• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II JUAL BELI DALAM ISLAM

B. Rukun dan Syarat Jual Beli

Rukun adalah kata mufrad dari kata jama‟

arkaan” artinya asas atau sendi-sendi atau tiang, yaitu

sesuatu yang menentukan sah (apabila di lakukan) dan tidaknya (apabila ditinggalkan) suatu pekerjaan ibadah dan sesuatu itu termasuk di dalam pekerjaan itu.34 Adapun rukun jual beli adalah:

a. Al Aqidani /

ِن َد ِق ا َع َا ْل

1) Penjual

Penjual haruslah pemilik harta yang akan dijualnya atau orang yang diberi kuasa untuk menjualnya, orang dewasa, dan tidak bodoh. 2) Pembeli

Pembeli haruslah orang yang di bolehkan membelanjakan harta, tidak boleh orang bodoh dan anak kecil yang belum di izinkan untuk itu. b. Bentuk Akad/

ِد َع ْق ُة ْلا َغِص

1) Sighat

Sighat berbentuk ijab dan qabul dengan suatu

ungkapan seperti “Jual lah kepadaku dengan

harga sekian” kemudian penjual menyatakan, “Jual kepada ku baju,” misal, lalu

memberikannya kepadanya.

34

M, Abdul Mujib, Mbruru Thalahah dan Syafi‟a, Kamus istilah

2) Persetujuan kedua belah pihak

Tanpa ada persetujuan kedua belah pihak (penjual dan pembeli), jual beli tidak sah.35

c. Objek Akad/

ِدْقَعْلا ُّل ََمح

Barang yang dijual, yaitu barang yang dijual harus mubah dan bersih serta dapat diterima, dan diketahui walaupun hanya sifatnya oleh pembeli.

Dengan demikian jika suatu pekerjaan tidak terpenuhi rukun-rukunnya maka pekerjaan itu

akan batal karena tidak sesuai dengan syara‟,

begitupun juga dalam hal jual beli harus memenuhi rukun-rukun tersebut.

2. Syarat Jual Beli

Hukum dasar dalam masalah Muamalah syariat ini adalah keabsahan dan keharusannya bagi orang yang memang disyaratkan dengannya. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah Salallahu Alaihi Wa sallam:

َو

ْوُأ ًلا َلاَح َم َّرَح اًطْرَش َّلاِإ ْمِهِط ْو ُرُش ىَلَع َن ْوُمِلْسُمْل ا

اًماَرَح َّلَحَأ

36

Artinya: Dan kaum Muslim harus memenuhi syarat-syarat yang telah mereka sepakati kecuali syarat-syarat yang

35

Abu Bakar Jabir Al Jaza‟iri, Pola Hidup Muslim (Minhajul

Muslim) Muamalah (Bandung: PT Remaja Rosda Kriya,1991), h. 40

36

Hadits … ْمِهِط ْو ُرُش ىَلَع َن ْىُمِلْسُمْل اَو diriwayatkan oleh Imam Bukhari

4/451 secara mu‟alaq dengan sighah jazm. Dan diriwayatkan secara maushul

oleh Imam Ahmad 2/ 366, Abu Dawud no.3594, Ibnu Jarud no. 637, Hakim

2/45, Ibnu „Adiy no. 2008 daru Abu Hurairah lewat jalur periwayatan Katsir

bi Zaid dari Walid Bin Rabbah. Dan diriwayatkan oleh Tirmidzi no.1370 dari

mengharamkan suatu yang halal atau menghalalkan suatu yang haram.37

a.

ِن َد ِق ا ْل َع َا

/ Subjek jual beli, yaitu penjual dan pembeli harus memenuhi syarat-syarat berikut: 1) Berakal, yaitu dapat membedakan atau memilih

mana yang terbaik bagi dirinya, oleh karena apabila salah satu pihak tidak berakal maka jual beli yang di lakukan tidak sah. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Q.S An-nisa : 5

ْمَأ َءاَهَفُّسلا اوُتْؤُ ت َلاَو

اًماَيِق ْمُكَل ُوَّللا َلَعَج ِتَِّلا ُمُكَلاَو

اًفوُرْعَم ًلاْوَ ق ْمَُلَ اوُلوُقَو ْمُىوُسْكاَو اَهيِف ْمُىوُقُزْراَو

38

Artinya : “ Dan jangan lah kamu serahkan

kepada orang-orang yang belum sempurna akhlak nya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang di jadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkan lah

kepada mereka kata-kata yang baik”. (Q.S.

An-nisa: 5)

2) Dengan kehendak sendiri (bukan paksaan), maksudnya bahwa dalam melakukan transaksi jual beli salah satu pihak tidak melakukan suatu tekanan atau paksaan kepada pihak lain,sehingga pihak lain pun dalam melakukan transaksi jual beli bukan karena kehendak sendiri. Oleh karena itu jual beli yang di lakukan bukan atas dasar kehendak sendiri adalah tidak sah. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Q. S An-nisa: 29

37

Abdullah Bin Abdurahman Ali Bassam, Syarah Hadits Pilihan

Bukhari Musliim (Jakarta: Darul Falah, 1992) h. 630

38

َنْ يَ ب ْمُكَلاَوْمَأ اوُلُكْأَت َلا اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي

ِلِطاَبْلاِب ْمُك

ْمُكْنِم ٍضاَرَ ت ْنَع ًةَراَِتِ َنوُكَت ْنَأ َّلاِإ

ۚ

اوُلُ تْقَ ت َلاَو

ْمُكَسُفْ نَأ

ۚ

ًميِحَر ْمُكِب َناَك َوَّللا َّنِإ

39

Artinya: “Hai orang-orang beriman janganlah kamu saling menukarkan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka di antara kamu. Dan

jangan lah kamu membunuh dirimu,

sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepada mu”. (Q.S. An-nisa : 29)

3) Keduanya tidak mubazir, maksudnya bahwa para pihak yang mengikatkan diri dalam transaksi jual beli bukanlah orang-orang yang boros (mubazir), sebab orang yang boros menurut hukum dikatakan sebagai orang yang tidak cakap bertindak, artinya dia tidak dapat melakukan sendiri sesuatu perbuatan hukum meskipun hukum tersebut menyangkut kepentingan semata.

4) Baligh, yaitu menurut hukum Islam (fiqih), dikatakan baligh (dewasa apabila telah berusi 15 tahun dan telah datang bulan (haid) bagi anak perempuan, oleh karena itu transaksi jua beli yang dilakukan anak kecil adalah tidak sah namun demikian bagi anak-anak yang sudah dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk, tetapi ia belum dewasa (belum mencapai usia 15 tahun dan belum bermimpi atau belum haid), menurut sebagian ulama bahwa anak tersebut dilakukan untuk melakukan perbuatan jual beli, khusus nya untuk barang-barang kecil dan tidak bernilai tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut penulis sangat setuju karena apabila anak yang

39Ibid, h. 148

belum baligh (dewasa) tidak dapat melakukan perbuatan hukum seperti jual beli barang-barang kecil dan tidak bernilai tinggi seperti yang biasa terjadi di tengah-tengah masyarakat itu sendiri, sedangkan kita tahu bahwa hukum Islam (syariat Islam) tidak membuat suatu peraturan yang menimbulkan kesulitan atau kesukaran bagi pemeluknya.

b. Objek Jual Beli, yaitu barang atau benda yang menjadi sebab terjadinya transaksi jual beli, dalam hal ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 40

1) Suci atau bersih barangnya, maksudnya bahwa barang yag di perjual belikan bukanlah barang atau benda yang digolongkan sebagai barang atau benda yang najis atau yang diharamkan.Tetapi perlu diingat bahwa tidak semua barang atau benda mengandung najis tidak boleh diperjual belikan, misalnya kotoran binatang atau sampah-sampah yang mengandung najis boleh diperjual belikan sebatas kegunaan barang bukan untuk di konsumsi atau di jadikan sebagai makanan. Hal ini sebagai mana pendapat Sayid Sabiq dalam kitab fiqih sunah bahwa diperbolehkan seorang penjual menjual kotoran dan sampah-sampah yang mengandung najis oleh karena sangat dibutuhkan untuk keperluan perkebunan, dapat di manfaatkan sebagai bahan perapian dan juga dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa barang-barang yang mengandung najis, arak, dan bangkai dapat dijadikan sebagai objek jual beli asalkan pemanfaatan barang-barang tersebut bukan untuk keperluan makanan atau di konsumsikan.

40

Chairuman Pasaribu, dkk, Hukum Perjanjian Dalam Islam(Jakarta: Sinar Grafika, 1994) h. 35

2) Barang yang diperjual belikan dapat dimanfaatkan, maksudnya barang yang dapat dimanfaatkan tentunya sangat relatif, karena pada dasarnya semua barang yang dijadikan sebagai objek jual beli adalah barang-barang yang dapat dimanfaatkan untuk di konsumsi, misalnya beras, kue, ikan, buah-buahan dan lain sebagainya, dinikmati keindahannya misalnya lukisan, kaligrafi, hiasan rumah dan lain-lain. Dinikmati suaranya seperti radio, tv, kaset, dan lain seebagainya, serta di pergunakan untuk keperluan yang bermanfaat seperti membeli seekor anjing untuk berburu. Dengan demikian yang dimaksud dengan barang yang diperjual belikan dapat dimanfaatkan adalah bahwa kemanfaatan barang tersebut dengan ketentuan hukum agama, (syariat Islam) atau pemanfaatan barang tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan agama (Islam) yang berlaku.

3) Barang atau benda yang diperjual belikan milik orang yang melakukan akad, maksudnya bahwa orang yang melakukan perjanjian jual beli atas sesuatu barang adalah pemilik sah barang tersebut ata telah mendapat izin dari pemilik sah barang tersebut. Dengan demikian jual beli yang dilakukan oleh orang yang bukan pemilik atau berhak berdasarka kuasa si pemilik, dipandang sebagai perjanjian jual beli yang batal.

4) Barang atau benda yang diperjual belikan dapat diserahkan, maksud disini bahwa barang atau benda yang diperjual belikan dapat diserahkan diantara kedua belah pihak (penjual dan pembeli). Dengan demikian jelas lah bahwa barang-barang yang dalam keadaan dihipnotis, digadaikan atau sudah di wakafkan adalah tidak sah, sebab penjual tidak mampu lagi untuk menyerahkan barang kepada pembeli.

5) Barang atau benda yang diperjual belikan dapat diketahui artinya bahwa barang atau benda yang akan diperjual belikan dapat di ketahui banyaknya, beratnya, kualitasnya, dan ukuran-ukuran lainnya. Maka tidak sah jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak atau jual beli yang mengandung penipuan.

6) Barang atau benda yang diperjual belikan tidak boleh dikembalikan, artinya bahwa barang atau benda diperjual belikan tidak boleh dikaitkan atau digantungkan kepada hal-hal lain, contohnya: Jika ayahku pergi aku jual motor ini kepadamu.

Dokumen terkait