PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Permasalahan
Menurut Qomariah (2003) kegiatan Pertambangan Tanpa Ijin (PETI) batubara di kabupaten Baniar Propinsi Kalimantan Selatan berada di lahan kering dengan ketinggian 250-750 m dari permukaan laut yang dilakukan dengan sistem terbuka (open dumping) tanpa ada usaha rehabilitasi lahan, sehingga keadaannya saat ini sangat tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai lahan produktif. Hal ini terutama disebabkan terjadinya perubahan kondisi lahan secara keseluruhan serta penurunan kualitas lahan sehingga tidak mampu lagi untuk mendukung suatu pertumbuhan tanaman.
Penambangan batubara dengan sistem terbuka selain berpengaruh terhadap struktur ekosistem, yaitu perusakan bentuk lahan karena timbunan tanah galian, terbentuknya cekungan-cekungan besar bekas galian tambang dan rusaknya vegetasi yang tumbuh di atasnya,serta berpengaruh terhadap organisme perairan. Sebab proses erosi yang terjadi di lahan pasca tambang menyebabkan proses sedimentasi dalam perairan dan dapat membahayakan kehidupan organisme yang ada di dalam perairan tersebut. Semakin tinggi produksi tambang maka akan semakin banyak kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkannya (Qomariah, 2003).
Ditinjau dari aspek lingkungan, kegiatan pertambangan Tanpa ljin (PETI) batubara sangat berpengaruh negatif terhadap kondisi lingkungan, karena menyebabkan hilangnya vegetasi dan populasi satwa liar akibat pembersihan lahan untuk ditambang, serta kerusahan lahan akibat penambangan seperti terjadinya perubahan bentuk lahan, penurunan kualitas tanah dan air akibat pengupasan lapisan tanah untuk menggali bahan tambang. Selain itu juga menyebabkan terjadinya erosi di lahan pasca tambang dan sedimentasi di bagian hilir. Rusaknya lingkungan akibat PETI ini semakin diperparah karena tidak ada tindakan dari pihak yang berwenang maupun kesadaran masyarakat
penambang sendiri baik untuk merehabilitasi lahan pasca tambang maupun untuk melakukan tindakan konservasi tanah dan air.
Eksploitasi batubara dilakukan secara terbuka yaitu penambangan dengan cara mengupas permukaan tanah yang dilanjutkan dengan penggalian batubara, dan setelah selesai penambangan lapisan atas tanah (top soil) tidak dikembalikan ke tempat semula. Kegiatan penambangan batu bara tanpa tindakan untuk merehablitasi lahan setelah kegiatan berakhir dilakukan hampir pada semua lokasi pertambangan tanpa ijin, sehingga menimbulkan cekungan besar yang dikelilingi tumpukan anah bekas galian. Pada saat musim hujan cekungan ini membentuk danau dan kemudian karena erosi maka lahan bekas tambang mengalir ke daerah-daerah sekitarnya melalui sungai menutupi lahan pertanian/perkebunan sekaligus menimnbulkan sedimentasi di areal tersebut. Sehingga kegiatan pertambangan batubara yang dilakukan oleh penambangan tanpa ijin menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.
Analisis inderaja (remote sensing) dan analisis sistem informasi geografis dalam berbagai studi telah terbukti mampu mendeteksi keadaan lingkungan tertentu di suatu daerah secara cost-effective, antara lain karena cakupan areal yang dianalisis cukup luas. Beberapa komponen yang dapat dipantau antara lain adalah penutupan lahan dari waktu ke waktu, sebaran areal tambang, sebaran dan pola lahan terbuka akibat aktivitas penambangan illegal dan akibat aktivitas lain.
Atas dasar permasalahan tersebut maka rumusan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apa metode yang cepat digunakan untuk deteksi cepat lahan terbuka di lahan pasca tambang batubara?
2. Bagaimana efisiensi metode cepat identifikasi lahan terbuka di lahan pasca tambang batubara diabandingkan metode ground survey?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mendapatkan metode cepat identifikasi lahan terbuka pada lahan pasca tambang batubara.
2. Untuk mengevaluasi efisiensi metode cepat identifikasi lahan terbuka di lahan pasca tambang batubara diabandingkan metode ground survey.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan pertama dapat bermanfaat untuk monitoring dampak pertambangan terbuka dengan terbukanya lahan hutan secara cepat. Kedua untuk memberikan informasi basis data lahan kritis yang berguna untuk rehabilitasi hutan dan lahan di kawasan hutan di kabupaten Banjar.
1.5 Kerangka Pemikiran
Provinsi Kalimantan Selatan memiliki potensi tambang batubara yang besar, sejak lima tahun terakhir kegiatan tambang khususnya batubara semakin marak dan tidak terkoordinasi dengan perencanaan kehutanan padahal sebagian besar kegiatan pertambangan berada di kawasan hutan. Berdasarkan data Departemen Energi dan Sumberdaya Manusia tahun 2008 propinsi Kalimantan Selatan mempunyai potensi tambang batubara sebesar 12,26 milyar ton dan menempati urutan ke-3 di Indonesia. Salah satu kendala dalam pengembangan lahan usaha tambang adalah adanya benturan kepentingan atau tumpang tindih penggunaan lahan disamping dampak negatif terhadap kerusakan lingkungan akibat adanya aktivitas usaha tambang tersebut. Kegiatan PETl batubara di kabupaten Banjar, Kalimantan Selalan menyebabkan pH tanah bekas tambang sangat rendah sehingga tidak dapat diusahakan lagi untuk budidaya tanaman. Hal ini disebabkan munculnya lapisan bawah tanah ke permukaan sehingga terjadi oksidasi pirit yang merupakan senyawa beracun dan hilangnya bahan organik akibat tidak adanya vegetasi (Qomariah,2003).
Pemanfaatan sumberdaya lahan untuk pertambangan, pembalakan hutan, pertanian dan lain-lain menyebabkan kerusakan hutan sehingga fungsi hutan menjadi terganggu. Fungsi hutan dimaksudkan sebagai hutan lindung (fungsi lindung) yang menjaga keseimbangan ekosistem air, tanah, vegetasi dan mengatur keseimbangan iklim mikro, maupun fungsi konservasi. Kegiatan ini menyebabkan hilangnya hutan primer yang dapat menyebabkan perubahan pada iklim, kehilangan spesies, dampak terhadap hidrologi dan tanah, gangguan kesehatan, kehilangan hasil hutan, dampak terhadap ekonomi dan kehilangan estetika terhadap hutan.
Penambangan batubara yang tidak memperhatikan aspek lingkungan berupa pembersihan lahan dan pengupasan lapisan atas tanah akan menyebabkan terancamnya daerah sekitarnya dari bahaya erosi dan tanah longsor sebagai akibat dari hilangnya vegetasi penutup tanah. Pembukaan lahan secara besar- besaran juga menyebabkan teriadinya perubahan bentang alam (morfologi dan topografi) yaitu perubahan sudut panjang dan bentuk lereng. Pengupasan- pengupasan, penimbunan tanah, penutupan dan penggalian batubara menimbulkan perubahan pola drainase, debit air sungai dan kualitas air permukaan pada saat hujan (Qomariah,2003).
Motloch (1993) dalam Yusuf (2008) menyatakan bahwa landskap dalam definisi kontemporer meliputi daerah yang masih liar dan daerah yang terhuni. Daerah yang masih liar adalah lanskap alami dan daerah yang berpenghuni adalah lanskap buatan. Lanskap juga berarti suatu keadaan pada suatu masa yang merupakan bagian ekspresi dan pengaruh dari unsur-unsur ekologi, teknologi dan budaya. Pada lahan pasca tambang terjadi perubahan kemampuan dari muka bumi, sehingga secara estetika tanah pasca tambang tidak baik, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Oleh karena itu, untuk medapatkan hasil kajian atau analisis yang baik cepat dan tepat diperlukan data yang representatif, akurat, dan mutakhir di mana teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis mampu melakukannya. Sehingga pada penelitian ini diharapkan akan menghasilkan suatu metode cepat deteksi lahan terbuka pada lahan pasca tambang batubara.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1 Letak dan Luas Kabupaten Banjar
Kabupaten Banjar dengan luas wilayah 4.699 km2 merupakan kabupaten yang secara geografis terletak antara 20 49’ 55’’ sampai dengan 30 43’38’’ Lintang Selatan dan 1140 30’20’’ sampai 1150 35’37’’ Bujur Timur dengan batas-batas sebagai berikut :
• Sebelah Utara : Kabupaten Tapin.
• Sebelah Timur : Kabupaten Tanah Bumbu .
• Sebelah Selatan: Kabupaten Tanah Laut
• Sebelah Barat : Kota Banjarmasin dan kabupaten Barito Kuala.
Kabupaten Banjar dengan ibukotanya Martapura terbagi menjadi 16 kecamatan dan 288 desa/kelurahan.
Kabupaten Banjar dilewati oleh 4 (empat) buah sub DAS yaitu Sub DAS Riam Kanan, Sub DAS Riam Kiwa, Sub DAS Martapura dan Sub Das Barito Hilir yang semuanya bermuara ke induknya yaitu DAS Barito. Sungai-sungai yang mengalir pada sub-sub das tersebut antara lain Sungai Martapura, Sungai Riam Kanan, Sungai Riam Kiwa,Sungai Mangkaok, Sungai Alalak, Sungai Binuang dan lain-lain.
Berdasarkan peta tanah eksplorasi tahun 1981 skala 1 : 1.000.000 dari Lembaga Penelitian Bogor, di wilayah kabupaten Banjar terdapat jenis tanah organosol gleihumus dengan bahan induk bahan organik alluvial dan fisiografi dataran sebesar 28,57% dari luas wilayah, tanah alluvial dengan bahan induk lahan alluvial dan fisiografi dataran sebesar 3,72%, tanah komplek podsolik merah kuning dan laterit dengan bahan induk batuan beku dengan fisiografi dataran sebesar 14,29%, tanah latosol dengan bahan induk batuan beku dan fisiografi intrusi meliputi 24.84% serta tanah kompleks podsolik merah kuning,latosol dengan bahan induk batuan endapan dan metamorf sebesar 28.57%
Pembagian luas wilayah dan jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Tanah Luat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pembagian luas wilayah kecamatan di kabupaten Banjar No. Kecamatan Luas Wilayah
(km2) % Jumlah Desa (buah) 1 Aluh-aluh 82.48 1.79 19 2 Beruntung Baru 61.42 1.33 12 3 Gambut 129.30 2.80 13 4 Kertak Hanyar 81.30 1.76 26 5 Sungai Tabuk 147.30 3.19 21 6 Martapura 42.03 0.91 25 7 Martapura Timur 30.49 0.66 20 8 Martapura Barat 149.38 3.24 13 9 Astambul 216.50 4.69 22 10 Karang Intan 215.35 4.67 26 11 Aranio 1166.35 25.28 12 12 Sungai Pinang 1019.50 22.10 15 13 Pengaron 378.25 8.20 12 14 Sambung Makmur 134.65 2.92 7 15 Mataraman 148.40 3.22 15 16 Simpang Empat 611.30 13.25 30 Jumlah 469.00 Sumber : BPS Kabupaten Banjar (2007)
2.2 Keadaan Geologi
Mengacu pada peta geologi lembar Banjarmasin skala 1 : 250.000 (Sikumbang dan R. Heryanto, 1994), secara regional wilayah kabupaten Banjar berada dalam sub Cekungan Asam-asam yang merupakan bagian dari Cekungan Barito. Batuan yang terdapat di cekungan Asam-asam adalah sebagai berikut : 1. Batuan Ultramafik dan skis
batuan ini merupakan batuan tertua yaitu berumur Yura tengah-kapur awal. Batuan Ultramafik terdiri dari : herzburgit wehrile, weksterliter piroksinit, dan serpentinit. Sedangkan skis teridiri dari : Kuarsa, skis hornblenda, skis klorit, dan filit.
2. Kelompok Alino
Batuan ini terdiri dari formasi pundak dan formasi keramaian yang berumur kapur akhir, dan mendidih secara tidak selaras batuan ultranafik dan skis. Formasi pundak terdiri dari : lava, dengan selang-seling konglomerat/breksi dengan batu pasir, basalt porfir, ignimbrit, batuan malihan dan batu lempung, setempat terdapat sisipan batu gamping.
3. Formasi Tanjung
Formasi Tanjung terdiri dari batu pasir kuarsa dengan sisipan batulempung di bagian atas dan sisipan batubara di bagian bawah, setempat dijumpai lensa batu gamping. Batuan ini berumur eosen dan mendidih secara tidak selaras batuan kelompok alino.
4. Formasi Berai
Formasi berai terdiri dari batu gamping dengan sisipan napal, berumur oligosen miosen awal dan mendidih secara selaras formasi tanjung di atas. 5. Formasi Warukin
Formasi warukin terdiri dari perselingan batu pasir dan batu lempung dengan sisipan batubara, berumur miosen tengah dan mendidih secara selaras formasi berai di atas.
6. Formasi Dahor
Formasi dahor terdiri dari batu pasir, lanau, dan batu lempung dengan sisipan lignit, berumur miasen akhir dan mendidih secara tidak selaras formasi warukin diatas.
7. Formasi Akuveilen
Satuan akuveilen ini terdiri dari kerikil, pasir, lanau, lempeng dan lumpur yang merupakan satuan termuda dan mendidih secara erosisional formasi dahor di atas.
Keadaan batuan di kabupaten Banjar masuk pada Formasi Tanjung (Tet) berumur Eosen berada di tengah lokasi penjyelidikan dimana di bagian Barat dari Formasi Binuang (Tob) dan Aluvium berumur antara Kapur Akhir sedangkan sebelah Timur llkasi adalah Formasi Manunggul berumur antara Kapur Akhir dan Kapur Awal tersusun atas konglomerat, dengan sisipan batupasir dan batulempung. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Keadaan geologi di kabupaten Banjar
Umur Formasi Deskripsi
Kwarter Aluvial
(Q)
Sedimen tidak kompak,
sedimen detritus,
konglomerat, lempung, dsb.
Tersier Neogen
Pliosen Dahor (P) Batuan detritus, konglomerat serpih batubara, batulempung.
Miosen Warukin (M)
Formasi pembawa batubara (berkadar gambut atau di bawa lignit dalam rank batubara), batu pasir, serpih, perselingan batupasir-serpih, batu lempung. Neogen– Paeogen Miosen – Ologosen Undivided (EO)
Serpih, perselingan batupasir dan serpih, batulempung dan marmer
Oligosen Berai (O)
Batugamping, marmer dan batulempung, batu gamping sebagai lapisan penentu
Oligosen– Eosen
Undivided (EO)
Marmer, serpih dan
batugamping
Eosen Tanjung (E)
Formasi pembawa batubara (Formasi sasaran), batupasir, serpih, perselingan batupasir dan serpih, seam batubara, konglomerat
Pra – Tersier Kapur Jura
Batuan Dasar (B)
Batuan beku dasar, batupasir silikan, batuan klastis hasil gunung api, batuan sedimen, batuan metamorf
2.3 Perusahaan Tambang Di Kabupaten Banjar
Berdasarkan data dinas pertambangan dan energi propinsi Kaliamntan Selatan dan dinas pertambangan dan energi kabupaten Banjar tahun 2008, di kabupaten Banjar terdapat 29 perusahaan yang melakukan aktivitas tambang dengan rincian seperti Tabel.
Tabel 3 Perusahaan tambang di kabupaten Banjar No. Nama Perusahaan Luas
( ha )
Jenis Ijin Jenis Kegiatan Jenis Tambang Status 1 PT Sumber Kurnia Buana
10920 PKP2B Eksploitasi Batubara Aktif
2 PT Antang Gunung Meratus
1767 PKP2B Eksploitasi Batubara Aktif
3 PT Bangun Banua Persada Kalimantan
6960 PKP2Bd Eksploitasi Batubara Aktif
4 PD Baramarta Blok I
752 PKP2B Eksploitasi Batubara Aktif
PD Baramarta Blok I Blok II
825 PKP2B Eksploitasi Batubara Aktif
5 PT Kadya Caraka Mulia Blok I
1575 PKP2B Eksploitasi Batubara Aktif
PT Kadya Caraka Mulia Blok II
2924.86 PKP2B Eksploitasi Batubara Aktif
6 PT Tanjung Alam Jaya
1232 PKP2B Eksploitasi Batubara Aktif
7 PT Baramulti Sukses Sarana
6625 KP Eksploitasi Batubara Aktif
8 CV Makmur Bersama
192 KP Eksploitasi Batubara Aktif
9 PT Sumpol Megah 196 KP Eksploitasi Batubara Aktif 10 CV Gunung
Sambung Blok I
199.8 KP Eksploitasi Batubara Aktif
CV Gunung Sambung Blok II
No. Nama Perusahaan Luas ( ha ) Jenis Ijin Jenis Kegiatan Jenis Tambang Status 11 PT Putera Bara Mitra
91 KP Eksploitasi Batubara Aktif
12 PT Rahmat Bara Utama
198 KP Eksploitasi Batubara Aktif
13 PT Nusantara Citra Jaya Abadi
114 KP Eksploitasi Batubara Aktif
14 CV Dasar Karya 198 KP Eksploitasi Batubara Aktif 15 KUD Panca Bakti 85.72 KP Eksploitasi Batubara Aktif 16 CV Cinta Puri
Pratama
5000 KP Eksplorasi Batubara Aktif
17 CV Intan Karya Mandiri
194 KP Eksplorasi Batubara Aktif
18 Primkopad Dim 1006 Martapura
1073 KP Eksplorasi Batubara Aktif
19 CV Baratama 682 KP Eksplorasi Batubara Aktif 20 PT Usaha Kawan
Bersama
3800 KP Eksplorasi Batubara Aktif
21 PT Kandis Besi Kalimantan
5000 KP Eksplorasi Biji Besi Aktif
22 PT Wesi Arthalokatama
4750 KP Eksplorasi Biji Besi Aktif
23 PT Kalimantan Power Stone
5000 KP Eksplorasi Biji Besi Aktif
24 PT Maju Mulia Makmur
100 KP Eksplorasi Mangan Aktif
25 PT Indo Mineratama
11970 KP Eksplorasi Intan Aktif
26 PT HM.Thaher 2 KP Eksplorasi Batu Gunung Aktif 27 PD Aneka Usaha Barakat 15 KP Eksplorasi Batu Gunung Aktif 28 PT Bintang Bersaudara Putra 2 KP Eksplorasi Batu Gunung Aktif 29 PT Borneo Inti Persada
199 KP Eksplorasi Batubara Aktif
Sumber :
1. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008. 2. Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar Tahun 2008.
Berdasarkan hasil telaahan data luas areal perusahaan pemegang ijin PKP2B dan KP dengan kawasan hutan propinsi Kalimantan Selatan (SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 453/KPts-II/1999 Tanggal 17 Juni 1999) terdapat tumpang tindih kawasan hutan pada beberapa areal tambang perusahaan pemegang ijin PKP2B dan KP yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil telaahan tumpang tindih kawasan hutan dengan areal pertambangan
No. Nama Perusahaan Luas ( ha)
Areal yang Masuk (ha) Luas total (ha) HP HL SA 1. PT Indo Mineratama 11.970 10.308 1686 11.994 2. PD Baramarta Blok1 752 458 291 749 3. PD Baramarta Blok2 825 321 537 859 4. PT Antang Gunung Meratus (AGM) 1767 409 409
5. PT Bagun Banua Persada Kalimantan
6960 335 82 417
6. PT Kandis Besi Kalimantan
5000 4963 4963
7. PT Nusantara Citra Jaya Abadi (NCJA)
114 109 5 114
8. PT Rahmat Bara Utama 198 232 232
9. PT Wesi Arthalokatama 4750 1028 3406 4433
10. PT HM.Thaher 2 2 2
Luas total (ha) 32.338 18.163 4321 1688 24.172 Keterangan : HP = Hutan Produksi, HL=Hutan Lindung, SA=Suaka Alam.
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelit Selatan. Sedangkan laboratorium inventar ilustrasi disajikan peta
Keterangan :
METODOLOGI PENELITIAN
tian
litian dilaksanakan di kabupaten Banjar, Provi n kegiatan persiapan dan pengolahan data ntarisasi sumberdaya hutan Fakultas Kehutana n peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar
Gambar 2. Lokasi Penelitian
! "# $ ovinsi Kalimantan a dilaksanakan di nan IPB. Sebagai bar 2. " # $%&''('''
3.2 Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dimulai pada bulan April s/d Juni 2009. Tahap Persiapan, pengolahan dan analisis data awal dilaksanakan mulai April 2009, sedangkan pengambilan data lapangan dilaksanakan dari bulan April sampai dengan Mei 2009.
3.3 Peralatan dan Bahan
Peralatan yang diperlukan antara GPS (Global Positioning System), Kompas, GPS, meteran, alat tulis menulis, kamera, software Arc-View 3.2 dan Erdas Imagine versi 9.1, komputer dan printer. Bahan yang digunakan adalah, data citra satelit tahun 2003-2007, peta RBI (Rupa Bumi Indonesia), dan peta- peta tematik pendukung lainnya.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Tahap Persiapan
Tahapan ini merupakan tahap awal dari penelitian, dengan kegiatan sebagai berikut.
1. Studi pustaka, untuk memperoleh pustaka/literatur/landasan teori, hasil penelitian yang pernah dilakukan dan data sekunder.
2. Menyiapkan data yang diperlukan serta menyiapkan/membuat peta-peta sebagai berikut.
1.) Peta RBI yang memuat informasi jalan, sungai, pemukiman dan informasi dasar lainnya di wilayah kabupaten Banjar.
2.) Peta wilayah areal Pertambangan yang ada di Kabupaten Banjar 3.) Peta kawasan hutan di kabupaten Banjar
4.) Citra resolusi sedang (Landsat TM tahun 2003 path row 117 62 dan SPOT 4 XS tahun 2006 path row 300 356 dan 300 357) dan dibantu dengan citra resolusi tinggi yaitu SPOT 5 XS tahun 2007 dan Quickbird tahun 2006) yang mencakup wilayah kabupaten Banjar . Wilayah studi dapat dilihat pada gambar 3.
Citra Landsat TM tahun 2003 Citra SPOT 4XS tahun 2006 Gambar 3. Citra Landsat TM tahun 2003 dan SPOT 4XS tahun 2006 wilayah studi.
5.) Peta-peta pendukung lainnya 6.) Data pengamatan lapangan.
3. Menyiapkan peralatan yang diperlukan seperti : Software Arc View, Erdas Imagine versi 9,1 dan perangkat komputer.
3.4.2 Pengolahan Citra Satelit Landsat TM dan SPOT
Informasi yang dihasilkan oleh citra satelit Landsat TM dan SPOT memegang peranan penting dalam penelitian ini. Penyadapan informasi dari citra digital dengan cara transformasi indeks harus dilakukan koreksi terlebih dahulu dengan koreksi geometrik dan koreksi radiometrik. Citra satelit Landsat dalam perekamannya belum mampu melakukan koreksi radiometrik sendiri sehingga koreksi radiometrik harus dilakukan sendiri oleh pengguna. Sementara itu kesalahan geometri diakibatkan adanya sistem orbital dari satelit yang polar
sehingga. Kesalahan tersebut dikoreksi dengan menggunakan peta topografi dengan menggunakan titik kontrol-titik kontrol yang akurat.
Koreksi Geometrik
Koreksi ini mencakup rujukan titik-titik tertentu pada citra ke titik-titik yang sama di medan maupun di peta. Pasangan titik-titik tersebut kemudian digunakan untuk membangun fungsi-fungsi matematis yang menyatakan hubungan antara posisi sembarang titik pada citra dengan titik obyek yang sama pada peta maupun lapangan. Perubahan posisi piksel juga berakibat terjadi perubahan informasi spektralnya, untuk itu diperlukan interpolasi nilai spektral selama transformasi geometri yang disebut resampling. Teknik koreksi geometrik yang digunakan adalah dengan menggunakan referensi koordinaat citra digital Landsat TM Tahun 2003 Propinsi Kalimantan Selatan.
Relokasi piksel menggunakan algoritma polinomial, sedangkan interpolasi nilai spektral yaitu algoritma nearest neighbour. Algoritma nearest neighbour
diterapkan dengan hanya mengambil kembali nilai piksel terdekat. Proses resampling pada penelitian ini menggunakan algoritma Nearest Neighbour karena algoritma ini dalam proses resampling hanya menggunakan tetangga terdekat sehingga tidak terlalu mengubah nilai piksel asli sehingga nilai baru hasil interpolasi tersebut masih mewakili nilai piksel aslinya.
Residual errors (dx,dy) dapat digunakan untuk menganalisa GCP (ground control point) atau titik control lapangan mana yang memberi kontribusi terbesar terhadap error. Sedangkan deviasi antara lokasi suatu titik pada input dan lokasi titik tersebut pada output, digambarkan dengan kesalahan rata-rata akar kuadrat atau Root Mean Square Error (RMSE). Akurasi keseluruhan (overall accuracy) dari transformasi biasanya diekspresikan dengan RMSE yang menghitung nilai rata-rata dari masing-masing residu. RMSE yang tinggi menunjukkan bahwa titik acuan dan titik acuan tidak berhubungan pada lokasi yang sama, dengan demikian output yang dihasilkan tidak akan teregisterasi tidak memperhitungkan distribusi spasial dari GCP. RMSE hanya valid pada areal yang terikat oleh GCP. Pemilihan GCP sebaiknya menentukan titik-titik yang tersebar secara merata dalam sebuah citra. Secara umum RMS yang diijinkan adalah 0,5 piksel (Jaya,
2007) dan sekaligus membuat citra baru dengan sistem koordinat yang ditentukan yang dalam hal ini menggunakan datum WGS 1984 dengan sistem koordinat UTM (universal transverse mercator).
Kesalahan rata-rata atau Root Mean Square Error (RMSE) dari proses koreksi geometrik dihitung dengan formula sebagai berikut :
(
)
2(
)
2RMS error = Xr−Xi + Yr −Yi (Jensen, 2005 ; Jaya ,2005). Keterangan :
Xr , Yr = Koordinat GCP pada sumbu X dans Y pada data acuan Xi , Yi = Koordinat GCP pada sumbu X dan Y pada data asli
Berdasarkan Tabel 5 hasil rektifikasi atau koreksi citra SPOT 4 XS Tahun 2006 yang didapatkan dengan nilai Root Mean Square Error (RMSE) 0.225. Nilai RMSE ini teleh memenuhi kriteria di mana RMSE yang ada harus di bawah 0.5.
Tabel 5. Tabel hasil koreksi geometrik citra SPOT XS tahun 2006
0.057 0.290 0.366 1.370 0.222 0.848 0.140 0.534 0.410 1.567 0.239 0.912 0.270 1.030 0.082 0.314 0.050 0.192 0.415 1.585 0.225
Citra Landsat TM tahun 2003 dan SPOT 4 XS tahun 2006 kemudian dipotong seluas areal kajian yang dalam hal ini termasuk dalam wilayah administrasi kabupaten Banjar propinsi Kalimantan Selatan.
3.4.3 Pembuatan Citra Sintetis dengan Analisis Komponen Utama
Untuk deteksi lahan terbuka di lahan pasca tambang digunakan analisis pendekatan simultan (simultanous analysis of multitemporal image) (Singh,1989 ; Jaya, 2005). Jaya (2005) menjelaskan bahwa pada metode MPCA (Multidate
Principal Component Analysis) digunakan untuk mengevaluasi wilayah yang berubah (change) dengan menggunakan konsep yaitu :
a. Komponen Stable Brightness (SB) yang didefinisikan apabila besarnya nilai
eigenvector atau bobot dari setiap band hampir sama dengan tanda aljabar yang positif. Indeks ini umumnya terdapat pada komponen utama satu.
b. Komponen Stable Greeness (SG) apabila band merah dari kedua waktu mempunyai tanda aljabar yang sama tetapi berlawanan dengan tanda aljabar band infra merah dari kedua waktu. Sebagai contoh tanda aljabar kedua band merah positif pada kedua tahun yang berbeda sedangkan tanda aljabar kedua band inframerah negatif, atau sebaliknya.
c. Komponen Delta Brightness (DB), ditandai dengan adanya kesamaan tanda