan membagi Central Legitimazation Agency (CLA) dan Central Tabulating Facility (CTF) menjadi dua bagian yang berbeda. Menurut Sireesha dan Chakchai (2005) pemilihan dengan Two Central Facilities adalah sebagai berikut :

1. Setiap pemilih mengirim pesan kepada Central Legitimazation Agency (CLA) dan meminta nomor validasi.

2. Central Legitimazation Agency (CLA) mengirim nomor validasi acak kepada pemilih dan menyimpan daftar setiap nomor validasi. Central Legitimazation Agency (CLA) juga menyimpan sebuah daftar dari nomor validasi penerima, untuk mengantisipasi seseorang memilih dua kali.

3. Central Legitimazation Agency (CLA) mengirim daftar nomor validasi kepada Central Tabulating Facility (CTF).

4. Setiap pemilih memilih nomor identifikasi secara acak lalu membuat pesan dengan nomor tersebut, yaitu nomor validasi yang diperoleh dari Central Legitimazation Agency (CLA) dan suaranya. Pesan ini kemudian dikirimkan kepada Central Tabulating Facility (CTF).

5. Central Tabulating Facility (CTF) memeriksa dan membandingkan nomor validasi dengan daftar yang diterima dari Central Legitimazation Agency (CLA). Jika nomor validasi terdapat pada daftar maka nomor tersebut akan disilang untuk menghindari pemilih memilih dua kali. Central Tabulating Facility (CTF) menambahkan nomor identifikasi pada daftar pemilih yang telah memberikan suara pada kandidat tertentu dan menambahkan satu suara pada kandidat tersebut.

6. Setelah semua suara diterima, Central Tabulating Facility (CTF) mempublikasikan keluaran seperti daftar nomor identifikasi dan untuk siapa suara tersebut diberikan.

Skema pemilihan dengan komunikasi Two Central Facilities dapat dilihat pada Gambar 2. Pada sistem ini setiap pemilih dapat melihat daftar nomor identifikasi dan mencari nomor miliknya untuk membuktikan bahwa pilihannya

10

telah dihitung. Tentu saja semua pesan yang keluar/masuk telah dienkripsi dan ditandatangani untuk menghindari peniruan terhadap identitas orang lain atau menghindari adanya penangkapan transmisi.

Central Tabulating Facility (CTF) tidak dapat memodifikasi suara karena setiap pemilih akan melihat nomor identifikasi yang dimilikinya. Jika seseorang pemilih tidak berhasil menemukan nomor identifikasinya, atau ditemukan nomor

Dokumen terkait