Penulis dilahirkan di Jakarta, tanggal 27 Februari 1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Ichsan Zulkarnain dan Asfiniar.
Penulis merupakan lulusan dari SMA Negeri 5 Surabaya dan pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan ke Jurusan Teknik Pertanian (TEP), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB dan lulus pada tahun 2010. Selama perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknik Mesin dan Budidaya Pertanian. Selain itu, penulis pernah mengikuti beberapa perlombaan seperti lomba debat bahasa Inggris yang diadakan oleh BEM Fakultas Teknologi Pertanian dan meraih Juara II (tahun 2007) dan Juara III (tahun 2008) melalui grup debat TRIWARAS bersama dua orang mahasiswa TEP lainnya. Bersama grup TRIWARAS ini pula, penulis menjadi finalis lomba
Alternative Energy Competition pada tahun 2009 yang diselenggarakan oleh jurusan Teknik Mesin, Institut Teknik Sepuluh November, Surabaya.
Pada tahun 2010, penulis melanjutkan studi di Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Selama perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan yang mewakili IPB yaitu summer course
RINGKASAN
ANNISA NUR ICHNIARSYAH. Analisis Kebutuhan Torsi dan Desain Penjatah Pupuk Butiran Tipe Edge-cell untuk Mesin Pemupuk Jagung. Dibimbing oleh WAWAN HERMAWAN dan TINEKE MANDANG.
Pada tahun 2009 telah dirancang mesin penanam, pemupuk, dan pengolah tanah terintegrasi dengan penggerak traktor tangan untuk penanaman jagung. Kekurangan prototipe ini antara lain jarak tanam benih yang tidak seragam, dosis pupuk tidak dapat diatur, kemacetan roda penggerak sebesar 38% sehingga tidak mampu memutar penjatah pupuk dengan baik. Setelah dimodifikasi, kinerja penanaman dan pemupukannya lebih baik, namun tingkat kemacetan roda penggerak metering device masih tinggi yaitu 31% yang mengakibatkan penjatahan benih dan pupuk masih belum sempurna. Rotor penjatah pupuk sering terhambat putarannya akibat gesekan yang berlebihan dan juga adanya ganjalan butiran pupuk berukuran besar oleh sirip rotor dan dinding pembatasnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu desain optimum penjatah pupuk untuk mengatasi masalah-masalah di atas. Tujuan penelitian ini adalah: 1) menganalisis kebutuhan torsi penjatah pupuk tipe edge-cell (rotor berputar) dan 2) merancang penjatah pupuk butiran tipe edge-cell untuk mesin pemupuk jagung yang membutuhkan torsi rendah dan penjatahan yang akurat.
Jenis penjatah pupuk yang digunakan adalah rotor tipe edge-cell yang didesain secara optimum sehingga meminimalisisr gesekan antara pupuk dengan ujung rotor, hasil pemupukan seragam, dan kebutuhan torsi pemutaran rotor kecil. Rotor penjatah pupuk berdiameter 40 mm, memiliki 6 alur, jari-jari alur 4.5 mm, dan panjang rotor 80 mm. Rotor dilengkapi dengan selubung pengatur dosis penjatahan pupuk. Untuk pengujian, penjatah pupuk tersebut dipasang pada
hopper-nya, dan dipasangkan pada perangkat pemutar rotor (motor listrik variable speed) dalam sebuah set percobaan di laboratorium. Poros rotor dipasangi strain gage untuk mengukur kebutuhan torsi putarnya. Pengujian yang dilakukan adalah: pengujian ketepatan penjatahan pupuk, pengujian keseragaman penjatahan, analisis kebutuhan torsi, dan validasi model penjatah pupuk. Pengujian dilakukan menggunakan pupuk urea, TSP, dan campuran TSP dengan KCl. Kecepatan rotor divariasikan: 15, 25, dan 35 RPM, dan volume pupuk dalam hopper 25, 50, dan 100%. Sebagai pembanding, dilakukan juga pengujian dengan penjatah tipe rotor konvensional (prototipe-2). Untuk keperluan analisis torsi, telah dikembangkan persamaan matematis pendugaan torsi putar rotor protitipe-2 dan rotor tipe edge- cell (prototipe-3).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketepatan penjatahan pupuk dengan rotor prototipe-3 cukup baik. Lebar bukaan selubung pengatur penjatah pupuk secara konsisten dapat mengatur jumlah penjatahan pupuknya. Untuk pupuk urea, pada bukaan selubung 100% rata-rata penjatahan adalah 33.56 g/putaran rotor. Pada bukaan selubung 75% dan 50%, rata-rata penjatahannya berturut-turut adalah 26.00 g/putaran rotor dan 20.76 g/putaran rotor. Penjatahan hasil pengukuran ini lebih kecil dari penjatahan teoritisnya. Kecepatan putar rotor 15, 25, dan 35 RPM tidak mempengaruhi tingkat penjatahan pupuk. Untuk pupuk TSP, pada bukaan 100% rata-rata penjatahannya adalah 62.72 g/putaran. Pada bukaan selubung 75% dan 50%, rata-rata penjatahannya berturut-turut adalah
50.92 g/putaran dan 39.81 g/putaran. Adapun campuran pupuk TSP dan KCl, pada bukaan 100% rata-rata penjatahannya adalah 54.58 g/putaran. Pada bukaan selubung 75% dan 50%, rata-rata penjatahannya berturut-turut adalah 45.83 g/putaran dan 32.82 g/putaran. Hasil pengujian keseragaman menunjukkan bahwa tingkat penjatahan pupuk cukup seragam dan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume pupuk dalam hopper. Untuk pupuk urea, pada volume pupuk dalam
hopper 100% rata-rata penjatahan pupuk adalah 33.56 g/putaran. Pada volume pupuk 50% dan 25%, rata-rata penjatahan pupuk secara berturut-turut adalah 33.90 g/putaran dan 33.36 g/putaran. Untuk pupuk TSP, pada volume pupuk 100% rata-rata penjatahan pupuk adalah 62.72 g/putaran. Pada volume pupuk 50% dan 25%, rata-rata penjatahan pupuk secara berturut-turut adalah 61.03 g/putaran dan 60.96 g/putaran. Sedangkan pada campuran pupuk TSP dan KCl, pada volume pupuk 100% rata-rata penjatahan pupuk adalah 54.58 g/putaran. Pada volume pupuk 50% dan 25%, rata-rata penjatahan pupuk secara berturut- turut adalah 55.59 g/putaran dan 55.96 g/putaran. Hasil pengujian kebutuhan torsi pada kedua tipe penjatah pupuk menunjukkan bahwa kebutuhan torsi penjatah pupuk prototipe-3 jauh lebih rendah daripada prototipe-2. Untuk penjatahan pupuk urea pada bukaan selubung 100%, rata-rata kebutuhan torsi penjatah prototipe-3adalah 0.13 N·m, sedangkan pada prototipe-2 sebesar 0.20 N·m. Pada bukaan selubung 75%, rata-rata kebutuhan torsi penjatah prototipe-3sebesar 0.12 N·m, sedangkan pada prototipe-2 sebesar 0.20 N·m. Pada bukaan selubung 50%, rata-rata kebutuhan torsi penjatah prototipe-3 sebesar 0.19 N·m, sedangkan pada prototipe-2 sebesar 0.27 N·m. Untuk penjatahan pupuk TSP, rata-rata kebutuhan torsi penjatah prototipe-3 adalah 0.27 N·m, sedangkan pada penjatah prototipe-2 adalah 0.54 N·m. Kebutuhan torsi pemupukan prototipe-3 dapat menurunkan kebutuhan torsi hingga 68% dari penjatah prototipe-2 pada penjatahan pupuk urea dan hingga 80% dari penjatah prototipe-2 pada penjatahan pupuk TSP. Model pendugaan torsi yang dibangun cukup akurat untuk menduga nilai kebutuhan torsi pada volume hopper 25% untuk pupuk urea. Sedangkan pendugaan torsi pupuk TSP belum menunjukkan hasil yang sesuai dengan hasil pengukuran torsi.
Kata kunci: analisis kebutuhan torsi, desain optimum, pemupuk jagung, penjatah pupuk tipe edge-cell
SUMMARY
ANNISA NUR ICHNIARSYAH. Torque Requirement Analysis and Design of Edge-cell Type Metering Device for Corn Fertilizer Applicator. Supervised by WAWAN HERMAWAN and TINEKE MANDANG.
A prototype of integrated machine for planting, fertilizer applicator, and soil tillage for corn cultivation has been developed in 2009. It still had many lacks such as non-uniform seed spacing, unadjusted fertilizer discharge, the level of jamming in driving wheel was 38%, quite high to cause metering device stopped working. Afer being modified, planting and fertilizing performance showed improvement. However, the level of jamming was still high at about 31% which caused inappropriate seed and fertilizer discharge. Due to the excessive friction and fertilizer clogging, the metering rotor often stopped working. Therefore, an optimum design of metering device is needed to overcome the problems. The objectives of the research were: 1) to analyze torque requirement of edge-cell type metering device and 2) to design an edge-cell type metering device for corn fertilizer applicator with lower torque requirement and high accuracy.
Metering device used in this research was an edge-cell type rotor, optimally designed to minimize the friction between fertilizer and the rotor tips, produce uniform seed spacing, and require lower torque. The rotor diameter is 40 mm with 6 grooves, its diameter is 4.5 mm each, and rotor length is 80 mm. It was equipped with rotor casing for discharge controlling. For performance test, the hopper and a variable speed electric motor were attached to the metering device in a set of experiments in the laboratory. The rotor shaft was equipped with strain gage to measure the torque requirement. The tests included: accuracy test, uniformity test, torque requirement analysis, and model validation of metering device. The fertilizers used in the research were urea, TSP, and a mixture of TSP and KCl. The rotor rotation speed was varied: 15, 25, and 35 RPM, and fertilizer volume was: 25, 50, and 100%. For comparison, a conventional (prototype-2) metering device was also tested. For torque requirement analysis, a mathematical model to estimate torque requirement of prototype-2 and edge-cell type (prototype-3) metering device was developed.
The accuracy test of prototype-3 metering device showed satisfying results. For test on urea, at 50, 75, and 100% rotor opening, the average fertilizer discharge rate was 20.76 g/rotation, 26.00 g/rotation, and 33.56 g/rotation, respectively. It was slightly smaller than teoritical discharge rate. The rotor rotational speed at 15, 25, and 35 RPM gave no significant effect to discharge rate. For test on TSP, at 50, 75, and 100% rotor opening, the average fertilizer discharge rate was 39.81 g/rotation, 50.92 g/rotation, and 62.72 g/rotation, respectively. For test on TSP-KCl mixture, at 50, 75, and 100% rotor opening, the average fertilizer discharge rate was 32.82 g/rotation, 45.83 g/rotation, and 54.58 g/rotation, respectively. The uniformity test also performed satisfying results and the change of fertilizer volume did not affect the discharge rate. For test on urea, at 25, 50, and 100% fertilizer volume, the discharge rate was 33.36 g/rotation, 33.90 g/rotation, and 33.56 g/rotation, respectively. For test on TSP, at 25, 50, and 100% fertilizer volume, the discharge rate was 60.96 g/rotation, 61.03 g/rotation, and 62.72 g/rotation, respectively. For test on TSP-KCl mixture, at 25, 50, and
100% fertilizer volume, the discharge rate was 55.96 g/rotation, 55.59 g/rotation, and 54.58 g/rotation, respectively. From the torque requirement test, it was concluded that the torque requirement of edge-cell type metering device was lower than the conventional type. For comparison, torque requirement at 100% rotor opening tested on urea was 0.13 N·m (prototype-3) and 0.20 N·m (prototype-2). At 75% rotor opening, the torque requirement was 0.12 N·m (prototype-3) and 0.20 N·m (prototype-2). At 50% rotor opening, the torque requirement was 0.19 N·m (prototype-3) and 0.27 N·m (prototype-2). When tested on TSP, the results were 0.27 N·m (prototype-3) and 0.54 N·m (prototype- 2). The torque requirement of edge-cell type metering device was lower than prototype-2 up to 68% (tested on urea) and 80% (tested on TSP). The validation results showed that the mathematical model could predict accurately the torque requirement of the rotor only on the lower volume of fertilizer in the hopper (25%). While the mathematical model to estimate the torque requirement for TSP needed improvement to predict more accurately.
Keywords: torque requirement analysis, optimum design, edge-cell type metering device, fertilizer applicator.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:
a) Menganalisis kebutuhan torsi pada penjatah pupuk tipe edge-cell (rotor bercelah),
b) Merancang penjatah pupuk butiran untuk mesin pemupuk jagung yang membutuhkan torsi yang rendah dan akurat penjatahannya.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk
Pupuk adalah material, baik organik maupun anorganik, alami atau buatan, yang menyediakan satu atau lebih komponen kimia yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses dekomposisi oleh bakteri pengurai. Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk anorganik adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki persentase kandungan hara yang tinggi. Contohnya antara lain urea, TSP, dan Gandasil (Novizan 2007).
Sifat-sifat fisik pupuk memberi pengaruh baik secara agronomi maupun dalam penanganan, transportasi, penyimpanan, dan saat pengaplikasian (De 1989). Masalah pada saat pengaplikasian seperti penggumpalan, segregasi, dan higroskopisitas tinggi dapat disebabkan oleh sifat-sifat fisik pupuk yang tidak diantisipasi cara penanganannya. Sifat fisik pupuk yang penting untuk diperhatikan untuk keperluan penyimpanan, penanganan, dan aplikasi lapang antara lain ukuran partikel pupuk, segregasi, kekuatan partikel pupuk, sifat higroskopis, massa jenis pupuk, dan sudut curah.
Ukuran partikel pupuk merupakan salah satu karakteristik fisik pupuk yang penting untuk memperoleh hasil penjatahan dan pemupukan yang optimal (De, 1989 dan Hofstee, 1990). Pupuk yang rendah kelarutannya dalam air harus memiliki ukuran partikel yang kecil agar mudah diserap akar tanaman. Selain itu, keseragaman penjatahan juga dipengaruhi oleh ukuran partikel pupuk. Menurut Mehring dan Cumings (1930) dalam De (1989), ukuran butiran pupuk yang lebih kecil dari 0.074 mm menyebabkan kesulitan pada saat penjatahan karena ukurannya terlalu kecil seperti debu. Untuk keseragaman penjatahan, ukuran butiran pupuk yang disarankan berkisar antara 1.5-4 mm. Menurut Hofstee (1990), sebagian besar peneliti menentukan batas minimum ukuran partikel pupuk. sedangkan batas maksimumnya seringkali tidak terlalu dibutuhkan. Batas maksimum sebagian besar jenis pupuk berkisar antara 4.0-4.75 mm. Batas maksimum ukuran partikel tergantung pada respon agronomis tanaman. Pupuk yang ukuran partikelnya besar dapat menyebabkan distribusi spasial nutrisi yang tidak seimbang.
Segregasi adalah suatu keadaan yang mengacu pada ketidakseragaman komposisi material karena adanya perbedaan karakteristik fisik masing-masing butiran pupuk. Segregasi merupakan kondisi yang tidak diharapkan karena dapat menyebabkan ketidakseragaman respon tanaman terhadap pupuk (De 1989).
Butiran pupuk harus memiliki kekuatan mekanis tertentu agar saat penanganan tidak mudah hancur. Selama proses penjatahan, butiran pupuk yang telah menjadi serbuk akan mengumpul di bagian dasar hopper dan menutup pintu keluaran penjatah pupuk. Selain itu, saat serbuk pupuk tersebut menyerap uap air, lapisan serbuk pupuk akan mengeras dan menyebabkan pupuk menempel (De 1989).
Sifat higroskopis pupuk diperlukan untuk mengetahui aliran pupuk di
hopper, penjatah pupuk, dan saluran pengeluaran pupuk. Pupuk yang higroskopisitasnya tinggi akan mudah bereaksi saat terekspos udara luar. Hal ini akan mengurangi keefektifan penjatahan pupuk (De 1989).
Massa jenis pupuk diperlukan untuk perhitungan kapasitas simpan, ukuran ruang penyimpanan, desain pengumpan, dan perhitungan teoritis penjatahan dari
hopper. Sudut curah pupuk berpengaruh pada struktur ruang simpan dan desain
hopper (De 1989).
Pupuk yang digunakan dalam budidaya jagung antara lain pupuk urea (mengandung unsur N), pupuk TSP (mengandung unsur fosfor), dan pupuk KCl yang mengandung unsur kalium. Ketiga pupuk tersebut memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda.
Pupuk Urea
Pupuk urea terbuat dari gas amoniak dan gas asam arang. Persenyawaan kedua zat ini menghasilkan pupuk urea dengan kandungan N mencapai 46%. Urea merupakan jenis pupuk yang higroskopis (mudah menarik uap air). Oleh karena itu, urea mudah larut dalam air dan mudah diserap tanaman. Sifat lainnya adalah mudah tercuci oleh air dan mudah terbakar oleh sinar matahari (Marsono dan Lingga 2008).
Pupuk TSP
Pupuk TSP (triplesuperfosfat) memiliki kadar P2O5 sebesar 46-48% dan
umumnya berwarna abu-abu. Bentuknya berupa butiran dan larut dalam air. Reaksi fisiologisnya netral (Marsono dan Lingga 2008).
Pupuk KCl
Pupuk KCl merupakan pupuk yang mengandung kalium dan biasanya berwarna merah muda. Karakteristik ketiga jenis pupuk terdapat pada Tabel 1 berikut ini. Adapun bentuk fisik pupuk dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 1 Karakteristik pupuk
Keterangan Urea TSP KCl
Kadar (%) 42-46 (N) 36 (P2O5) 21 (K2O)
Higroskopisitas Tinggi - -
Warna Putih dan merah jambu Abu-abu Oranye
Sudut curah (°) 28 31 27
Kadar air (%)* maks 0.5 maks 5 maks 1
Gambar 1 Bentuk fisik pupuk; (a) urea, (b) TSP, dan (c) KCl Alat Pemupuk Butiran
Tanah berpasir akan kekurangan unsur hara lebih cepat pada saat terkena air hujan maupun pemberian air irigasi, sedangkan tanah liat relatif lebih lambat kehilangan unsur hara. Jenis pupuk yang diberikan ke dalam tanah antara lain berupa pupuk kandang, pupuk butiran, dan pupuk cair.
Beragamnya jenis pupuk yang ada akan menyebabkan perbedaan alat pemupuk yang digunakan. Misalnya pupuk cair diberikan ke tanaman dengan cara disemprotkan ke tanaman. Cara penyemprotan pupuk cair juga beragam. Oleh karena itu, menurut Srivastava et al. (2006), alat pemupuk akan lebih rumit disebabkan oleh ketidakseragaman pupuk tersebut.
Pemakaian pupuk butiran pada umumnya diberikan bersamaan dengan penanaman, setelah penanaman dengan menggunakan alat pemupuk, atau disebarkan setelah penanaman selesai. Akan tetapi, untuk menghemat biaya pengoperasian, saat ini alat pengolah tanah, penanam benih, dan pemupuk telah banyak diintegrasikan dalam satu alat. Alat ini menggunakan tenaga penggerak traktor tangan.
Berdasarkan pupuk yang digunakan, alat pemupuk digolongkan menjadi tiga, yaitu alat penebar pupuk kandang, alat penebar pupuk butiran, dan alat penyebar pupuk cair dan gas (Smith et al. 1977). Sedangkan menurut Bainer et al. (1955) alat pemupuk harus memiliki beberapa sifat, antara lain:
1. Alat tersebut mudah mengalirkan pupuk.
2. Laju pengeluaran pupuk tidak tergantung pada ketinggian pupuk dalam kotak pupuk.
3. Pengatur pengeluaran pupuk menghasilkan keluaran yang tepat. 4. Memiliki perlengkapan untuk menentukan laju pengeluaran pupuk. 5. Kotak pupuk dapat dipisahkan dari pengatur pengeluaran pupuk
sehingga mudah dibersihkan.
6. Bagian-bagian penting dibuat dari bahan anti karat.
Smith et al. (1977) menyatakan bahwa bagian-bagian penting dari sebuah alat pemupuk adalah:
1. Kotak pupuk: menampung sementara pupuk sebelum didistribusikan lewat penjatah pupuk (metering device).
2. Penjatah pupuk (metering device): mengatur dosis pupuk yang dikeluarkan dari kotak pupuk.
3. Tabung pengeluaran pupuk dan saluran pupuk: menyalurkan pupuk keluar dari kotak pupuk menuju ke dalam tanah.
4. Penutup alur: menutup alur yang telah diisi pupuk.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keseragaman pemberian pupuk antara lain tidak berputarnya roda penggerak dan kondisi pupuk. Putaran roda yang tidak lancar menyebabkan putaran lempeng penjatah pupuk tidak lancar sehingga pupuk yang dijatuhkan tidak seragam. Penyebab lainnya adalah kondisi pupuk yang mudah lengket pada saat keadaan lembab akan mempengaruhi keseragaman dosis keluaran pupuk (Virawan 1989).
Pupuk butiran diaplikasikan ke lahan melalui beberapa cara yaitu sebar acak (broadcast application) ataupun diaplikasikan dalam alur tertentu yang disebut
banded application (Srivastava et al. 2006). Peralatan yang digunakan untuk menebarkan pupuk butiran ke lahan ini tipe gravitasi, rotary (centrifugal), dan tekanan udara (pneumatic).
Penebar tipe gravitasi dapat digunakan dalam sebar acak maupun dalam alur barisan. Penebar tipe ini menggunakan poros putar yang terletak di dalam dekat dasar hopper dan dilengkapi pengaduk. Fungsi pengaduk adalah untuk membantu kelancaran aliran pupuk. Pengaturan bukaan dan penutup aliran pupuk saat membelok dilakukan oleh pintu geser. Gambar 2 menunjukkan aplikator tipe gravitasi untuk sebar acak dan baris alur. Penebar tipe gravitasi untuk aplikasi barisan menggunakan beberapa hopper kecil. Pupuk yang dijatah akan dijatuhkan melalui saluran pupuk dan disebar dalam alur lebar melalui diffuser. Beberapa jenis penebar pupuk dilengkapi dengan pembuka alur untuk menempatkan pupuk di bawah permukaan tanah. Tipe penebar pupuk yang seperti ini paling umum digunakan dengan cara digandengkan dengan unit mesin penanam (Srivastava, et al. 2006).
Gambar 2 Penebar pupuk tipe gravitasi (Srivastava et al. 2006)
Penebar rotari digunakan untuk aplikasi sebar acak. Pada penebar tipe ini terdapat satu atau dua buah piringan berputar dengan beberapa sudu untuk menyalurkan energi kepada butiran pupuk. Pupuk yang dijatah ke dalam piringan akan ditebarkan melebar karena pengaruh gaya sentrifugal. Umumnya, penjatah ini digandengakan dengan traktor. Akan tetapi beberapa unit yang lebih besar digandengkan dengan truk dan memiliki spinner kembar (Srivastava et al. 2006).
Penebar tipe tekanan udara (pneumatic) dapat digunakan untuk tipe sebar acak atau tipe baris alur. Terdapat hopper yang letaknya tepat di tengah. Pupuk dijatah dan ditebarkan dengan bantuan aliran udara melalui tabung-tabung udara.
Penjatah Pupuk
Alat pemupuk memiliki komponen-komponen utama berupa penjatah pupuk dan hopper. Telah banyak jenis mekanisme penjatah yang dikembangkan untuk memperoleh penjatahan yang konsisten dan seragam. Mekanisme ini umumnya digerakkan oleh roda penggerak (ground wheel) dimana penjatahan akan terhenti saat roda berhenti berputar atau saat roda diangkat dari permukaan tanah. Berikut ini adalah penjelasan mengenai berbagai jenis penjatah pupuk.
Roda Bintang (star-wheel feed)
Pupuk yang akan dijatah, dibawa di antara roda-roda bintang. Kemudian pupuk tersebut jatuh ke dalam lubang pengeluaran secara gravitasi. Dosis penjatahan pupuk dikontrol dengan mengatur tinggi bukaan lubang pemasukan yang terletak di atas roda bintang (Srivastava et al. 2006).
Piringan Berputar (rotating bottom)
Penjatah piringan berputar digunakan untuk penjatahan beberapa baris tanaman. Pada penjatah pupuk tipe ini, terdapat suatu pengatur stasioner yang berfungsi untuk memisahkan pupuk dari piringan berputar di bawah tangki pupuk, mengarahkan pupuk tersebut ke sisi mangkuk dan memasukkannya ke saluran pupuk. Dosis penjatahan diatur dengan mengatur pintu pengeluaran pada sisi lubang pengeluaran. Kadangkala, dua pintu pengeluaran dapat melakukan pemupuk untuk dua baris tanaman dari satu hopper.
Ulir (auger)
Penjatah pupuk tipe ulir ada dua jenis; penjatah tipe ulir rapat dan ulir longgar. Tipe ini memiliki displacement yang cukup besar tiap putarannya (Srivastava et al. 2006). Besar-kecilnya dosis penjatahan diatur dengan cara mengubah rasio kecepatan antara ulir dan roda penggerak. Gambar 3 merupakan gambar penjatah pupuk tipe ulir dan juga beberapa tipe penjatah pupuk yang telah dijelaskan sebelumnya.
Gambar 3 Tipe penjatah pupuk (a) roda bintang, (b) piringan berputar,
Rotor Bercelah (edge-cell)
Penjatah pupuk rotor bercelah merupakan tipe penjatah umpan positif dimana roda penjatah dipasangkan pada jarak yang disyaratkan sepanjang hopper
dan diputar oleh poros segiempat. Dosis penjatahan pupuk diatur dengan mengubah kecepatan putar rotornya (Srivastava et al. 2006).
Sabuk Berputar (belt type)
Penjatah pupuk tipe ini digunakan untuk aplikasi pemupukan yang relatif besar, seperti pada penebar rotari dengan hopper yang besar. Beberapa unit memiliki sabuk kawat datar (terbuat dari bahan baja anti karat) yang membawa pupuk sepanjang bagian bawah hopper dan beberapa jenis yang lain sabuknya