• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan di Jakarta, 16 Oktober 1987 sebagai putri pertama dari dua bersaudara, dengan adik Dwi Cahyo Nugroho, dari pasangan Bapak Sugiharto dan Ibu Ani Suprapti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 07 Pagi Jakarta Timur pada tahun 1999, setelah itu memasuki SMP Negeri 103 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2002, lalu melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 39 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2005.

Tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui SPMB, dengan memilih mayor Manajemen dan berhasil menyelesaikan studi pada tahun 2009. Kemudian penulis memulai pengalaman bekerja di Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan DKI Jakarta pada tahun 2009. Pada November 2010, penulis tertarik untuk mendalami bidang ilmu manajemen dengan melanjutkan kuliah S2 pada Program Studi Ilmu Manajemen, Sekolah Pascasarjana IPB.

1

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan teknologi dewasa ini, pemanfaatan enzim dalam bidang industri begitu luas. Berbagai cara untuk memanfaatkan enzim agar lebih efektif dan efisien dalam penggunaannya, diantaranya adalah metode amobilisasi enzim. Enzim amobil dapat digunakan baik dalam bidang penelitian maupun dalam bidang kesehatan dan industri.

Perkembangan teknologi amobilisasi enzim disebabkan karena adanya beberapa kelemahan sifat enzim, diantaranya ketidakstabilan enzim, mahalnya biaya isolasi dan pemurnian enzim maupun tingginya biaya penggunaan enzim karena enzim yang digunakan dalam bentuk larutan sulit atau tidak dapat dipisahkan dan dipergunakan kembali. Selama enzim belum mengalami kerusakan struktur maka enzim amobil dapat digunakan secara berulang – ulang.

Amobilisasi enzim merupakan suatu metode penjerapan enzim pada suatu bahan inert, materi tak larut seperti sodium alginat. Hal ini dapat meningkatkan ketahanan enzim terhadap perubahan lingkungan seperti perubahan pH atau perubahan temperatur. Enzim amobil tersebut dapat dipisahkan dengan mudah dari produk dan dapat digunakan kembali. Penggunaan enzim sebagai industri biokatalis pada umumnya memerlukan amobilisasi untuk menyederhanakan kendali dari reaktor, untuk menghindari pencemaran produk, dan sebagian besar untuk memulihkan dan menggunakan kembali enzim dalam banyak reaksi. Oleh karena itu, amobilisasi enzim sangat penting untuk penggunaan enzim kembali secara komersil dan memiliki banyak manfaat dari segi biaya dan proses reaksi yang bersifat hemat karena enzim penggunaanya mudah dipindahkan dari sistem reaksi sehingga membuatnya mudah untuk daur ulang sebagai biokatalis.

Latar Belakang

Amobilisasi enzim dapat dianggap sebagai metode yang merubah enzim

dari bentuk larut dalam air “bergerak” menjadi keadaan “tak begerak” yang tidak

larut. Amobilisasi enzim mencegah difusi enzim ke dalam campuran reaksi dan mempermudah untuk memperoleh kembali enzim tersebut dari aliran produk dengan teknik pemisahan padat atau cair yang sederhana. Dalam prakteknya, teknik amobilisasi enzim terutama difokuskan pada sistem tunggal yang mengkatalisis reaksi tunggal tertentu seperti oksidasi-reduksi, isomerisasi, dan hidrolisis. Amobilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui pengikatan kimiawi molekul enzim pada bahan pendukung, pengikatan silang intermolekuler sesama enzim, atau dengan cara menjebak enzim didalam gel atau membran polimer (Palmer 1991).

Amobilisasi enzim adalah enzim yang secara fisik dibatasi geraknya atau ditempatkan pada suhu ruang untuk mempertahankan katalitiknya dan dapat digunakan secara berulang-ulang (Chibata 1978). Salah satu bahan yang paling banyak digunakan untuk penjebakan adalah natrium alginat. Natrium alginat termasuk bahan makanan, memiliki kekuatan gel yang baik, mampu mempertahankan aktivitas enzim dan mampu menjaga stabilitas aktivitas biokimia Terbentuknya gel ini disebabkan oleh kation Ca bivalen bereaksi dengan

monovalen anion karboksilat alginat membentuk jaringan tiga dimensi (Bucke 1982). Kekuatan gel akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi natrium alginat dan CaCl2 (Suhartono 1989).

Keuntungan amobilisasi dengan gel alginat bersifat aman, cepat,murah, ringan, sederhana dan dapat digunakan untuk hampir semua jenis biokatalisator (Sheu dan Marshall 1993).

Laktosa merupakan karbohidrat utama pada susu dengan jumlah 4.7% dari total susu (Chaplin 2004). Laktosa merupakan zat yang dapat menyediakan energi bagi tubuh namun laktosa terlebih dahulu harus dipecah menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim β-galaktosidase agar dapat diserap oleh usus. Suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat mencerna laktosa menjadi glukosa dan galaktosa dikarenakan enzim β-galaktosidase rendah pada brush border usus halus dikenal sebagai intoleransi laktosa (Marsh dan Riley 1998). Enzim β-galaktosidase banyak digunakan untuk biosintesis galaktooligosakarida dan laktulosa yang merupakan senyawa prebiotik, pemacu pertumbuhan mikrob probiotik, dan yang terpenting dalam keseimbangan mikroflora dalam usus pencernaan manusia.

Manfaat lain dari β-galaktosidase adalah untuk mengkonversikan limbah industri susu hewani menjadi substrat untuk bioindustri (Gonzales Siso et al.1996).

Matthews (2005) menyatakan bahwa enzim ini berbentuk tetramer yang terdiri dari 4 rantai 2 polipeptida (monomer) serta berbobot molekul sekitar 464 kDa. Setiap monomer terdiri dari 1023 asam amino. Enzim ini berperan sebagai katalisator pada reaksi hidrolisis dan transglikosilasi (Liu et al. 2009).

Bagi penderita intoleransi laktosa, susu dapat dimodifikasi dengan ultrafiltrasi, fermentasi dan hidrolisis. Proses ultrafiltrasi adalah untuk menghilangkan makromolekul nutrisi berbobot besar seperti laktosa dan protein, sehingga ultrafiltrasi dapat mengurangi bobot nutrisi (Fox dan McSweeney 1981). Hidrolisis laktosa yang dilakukan secara enzimatik menggunakan β-galaktosidase dapat menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa (Winarno 1999) dan tanpa mengurangi bobot nutrisi.

Wood (1992), menyatakan bahwa kriteria bakteri asam laktat antara lain gram positif, katalase negatif, berbentuk batang atau bulat dan dapat bersifat homofermentatif ataupun heterofermentatif. Beberapa keunggulan yang dimiliki Bakteri Asam Laktat (BAL) yaitu meningkatkan nilai cerna pada makanan fermentasi karena dapat melakukan pemotongan pada bahan makanan yang sulit dicerna sehingga dapat langsung diserap oleh tubuh, misalnya protein diubah menjadi asam-asam amino (Guerra et al. 2006), BAL menghasilkan senyawa antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan pembusuk pada bahan makanan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk tersebut. Senyawa-senyawa antimikroba yang dihasilkan BAL antara lain: asam laktat, hidrogen peroksida, CO2, dan bakteriosin (Holzapfel et al. 2001).

Perumusan Masalah

Dari latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah perlu dilakukan:

1. Isolasi dan purifikasi parsial enzim β-galaktosidase dan optimasi aktifitas enzim.

2. Karakterisasi β-galaktosidase amobil dari Bakteri Asam Laktat Indigenos Strain D-210 dan potensinya dalam menghidrolisis laktosa pada produk susu UHT.

3. Penggunaan berulang β-galaktosidase amobil dari Bakteri Asam Laktat Indigenos Strain D-210 pada produk susu UHT.

Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui karakter β-galaktosidase amobil dari Bakteri Asam Laktat Indigenos Strain D-210 dan potensinya dalam menghidrolisis laktosa pada produk susu UHT.

2. Pemakaian ulang enzim β-galaktosidase amobil pada produk susu UHT

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang industri dan kesehatan pada khususnya, mengenai potensi enzim

β-galaktosidase amobil dalam produk susu UHT. Hipotesis

1. Enzim β-galaktosidase yang dapat diisolasi dari Bakteri Asam Laktat Indigenos Strain D-210 dapat diketahui kondisi optimum aktivitas enzimnya, dan diamobilisasi dengan menggunakan natrium alginat.

2. Enzim β-galaktosidase amobil dari Bakteri Asam Laktat Indigenos Strain D-210 dapat dikarakterisasi dan diungkap potensinya dalam menghidrolisa laktosa pada produk susu UHT.

3. Penggunaan enzim β-galaktosidase amobil dari Bakteri Asam Laktat Indigenos Strain D-210 dapat dilakukan berulang.

2

METODE

Bahan

Bahan yang digunakan antara lain biakan berupa Bakteri Asam Laktat Indigenos Strain D-210 yang merupakan koleksi Bidang Mikrobiologi, Puslit Biologi, LIPI Cibinong. Media kultur dan media produksi terdiri atas 10 g laktosa, 5 g pepton, 10 g ekstrak khamir, dan 5 g NaCl yang dilarutkan dalam 1000 mL akuades (pH 7). Bufer yang digunakan adalah bufer fosfat 0.1 M, 0.05 M, dan 0.01 M, bufer asetat 0.1 M, bufer Tris-HCl 0.1 M, susu UHT. Bahan untuk penentuan aktivitas β-galaktosidase, pembuatan kurva standar dan kadar protein

adalah β-galaktosidase, commasie briliant blue 0.1%, Orto-Nitrofenil-β-D- Galaktopiranosida (ONPGal), Na2CO3 1 M, dan Orto-Nitrofenol (ONP), bovine serum albumin (BSA). Bahan untuk pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim digunakan berbagai ion logam (Hg+, Cu2+, Ca2+, Co2+, Mg2+, Mn2+, Zn2+).

Bahan untuk pemurnian parsial enzim digunakan garam amonium sulfat dan membran selofan, media Mann Rogosa Sharpe (MRS).

Alat

Alat-alat yang digunakan untuk penentuan waktu produksi optimum, uji

aktivitas enzim β-galaktosidase dan karakterisasinya serta produksi

β-galaktosidase adalah mikropipet, jarum ose, tip, laminar air flow cabinet, tabung Eppendorf, labu Erlenmeyer, labu ukur, termometer, neraca analitik, vorteks, penangas air Memmert, penangas bergoyang, stopwatch, pH meter HM- 25G TOADKK, kuvet, spektrofotometer UV-Vis 1700 Shimadzu, inkubator Isuzu, botol sentrifus, sonikator Eyela. Alat-alat yang digunakan untuk dialisis adalah gelas piala 1 liter, membran selofan, kantung dialisis, dan magnetic stirrer.

Produksi β-Galaktosidase (Wang & Sakakibara 1997)

Sebanyak 2% inokulum Bakteri Asam Laktat Indigenos Strain D-210 dengan kerapatan optik 0.7 setara dengan 1.40 x 1010 sel/ml diinokulasikan ke dalam 1000 ml media produksi yang telah steril, diinkubasi pada suhu 37 °C. Kemudian, sel dipanen setelah diinkubasi selama 18 jam (waktu produksi β- galaktosidase optimum). Setelah itu, cairan disentrifus dengan kecepatan 10000 rpm (15.880 g) selama 15 menit pada suhu 4 °C. Peletnya dicuci sebanyak dua kali dengan buffer fosfat 0.05 M pH 6.5. Setelah itu, pelet yang diperoleh dilarutkan dalam 30 ml buffer fosfat 0.05 M pH 6.5, dan dilakukan pemecahan sel dengan sonikator 50 kHz selama 5 menit pada suhu 4 °C. Suspensi sel disentrifus dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 °C. Supernatan yang diperoleh merupakan ekstrak kasar enzim β- galaktosidase.

Penentuan Kurva Pertumbuhan

Sel yang diinokulasi dalam media Mann Ragosa Sharpe (MRS) merupakan media yang baik untuk menumbuhkan sel. Pemanenan dilakukan pada jam ke-24. Pola pertumbuhan dari mikroba yang telah dimurnikan tersebut diamati, setelah itu diukur absorbansinya dengan 600 nm dengan interval waktu 0,6,9,12,18,21,24, jam setelah dibaca absorbannya lalu dibuat grafik antara interval waktu dan jumlah sel yang tumbuh.

Pengendapan dengan Amonium Sulfat (Scopes 1987)

Sebanyak 20 mL ekstrak kasar β-galaktosidase diendapkan dengan ammonium sulfat. Amonium sulfat yang ditambahkan secara bertahap dengan konsentrasi yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70% , lalu diaduk dengan magnetic stirer secara perlahan selama 1 jam. Setelah itu, campuran disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 menit dengan suhu 4 ºC. Endapan enzim dipisahkan dan dilarutkan dalam 1 ml bufer fosfat 0.05 M pH 6.5. Aktivitas yang tinggi menunjukan persentase kejenuhan amonium sulfat yang optimum. Jumlah amonium sulfat (gram) yang digunakan untuk melarutkan 1 liter larutan enzim

menggunakan rumus dibawah ini dengan S1 merupakan konsentrasi awal amonium sulfat sedangkan S2 merupakan konsentrasi akhir amonium sulfat. Angka 533 menunjukkan bahwa untuk membuat larutan jenuh 100% dibutuhkan 533 gram amonium sulfat per liter.

Jumlah amonium sulfat (gram/liter)= 5 � −�

− . �

Aktivitas spesifik yang tinggi menunjukan persentase kejenuhan amonium sulfat yang optimum dan selanjutnya digunakan dalam tahap pemurnian. Sebelum tahap pemurnian selanjutnya dilakukan dialisis dengan membran selofan. Enzim dimasukkan ke dalam membran selofan dan didialisis menggunakan bufer fosfat 0.01 pH 7 selama 24 jam.

Dialisis (Bintang 2011)

Membran selofan yang mengandung sejumlah kecil enzim dibasahi dan

dididihkan selama 30 menit dalam alkali EDTA (Na2CO3 10 g/L, EDTA 1 mmol/L) selanjutnya ditiriskan dan didinginkan. Setelah didinginkan tabung– tabung tersebut dicuci dengan aquades. Salah satu ujung membran selofan diikat dan enzim dimasukkan kedalam kantung dialisis lalu kedua ujung diikat. Kantung dialisis dimasukkan kedalam buffer fosfat 0.01M pH 6.5 sambil digoyang dengan pengaduk bermagnet dengan kecepatan 100 rpm setelah 1 jam ganti buffer, selanjutnya diputar kembali, setelah 1 jam diganti buffer untuk selanjutnya di dialisis dilakukan pada suhu 4 oC selama 24 jam.

Penentuan Kadar Protein (Bradford 1976)

Enzim β-galaktosidase diambil sebanyak 20 l ditambahkan 1 ml pereaksi Bradford, larutan divorteks dan didiamkan selama 5 menit lalu diukur absorbansinya pada 595 nm seperti dalam metode standar. Pembuatan kurva standar protein yang digunakan adalah bovine serum albumin (BSA) dengan berbagai konsentrasi dari 0.005 sampai 1.25 mg/ml. Kadar protein dapat dihitung dengan bantuan kurva standar.

Uji Aktivitas Enzim β -galaktosidase (Lu et al. 2009).

Uji aktivitas enzim dilakukan dengan metode Lu et al. (2009) yang dimodifikasi. Uji aktivitas enzim dilakukan dengan cara : sebanyak 1000 µl buffer fosfat 0.1 M pH 7 dan 100 µl enzim dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu diinkubasi pada suhu 35 oC selama 5 menit. Kemudian tambahkan 200 µl ONPGal 2 mg/ml dan diinkubasi pada suhu 35 oC Selama 10 menit. Pada menit ke-10 ditambahkan 1000 µl Na2CO3 1 M untuk menghentikan reaksi. Larutan dianalisis dengan spektrofotometer UV-VIS dengan 420 nm.

Pembuatan kurva standar dilakukan dengan cara membuat konsentrasi O-Nitrofenol (ONP) dari 0 sampai 0.500 µmol dengan selang 0.100 µmol yang dilarutkan dalam buffer fosfat 0.01 M pH 7. Sebanyak 1000 µl buffer fosfat 0.1 M pH 7 dan 100 µl akuades dimasukkan kedalam tabung reaksi dengan menambahkan 200 µl ONP berbagai konsentrasi. Inkubasi pada suhu 35 oC

selama 10 menit. Selanjutnya campuran ditambahkan 1000 µl Na2CO3 1 M.Campuran larutan di vorteks dan intensitas warna kuning yang terbentuk diukur adsorbansinya pada 420 nm. Hasil pembacaan aktivitas β-galaktosidase sampel akan diplotkan pada hasil kurva standar. Satu unit aktivitas enzim β- galaktosidase dinyatakan dalam banyaknya enzim yang diperlukan untuk menghasilkan 1 µmol ONP dari substrat ONPGal permenit pada kondisi percobaan. Rumus perhitungannya sebagai berikut:

Aktivitas mlU = mikromol ONP V× t

Keterangan:

V = Volume enzim yang diuji (0.1 ml) t = Waktu inkubasi ( 15 menit)

Karakterisasi β-Galaktosidase (Lu et al.2009)

Karakterisasi enzim meliputi suhu optimum, pH optimum, efek ion logam, dan parameter kinetik. Enzim diujikan pada suhu inkubasi (25 sampai 45°C) dengan selang 5 ºC, dan pH pada kisaran pH 5.5 sampai 8.5 selang 0.5 diinkubasi selama 5 menit sebelum ditambahkan ONPGal 4 mg/ml. Enzim diujikan pada berbagai suhu dan pH, diinkubasi selama 1 jam, kemudian ditambahkan ONPGal 4 mg/ml dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37 ºC. Ion-ion logam yang digunakan (Hg+, Cu2+, Ca2+, Co2+, Mg2+, Mn2+, Zn2+) pada konsentrasi 0.01 M. Untuk penentuan parameter kinetik dengan sebanyak 1000 µl buffer fosfat 0.1 M pH optimum, 100 µl enzim dan substrat ONPGal yang diujikan pada konsentrasi 0.5,1, 1.5, 2.5 mg/ml dan waktu inkubasi 5-20 menit selang 0.5 mg/ml dimasukan dalam tabung reaksi kemudian campuran diinkubasi selama 25 menit dengan suhu optimum. Setiap 5 menit satu tabung ditambahkan 1000 µl Na2CO3 1 M untuk menghentikan reaksi dan kemudian larutan dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada 420 nm. Kemudian dibuat grafik antara waktu dan kadar ONP yang terbentuk dengan perbedaan konsetrasi substrat awal dengan nilai kecepatan reaksi (v) adalah nilai kemiringan grafik yang merupakan kecepatan terbentuknya produk persatuan waktu . Grafik Lineweaver-Burk dibentuk dari hubungan antara 1/S (sumbu X) dan 1/v (sumbu Y).

Optimasi Konsentrasi Alginat untuk Amobilisasi Sel Bakteri Asam Laktat Indigenos Strain D-210 dan β–galaktosidase

(Becerra et al. 2001)

Penentuan konsentrasi alginat optimun dilakukan sebelum amobilisasi enzim dan sel Bakteri Asam Laktat Indigenos Strain D-210. Perlakuan menggunakan variasi dari natrium alginat steril 2%, 3% dan 5% dan perbedaan variasi bobot dari sel sebanyak 5%, 10%, dan 20% (b/v). Setelah diperoleh butiran gel yang bervariasi kemudian diinkubasi pada substrat ONPGal selama 1 jam pada suhu 37 oC. Untuk konsentrasi alginat dan bobot sel yang menghasilkan aktivitas pembentukan produk yang paling tinggi merupakan komposisi yang

digunakan untuk amobilisasi enzim dan sel Bakteri Asam Laktat Indigenos Strain D-210.

Amobilisasi Sel Bakteri Asam Laktat Indigenos Strain D-210 (Becerra et al. 2001)

Hasil panen sel BAL Indigenos strain D-210 jam ke-24 ditambahkan ke dalam natrium alginat steril. Butiran sel dibuat dengan meneteskan suspensi sel kedalam natrium alginat dengan srynge kedalam 50 ml larutan CaCl2 0.2 M steril sambil diaduk dengan pengaduk bermagnet dengan kecepatan 100 rpm selama proses pembentukan butiran gel. Butiran gel yang sudah terbentuk dibiarkan selama 2 jam dalam larutan CaCl2 0.2 M pada suhu 4 oC supaya gel yang terbentuk lebih mengeras. Selanjutnya butiran gel disaring dengan kertas saring steril kemudian dipindahkan kedalam labu elemnyer steril untuk dicuci dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Pencucian dengan akuades bertujuan untuk menghilangkan larutan kalsium klorida yang masih menempel pada butitan gel dan sel yang tidak terjebak oleh natrium alginat.

Amobilisasi enzim β-galaktosidase

Menurut Haider & Husain (2007) yang dimodifikasi, enzim β-galaktosidase hasil dialisis kemudian diamobilisasi dengan menambahkan natrium alginat steril (konsentrasi optimum). Butiran gel dibuat dengan meneteskan suspensi dengan syringe ke dalam 50 ml larutan CaCl2 0.2 M steril sambil diaduk dengan pengaduk bermagnet dengan kecepatan 100 rpm. Setelah terbentuk butiran gel biarkan selama 2 jam dalam larutan kalsium klorida.

Setelah 2 jam saring butiran gel menggunakan kertas saring steril dan dipindahkan kedalam labu elenmyer steril, kemudian cuci dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Hasil butiran gel tersebut diaplikasikan kedalam susu UHT untuk menurunkan kadar laktosa dalam susu UHT tersebut.

Aplikasi β-galaktosidase pada susu UHT

Menurut Haider dan Husein (2007) yang dimodifikasi, untuk hidrolisis laktosa pada susu UHT dilakukan dengan menggunakana enzim β-galaktosidase amobil yang dimasukkan kedalam susu UHT dan butiran gel yang digunakan adalah 1:1 (v/v). Sampel diinkubasi goyang dengan kecepatan 100 rpm pada suhu optimum selama 24 jam. Setiap 3 jam dilakukan pengambilan sampel sebanyak 250 µl. Analisis penurunan kadar laktosa menggunakan kit enzimatik analisis glukosa GOD-POD (glukosa oksidase-peroksidase).

Analisis penurunan dengan GOD-POD, sampel diambil sebanyak 10 µl kemudian ditambahkan reagen GOD-POD kemudian diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37 oC. Larutan dianalisis menggunakan spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 505 nm. Setelah itu absorbansi yang diperoleh dibandingkan dengan standart glukosa 100 mg/dl. Jumlah laktosa yang mengalami hidrolisis setara dengan jumlah glukosa yang terbentuk pada percobaan.

Prosedur Analisis Data

Analisis statisik yang digunakan adalah rancangan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan ulangan 3 kali dengan model linier yang digunakan (Matjik dan Sumertajaya 2002) adalah:

Yij = µ + πi + ßj + εij

µ = pengaruh rataan umum

πi = pengaruh hidrolisis laktosa β-galaktosidase pada jam ke-i; ßj = pengaruh ulangan ke-j εij = pengaruh galat hidrolisis laktosa oleh β - galaktosidase pada jam ke-i dan ulangan ke-j i= Jam ke-0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, dan 24, j = 1,2,3.

Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf 0.05. Analisis data dengan SPSS 10.0. Jika hasil uji berbeda nyata maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan.

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Optimasi Waktu Produksi Enzim Galaktosidase

Waktu produksi ditentukan berdasarkan aktivitas enzim β-galaktosidase tertinggi, yaitu dari jam ke-24 sampai ke-36 dimana kurva pertumbuhan mengalami peningkatan dengan aktivitas total sebesar 27.669 U dan mengalami penurunan pada jam ke-42. Pemanenan dilakukan pada waktu produksi β- galaktosidase optimum yaitu pada waktu jam ke-24 dimana pada waktu tersebut aktivitasnya meningkat sebesar 26.605 U/ml. Dan bakteri tersebut menghasilkan

β-galaktosidase pada fase eksponensial hingga jam ke-24 dengan nilai OD sebesar 1.984 atau setara dengan 1.81x10-8 sel/ml (Data Lampiran 6).

Produksi dan Purifikasi β-Galaktosidase

Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas spesifik β-galaktosidase kasar yang diperoleh adalah sebesar 138.396 U/ml (Tabel 1).

Purifikasi selanjutnya dilakukan pengendapan dengan amonium sulfat. Pengendapan dilakukan pada konsentrasi optimum yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa pengendapan enzim dengan ammonium sulfat mempunyai aktivitas spesifik tertinggi pada fraksi 40- 50% (Data Lampiran 7). Aktivitas spesifik menurun pada fraksi lebih dari 50%

karena pada fraksi tersebut lebih banyak enzim yang terendap bukan enzim

β-galaktosidase. Aktivitas spesifik β-galaktosidase hasil semipurifikasi ammonium sulfat pada fraksi 40-50% adalah sebesar 238.438 U/mg. Aktivitas spesifik enzim kasar lebih rendah dibandingkan aktivitas spesifik enzim pengendapan dengan ammonium sulfat karena konsentrasi protein yang diperoleh pada enzim kasar lebih tinggi dibandingkan hasil pengendapan dengan ammonium sulfat sebesar 0.365 mg (Tabel 1). Tingkat kemurnian pengendapan dengan ammonium sulfat dan mengalami peningkatan dari 1 kali menjadi 2.97 kali dan rendemen sebesar 62.88%.

Gambar 1 Kurva pertumbuhan BAL indigenos strain D-210(♦)dan kurva β-galaktosidase BAL indigenos strain D-210(■)Kurva pertumbuhan

210(♦)dan kurva β 210(■) 210(♦)dan kurva β 210(■) 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 0 2E-09 4E-09 6E-09 8E-09 1E-08 1.2E-08 1.4E-08 1.6E-08 1.8E-08 2E-08 0 6 12 18 24 30 36 42 48 Jam ke- A kt iv itas(U/ m l) Ju m lah se l/ m l

Purifikasi parsial β-galaktosidase dari BAL Indigenos strain D-210 hasil penngendapan selanjutkan dilakukan dialisis. Β-galaktosidase hasil dialisis menunjukkan total aktivitas adalah sebesar 50.420 U, total protein sebesar 0.207 mg dan aktivitas spesifik sebesar 243.574 U/mg drngan tingkat kemurnian meningkat sebesar 3.04 kali. Rendemen yang dihasilkan sekitar 36.43% (Tabel 1).

Karakterisasi β-galaktosidase Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja enzim. Gambar 3 menunjukkan aktivitas β-galaktosidase bebas dan teramobil optimum pada suhu 45 oC dan 40 oC dengan aktivitas sebesar 180.093 U/ml dan 43.194 U/ml, Bila kenaikan suhu jauh di atas suhu optimum maka enzim akan terdenaturasi. (Data Lampiran 8). Aktivitas relatif β-galaktosidase amobil pada

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 10 20 30 40 50 60 70 To tal Pr o te in ( m g ) To tal A kt iv itas (U)

Fraksi Ammonium Sulfat %

Gambar 2 Hasil semipurifikasi dengan garam ammonium sulfat aktivitas total (■)dan total protein(●)

Tabel 1 Purifikasi Parsial dari BAL indigenos strain D-210

Tahapan Total Aktivitas (U) Total Protein (mg) Aktivitas Spesifik (U/mg) Rendemen (%) Kemurnian (kali) Enzim Kasar 138.396 1.729 80.043 100.00 1.00 Pengendapan AmoniumSulfat 40%-50% 87.030 0.365 238.438 62.88 2.97 Dialisis 50.420 0.207 243.574 36.43 3.04

suhu 40 oC lebih rendah yaitu 7.85% dibandingkan aktivitas relatif

β-galaktosidase bebas dapat bertahan sampai 75.05%.

Gambar 4a menunjukkan pengaruh suhu terhadap stabilitas β-galaktosidase

Enzim bebas relatif stabil setelah diinkubasi selama 1 jam dengan suhu 25 sampai 40 oC dengan aktivitas tersisa masing-masing sebesar 0.22% dan 0.14% dari aktivitasnya. Gambar 4b menunjukkan pengaruh suhu terhadap stabilitas β-galaktosidase teramobil yang relatif stabil setelah diinkubasi selama 1 jam dengan aktivitas tersisa sebesar 7.75% dan 2.01%.

(b)

(a)

Gambar 3 Profil pengujian pengaruh suhu terhadap aktivitas β-galaktosidase

terhadap aktivitas β bebas (▲) dan teramobil (■)

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 25 30 35 40 45 50 55 A kt iv itas R e latif (% ) Suhu 79.94 82.78 50.67 49.98 16.32 0.22 0.14 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 25 30 35 40 45 50 55 A kt iv itas Ter si sa(% ) Suhu

pH

Beberapa keadaan yang mempengaruhi kinerja enzim salah satu diantaranya adalah pH dimana β-galaktosidase bebas mencapai optimum pada

pH 6.5 dengan aktivitas tertinggi sebesar 252.341 U/ml, sedangkan

β-galaktosidase amobil pada pH 6 dengan aktivitas sebesar 40.428 U/ml.

Gambar 5 menunjukkan optimasi pH β-galaktosidase bebas cenderung lebih rendah yaitu pH 6.5 dengan aktivitas sebesar 252.341 U/ml sedangkan

β-galaktosidase teramobil optimasi tertinggi dikisaran pH 6 dengan aktivitas sebesar 40.428 U/ml. Aktivitas relatif enzim amobil tercapai sampai 100%.

(b) 64.82 69.49 88.15 76.66 31.08 7.75 2.01 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 25 30 35 40 45 50 55 A kt iv itas Ter si sa(% ) suhu

Gambar 4 Profil hasil pengujian pengaruh suhu terhadap stabilitas β- galaktosidase bebas (a) dan teramobil (b)

Gambar 5 Profil hasil pengujian pengaruh pH terhadap aktivitas β-galaktosidase bebas(▲) dan teramobil(■)

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 A kt iv itas R e latif (% ) pH

Enzim β-galaktosidase bebas relatif stabil setelah diinkubasi selama 1 jam pada pH 5.0 sampai 8.0 karena masih menyisakan aktivitas 40% (Data Lampiran

Dokumen terkait