• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN PERUSAHAAN BERBASIS DISTRIBUSI

B. Ruang Lingkup Perusahaan Berbasis Distribusi

Asia tahun 1990-2000, hanya ada tiga jenis bisnis yang berkuasa, yaitu telekomunikasi, komputer, dan produksi obat-obatan yang berasaskan usaha penjualan langsung (direct selling). Di Malaysia, jumlah usaha industri penjualan langsung pun kini melebihi 10 triliun rupiah. Angka ini memberi petanda positif bahwa sudah saatnya MLM menjadi industri yang paling berhasil di dunia. Penjualan langsung merupakan jalur alternatif bagi perusahaan untuk mendistribusikan produk dan jasanya ke pasaran dengan acara memasarkan barang/jasa langsung kepada pelanggan (jalur distribusi yag lain termasuk supermarket, toko retail, door to door sales dan lain-lain).

Penjualan langsung (Direct Selling) menurut rumusan WFDSA, “is the

marketing and selling of products directly to consumers away from a fixed retail location”, yang artinya adalah pemasaran dan penjualan produk (barang dan/atau

24APLI Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia,

Februari 2016).

27

jasa) secara langsung kepada konsumen di tempat yang terpisah dari lokasi penjualan eceran.26

APLI melihat ada dua bentuk penjualan langsung antara lain :27

1. Single level marketing (pemasaran satu ingkat), merupakan metode

pemasaran barang dan/atau jasa dari sistem penjualan langsung melalui program pemasaran berbentuk satu tingkat, dimana mitra saha mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang dan/atau jasa yang dilakukannya sendiri.

2. Multi level marketing (pemasaran multi tingkat), merupakan metode

pemasaran barang dan/atau jasa dari sistem penjualan langsung melalui program pemasaran berbentuk lebih dari satu tingkat, dimana mitra usaha mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang dan/atau jasa yang dilakukannya sendiri dan anggota jaringan di dalam kelompoknya.

Menurut WFDSA, konsumen mendapatkan keuntungan dari penjualan langsung karena kemudahan dan pelayanan yang disediakan, termasuk demonstrasi pribadi dan penjelasan produk, pengiriman ke rumah, dan jaminan kepuasan pembelian. Berbeda dengan waralaba, biaya bagi seorang individu untuk memulai bisnis penjualan independen langsung biasanya sangat rendah dengan persediaan sedikit atau tidak diperlukan atau komitmen kas lainnya untuk

26

About Direct Selling, tanggal 12 Maret 2016).

27Bisnis Penjualan Langsung Direct Selling,

memulai. Sistem penjualan langsung ini juga dikenal memiliki 3 (tiga) macam, yaitu :28

1. One of one, dalam sistem ini seorang penjual, yang merupakan

agen/anggota/kontraktor yang mandiri atau lepas, menarik konsumen yang berpotensi di area khusus berdasarkan pendekatan orang ke orang. Mereka menawarkan produk, serta mendapat komisi atau basis lain. Pendapatan mereka dapat juga diperoleh dari selisih harga pembelian ke supplier dan penjualan ke konsumen. Cara ini sering digunakan oleh para member

broker/marketing associate suatu agen properti (ERA, Lj. Hooker, Coldwell

Banker, dan sebagainya), dan para agen asuransi (Prudential, Sequis Life, Jiwasraya, dan sebagainya).

2. Party plan, pada metode seorang penjual, karyawan lepas atau tetap, bertugas

mencari atau menjadi tuan rumah yang mengundang sekelompok orang di rumahnya dalam rangka sales party untuk mendemonstrasikan produk. Penghasilan si penjual juga atas dasar selisih harga eceran. Si tuan rumah biasanya diberikan hadiah sebagai tanda terima kasih sesuai dengan nilai penjualan tertentu. Model ini sering digunakan oleh distributor peralatan rumah tangga, kosmetika, minuman kesehatan, dan nutrisi kesehatan. PT. Imawi Benjaya, yang mengusung merek Tupperware dengan produk kemasan plastik, merupakan salah satu dari perusahaan yang sukses dan cukup terkenal di kalangan ibu-ibu rumah tangga, di dalam menerapkan metode penjualan ini.

28Bisnis Penjualan Langsung Direct Selling,

29

3. Multi level marketing (MLM) atau System Networking, adalah penjualan

secara bertingkat dari distributor mandiri yang memiliki peluang untuk mendapatkan penghasilan dalam dua cara. Pertama, penjualan produk langsung ke konsumen. Kedua, distributor bisa menerima potongan harga atas dasar jumlah produk/jasa yang dibeli oleh anggota kelompok bisnis untuk penjualan atau pemakaian, termasuk jumlah penjualan pribadi. Atau dalam arti lain, MLM atau Network Marketing adalah kegiatan mendistribusikan, menjual atau menyuplai produk/jasa melalui individu yang ditunjuk sebagai agen atau distributor. Agen ini dibayar dalam bentuk komisi, diskon, bonus dan reward lainnya, berdasarkan jumlah penjualan dan kemampuannya merekrut agen. Perekrut disebut upline, sedangkan yang direkrut disebut downline. Dalam sistem MLM, upline juga mendapatkan

reward dari besarnya penjualan downline yang berada di bawahnya langsung,

dan penjualan downline tidak langsung (yang levelnya berada dua tingkat atau lebih di bawahnya).

Secara khusus model pemasaran MLM ini, di Indonesia sendiri mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat dahsyat, serta terbukti menjadi salah satu industri yang turut menjadi pilar perekonomian yang patut diperhitungkan. Terbukti banyak pemasar yang sukses di bidang ini memulai dari nol, dan rata-rata mereka berusia di bawah 40 tahun. Nama-nama MLM seperti Tianshi, CNI, Sophie Martin, Amway, Forever Young, merupakan beberapa nama yang banyak dikenal oleh masyarakat.

Kekuatan dari sistem direct selling adalah tradisi kemandiriannya layanan ke konsumen dan komitmen untuk pertumbuhan kewirausahaan dalam sistem pasar bebas. Sistem direct selling menawarkan peluang usaha kepada mereka yang mencari alternatif untuk mendapatkan penghasilan tanpa melihat suku, jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur maupun pengalaman.

Sistem ini menawarkan peluang untuk mendapatkan penghasilan dengan bekerja paruh waktu maupun penuh waktu. Dalam banyak kasus, peluang direct

selling ini berkembang menjadi suatu ‘karir’ yang memuaskan bagi mereka yang

mencapai kesuksesan dan memilih untuk bekerja secara full time.

Metode ini mempunyai kelebihan antara lain operasinya lebih fleksibel karena penjual dapat mengamati reaksi pelanggan dan menyesuaikan pendekatannya, usaha yang sia-sia dapat diminimalkan, pelanggan yang berminat biasanya langsung membeli, dan penjual dapat membina hubungan jangka panjang dengan pelanggannya. Di dalamnya terkandung praktik salesmanship,

negotiating, dan relationship marketing, yang sangat dibutuhkan pada era

persaingan pasar bebas.

Selain itu, keuntungan lain dari sistem ini yaitu penjual dapat menikmati kebebasan waktu, kebebasan dalam menentukan keuntungan, memperoleh pelatihan gratis dari perusahaan/sponsor, dan memperbolehkan orang berbisnis dengan produk atau jasa yang unik dan inovatif, membawa mereka ke pasar tanpa mengeluarkan biaya iklan dan media massa yang sangat besar, dan tanpa harus bersaing di toko-toko pengecer. Di sisi pelanggan, biasanya penjual akan mendatangi langsung si calon pelanggan, sehingga mereka tidak perlu repot-repot

31

keluar rumah. Mereka akan mendapatkan penjelasan akan produk sejelas-jelasnya, dan mereka juga bisa langsung menanyakan ketidakjelasannya ketika penjual sedang mempresentasikan produk yang dijualnya.

Meskipun demikian, sistem direct selling atau MLM ini juga menghadapi masalah-masalah seperti orang yang terganggu karena penjualan yang agresif, timbulnya citra buruk bagi industri bila ada salah satu penjual yang menipu pelanggannya, mengganggu privacy orang lain, dan kadangkala terjadi pula ada beberapa penjual yang memanfaatkan atau mengeksploitasi pembeli impulsif atau pembeli yang kurang mengerti teknologi. Selain itu, terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan kegagalan MLM dan jenis direct selling lainnya. Manajemen yang buruk karena kurangnya pengalaman serta komitmen yang diperlukan. Kurangnya komunikasi secara efektif dengan para distributor, serta kegagalan memotivasi para distributor. Produk-produk yang dijual mutunya rendah atau pasarnya terbatas.

C. Pengaturan Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung Menurut Hukum Positif Indonesia

1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Pengaturan bidang penjualan langsung di Indonesia terdapat dalam KUH Perdata (Burgelijk Wetboek). Transaksi jual-beli tidak terlepas dari konsep perjanjian secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang menegaskan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan satu orang atau lebih. Unsur-unsur dari perjanjian menurut Abdulkadir adalah sebagai berikut :29

a. Terdapat pihak-pihak yang sedikit-dikitnya dua orang. b. Adanya persetujuan antara pihak-pihak tersebut. c. Adanya tujuan yang akan dicapai

d. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan e. Memiliki bentuk tertentu, lisan atau tulisan. f. Memiliki syarat-syarat sebagai isi perjanjian.

Adapun bentuk-bentuk dari perjanjian, antara lain:30

a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli (Pasal 1457-1540 KUHPerdata) dimana kedua belah pihal yaitu pihak penjual dan pembeli masing-masing harus memenuhi prestasinya, prestasi penjual yaitu harus menyerahkan barang dan prestasi pembeli yaitu harus membayar harga barang.

b. Perjanjian obligator adalah perjanjian dimana pihak -pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain. Menurut KUHPerdata perjanjian jual beli saja belum lagi mengakibatkan beralihnya hak milik atas suatu benda dari penjual kepada pembeli. Fase ini baru merupakan kesepakatan dan harus diikuti dengan perjanjian penyerahan (perjanjian kebendaan).

29Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1990), hlm. 79.

33

c. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain. Penyerahan itu sendiri merupakan perjanjian kebendaan. Dalam hal perjanjian jual beli benda tetap, maka perjanjian jual belinya disebutkan juga perjanjian jual beli sementara.

d. Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana diantara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk menngadakan perikatan. Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat.31

Pasal 1320 KUHPerdata menentukan adanya 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:32

a. Adanya kata sepakat

Supaya kontrak menjadi sah maka para pihak harus sepakat terhadap segala hal yang terdapat di dalam perjanjian.33 Pada dasarnya kata sepakat adalah pertemuan atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam perjanjian. Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya atau kesepakatannya jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.34

31Mariam Darus Badrulzaman et.al, Kompilasi Hukum Perikatan (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 66.

32Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan Pola Kemitraan dan Badan Hukum (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), hlm. 113.

33

Sudargo Gautama, Indonesian Business Law (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 76.

34J. Satrio, Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian- Buku I) (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1955), hlm. 164.

Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai persyaratan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) anta pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Dan pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).35

b. Kecakapan untuk membuat perikatan

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penawaran dan akseptasi merupakan unsur yang sangat penting untuk menentukan lahirnya perjanjian. Di samping itu, kata sepakat dapat diungkapkan dalam berbagai cara, yaitu secara lisan, tertulis, dengan tanda, dengan simbol dan dengan diam-diam.

Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap. Kemudian Pasal 1330 menyatakan bahwa ada beberapa orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yakni:36

1) Orang yang belum dewasa.

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan. 3) Perempuan yang sudah menikah.

Kecakapan disini artinya para pihak yang membuat perjanjian haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat perjanjian, yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan oleh hukum sebaliknya, yaitu anak-anak,

35Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis (Bandung: Alumni, 1994), hlm. 24.

36Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 29.

35

orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa.37

Buku III KUHPerdata tidak menentukan tolok ukur kedewasaan tersebut. Ketentuan tentang batasan ditemukan dalam Buku I KUHPerdata tentang Orang. Berdasarkan Buku I Pasal 330 KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika dia telah berusia 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah. Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut Pasal 330 KUHPerdata belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun. Namun meskipun belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun apabila seseorang telah atau pernah menikah dan dicatat maka dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian.38

c. Suatu hal tertentu

Akibat hukum dari ketidakcakapan dalam membuat perjanjian adalah bahwa perjanjian yang telah dibuat itu dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim. Jika pembatalan tidak dimintakan oleh pihak yang berkepentingan, sepanjang tidak dimungkiri oleh pihak yang berkepentingan, perjanjian itu tetap berlakubagi pihak-pihak.

Syarat sahnya perjanjian yang ketiga adalah adanya suatu hal tertentu (een

bepaald onderwerp), suatu hal tertentu adalah hal bisa ditentukan jenisnya

(determinable).39

37

Ibid.

38Undang-Undang Tentang Perkawinan, UU No. 14, LN No. 14 Tahun 1974, TLN No.

3019, Pasal 7 ayat (1).

39Sudargo Gautama, Op.Cit., hlm. 79.

Pasal 1333 KUHPerdata menentukan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu benda (zaak) yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya. Suatu perjanjian harus memiliki objek tertentu dan suatu perjanjian

haruslah mengenai suatu hal tertentu (certainty of terms), berarti bahwa apa yang diperjanjikan, yakni hak dan kewajiban kedua belah pihak. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit dapat ditentukan jenisnya (determinable).

Secara umum, suatu hal tertentu dalam kontrak dapat berupa hak, jasa, benda atau sesuatu, baik yang sudah ada ataupun belum ada, asalkan dapat ditentukan jenisnya (determinable). Perjanjian untuk menjual sebuah lukisan yang belum dilukis adalah sah. Suatu kontrak dapat menjadi batal ketika batas waktu suatu kontrak telah habis dan kontrak tersebut belum terpenuhi.

J. Satrio menyimpulkan bahwa apa yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah objek prestasi (performance). Isi prestasi tersebut harus tertentu atau paling sedikit dapat ditentukan jenisnya (determinable).40

d. Kausa hukum yang halal

Syarat sahnya perjanjian yang keempat adalah adanya kausa hukum yang halal. Jika objek dalam perjanjian itu illegal, atau bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum, maka perjanjian tersebut menjadi batal. Sebagai contohnya, perjanjian untuk membunuh seseorang mempunyai objek tujuan yang illegal, maka kontrak ini tidak sah.41

40J. Satrio, Op.Cit., Buku II, hlm. 41.

41Sudargo Gautama, Op.Cit., hlm. 80.

Menurut Pasal 1335 Jo 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu kausa dinyatakan terlarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

37

Suatu kausa dinyatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Untuk menentukan apakah suatu kausa perjanjian bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden) bukanlah hal yang mudah, karena istilah kesusilaan tersebut sangat abstrak, yang isinya bisa berbeda-beda antara daerah yang satu dan daerah yang lainnya atau antara kelompok masyarakat yang satu dan lainnya. Selain itu penilaian orang terhadap kesusilaan dapat pula berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jaman.42

Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku III KUHPerdata, yang memiliki sifat terbuka, artinya ketentuan-ketentuannya dapat dikesampingkan, sehingga berfungsi mengatur saja. Sifat terbuka dari KUHPerdata ini tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang mengandung asas kebebasan berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan

Pengaturan mengenai perusahaan berbasis distribusi penjualan langsung ini dalam KUHPerdata lebih menekankan kepada perjanjian yang dilakukan antara konsumen, mitra usaha dan perusahaan penjualan langsung tersebut. Hubungan antara mitra usaha dengan perusahaan harus sesuai dengan perjanjian yang dibuat berdasarkan Buku III KUHPerdata tentang perikatan. Hubungan antara mitra usaha dan perusahaan penjualan langsung tersebut harus sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Buku III KUHPerdata.

42J. Satrio, Op.Cit., Buku II, hlm. 109.

peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian.

2. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

Pengaturan mengenai penjualan langsung dapat dilihat pada Bab IV Bagian Kedua Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (selanjutnya disebut UU Perdagangan) yang mengatur tentang distribusi barang. Adapun hal-hal yang diatur dalam Pasal 7 UU Perdagangan adalah sebagai berikut :

a. Distribusi barang yang diperdagangkan di dalam negeri secara tidak langsung atau langsung kepada konsumen dapat dilakukan melalui pelaku usaha distribusi.

b. Distribusi barang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan rantai distribusi yang bersifat umum distributor dan jaringannya, agen dan jaringannya dan waralaba.

c. Distribusi barang secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan pendistribusian khusus melalui sistem penjualan langsung secara single level dan multilevel.

Pasal 8 menjelaskan bahwa barang dengan hak distribusi eksklusif yang diperdagangkan dengan sistem penjualan langsung hanya dapat dipasarkan oleh penjual resmi yang terdaftar sebagai anggota perusahaan penjualan langsung. Begitu juga dalam Pasal 9 dan Pasal 10 dijelaskan bahwa pelaku usaha distribusi dilarang menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan barang dan distribusi barang yang dilakukan oleh pelaku usaha harus sesuai dengan

39

ketentuan peraturan perundang-undangan serta etika ekonomi dan bisnis yang berlaku.

3. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen) yang diatur lebih kepada hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Apabila terjadi wanprestasi antara perusahaan dan/atau mitra usaha dengan konsumen maka telah terdapat upaya penyelesaian untuk mengatasi hal tersebut. Tujuan perlindungan konsumen antara lain :43

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan diri dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

d. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha.

e. Menetapkan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

43Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 74.

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Hak dan kewajiban konsumen tercantum pada Pasal 4 dan Pasal 5, antara lain dijelaskan sebagai berikut :

a. Hak konsumen meliputi :44

1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

5) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

8) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

b. Kewajiban-kewajiban konsumen antara lain :45

1) membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2) beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

3) membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4) mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

44Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen

41

4. Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor:32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan Dengan Sistem Penjualan Langsung

Pengaturan penjualan langsung dalam Permendag 32/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan Dengan Sistem Penjualan Langsung merupakan salah satu bentuk upaya perlindungan konsumen dari pemerintah terkait kegiatan penjualan langsung. Konsideran Permendag 32/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan. Dengan sistem penjualan langsung menyatakan bahwa dalam rangka penataan, peningkatan tertib usaha, perlindungan konsumen, kepastian hukum, dan penciptaan iklim usaha yang kondusif guna mendorong peningkatan investasi di bidang perdagangan, perlu mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung. Permendag 32/2008 ini berisikan bab-bab yang mengatur mengenai penjualan langsung yaitu pada Bab II berisi persyaratan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung.

Bab II Pasal 2 berisikan kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan berbasis distribusi penjualan langsung, yakni sebagai berikut :46

1) Memiliki atau menguasai kantor dengan alamat yang benar, tetap, dan jelas.

2) Melakukan penjualan barang dan/atau jasa dan rekruitmen mitra usaha melalui sistem jaringan.

3) Memiliki program pemasaran yang jelas, transparan, rasional, dan tidak berbentuk skema jaringan pemasaran terlarang.

4) Memiliki kode etik dan peraturan perusahaan yang lazim di bidang usaha penjualan langsung.

5) Memiliki barang dan/atau jasa yang nyata dan jelas dengan harga yang layak dan wajar.

46Pasal 2 Permendag 32/2008

6) Memenuhi ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. 7) Memberikan komisi, bonus, dan penghargaan lainnya berdasarkan

hasil kegiatan penjualan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh mitra usaha dan jaringannya sesuai dengan yang diperjanjikan.

8) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaannya.

9) Memiliki ketentuan tentang harga barang dan/atau jasa yang dijual

Dokumen terkait