• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Bagaimana Penanganan Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada kantor imigrasi khususnya tindak pidana overstay

Dalam Pasal 1 ayat 8 Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian disebutkan penyidik pegawai negeri sipil yang selanjutnya disebut dengan PPNS keimigrasian adalah pejabat imigrasi yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian. Dan pejabat polisi Negara Indonesia sebagaimana dimaksud di dalam Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana. Untuk melakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian.

Penyidikan keimigrasian adalah suatu proses penyidikan oleh Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia juga PPNS imigrasi terhadap setiap orang yang melakukan perbuatan sebagai tindak pidana keimigrasian. Dengan demikian penyidikan hanya dapat dilakukan oleh kedua pejabat yang telah disebutkan diatas. Disamping menjalankan tugas sebagai aparat pelayanan keimigrasian, aparat imigrasi juga pertugas sebagai aparat penegak hukum. Dalam Pasal 106 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil keimigrasian berwewenang :

1. Menerima laporan tentang adanya tindak pidana keimigrasian.

2. Mencari keterangan dan alat bukti.

3. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.

4. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan.

5. Memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, atau menahan seseorang yang disangka melakukan tindak pidana keimigrasian.

6. Menahan dan memeriksa dokumen perjalanan.

7. Memeriksa atau menyita surat, dokumen, atau benda yang ada hubungannnya dengan tindak pidana keimigrasian.

8. Memanggil seseorang untuk diperiksa dan didengar keterangannya sebagai tersangka atau saksi.

9. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara imigrasi

10. Melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat surat,dokumen, atau benda lain yang ada hubunganya dengan tindak pidana keimigrasian.

11. Mengambil foto dan sidik jari tersangka.

12. Meminta keterangan dari masyarakat atau sumber yang berkompeten.

13. Melakukan penghentian penyidikan.

14. Mengadakan tindakan lain menurut hukum.

Upaya penanganan tindak pidana imigrasi dibedakan menjadi 2, yaitu upaya preventif dan upaya represif.

a.1. Upaya Preventif

Terjadinya tindak pidana imigrasi tidak terlepas dari masalah pengawasan WNA, pengawasan yang kurang terhadap WNA yang masuk ke indonesia dapat menimbulkan tindakan yang mengarah kepada kjahatan maupun pelanggaran hukum. salah satu diantara nya adalah penggunaan izin masuk ke Indonesia yaitu melebihi batas izin tinggal atau overstay yang pada dasarnya telah melanggar Undang – undang imigrasi11.

Menurut Sjachran Basah12, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengimplikasikan peraturan dalam hal konkret

11I wayan Tangun Susila, dkk “ Usaha Penanggulangan Tindak pidana imigrasi dan imigrasi gelap (Jakarta), 1993

berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. E. Utrecht mengatakan bahwa bila pembuat peraturan pada umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning)13.

Dalam bagian penjelasan umum Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian ditegaskan bahwa terhadap orang asing, pelayanan dan pengawasan dibidang keimigrasian dilakukan dengan prinsip-prinsip yang bersifat selektif. Berdasarkan prinsip ini, hanya orang asing yang diizinkan masuk kewilayah Indonesia adalah orang asing yang memberikan manfaat bagi kesejahtraan rakyat, bangsa dan Negara Republik14.

Untuk menjamin kemanfaatan adannya orang asing tersebut di wilayah negara indonesia dan dalam rangka menunjang tetap terpeliharanya stabilitas dan kepentingan nasional, kedaulatan Negara, keamanan dan ketertiban umum serta kewaspadaan terhadap dampak negatif yang timbul akibat perlintasan orang antar Negara, keberadaaan dan kegiatan orang asing di wilayah Indonesia, dipandang perlu melakukan pengawasan bagi orang asing dan tindakan keimigrasian secara tepat, cepat, dan teliti serta terkoordinir oleh petugas kantor imigrasi tanpa mengabaikan keterbukaan / transparansi dalam memberikan pelayanan orang asing.

penataran hukum administrasi dan lingkungan di Fakultas Hukum Unair, Surabaya, 1995 13

E. Utrecht, “Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta, Ichtiar, 1927), hlm. 187. 14

15

Pengawasan dan penindakan yang dilakukan petugas kantor imigrasi harus tepat sasaran. dalam pengawasan yang terpenting adalah mengetahui apakah dalam pelaksanaan tugas-tugas terjadi penyimpangan atau kesalahan. Hal ini secara preventif agar dilaksanakan sedini mungkin supaya tidak terjadi adanya pelanggaran-pelanggaran yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Sistem pengawasan keimigrasian adalah suatu sistem pengawasan terhadap orang asing, sistem itu meliputi pengamatan dan pemeriksaan segala kegiatan yang dimulai dari rencana dan beradanya orang asing di Indonesia sampai dengan meninggalkan Indonesia.

a.2 Tindakan represif

Yang dimaksud dengan tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan penyidik PPNS sesudah terjadinya kejahatan atau tindak pidana. Dalam kaitannya dengan penanggulangan terhadap orang asing yang menyalahgunakan izin keimigrasian dilakukan sesudah terjadinya atau terbukti adanya pengalahgunaan keimigrasian. Tindakan ini bisa bersifat yuridis, dan bisa juga barsifat administrasi.

Tindakan yuridis adalah tindakan yang dengan sengaja menyalahgunakan maksud pemberian izin keimigrasian dan harus di buktikan di pengadilan oleh hakim dan kemudian dapat dikenakan sanski pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku16.

Menurut Pasal 75, Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang mengatur mengenai tindakan administratif keimigrasian terhadap orang asing di wilayah Indonesia, yaitu :

15

Supramono, Gatot Loc.,Cit

16

Jazim Hamidi, Charles Christian, Hukum Keimigrasian Bagi Orang Asing Di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2015,

- Pejabat Imigrasi berwewenang melakukan tindakan administrasi keimigrasian terhadap orang asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya atau patut diduga membahayakan kepentingan umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan.

- Tindakan administrasi keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 UUK dapat berupa :

a) Pencantuman dalam daftar pencegahan atau penangkalan.

b) Pembatasan, perubahan, atau pembatalan izin tinggal.

c) Larangan untuk berada di satu atau beberpa tempat tertentu di Wilayah Indonesia.

d) Keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di Wilayah Indonesia.

e) Pengenaan biaya beban.

f) Deportasi dari Wilayah Indonesia.

- Tindakan admistrasi keimigrasian berupa deportasi dapat juga dilakukan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia karena berusaha menghindarkan diri dari ancaman dan pelaksanaan hukuman di Negara asalnya.

Penindakan keimigrasian terhadap warga Negara Asing merupakan kegiatan lanjutan yang dilakukan pihak keimigrasian Jogjakarta setelah melakukan pengawasan keimigrasian terhadap warga Negara Asing.

Penindakan merupakan satu hal yang sangat penting untuk dilaksanakan demi tegaknya hukum dan untuk menjamin kepastian hukum di Negara Republik Indonesia. Penindakan keimigrasian yang dilakukan Kantor Imigrasi kelas I Jogjakarta dalam hal penyelesaian terhadap permasalahan pelanggaran keimigrasian melalui tindakan keimigrasian dan proses peradilan. Penindakan keimigrasian dalam pelaksanaannya di Kantor Imigrasi kelas I jogjakarta terhadap adanya pelanggaran keimigrasian seperti penyalahgunaan izin tinggal dan overstay lebih condong untuk mengambil tindakan administratif, karena selama ini tidak ditemukan pelanggaran yang dikategorikan tindak pidana dan penyimpangan hukum yang berat. Namun fakta nya dala lapangan, PPNS dalam melakukan tindakan keimigrasian membutuhkan waktu ber bulan bulan dan biaya yang tidak sedikit.

Selain itu berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang ada hampir setiap kasus keimigrasian dapat dikenakan Tindakan Keimigrasian (Tindakan Administratif), hal ini terjadi karena kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang sangat luas dan seperti suatu pasal karet 17

b. Hambatan apa yang dihadapi oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan penanganan tindak pidana overstay ?

Dalam melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian pasal 124 tentang overstay, yang dilakukan oleh PPNS Imigrasi tidak selalu berjalan lancar dan kadang menemui berbagai hambatan. Hambatan-hambatan inilah yang membuat penyidik kesulitan dalam mengungkap suatu kasus atau membuat jelas suatu

17

perkara pidana. Hambatan-hambatan itu bisa datang dari dalam (intern) maupun dari luar (Ekstern) ;

1. Hambatan Intern, yaitu hambatan yang dihadapi oleh penyidik dari dalam Lembaga Imigrasi itu sendiri.

Adapun hambatan intern ini berupa :

a. Selama ini PPNS Keimigrasian masih merupakan suatu pekerjaan yang dilekatkan pada bidang atau kegiatan yang ada, sehingga tugas penyidikan yang menjadi tanggung jawab PPNS belum sepenuhnya dapat ditangani. Pada umumnya PPNS tidak saja mempunyai tugas penyidikan yang memerlukan konsentrasi tinggi dan sangat spesifik, namun juga dibebani tugas-tugas administratif, bahkan tugas-tugas lain yang sama sekali tidak terkait dengan penegakan hukum, sehingga tugas-tugas penyidikan belum tersentuh dengan baik. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dilakukan penentuan skala prioritas dalam pelaksanaan tugas penyidikan oleh PPNS Keimigrasian.

b. Terbatasnya personel PPNS Keimigrasian menyebabkan penanganan pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian seringkali berjalan kurang cepat. Untuk mengatasi hal tersebut, maka kepada PPNS Keimigrasian selalu diberi motivasi untuk bekerja secara optimal dengan segala keterbatasan yang ada, baik menyangkut jumlah personil atau anggaran.

c. Hal lain yang berkaitan dengan kondisi PPNS adalah bahwa kualitas sumber daya PPNS masih belum memadai. Sampai saat ini belum ada standar tentang Pendidikan PPNS, baik menyangkut kurikulum, jangka waktu pendidikan maupun penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itu perlu ada standar

pendidikan PPNS yang komprehensif dalam rangka meningkatkan kualitas, kemampuan dan integritas PPNS.

2. Hambatan Ekstern, merupakan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh penyidik dari luar lembaga Imigrasi.

a. Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam melaporkan keberadaan orang asing yang mencurigakan di sekitar lingkungannya. Untuk mengatasi hambatan ini maka dilakukan sosialisasi tentang masalah keimigrasian dengan bekerja sama dengan instansi terkait.

b. Masih terjadinya miskomunikasi atau perbedaan persepsi antara kepolisian dan kejaksaan dalam menilai kelengkapan suatu berkas perkara. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi hambatan ini adalah dengan selalu melakukan koordinasi horizontal dengan sesama instansi penegak hukum.

c. Kurang kehati-hatian atau kecermatan dari instansi yang berwenang dalam mengeluarkan dokumentasi kependudukan terhadap seseorang yang patut dicurigai.

d. Permasalahan atau kesulitan yang muncul dalam penanganan kasus-kasus limpahan adalah kesulitan yang berkaitan dengan persoalan locus delicti perkara. Penyidik Imigrasi pada Subdit Penyidikan pernah menangani perkara-perkara yang locus delictinya ada di wilayah DIY Jogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur sebagainya. Dalam penanganan perkara-perkara tersebut, penyidik imigrasi pada subdit penyidikan mengalami kesulitas dan pengumpulan bukti-bukti dan saksi-saksi serta koordinasi. Apalagi jika tidak didukung dengan dana operasional langsung. Hasilnya bisa dilihat dari proses

penyelesaian penyidikan yang dapat berjalan selama berbulan-bulan dan berbelit belit

Secara spesifik Faktor penghambat Kantor Imigrasi kelas I Jogjakarta dalam melaksanakan pengawasan warga Negara Asing, yaitu Faktor jangkauan wilayah kerja dan luasnya wilayah operasi antara kantor di Jogjakarta ke lokasi wilayah operasi di 5 Kab/kota. Dalam pelaksanaannya kadang kala ditemukan perusahaaan Tenaga Kerja Asing yang belum mengerti akan tugas dan fungsi Kantor Imigrasi sehingga perlu menjelaskan tugas dan fungsi serta maksud kedatangan petugas.

Selain itu kurangnya personil juga menghambat pelaksanaan pengawasan warga Negara Asing. Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) Sumber daya Manusia di Kantor Imigrasi kelas I Jogjakarta ini kurang didukung dari Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (WASDAKIM), sebagai gambaran bahwa di Kantor Imigrasi Kelas I Jogjakarta mempunyai personil dari seksi WASDAKIM ada 5 (lima) orang. Seksi WASDAKIM terdiri dari 1 Kepala Seksi, 2 personil seksi Pengawasan dan 2 Personil seksi Penindakan. Jadi dalam melakukan pengawasan Kantor Imigrasi Kelas I Jogjakarta mengalami kesulitan. Faktor aturan yang terjadi di lapangan juga menjadi faktor penghambat penanganan tindakan keimigrasian.

Dalam melakukan penyidikan Penyidik PPNS pasti pernah mengalami kesulitan dalam mengungkap suatu kasus imigrasi. Beberapa permasalahan dalam penegakan hukum terletak pada beberapa faktor yang dominan antara lain, hukumnya dan peraturan itu sendiri selain dari pada itu adalah komponen aparat pelaksana penegakan hukum. Dalam tindakan keimigrasian

kewenangan dimiliki oleh Pejabat imigrasi (Penyidik Pegawai Negeri Sipil Imigrasi), demikian luasnya sehingga penafsiran apakah suatu kasus perlu dilakukan tindakan pro yustisia (melalui proses peradilan), atau hanya tindakan administratif berupa deportasi sepenuhnya ditentukan oleh Pejabat Imigrasi (PPNS Imigrasi). Seringkali ini menimbulkan kebingungan di antara para penyidik PPNS.

Dokumen terkait