• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Ruang Terbuka Hijau (RTH)

 Sifat polutan adalah stabil, tidak terurai selama berada di udara dalam kotak.

 Tidak ada polutan yang masuk atau keluar melalui bagian melalui kedua sisi

yang sejajar dengan arah angin.

 (L) adalah jarak dari sumber emisi terbesar ke batas kabupaten terjauh.

 Waktu tempuh (t) yaitu jarak sumber emisi terbesar ke batas kabupaten terjauh

(L) per kecepatan angin (U).

2.4.Ruang Terbuka Hijau (RTH) 2.4.1. Definisi

Menurut Purnomohadi dalam Budiman (2010) bahwa (1) RTH adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan

hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai

tumbuhan penciri terutama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, memilki beberapa definisi terkait RTH yakni:

a. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik

dalam bentuk area/ kawasan maupun dalam bentuk area memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.

b. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP

adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

Pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, didefinisikan bahwa ruang terbuka hijau adalah area memanjang/ jalur atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

23

2.4.2. Tujuan, Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5 Tahun 2008 menjelaskan bahwa RTH memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, yakni memberi jaminan

pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air, dan tanah serta sebagai penahan angin.

b. Fungsi tambahan (ekstrinksik), yakni fungsi sosial dan budaya yang meliputi

untuk menggambarkan ekspresi budaya lokal, merupakan media komunikasi warga kota, sebagai tempat rekreasi dan sebagai wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.

Fungsi ekonomi meliputi sebagai sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur, dan bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain. Fungsi estetika meliputi untuk meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan, menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota, pembentuk faktor keindahan arsitektural dan menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.

RTH juga memiliki manfaat sesuai yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5 Tahun 2008, yakni:

a. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu

membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah)

b. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu

pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati)

24

2.4.3. Tipologi Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan pembagian jenis-jenis RTH yang ada sesuai dengan tipologi RTH sebagaimana Gambar 2.8 (Anonim, 2006).

RUANG TERBUKA

HIJAU (RTH)

FISIK FUNGSI STRUKTUR KEPEMILIKAN

RTH ALAMI RTH NON ALAMI EKOLOGIS SOSIAL BUDAYA ESTETIKA EKONOMI POLA EKOLOGIS POLA PLANOLOGIS RTH PUBLIK RTH PRIVAT

Gambar 2.8 Tipologi RTH (Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan)

Gambar contoh pola RTH jalur hijau yang diacu oleh Kabupaten Sidoarjo, menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5 tahun 2008 yang dapat dilihat pada Gambar 2.9 dan Gambar 2.10.

25 Gambar 2.10 Pola Peletakan RTH Jalur Hijau

2.4.4. Proporsi Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat. Pembinaan ruang terbuka hijau haruslah mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada. Perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ditetapkan bahwa proporsi luasannya paling sedikit 30% dari luas wilayah kota, yang diisi oleh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Wilayah Perkotaan, proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% RTH dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat.

Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Ruang Terbuka Hijau publik seluas minimal 20% dimaksudkan agar proporsi RTH minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat.

KDB adalah adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Bagan proporsi RTH kawasan perkotaan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan

26

Umum No. 5 Tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 2.11. Komposisi untuk RTH publik sebesar 20% ini jika dibandingkan dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) meliputi 12.5% taman, 6% jalan, dan 1.5% lain-lain seperti pemakaman, lapangan olahraga, dan lahan pertanian perkotaan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan).

RUANG PERKOTAAN TERBANGUN TERBUKA TAMAN (12,5%) JALAN(20%) LAINNYA(7,5%) KDB (0%) (70%)KDB (80%)KDB RTH (12,5%) RTH(6%) (1,5%)RTH RTH PUBLIK (20%) HUNIAN (40%) NON HUNIAN(20% KDB (80%) (90%)KDB RTH (8%) RTH(2%) RTH PRIVAT (10%) RUANG PERKOTAAN

Gambar 2.11 Bagan Proporsi RTH Kawasan Perkotaan

2.4.5.Elemen Pengisi Ruang Terbuka Hijau

RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman vegetasi yang sudah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukannya. Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan kriteria arsitektural dan hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam menseleksi jenis-jenis yang akan ditanam.

Adapaun beberapa persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan:

Dokumen terkait