• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

2. Saham

Menurut Samsul (2006), saham adalah tanda bukti memiliki perusahaan di

mana pemiliknya disebut pemegang saham (stockholder). Adapun menurut

Husnan (2005), saham merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak

pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh

bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas

tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut

menjalankan haknya.

Menurut Darmadji (2001), ada beberapa sudut pandang untuk

membedakan jenis-jenis saham yaitu:

a. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih:

1) Saham Biasa (common stock)

Saham biasa merupakan saham yang memiliki hak

klaim berdasarkan laba atau rugi yang diperoleh perusahaan. Bila

terjadi likuidasi, pemegang saham biasa yang mendapatkan

prioritas paling akhir dalam pembagian dividen dari penjualan asset

perusahaan. Menurut Siamat (2004), ciri-ciri dari saham biasa adalah

sebagai berikut:

a) Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba.

b) Memiliki hak suara (one share one vote).

c) Hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan paling akhir

apabila bangkrut setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.

2) Saham Preferen (Preferred Stock)

Saham preferen merupakan saham dengan bagian hasil yang tetap

dan apabila perusahaan mengalami kerugian maka pemegang

saham preferen akan mendapat prioritas utama dalam pembagian

hasil atas penjualan asset. Saham preferen mempunyai sifat

gabungan antara obligasi dan saham biasa. Adapun ciri-ciri dari

saham preferen menurut Siamat (2004) adalah:

a) Memiliki hak paling dahulu memperoleh dividen.

b) Tidak memiliki hak suara.

c) Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam

pencalonan pengurus.

d) Memiliki hak pembayaran sebesar nilai nominal saham lebih

dahulu setelah kreditur apabila perusahaan dilikuidasi.

b. Ditinjau dari cara peralihan:

1) Saham Atas Unjuk (Bearer Stocks)

Pada saham atas unjuk tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah

dipindahtangankan dari satu investor ke investor lainnya. Secara

hukum, siapapun yang memegang saham ini, maka akan diakui

sebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS.

16

2) Saham Atas Nama (Registered Stocks)

Saham atas nama merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa

nama pemiliknya, di mana cara peralihannya harus melalui

prosedur tertentu.

e. Ditinjau dari kinerja perdagangan:

1) Blue Chip Stocks

Saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi,

sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil

dan konsisten dalam membayar dividen.

2) Income Stocks

Saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar

dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada

tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu

menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur

membagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan

tidak mementingkan potensi.

3) Growth Stocks

Saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan

yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang mempunyai

reputasi tinggi.

4) Speculative Stock

Saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten

memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai

kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun

belum pasti.

5) Counter Cyclical Stocks

Saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro

maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi,

harga saham ini tetap tinggi, di mana emitennya mampu memberikan

dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam

memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi.

3. Dividen

Dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak

dikurangi dengan laba ditahan (retained earnings) yang ditahan sebagai

cadangan bagi perusahaan (Ang, 1997). Pembagian dividen ditentukan

berdasarkan kebijakan pada perusahaan tersebut. Kebijakan dividen

menentukan pembagian laba bersih antara pembayaran kepada pemegang

saham sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali ke dalam

perusahaan. Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu sumber

dana paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, akan tetapi

dividen merupakan arus kas yang harus disisihkan untuk pemegang saham.

Berapa bagian yang harus dibagikan dinyatakan dalam ukuran payout ratio

yang merupakan rasio antara dividen dan laba ditahan. Kebijakan dividen

merupakan salah satu keputusan penting dalam kaitannya dengan usaha untuk

memaksimalkan nilai perusahaan.

18

”Kebijakan dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan

pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio)

menentukan jumlah laba yang dapat ditahan sebagai sumber pendanaan.

Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan

untuk pembayaran dividen. Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan

dan pembayaran dividen merupakan aspek utama dalam kebijakan

dividen.”

Sedangkan Sartono (2011) menjelaskan tentang pengertian kebijakan

dividen : “Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh

perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau

akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa

mendatang.”

4. Teori Kebijakan Dividen

a. Teori Ketidakrelevanan Kebijakan Dividen

Sebagaimana dikemukakan oleh Van Horne dan Wachowicz (1998),

bahwa Modigliani dan Miller memberikan argumen yang paling lengkap

mengenai ketidakrelevanan dividen. Mereka berpendapat bahwa nilai

suatu perusahaan sepenuhnya ditentukan oleh kekuatan aktiva

perusahaan dalam menghasilkan laba, atau kebijakan investasinya dan

perlakuan alokasi laba menjadi dividen dan laba ditahan tidak

mempengaruhi nilai perusahaan. Pokok persoalan argumen Modigliani

dan Miller adalah bahwa pengaruh pembayaran dividen kepada

pemegang saham sepenuhnya diimbangi oleh sarana pendanaan lainnya.

Ketidakrelevanan dividen menyatakan bahwa nilai sekarang dividen

dimasa depan tidak akan berubah walaupun terdapat perubahan waktu

dan pembayaran dividen menurut kebijakan dividen.

Ketidakrelevanan dividen juga menggunakan asumsi bahwa laba

perusahaan di masa depan dapat diketahui dengan pasti dan terdapat

pasar modal yang sempurna yang berarti bahwa:

1) Investor dapat membeli dan menjual saham tanpa terjadinya biaya

transaksi, seperti komisi pialang,

2) Perusahaan dapat menerbitkan saham tanpa biaya apa pun,

3) Tidak ada pajak perusahaan,

4) Informasi yang lengkap mengenai perusahaan tersedia,

5) Tak ada konflik kepentingan antara manajemen dan pemegang

saham, dan

6) Biaya kesulitan keuangan dan kebangkrutan tidak ada.

Jelas kiranya bahwa asumsi-asumsi tersebut tidak terjadi di dunia

nyata. Perusahaan dan investor sudah barang tentu membayar pajak

pendapatan, perusahaan pasti membayar biaya emisi, manajer seringkali

lebih tahu tentang prospek perusahaan daripada investor luar, investor

mengeluarkan biaya untuk transakasi saham dan baik pajak maupun

biaya transaksi dapat menyebabkan biaya ekuitas perusahaan

dipengaruhi oleh kebijakan dividen.

b. TeoriBird In The Hand

Salah satu asumsi dalam pendekatan Modigliani dan Miller

dikemukakan oleh Sartono (2001) adalah bahwa kebijakan dividen tidak

mempengaruhi tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor.

Sementara itu Myron Gordon dan John Lintner berpendapat bahwa

20

investor akan meningkat sebagai akibat penurunan pembayaran dividen.

Investor lebih merasa aman untuk memperoleh pendapatan berupa

pembayaran dividen daripada menunggu biaya modal (capital gain).

Gordon dan Lintner beranggapan bahwa sesungguhnya investor lebih

menghargai uang yang diharapkan dari dividen daripada uang yang

diharapkan dari kenaikan nilai modal karena unsur dividenyield(D1/Po)

lebih kecil risikonya jika dibanding dengan unsur pertumbuhan (g) dalam

persamaan total laba yang diharapkan (D1/Po+g).

Sementara itu Modigliani dan Miller berpendapat dan telah

dibuktikan secara matematis bahwa investor merasa sama saja apakah

menerima dividen saat ini atau menerima capital gain di masa datang.

Sehingga tingkat keuntungan yang disyaratkan tidak dipengaruhi oleh

kebijakan dividen. Pendapat Gordon-Lintner ini oleh Modigliani dan

Miller diberi nama the bird in the hand fallacy. Gordon-Lintner

beranggapan bahwa investor memandang satu burung ditangan lebih

berharga daripada seribu burung diudara. Sementara itu Modigliani dan

Miller berpendapat bahwa tidak semua investor berkeinginan untuk

menginvestasikan kembali dividen mereka di perusahaan yang sama atau

sejenis dengan memiliki risiko yang sama. Oleh sebab itu tingkat risiko

pendapatan mereka di masa datang bukannya ditentukan oleh kebijakan

dividen, tetapi ditentukan oleh tingkat risiko investasi baru.

c. Signalling Hypothesis Theory

Signalling hypothesis theory secara konsisten berhubungan dengan

masalah pengungkapan, dimana apabila perusahaan mengungkapkanbad

news maka pasar akan memberikan reaksi yang negatif dan hal ini

konsisten dengan hipotesis pasar efisien (Wolk et al., 2001). Signalling

hypothesis theory mengatakan bahwa perubahan dividen mengandung

beberapa informasi. Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen,

sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya, penurunan

dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini

dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai

dividen daripada capital gains (Lukas 1999). Menurut signalling

hypothesis theory, terdapat asimetri informasi antara manajer dan

investor. Manajer mengetahui prospek perusahaan di masa depan,

sedangkan investor tidak (Setiawan dan Jogiyanto 2002).

Signalling hypothesis theory juga mengatakan bahwa penurunan

dividen mencerminkan manajemen yang tidak optimis terhadap prospek

perusahaan dan akan memberikan sinyal negatif bagi pasar. Sebaliknya,

peningkatan dividen menunjukkan bahwa manajemen yakin akan

prospek masa depan perusahaan dan merupakan sinyal yang direspon

pasar positif (Anom dan Jogiyanto 2002).

Perubahan besarnya dividen juga merupakan sinyal bagi investor.

Dividen yang semakin besar mengakibatkan investor mempunyai

pengharapan positif terhadap manajemen, yaitu meningkatnya laba

22

perusahaan. Perubahan dividen yang semakin besar akan menyebabkan

investor tertarik untuk membeli saham perusahaan, sehingga harga saham

akan meningkat. Sebaliknya, bila dividen menjadi semakin kecil, maka

investor mempunyai pengharapan yang negatif terhadap perusahaan

sehingga harga saham akan mengalami penurunan (Sharpe et al., 1999).

Pengumuman dividen mengandung informasi mengenai laba saat ini dan

masa depan (Miller dan Rock 1985). Apabila pengumuman dividen

tersebut merupakan kabar baik (buruk), yaitu: pengumuman dividen

meningkat (menurun), maka investor akan bereaksi positif (negatif). Jadi,

dividen mempunyai kandungan informasi yang berguna bagi investor

(Setiawan dan Jogiyanto 2002).

Teori clientele effect menyatakan bahwa kelompok (clientele)

pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda

terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham

yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai dividen

payout ratio yang tinggi. Sebaliknya, kelompok pemegang saham yang

tidak begitu membutuhkan uang saat ini, lebih senang jika perusahaan

menahan sebagian besar laba bersih perusahaan. Bukti empiris

menunjukkan bahwa efek dariclienteleini ada. Tapi menurut Modigliani

dan Miller hal ini tidak menunjukkan bahwa dividen besar lebih baik

daripada dividen kecil. Demikian sebaliknya clientele effect ini hanya

mengatakan bahwa bagi sekelompok pemegang saham, kebijakan

dividen tertentu lebih menguntungkan mereka (Lukas 1999).

5. Jenis-Jenis Kebijakan Pemberian Dividen

Menurut Riyanto (2001), terdapat bermacam-macam kebijakan pemberian

dividen yang dilakukan oleh perusahaan yaitu antara lain sebagai berikut :

a. Kebijakan dividen yang stabil

Banyak perusahan yang menjalankan kebijakan dividen yang stabil,

artinya jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya

relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per

lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen yang stabil ini

dipertahankan untuk beberapa tahun dan kemudian apabila pendapatan

perusahaan meningkat dan kenaikan tersebut relatif permanen, maka

dividen per lembar saham dinaikkan dan selanjutnya dipertahankan

untuk jangka waktu yang relatif panjang.

Alasan–alasan pemberian kebijakan dividen yang stabil :

1) Bisa memberi kesan kepada investor bahwa perusahaan memiliki

prospek yang baik di masa yang akan datang.

2) Dapat meningkatkan harga saham sebab dividen yang stabil

memiliki risiko yang kecil.

3) Akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan

konsumsi, karena dividen selalu dibayar.

b. Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus

jumlah ekstra tertentu.

Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per

lembar saham setiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih

24

baik, perusahaan akan membayarkan dividen ekstra di atas jumlah

minimal tersebut.

c. Kebijakan dividen dengan penetapandividend payout ratioyang konstan

Perusahaan yang menjalankan kebijakan ini menetapkan dividend

payout ratio yang konstan. Ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar

saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan

perkembangan keuntungan bersih yang diperoleh setiap tahunnya.

d. Kebijakan dividen yang fleksibel

Kebijakan ini menetapkan besarnya dividend payout ratio setiap

tahunnya disesuaikan dengan posisi finansial dan kebijakan finansial

perusahaan yang bersangkutan.

Dokumen terkait