• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan di Maumere, Flores pada tanggal 16 Agustus 1981 merupakan anak kelima dari 6 bersaudara dari Bapak Johannes Wohangara Detha dan Ibu Imirana Detha-La Tambu. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Katolik I Waikabubak, Sumba Barat pada tahun 1994, sekolah menengah pertama di SMP Negeri II Manufahi-Timor Timur (sekarang Timor Leste) pada tahun 1997 dan menamatkan sekolah menengah atas di SMU Negeri II Waingapu, Sumba Timur pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Denpasar pada tahun 2000, lulus tahun 2004 dan gelar Dokter Hewan diperoleh pada tahun 2005.

Pada tahun 2006-2008, penulis menempuh pendidikan Magister Sains melalui beasiswa Sabu Development Fundation pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Institut Pertanian Bogor. Sejak Januari tahun 2008 penulis bekerja sebagai staf pengajar tetap di Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana Kupang. Pada tahun 2010, seiring dengan pembentukan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, penulis dipindahkan menjadi staf pengajar tetap di Fakultas tersebut.

Pada tahun 2010, penulis melanjutkan studi Doktor pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Beasiswa BPPS Direktorat Pendidikan Tinggi. Pada September 2011 penulis menikah dengan Berzellius Pati Kondanglimu, ST dan pada September 2012 dianugerahkan seorang anak bernama Petra El Rohi Kondanglimu.

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan pangan asal hewan yang memiliki komposisi nutrisi yang lengkap dan bernilai gizi tinggi. Susu yang baik adalah susu yang berasal dari ambing yang sehat tanpa ditambah atau dikurangi zat apapun kecuali pendinginan serta diperoleh dengan cara yang baik dan benar. Secara umum susu dikenal sebagai makanan yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia karena memiliki komponen aktif yang dapat bertindak langsung sebagai agen pencegahan dan terapeutik untuk beberapa penyakit menular.

Komposisi makronutrien dalam susu yang terdiri dari protein, lemak dan karbohidrat, membantu proses pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Lemak susu merupakan sumber energi, sebagai bahan pembakar dan mengandung vitamin larut lemak. Protein dalam susu memiliki kualitas gizi yang baik karena susunan asam amino esensial yang relatif lengkap dan karbohidrat berupa laktosa yang membantu dalam perkembangan sel otak dan sumber energi. Sejumlah mikronutrien seperti mineral dan vitamin penting juga tersedia dalam susu dan berperan sebagai biokatalis dalam banyak alur metabolik. Kalsium dan fosfor dalam susu penting untuk pertumbuhan tulang secara optimal. Susu juga mengandung senyawa bioaktif yang memberikan kontribusi sebagai antioksidan, peptida bioaktif atau asam linoleat terkonjugasi yang juga memengaruhi kesehatan manusia secara positif (Lucas et al. 2005).

Selain susu sapi dan susu kambing yang telah banyak dikembangkan, susu kuda juga telah dimanfaatkan sebagai hasil peternakan yang bernilai gizi baik. Susu kuda memiliki komposisi lemak, protein, garam anorganik yang lebih rendah dibandingkan dengan susu sapi, tapi memiliki kadar laktosa yang tinggi (Uniacke-Lowe et al. 2010). Susu kuda juga telah dipelajari sebagai makanan yang penting bagi kesehatan manusia karena memiliki kadar lemak rendah yang baik untuk kesehatan (Pikul dan Wójtowski 2008). Susu kuda telah dikenal sejak lama sebagai minuman tradisional terutama di daerah Mongolia dan Uni Soviet bagian selatan seperti Kazakhstan, Kyrgyzstan dan Tajikistan karena dianggap memiliki kesamaan dengan susu manusia dan memiliki efek terapeutis untuk berbagai penyakit (Ørskov 1995; Foekel et al. 2009; Markiewiz-Ke’szycka et al.

2013). Salah satu hasil olahan susu kuda yang difermentasi, yang dikenal dengan nama Kousmiss, telah digunakan sebagai terapi untuk penderita gangguan pencernaan dan penyakit kardiovaskuler (Bornaz et al. 2010; Levy 1998). Alasan historis ini menyebabkan susu kuda telah menjadi bahan makanan yang penting saat ini di Eropa khususnya di Italia, Jerman, Perancis, Hungaria dan Belanda, bahkan sekarang susu kuda telah diproduksi dalam skala industri (Malacarne et al.

2002; Uniacke-Lowe et al. 2010).

Pemanfaatan susu kuda sebagai pengganti susu sapi telah banyak digunakan di Itali untuk anak-anak yang mengalami masalah alergi terhadap susu sapi (Businco et. al. 2000). Masalah alergi pada susu sapi dihubungkan dengan adanya senyawa alergen yang dapat menyebabkan reaksi alergi. Senyawa dalam kasein dan -lactoglobulin merupakan alergen yang paling umum ada pada susu sapi (Uniacke-Lowe et al. 2010). Beberapa studi menyebutkan pemanfaatan susu

2

selain susu sapi, diantaranya susu kuda, dapat menjadi alternatif dalam kasus alergi terhadap susu sapi karena dianggap bersifat hypoallergenic (El-Agamy 2007). Susu kuda juga memiliki daya kecernaan yang tinggi dan kaya akan nutrisi esensial sehingga cocok untuk makanan bayi dan sebagai makanan pengganti yang baik bagi penderita alergi susu sapi (Lara-Villoslada et al. 2005; Tidona et al. 2011). Pada susu kuda perbandingan whey dan kasein adalah 1:1.1 (Malacarne

et al. 2002).

Protein susu dengan asam amino esensial yang relatif lengkap, mengandung dua komponen utama yaitu kasein dan whey (Ebringer et al. 2008). Rasio protein

whey dan kasein susu kuda lebih mirip dengan susu manusia. Komponen whey

susu yang terdiri dari imunoglobulin, lisosim, laktoferin, -lactoglobulin dan α-lactalbumin diketahui berperan sebagai antimikroba dan imunomodulator untuk bayi dan orang dewasa (Lo’pez et al. 2006; Uniacke-Lowe et al. 2010; Markiewicz-Ke’szycka et al. 2013). Aktivitas antimikroba inilah yang menyebabkan susu dari beberapa jenis ternak mampu bertahan terhadap beberapa bakteri pembusuk dan memiliki waktu simpan yang lebih lama (Naidu 2002).

Di Indonesia pemanfaatan susu kuda telah lama dilakukan oleh masyarakat Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Susu kuda sumbawa dapat disimpan pada suhu kamar sampai beberapa bulan karena terjadi proses fermentasi. Kajian tentang susu kuda di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Potensi penyembuhan terhadap penyakit TBC dari susu kuda sumbawa telah diteliti oleh Rijatmoko (2003) dan Pana (2004) yaitu aktivitas antimikroba terhadap

Mycobacterium tuberculosis. Hasil penelitian Pana (2004) menunjukkan bahwa kemampuan susu kuda sumbawa terfermentasi alami dan fermentasi buatan mempunyai potensi daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri M. tuberculosis

secara in vitro yang lebih baik dibandingkan susu kuda segar. Penelitian Rijatmiko (2003) juga menunjukkan bahwa susu kuda mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan M. tuberculosis baik terhadap isolat standar maupun isolat klinis yang diperoleh dari penderita tuberculosis. Dalam bentuk susu fermentasi, daya hambat susu kuda terhadap pertumbuhan M. tuberculosis

cenderung meningkat.

Penelitian yang telah dilakukan Hermawati et al. (2004) menunjukkan bahwa susu kuda sumbawa memiliki kemampuan sebagai antimikroba terhadap 9 jenis bakteri patogen perusak pangan. Bakteri Gram positif lebih peka terhadap aktivitas antimikroba susu kuda sumbawa. Luas hambatan bakteri Gram positif berkisar 210-387.9 mm2 dan pada bakteri Gram negatif berkisar 115.4-287.5 mm2, kecuali bakteri V. cholera (Gram negatif) yang memiliki kepekaan yang tinggi terhadap susu kuda sumbawa dengan luas hambatan 462.1 mm2. Hasil penelitian ini menyimpulkan susu kuda sumbawa mempunyai spektrum yang luas. Khasiat susu kuda sumbawa juga telah dibuktikan oleh penelitian Makmun dan Purwanta (2008) yang menunjukkan bahwa kolostrum susu kuda sumbawa memiliki daya antimikroba terhadap Bacillus anthracis secara in vitro.

Potensi antimikroba melalui identifikasi fraksi dalam proses fraksinasi protein whey susu menjadi hal yang penting untuk diteliti. Adanya kemampuan antimikroba pada susu kuda berpotensi untuk diaplikasikan sebagai agen terapeutik penyakit diantaranya mastitis subklinis. Penyakit radang ambing atau mastitis merupakan masalah utama dalam peternakan sapi perah, namun pada ternak kuda, mastitis bukan merupakan penggangu seperti yang terjadi pada sapi

3 perah (Doreau et al. 2002). Kejadian mastitis subklinis pada sapi perah di Indonesia berkisar 80-97%, (Estuningsih 2002; Sudarwanto dan Sudarnika 2008). Kondisi ini sangat merugikan karena menyebabkan penurunan produksi dan kualitas susu, penyingkiran susu, biaya perawatan dan pengobatan yang tinggi, serta pengafkiran ternak lebih awal. Permasalahan yang sering muncul saat ini adalah pengobatan mastitis dengan antibiotika seringkali menimbulkan resistensi sehingga kemampuan antimikroba yang ada dalam susu kuda diharapkan dapat menjadi alternatif pencegahan mastitis subklinis pada sapi perah.

Di seluruh wilayah Indonesia terdapat beberapa jenis kuda lokal yang tersebar hampir di setiap daerah dan memiliki karakteristik tersendiri diantaranya kuda sumba, kuda timor, kuda batak, kuda jawa, kuda padang, kuda makasar, kuda flores dan kuda bima (Edward 1994; Soehardjono 1990). Kuda sumba merupakan kuda asli Indonesia yang berada di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kuda sumba memiliki beberapa persamaan dengan kuda sumbawa. Menurut Pickeral (2004), kuda sumba dan sumbawa adalah jenis kuda poni yang memiliki silsilah yang sama. Kedua kuda ini berasal dari keturunan kuda purba, kuda cina dan kuda mongolia. Kuda sumba yang berada di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, umumnya dipelihara secara konvensional. Data statistik menyebutkan bahwa seperempat populasi kuda nasional berada di NTT dan setengah dari populasi kuda di NTT berada di Pulau Sumba (BPS 2012). Hal ini berarti hampir seperdelapan dari total populasi kuda nasional berada di wilayah Sumba.

Penelitian tentang kandungan nutrisi dan kajian antimikroba yang terdapat dalam susu kuda sumba, sampai saat ini belum pernah dilakukan. Potensi pemanfaatan susu kuda sumba yang didukung jumlah populasi kuda yang tinggi, menjadi hal yang menarik untuk diteliti khususnya terhadap kemampuan antimikroba yang terdapat pada susu kuda sumba. Keberadaan antimikroba secara umum pada susu kuda sumba diharapkan dapat diaplikasikan dalam pencegahan penyakit mastitis subklinis dan dapat mendorong pemanfaatan susu kuda di Pulau Sumba.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi pengembangan susu kuda sumba berdasarkan kondisi wilayah, sistem pemeliharaan dan pengalaman empirik masyarakat tentang susu kuda yang ada di Pulau Sumba; menganalisa komposisi kadar protein, lemak, laktosa dan total padatan susu kuda sumba; memfraksinasi protein whey dan mengisolasi senyawa antimikroba dalam protein whey; dan mengidentifikasi kemampuan antimikroba fraksi protein whey terhadap beberapa bakteri patogen penyebab mastitis subklinis.

4

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi pemanfaatan susu kuda yang dapat dikembangkan di Pulau Sumba; komposisi nutrisi susu kuda sumba yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan asal hewan dan sebagai sumber protein hewani; serta daya antimikroba senyawa dalam protein

whey pada susu kuda sumba sebagai agen terapeutik dalam pencegahan penyakit mastitis subklinis.

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kuda Sumba

Kuda merupakan hewan istimewa yang membantu manusia dalam berbagai pekerjaan fisik. Keberadaan kuda sejak lama digunakan dalam bidang pertanian, industri, alat transportasi, kendaraan perang dan kuda pacu. Kuda memiliki kemampuan berlari dengan kecepatan yang baik dengan jarak tempuh yang jauh sehingga didomestikasi oleh manusia yang bertujuan menghasilkan alat bantu transpotasi bagi manusia. Beberapa negara di wilayah Amerika dan Eropa Barat memanfaatkan ternak kuda sebagai sumber pangan dengan mengkonsumsi dagingnya dalam memenuhi kebutuhan protein (Gill 2005).

Kuda adalah anggota dari famili Equidae, genus Equus, dan spesies Equus caballus. Kuda yang dikenal saat ini (Equus cabalus), sejarahnya berasal dari daerah barat yaitu subspesies Equus ferus ferus dan daerah timur yaitu Equus ferus prewalskii (kuda liar mongolia) (Groves dan Ryder 2000). Menurut Pickeral (2004), kuda dibagi atas Heavy Horse, Light Horse danPoni. Heavy Horse yaitu kuda yang digunakan untuk pekerjaan pertanian atau melakukan pekerjaan berat di beberapa negara di Eropa dan telah digunakan sejak berabad-abad yang lalu.

Light Horse yaitu istilah untuk kuda yang banyak digunakan sebagai kuda tunggangan untuk bekerja dan transportasi dengan bentuk tulang yang lebih kecil dibanding Heavy Horse. Kuda Poni adalah jenis kuda yang banyak digunakan sebagai kuda pacu dan tunggangan namun lebih banyak terdapat di daerah tertentu dengan ciri khas berbeda-beda.

Di Indonesia terdapat beberapa jenis kuda Poni asli Indonesia seperti kuda batak, kuda padang, kuda jawa, kuda bali, kuda makasar, kuda sumbawa, kuda timor, kuda flores dan kuda sumba. Menurut Pickeral (2004), kuda sumba dan sumbawa jenis kuda poni memiliki banyak kesamaan. Kedua kuda ini berasal dari keturunan kuda purba, kuda cina dan kuda mongolia (Edward 1994; Soehardjono 1990). Kuda sumba memiliki 2 tipe yaitu kuda sandel dan kuda sumba. Kuda sandel merupakan hasil perkawinan antara jenis kuda sumba sebagai keturunan asli Indonesia dan kuda arab. Kuda sandel memiliki bentuk kepala yang proposional, mata besar, telinga kecil, mata waspada, cerdas, bulu lembut dan berkilau, kecepatan berlari yang cepat dan sangat aktif serta kuku kaki yang keras dan kuat. Kuda sandel digunakan dalam membantu proses pertanian namun dominan digunakan sebagai kuda pacu. Kuda sumba umumnya memiliki bentuk kepala yang lebih besar dibanding ukuran badan, leher pendek dan berotot, bahu lurus dan datar, bagian punggung yang panjang dan kuat, variasi warna kuda beragam, serta memiliki suhu darah hangat (Pickeral 2004). Kuda sumba sifatnya yang jinak dan cerdas, memiliki stamina dan daya tahan kuat, gerakan yang cepat dan tangkas.

Kuda sumba telah menjadi bagian dari hidup masyarakat dan sangat erat kaitannya dengan budaya masyarakat Sumba. Kuda dalam kebudayaan Sumba, merupakan simbol kekuatan, kegagahan dan kesetiaan yang digunakan dalam setiap upacara adat seperti pada upacara kematian dan mahar untuk pernikahan (Sumijati 1998). Kuda sumba juga sering digunakan untuk pertandingan tradisional yang telah menjadi salah satu kegiatan adat istiadat yang biasa disebut

6

pasola. Selain digunakan dalam kegiatan kebudayaan, kuda sumba juga dimanfaatkan sebagai alat bantu dalam kehidupan masyarakat, baik sebagai alat pertanian, transportasi maupun sebagai ternak pacu yang diperlombakan. Kuda sumba sangat jarang disembelih untuk dikonsumsi dagingnya atau diolah menjadi produk pangan asal hewan, kondisi ini menjadi salah satu alasan kuda sumba diperdagangkan ke luar wilayah Sumba, terutama wilayah Sulawesi Selatan untuk dimanfaatkan sebagai sumber pangan.

Populasi Kuda Sumba

Menurut data statistik nasional yang berkaitan dengan kondisi peternakan kuda, jumlah populasi kuda nasional adalah 387 000 pada tahun 2005 dan 409 000 pada tahun 2010, data ini menunjukkan adanya peningkatan populasi kuda nasional. Berdasarkan data pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur yang menyebutkan bahwa seperempat populasi kuda nasional ada di Provinsi NTT dengan populasi yang juga meningkat yaitu dari tahun 2005 hingga 2009. Sebagian dari total populasi kuda di NTT berada di Pulau Sumba (Tabel 1) (BPS 2012). Secara umum populasi ternak besar di Provinsi NTT pada tahun 2009 tercatat sapi sebanyak 577 552 ekor, kerbau 150 405 ekor dan kuda 105 379 ekor.

Kabupaten Sumba Timur merupakan kabupaten yang terluas di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Luas wilayah Sumba Timur adalah 700 050 hektar dengan kondisi alam berbukit-bukit, dengan hewan peliharaan umumnya adalah sapi, kerbau, dan kuda yang telah menyesuaikan diri dengan keadaan alam Sumba yang berpadang sabana luas. Kondisi peternakan di kabupaten Sumba Timur cukup potensial. Ternak babi, sapi dan kuda merupakan ternak yang paling banyak dipelihara oleh masyarakat. Tahun 2009 tercatat sapi sebanyak 44 262 ekor, kerbau 36 837 ekor dan kuda 31 848 ekor. Tingginya populasi di wilayah ini kaitan yang erat dengan kondisi daerah yang sangat luas dengan padang rumput sabana dan juga pengaruh faktor budaya. Upaya pengembangan subsektor peternakan di Sumba Timur mendapat perhatian yang besar dari pemerintah daerah.

Potensi pengembangan susu kuda di Kabupaten Sumba Tengah juga cukup potensial yang dapat diamati melalui kondisi peternakan dengan luas wilayah 18 787,74 hektar. Populasi ternak besar di Kabupaten Sumba Tengah pada tahun 2011 tercatat sapi sebanyak 5 342 ekor, kerbau sebanyak 10 145 ekor yang

Tabel 1 Jumlah populasi kuda di Provinsi NTT dan Nasional

Tahun Wilayah

Pulau Sumba NTT Indonesia

2005 97 952 387 000 2006 99 872 398 000 2007 101 720 401 000 2008 104 019 393 000 2009 49 323 105 379 399 000 2010 104 173 419 000 2011 49 747 105 981 416 000 Sumber: BPS 2012.

7 tersebar di semua kecamatan dan kuda sebanyak 6 554. Populasi ternak kuda yang berada di Pulau Sumba secara lengkap disajikan pada Tabel 2.

Sintesis dan Laktogenesis pada Kuda

Kuda memiliki dua puting susu pada bagian abdomen. Setiap puting memiliki dua duktus dan dua kisterna puting, yang masing-masing berhubungan dengan kisterna kelenjar yang terpisah juga sistem duktus dan alveoli (Frandson 1992; Akers dan Denbow 2008). Sejumlah alveolus membentuk lobuli dan beberapa lobuli akan membentuk satu lobus. Susu masuk ke lumen alveoli untuk kemudian masuk ke dalam saluran-saluran halus. Saluran halus akan menuju saluran yang lebih besar, masuk ke dalam kisterna ambing menuju ke kisterna puting (Gambar 1).

Tabel 2 Populasi ternak di Pulau Sumba NTT tahun 2009

Kabupaten Jenis Ternak

Sapi Kerbau Kuda Babi Kambing Sumba Timur 44 262 36 837 31.040 42 327 43 384

Sumba Tengah 3 089 9 001 5 738 14 498 3 795

Sumba Barat 836 10 336 4 561 17 537 3 410

Sumba Barat Daya 3 166 16 785 7 984 29 338 4 385 Pulau Sumba 51 353 72 956 49 323 103 700 54 974 NTT 577 552 150 405 105 379 2 266 750 511 211

Sumber: BPS 2012.

Sumber: Akers dan Denbow 2008.

Gambar 1 Alveoli dan sistem duktus kelenjar ambing

8

Sintesis susu pada kuda merupakan sebuah proses kontinu. Frekuensi pemerahan susu berdampak pada tekanan dalam kelenjar susu sehingga memengaruhi pengeluaran susu. Kelenjar susu adalah organ target untuk berbagai macam hormon seperti estrogen dan progesteron sedangkan proses laktasi dipengaruhi oleh prolaktin dan hormon pertumbuhan (Knigth 1998). Adanya rangsangan saraf dan tekanan dalam ambing mengakibatkan otot sirkuler mengendur dan susu dapat keluar. Alveolus sebagai tempat pembentukan susu, mengambil cairan dan komponen dalam darah melalui proses seleksi. Daya seleksi alveolus sangat istimewa dan kompleks dengan memilih bahan-bahan dalam darah yang diperlukan serta mengubahnya menjadi bahan dalam bentuk lain. Susu yang terbentuk, selanjutnya keluar dari sel epitel untuk masuk ke lumen alveoli dengan cara terjadi ruptur sel. Hal ini dimungkinkan terjadi karena adanya tekanan osmotik sehingga susu dapat memasuki lumen alveoli (Aker dan Denbow 2008).

Protein dalam susu merupakan komponen organik yang tersusun dari asam amino. Asam-asam amino dalam protein diperoleh dari dalam darah, asam lemak dalam ambing, imunoglobulin darah, serum albumin darah dan enzim darah. Lemak tersusun dari trigliserida yang merupakan gabungan gliserol dan asam- asam lemak yang disintesis dalam alveolus. Lemak dalam susu ditemukan sebagai emulsi. Bagian lemak susu bersifat majemuk, yang terdiri atas trigliserida dan komponen lemak lainnya seperti diasylgliserida, monoasylgliserida, fosfolipid, glikolipid dan sejumlah asam lemak bebas. Lemak dalam susu disintesa dari asam lemak darah, disintesis dalam alveolus dan asam lemak yang berasal langsung dari pakan. Kelenjar ambing kuda memanfaatkan glukosa baik untuk energi maupun sumber karbon untuk proses lipogenesis (Frandson 1992).

Laktosa adalah bentuk karbohidrat yang terdapat dalam susu. Sifat susu yang sedikit manis ditentukan oleh laktosa. Glukosa sangat penting dalam sintesis susu dan tidak dapat digantikan oleh bahan gula lain. Sebanyak 60-70% glukosa, asam lemak dan asam amino dalam darah, digunakan untuk mensintesa laktosa. Sintesa laktosa terjadi dalam badan Golgi (bagian dalam alveolus) pada bagian ekstraplasmik. Laktosa dalam susu berbentuk disakarida laktosa yang dihidrolisis oleh enzim -galactosidase (lactase) menjadi glukosa dan galaktosa untuk dapat diserap oleh usus (Ebringer 2009). Kekurangan -galactosidase menyebabkan intoleransi laktosa yang menimbulkan banyak gangguan, termasuk diare. Intoleransi laktosa bukanlah penyakit dan sekitar 70% dari populasi dunia intoleransi terhadap laktosa (Ingram et al. 2009). Kadar laktosa dalam susu dapat dirusak oleh beberapa jenis kuman pembentuk asam susu. Individu yang mengalami intoleransi laktosa menunjukkan toleransi terhadap susu fermentasi seperti yogurt dan kefir dibanding susu murni (Farnworth 2005).

Pengaruh hormon sangat berperan dalam proses pengeluaran susu. Lobus posterior hipofise melepaskan oksitosin ke dalam darah. Oksitosin diangkut oleh darah ke seluruh tubuh hewan dan pada saat mencapai ambing, oksitosin menyebabkan kontraksi sel mioepitel di alveoli yang mengakibatkan penyempitan ukuran lumen alveoli sehingga mendesak susu masuk ke saluran. Saluran kecil memendek dan meluas untuk memberi ruang gerak bagi susu dalam alveoli masuk ke saluran yang lebih luas. Proses milk let down ditandai dengan pembengkakan kisterna yang mengakibatkan ambing mengeras (Akers 2002). Lama waktu dari saat pelepasan oksitosin sampai keluar melalui puting sekitar 15-120 detik.

9 Hormon adrenalin juga dirangsang setelah oksitosin dihasilkan tetapi hormon ini bersifat menghambat pengeluaran susu. Bila pengeluaran adrenalin terjadi sebelum hormon oksitosin dikeluarkan akan mengakibatkan susu tertahan dimana proses terbalik dari milk let down. Untuk mencegah hal ini terjadi maka hewan perlu dihindari dari stres dan letih sebelum diperah. Hormon lain seperti prolaktin, estrogen, progesteron, diperlukan untuk perkembangan lobus di masa pertumbuhan sapi, pertumbuhan saluran reproduksi dan ambing. Prolaktin banyak dihasilkan saat masa kolostrum dan digunakan juga sebagai perangsang sekresi susu (Knigth 1998).

Persiapan kelenjar ambing untuk proses laktasi menjelang akhir kebuntingan dipengaruhi oleh perubahan hormon spesifik. Pada banyak spesies, konsentrasi progesteron dan estrogen tinggi selama kebuntingan sehingga menginisiasi perkembangan alveolar lobus ambing. Peningkatan progesteron dan estrogen ditandai dengan peningkatan ukuran kelenjar ambing. Secara spesifik progesteron menghambat produksi susu namun saat kelahiran konsentrasi progesteron mengalami penurunan sehingga berefek pada peningkatan produksi susu (Heidler et al. 2003).

Prolaktin memainkan peran utama untuk laktogenesis dan inisiasi tetapi tidak untuk menopang proses laktasi pada kuda. Konsentrasi prolaktin meningkat nyata selama hari terakhir kebuntingan dan saat melahirkan. Kadar maksimal prolaktin mencapai 2 sampai 3 hari setelah melahirkan, tetapi pada sebagian individu dapat terjadi pada 1 hingga 2 hari sebelum melahirkan. Prolaktin tidak hanya penting untuk inisiasi menyusui tetapi juga berperan penting dalam persiapan melahirkan. Konsentrasi prolaktin mengalami penurunan ke tingkat

Dokumen terkait