• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KEGIATAN BELAJAR 2

B. Materi Analisis Komponen Casis dan Pemindah Daya 1. Kopling

2. Roda Gigi

Dalam merancang sebuah roda gigi, beberapa hal yang perlu diketahui adalah: tenaga yang ditransmisikan, kecepatan gigi penggerak, kecepatan gigi yang digerakkan, dan jarak pusat. Gigi-gigi seharusnya cukup kuat atau tidak patah baik pada beban statis maupun dinamis selama berputar dalam kondisi normal. Penjajaran (alignment) gigi-gigi dan defleksi poros harus dipertimbangkan karena berpengaruh pada performa roda gigi.

Memperhatikan bahwa tiap-tiap gigi sebagai sebuah balok (beam) penopang yang dibebani oleh beban normal (WN) lihat gambar 11. Beban ini

Gambar 11. Uraian gaya pada gigi roda gigi

dipecahkan dalam dua komponen, yaitu komponen tangensial (WT) dan radial (WR) yang bekerja tegak lurus dan paralel pada pada garis pusat gigi. WT menyebabkan tegangan bengkok yang cenderung menjadikan gigi patah, sedangkan WR menyebabkan tegangan tekan yang relatif kecil biasanya diabaikan. Tegangan bengkok maksimun (kritis) terjadi pada bidang dasar gigi. Nilai tegangan maksimum ini adalah :

fw = My / I

dimana : M = momen bengkok maksimum = WT . h h = panjang gigi

y = setengah ketebalan gigi = t / 2

I = momen inersia pada garis pusat gigi = bt3 / 12 b = lebar permukaan gigi

Dengan demikian :

fw = [( WT - h ) t/2] / (bt3 /12) = [ ( WT . h ). 6 ] / bt2 , dan komponen tangensialnya adalah : WT = fw . b . ( t2 / 6 h )

Nilai t dan h bervariasi tergantung ukuran gigi dan profilnya, sehingga :

besarnya t = x . pc dan h = k . pc, dimana x dan k adalah konstan, sehingga WT = fw . b . (x2.pc) / (6k.pc) = fw . b . pc . (x2/6k), jika (x2/6k) = y

maka WT = fw . b . pc . y dimana pc = л.m

Jadi rumus komponen tangensial menjadi WT = fw . b . лm . y , nilai y adalah faktor bentuk gigi dan WT disebut kekuatan balok gigi.

Nilai y tergantung dari sistem roda gigi dan jumlah giginya, untuk sistem infolut komposit dan kedalaman penuh 14½o, y = 0,124 – (0,684/T) ; untuk sistem infolut kedalaman penuh 20o, y = 0,154 – (0,912/T); dan untuk sistem stub pada 20o, y = 0,175 – (0,841/T)

Besar tegangan yang diijinkan adalah fw = fo . Cv , dimana :

fw = tegangan statis yang diijinkan dalam kg/cm2 (tergantung bahan roda gigi) Cv = faktor velositas = 3 / (3+v) untuk roda gigi yang beroperasi hingga 12,5 m/det; Cv = 6 / (6+v) untuk operasi hingga 20 m/det.

a. Beban Dinamik Gigi

Beban dinamik gigi dihitung dengan rumus sebagai berikut :

WD = WT + WI dimana WT = beban tetap torsi yang ditransmisikan dalam kg WI = beban tambahan akibat aksi dinamik dalam kg

= 0,11 (b.C + WT) / [0,11V + √(b.C + WT)] Jadi WD = WT + { 0,11 (b.C + WT) / [0,11V + √(b.C + WT)] }

dimana V = kecepatan lintasan pitch dalam m/menit

C = suatu deformasi atau faktor dinamik dalam cm Nilai C ditentukan dengan rumus :

C = K . e / ( 1/Ep + 1/EG )

dimana : K = faktor yang tergantung pada bentuk gigi = 0,107 & 0,111 untuk sistem infolut 14,5o & 20o = 0,115 untuk sistem stub 20o

Ep = modulus Young’s untuk material pinion EG = modulus Young’s untuk material roda gigi e = error aksi gigi dalam cm

b. Beban Statis Gigi

Beban statis atau ketahanan gigi atau dihitung dengan rumus : Ws = fe . b . pc . y

= fe . b . лm . y dimana fe = ketahanan fleksural : kg/cm2 pc= лm

untuk beban berdenyut Ws ≥ 1,35 WD untuk beban kejut Ws ≥ 1,5 WD

3. Poros

Poros propeler mendapat momen puntir atau torsi (lihat gambar 12), sehingga dihitung dengan menggunakan persamaan torsi, yaitu :

T / J = fs / r

dimana : T= momen puntir atau torsi yang bekerja pada poros, dalam kgcm J= Momen inersia polar dari area penampang melintang, dalam cm4 fs= tegangan torsi geser dalam kg/cm2

r = jarak sumbu netral ke serat terluar = d/2, dalam cm.

Gambar 12. Poros dan momen puntir Untuk poros pejal, momen inersia polar : J = л/32 d4

T / л/32 d4 = fs / d/2 atau T = л/16 fs d3 , melalui rumus ini diameter poros pejal dapat ditemukan.

Selanjutnya untuk poros berlobang, momen inersia polar : J = л/32 (do4 – di4) do dan di = diameter luar dan dalam poros berlubang, dan r = do/2

Dengan demikain rumus di muka dapat ditulis : T / [л/32 (do4 – di4)] = fs / (do/2)

16 T do = л fs (do4 – di4)

= л fs do4 [ 1 - (d1 / do) ]4 bila d1 / do = k maka = л fs do4 (1 - k4)

Jadi T = л fs do3 ( 1 – k4 )

Momen puntir T juga dapat dihitung dengan persamaan tenaga kuda (horse

power/HP) berikut ini

P = (2 л N T) / 4500 atau T = P 4500 / (2 л N ) dimana T = momen puntir, dalam kgm, dan N = puratan, dalam rpm

4. REM

Sebuah rem tromol (lihat gambar 13) terdapat dua buah sepatu yang masing-masing ujungnya terletak pada fulkrum O1 dan O2. Ketika kam berputar, sepatu-sepatu menekan ke luar menahan tromol. Gesekan antara sepatu dan tromol menghasilkan torsi pengereman dan karena itu mengurangi putaran tromol.

Gambar 13. Konstruksi rem teromol

Gaya-gaya yang bekerja pada rem saat tromol berputar ke kiri (gambar 14), sepatu sebelah kiri disebut sepatu primer (S1) sedangkan yang kanan disebut sepatu sekunder (S2). Dalam gambar tampak bahwa :

r = jari-jari dalam dari tromol b = lebar kampas

p1= intensitas tekanan normal maksimum pN= tekanan normal

F1 = gaya yang dikeluarkan kam pada sepatu primer F2 = gaya yang dikeluarkan kam pada sepatu sekunder

Gambar 14. Gaya yang bekerja pada rem

Secara geometri dalam gambar tampak bahwa O1B = OO1 sin Θ, dan tekanan normal pada A, adalah : pN ∞ sin Θ, dan diasumsikan pN ∞ p1 sin Θ

Gaya normal yang bekerja pada bagian kecil AC, adalah : δRN = tekanan normal . luasan bagian kecil

= pN ( b. r. δΘ ) = p1 sin Θ ( b. r. δΘ )

Gaya gesek pada bagian kecil tersebut, adalah δF = µ δRN

= µ p1 sin Θ ( b. r. δΘ )

Jadi torsi pengereman pada bagian kecil dari titik O, adalah δTB = δF . r

= µ p1 sin Θ ( b. r. δΘ ) r = µ p1 b. r 2. (sin Θ. δΘ )

dan total torsi pengereman pada O untuk sebuah sepatu, adalah Θ 2 TB = µ p1 b. r 2 sin Θ. δΘ Θ1 Θ 2 = µ p1 b. r 2 [ - cos Θ ] Θ1 = µ p1 b. r 2 (cos Θ1 - cos Θ2 ) Momen gaya normal

δRN dari bagian kecil ke fulkrum O1 : δMN = δRN . O1 B = δRN (OO1 sin Θ) = p1 sin Θ (b . r . δΘ) (OO1 sin Θ) = p1 sin2 Θ (b . r . δΘ) OO1

Jadi total momen gaya normal pada fulkrum O1 Θ2

MN = ∫ p1 sin2 Θ (b . r . δΘ) OO1 Θ1

Θ2

= p1 . b . r . OO1 ∫ sin2 Θ.δΘ dimana : sin2 Θ.δΘ =

Θ1 ½ (1 – cos 2 Θ) .δΘ Θ2 = p1 . b . r . OO1 ∫ ½ (1 – cos 2 Θ) .δΘ Θ1 Θ2 = ½ p1 . b . r . OO1 [Θ – (sin 2Θ2 /2) ] Θ1

= ½ p1 . b . r . OO1 (Θ2 - Θ1) + ½ (sin 2Θ1 - sin 2Θ2) Momen gaya gesek δF pada fulkrum O1 ,

δMF = δF . AB = δF ( r – OO1 cos Θ ) dimana AB = r – OO1 cos Θ = µ p1 sin Θ ( b. r. δΘ ) ( r – OO1 cos Θ )

= µ p1 b. r ( r sin Θ – OO1 sin Θ cos Θ ) δΘ dimana :

2sin Θ cos Θ= sin 2Θ = µ p1 b. r ( r sin Θ – (OO1/2) sin 2Θ ) δΘ

Jadi total momen gaya gesek pada fulkrum O1 MF = µ p1 b. r [ r sin Θ – (OO1/2) sin 2Θ ] δΘ Θ2 = µ p1 b. r [ -r cos Θ + (OO1/2 cos 2Θ ]

Θ1

= µ p1 b.r [-r cos Θ2 + (OO1/4)cos 2Θ2 + r cos Θ1 - (OO1/4) cos 2Θ1] = µ p1 b. r [ r (cos Θ1 - cos Θ2) + OO1/4 (cos 2Θ2 - cos 2Θ1)

Sepatu primer mengambil momen pada fulkrum O1 : F1 . l = MN - MF

Sepatu sekunder mengambil momen pada fulkrum O2 : F1 . l = MN + MF

5. PEGAS

Pegas adalah suatu komponen elastis yang berfungsi untuk menahan ketika ada beban dan memulihkan lagi ke bentuk semula ketika beban dilepas. Berbagai macam penggunaan pegas diantaranya adalah untuk aplikasi gaya

(misal pada rem, kopling, katup), mengukur gaya, menyimpan enerji, menyerap kejutan dan getaran. Secara umum dikenal dua macam pegas yaitu pegas koil dan daun.

a. Pegas koil

Sebuah pegas koil pada sistem suspensi kendaraan berguna untuk menahan beban aksial (gambar 15).

Gambar 15. Beban pada pegas coil Keterangan :

D = diameter rata-rata pegas koil d = diameter kawat

n = jumlah koil aktif

G = modulus kekakuan bahan pegas W = beban aksial pegas

C = indek pegas = D/d p = pitch koil

δ = defleksi pegas akibat beban aksial Momen puntir T = W . D/2 = л/16 fs d3

fs = 8 W D/ л d3

Dalam pegas koil terdapat dua tegangan, yaitu tegangan geser langsung dan tegangan terhadap lingkar kawat pegas.

Tagangan geser langsung akibat beban W : = Beban / luasan penampang melintang = W / (л/4) d2 = 4 W / лd2

Jadi tegangan geser maksimum = 8 W D/ л d3 + 4 W / лd2

= 8 W D/ л d3 ( 1 + d / 2D ) dimana D/d = C = 8 WD/ л d3 ( 1 + 1 / 2C )

Tegangan geser maksimum terjadi pada sisi dalam lingkar kawat pegas. Efek geser langsung sebesar 8 WD/ л d3 ( 1 + 1 / 2C ) adalah cocok untuk pegas dengan indek pegas (C) kecil, dan ini mengabaikan efek lingkar kawat pegas. Selanjutnya bila keduanya (efek geser langsung dan efek lingkar kawat diperhitungkan) maka sebuah faktor tegangan geser (K) dimasukkan. Oleh karena itu tegangan geser maksimum dalam kawat :

fs = K. 8 WD / л d3 = K. 8 WC / л d2 dimana : K = (4C-1) / (4C-4) + 0,615/C

1) Defleksi Pegas Koil

Total panjang aktif pegas koil adalah :

l = panjang satu koil x jumlah koil aktif = л d . n

Θ = sudut defleksi kawat pegas ketika dibebani oleh torsi T Selanjutnya defleksi aksial pegas :

δ = Θ . D/2

Persamaan torsi : T / J = fs / (D/2) = (G Θ) / l Θ = T. l / J . G = [(W . D/2) л D n ] / (л/32) d4 G = 16 W D2 n / d4. G

Jika persamaan ini dimasukkan maka diperoleh : δ = (16 W D2 n / d4. G) . D/2

= 8 W D3 n / d4. G bila C = D/d, maka = 8 W C3 n / d. G

dan konstanta pegas :

W / δ = (G d4 ) / 8 D3 n = G . d / 8 C3 n = konstan 2) Enerji yang disimpan pegas

Enerji yang disimpan pegas dihitung dengan rumus : U = ½ W. δ

Tegangan geser maksimum : fs = K. 8 WD / л d3 W = л fs d3 / 8 KD

δ = ( 8 WD3. n ) / d4 G

= (л fs D2 n ) / K . d . G

Subtitusi nilai W dan δ dalam persamaan defleksi :

U = ½ . [ ( л fs d2 ) / 8 KD ] . [ (л fs D2 n ) / K. d. G ] = fs2 / (4 K2 G) . [ (л D n) . л/4 d2 ]

= fs2 / (4 K2 G) . V dimana : V = volume kawat pegas = (л D n) . л/4 d2

b. Pegas Daun

Pegas daun tunggal seperti pada gambar 16, tampak bahwa salah satu ujungnya tetap sedangkan beban terletak pada ujung yang lain. Pegas ini disebut sebagai sebuah pegas datar.

Gambar 16. Arah gaya pada pegas daun tunggal Keterangan : t = tebal plat

b = lebar plat

L = panjang plat (jarak beban W dari titik jepit) Momen bengkok pada ujung A :

Modulus penampang :

Z = I / y = ( 1/12 bt3 ) / (t/2) = 1/6 bt2 Tegangan bengkok pegas :

f = M / Z = ( W L ) / 1/6 bt2 = (6 WL) / (bt2)

Defleksi maksimum dengan beban terkonsentrasi pada ujung bebas, adalah : δ = (W.L3) / (3 E I) = (W.L3 ) / [(3 E).(b t3 /12)]

= (4 W.L3 ) / E b t3 = (2 f L3) / (3 E t)

fs maks Gambar 17. Uraian gaya pada pegas daun

Jika pegas daun didukung pada kedua ujungnya, dengan panjang 2L dan beban 2W terletak di tengah ( gambar 17).

Gambar 18. Gaya yang bekerja pada pegas. Momen bengkon maksimum di tengah : M = WL

Modulus penampang : Z = 1/6 bt2

Jadi tegangan bengkok : f = M/Z = (6 WL) / (bt2) Defleksi maksimum :

δ = (W1 L13 ) / (48 E I ) = [ (2W)(2L)3 ] / 48 EI = WL3 / 3 EI (dalam kasus ini W1 = 2W, dan L1 = 2L)

Bila pegas daun terdiri atas n daun sama panjang maka : Tegangan geser : f = (6 WL) / (n bt2)

Defleksi pegas : δ = (4W L3 ) / (n E b t3) = (2 f L3) / (3 E t) Bila pegas terdiri atas n daun yang panjangnya bertingkat, maka :

f = (6 WL) / (n bt2)

C. Latihan

1. Sebuah kopling universal digunakan untuk menghubungkan dua poros, dimana poros itu memindahkan torsi sebesar 3000kgm. Temukan diameter poros dan penanya, bila masing-masing terbuat dari bahan Bj 50 dan Bj 30. 2. Sebuah kopling cakram tunggal memindahkan 70 hp pada 3000 rpm.

Diketahui tekanan aksial tidak lebih dari 0,9 kg/cm2. Jika diameter luar permukaan gesek 1,4 kali diameter dalam, dan koefisien gesek µ= 0,3, temukan ukuran-ukuran permukaan gesek tersebut.

3. Sebuah rem tromol (lihat gambar) lebar kampas 3,4 cm, intensitas tekan di titik A 4 sin Θ kg/cm2 , koef gesek 0,4. Tentukan torsi pengereman dan besarnya gaya F1 dan F2.

4. Sebuah poros berputar 200 rpm memindahkan 25 HP. Poros dibuat dari baja dengan tegangan geser yang diijinkan 420 kg/cm2. Tentukan diameter poros.

Dokumen terkait