• Tidak ada hasil yang ditemukan

iPeta Sebaran Pesantren di Sumatera Utara

TEMUAN HASIL SURVEY

1 SALAFIYAH WUSTHA I 45 68

II 19 44 63 III 15 25 40 2 ALIYAH I – III 324 TOTAL 540

Santri berasal dari Sumatera Barat, Medan, Pekan Baru, yang paling banyak dari daerah Muara Mais dan Sumatera Barat (40-50%). Melihat dari asal santri ini tampaknya posisi pesantren Darul Ulum yang dekat dengan Padang dan Pekan Baru mempengaruhi minat orang tua dari dua wilayah tersebut untuk mengirimkan anaknya belajar di Darul Ulum. Menurut Musaddad, faktor lain yang menyebabkan banyaknya santri dari luar wilayah karena pada setiap semester ketika pesantren melakukan kegitan maulid/perayaan, potensi dan prestasi santri ditampilkan di hadapan para orang tua dan wali santri, sehingga secara tidak sadar menimbulkan kebanggaan terhadap pesantren. Faktor lainnya adalah biaya, banyak alumni yang mengirimkan anak-anaknya ke Darul Ulum karena dari sisi materi lebih murah. Kebanyakan orang tua adalah alumni dari pesantren. Uang pembangunan/masuk hanya 100 ribu, karena kebanyakan pekerjaan org tua santri adalah petani, maka jumlah ini relative terjangkau oleh wali santri.

Sebagai penghargaan terhadap santri, pesantren memberikan beasiswa kepada santri yang berprestasi. Ada beasiswa untuk santri yang berasal dari Kemenag, Komite Pesantren, tetapi ada juga dari madrasah yang bersumber dari dana BOS untuk siswa yang berprestasi. Biaya uang kuliah relative murah, hanya 35 ribu perbulan. Dengan jumlah itu, santri yang menunggak uang SPP cukup besar mencapai 20% lebih, dilunasi

118 ketika mau ujian atau ketika panen. Kadang-kadang terpaksa yayasan dengan komite yang mencari pinjaman.

Santri Pondok Pesantren Darul Ulum diwajibkan untuk mengurus keperluannya sendiri. Bagi santri, memasak merupakan pekerjaan yang harus dilakukan. Tradisi mengurus diri secara mandiri ini dimaksudkan agar santri menjadi mandiri. Dalam keseharian, setiap santri harus mengerjakan sendiri apa yang terkait dengan kebutuhannya, mulai dari menyuci, memasak, hingga belanja sayuran di pasar. Dengan pola seperti ini, para santri memiliki rasa solidaritas dan kekeluargaan yang kuat. Situasi sosial yang berkembang di antara para santri menumbuhkan sistem sosial tersendiri, di dalam pesantren mereka belajar untuk hidup bermasyarakat, berorganisasi, memimpin dan dipimpin, dapat mentaati dan meneladani kehidupan. Suasana keseharian yang religius, penuh dengan kegiatan keagamaan, seperti puasa, sholat malam dan sejenisnya, nuansa kemandirian karena harus mencuci, memasak makanan sendiri, nuansa kesederhanaan karena harus berpakaian dan tidur dengan apa adanya. Serta nuansa kedisiplinan yang tinggi, karena adanya penerapan peraturan-peraturan yang harus dipegang teguh setiap saat.

Beragamnya asal daerah santri membawa dampak pada pembentukan organisasi santri. Pada Pesantren Darul Ulum, organisasi santri cukup beragam, ada yang berdasarkan kecamatan, kabupaten, juga provinsi, tergantung jumlah santri dari daerah tersebut. Sampai dengan tahun ajaran 2014/2015, Pesantren Darul Ulum telah menamatkan 19 kali alumni yang tersebar di berbagai daerah. Para alumni ini sebahagiannya ada yang direkrut menjadi guru di pesantren dan sebahagiannya lagi ada yang melanjutkan ke berbagai perguruan tinggi serta mengabdi di tengah-tengah masyarakat.

Para alumni Pondok Pesantren Darul Ulum tergabung dalam Ikatan Alumni Darul Ulum (IKADUM) untuk alumni Darul Ulum yang berada di Medan, dan Ikatan Alumni Darul Ulum (IMADUM) untuk alumni Darul Ulum yang berada di Sumatera Barat. Hubungan alumni dengan pesantren dilakukan pada waktu lebaran atau ketika ada kegiatan reuni pesantren. Para alumni biasanya melakukan sharing dengan santri-santri yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kadang-kadang para alumni juga membantu dengan mengirimkan buku-buku ke Pesantren Darul Ulum.

g. Sarana dan Prasarana Pesantren

Dalam khazanah peristilahan pendidikan sering disebut istilah sarana dan prasarana pendidikan. Kerap kali istilah itu digabung menjadi sarana-prasarana pendidikan atau educational facilities. Sebutan itu jika diadopsi ke dalam bahasa Indonesia akan menjadi fasilitas pendidikan yaitu segala sesuatu (alat dan barang) yang memfasilitasi (memberikan kemudahan) dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Sebagai

119 tempat pendidikan yang satu kesatuan tempat pemukiman, pondok pesantren membutuhkan sarana dan prasarana yang lebih lengkap dari pada pendidikan madrasah lainnya. Dalam hal ini upaya kongkrit harus terus menerus dilakukan oleh Pondok Pesantren dengan melakukan penataan, pelestarian, dan pengembangan dalam bidang sarana dan pra sarana.

Gambar 38: Ruangan Kelas Pesantren Darul Ulum

Berdasarkan survey yang dilakukan, pesantren Darul Ulum dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasana yang mendukung pembelajaran pada pesantren sebagai berikut:

Tabel 26: Sarana Prasarana Pesantren Darul Ulum Jenis Prasarana Kuantitas Kondisi

Perlengkapan Kitab Ada Perpustakaan 1 Unit Gedung Kantor 2 Unit

Gedung Belajar 29 Lokal Permanent : 18 Lokal Semi Permanent : 11 Lokal Asrama Putra

Asrama Putri 10 Unit Permanent : 5 Unit Semi Permanent : 3 Unit Darurat : 2 Unit MCK : 4 Unit Kamar Mandi/Cuci: 2 Unit Masjid/Mushalla 2 Unit

Laboratorium

Klinik Kesehatan 1 Unit Koperasi

120 Lapangan Olahraga 1 Unit

Gedung kantor dan asrama santri putri telah permanen, sedangkan gedung belajar ada yang permanen dan masih ada yang semi permanen.

Gambar 39: Asrama Putri Pesantren Darul Ulum

Untuk keperluan masak memasak, pesantren menyediakan dapur umum, dimana keperluan masak memasak disediakan oleh kantin yang dimiliki oleh yayasan. Gedung belajar untuk santri laki-laki dan wanita dipisahkan dan ini memang menjadi ciri dari semua pesantren yang ada.

2. Potensi Ekonomi Pesantren

a. Kurikulum dan Pembelajaran

Sama seperti pondok pesantren tradisional lainnya yang ada di sekitar Sumatera Utama, Pondok Pesantren Darul Ulum juga sangat fokus terhadap penguasaan kitab kuning. Kecenderungan kepada kitab kuning didasari pada satu pemikitan bahwa ilmu-ilmu agama Islam itu pada umumnya dibahas dalam kitab-kitab kuning. Kitab-kitab ini merupakan warisan khazanah ulama-ulama Islam yang harus dijaga dengan cara mengajarkannya ke generasi berikutnya, di samping harus diamalkan. Hal ini sesuai dengan tujuan utama pendirian pesantren yaitu mencetak kader-kader ulama yang kelak akan bertugas meneruskan ilmu yang didapat di tengah masyarakat.

Untuk mempermudah santri dalam menguasai kitab kuning, yang diajarkan pertama adalah ilmu-ilmu alat. Ilmu-ilmu alat yang paling utama adalah nahwu dan sharaf. Kedua ilmu ini, berguna untuk membantu santri bisa membaca kitab tanpa baris tersebut. Sedangkan

121 untuk lebih mengetahui maknanya, santri dibekali antara lain dengan pelajaran mantiq, maani, dan syair. Biasanya santri yang sudah menguasai ilmu alat tersebut, bisa belajar sendiri tanpa bantuan guru. Namun sekalipun santri bisa belajar sendiri, di kelas tetap ada proses belajar-mengajar. Terutama sekali santri akan melakukan pendalaman terhadap materi yang tidak dipahami.

Pendidikan dipesantren masuk jam 08.00 sampai 12.15 bagi yang masuk pagi, dan jam 13.15 sampai 17.15 bagi yang masuk sore. Untuk kurikulum pesantren, setidaknya ada 14 pelajaran yang dipelajari di kelas. Di antaranya, nahwu, sharaf, mantiq, maani, syair, fiqh, tauhid, tafsir, dan hadits. Semua santri mulai dari kelas satu hingga kelas tujuh, akan mempelajari ke-14 pelajaran tersebut. Topiknya sama, tapi kitabnya berbeda sesuai dengan tingkatan kelas sehingga lebih mendalam. Khusus untuk mata pelajaran yang di-UAN-kan diberikan lebih banyak, 3 kali seminggu

Adapun buku yang dipergunakan di Pesantren Darul Ulum sama dengan yang dipergunakan di Pesantren Musthafawiyah yaitu:

a) Fikh, adapun kitab yang dipelajari, yaitu: Ghoyah at-Tagrib, Al- Bajury, Fattul Qarib, I’anah at-Thalibin, dan Syarkawai.

b) Tauhid (Aqidah), kitab yang dipelajari adalah: Al-Aqaid Diniyah,

Fathul Majid, Kifayat al-Awaim, Al-Husunuul Hamidiyah dan Ad- Dusuqy.

c) Tasawuf, kitab yang dipelajari dalam ilmu tasawuf adalah dimulai dari belajar akhlak, Washoya, Ta’lim al-Muta’allim dan Minhaj al- Abidin.

d) Tafsir, kitab yang dipelajari di pesantren ini hanya Al-Jalalain, Ibn Kasir, Al-Maraghi, dan Ash-Shawi.

e) Hadits, kitab yang dipelajari adalah: Al-Arba’in, An-Nawawiyah,

Mawa’idz al-Ushfuriyah, Abi Jamroh, dan Subulus Salam.

Bahasa yang dipergunakan dalam pengajaran adalah bahasa Indonesia. Untuk Bahasa Arab, santri hanya bisa membaca dan memahami isi kitab. Tapi tidak bisa menggunakan dalam keseharian. Kepala Madrasah Aliyah (MA) Pesantren Darul Ulmu, Hasyim Rangkuti, menjelaskan pihaknya memiliki kebijakan bahwa santri harus belajar selama tujuh tahun. Hal ini dimaksudkan, agar para santri dalam belajar ilmu agama bisa tuntas, tidak sebahagian-sebahagian. Untuk tahun pertama, santri hanya belajar dasar-dasar ilmu agama. Masuk tahun kedua santri bisa dipastikan bisa membaca kitab kuning, walaupun belum lancar.

Kurikulum pondok Pesantren Darul Ulum mengikuti pesantren Mushtafwiyah Purba Mandailing. Bahkan untuk pengajar-pengajar senior hampir semuanya alumni pesantren legendaris di Sumatera Utara tersebut. Keseriusan Pesantren Darul Ulum agar santrinya bisa menguasai kitab kuning, tidak hanya melalui belajar secara formal di bangku kelas.

122 Selepas shalat Subuh, para santri ber-muzakarah (diskusi) yang dibimbing oleh para pengajar. Di samping santri belajar mandiri. Sedangkan untuk membangun kompetisi di antara para santri dalam menguasai kitab kuning, setiap dua minggu sekali pesantren mengadakan perlombaan baca kitab kuning. Perlombaan ini, berdasarkan kelas dan persatuan organisasi daerah asal santri.

Walaupun Pesantren Darul Ulum mengutamakan pelajaran agama yang berbasis kitab kuning, pesantren tetap mempelajari pelajaran umum dengan mengikuti kurikulum Kementerian Agama. Santri tetap mendapatkan pelajaran umum melalui SKB Tiga Menteri, sehingga waktu belajar dimulai dari pagi sampai sore. Pagi belajar kitab kuning, sementara sore belajar umum. Walaupun pelajaran umum hanya sebagai pendukung semata. Masuk tahun kedua, baru santri masuk kelas 1 MTs dan mulai mendapatkan pelajaran umum. Makanya, selain mendapat ijazah negeri, santri juga mendapat ijazah pondok. Walaupun tidak berpengaruh terhadap ijazah negara, santri tidak puas kalau tidak memperoleh ijazah pondok.

Untuk mengasah kemandirian, para santri pesantren Darul Ulum diajarkan jahit menjahit, sulam menyulam, dan kaligrafi pada kegiatan ekstrakurikuler. Pemberian bekal ini dimaksudkan untuk memberikan skill kepada santri. Dari kegiatan tersebut para santri terutama yang memiliki bakat kaligrafi telah berhasil membuat kaligrafi dan memenangkan perlombaan, namun tidak sampai pada tahap untuk dipasarkan. Beberapa santri juga dilibatkan dalam berkebun cabe yang sekarang sedang dirintis oleh pesantren.

2. Best Practices

Pesantren merupakan sekolah kemandirian dan pelatihan. Kitab- kitab kuning yang dipergunakan pesantren sesungguhnya mempunyai nilai-nilai kewirausahaan yang sangat kental. Sayangnya penanaman nilai- nilai ini tidak menjadi focus pendidikan pesantren. Standar minimal yang dijadikan ukuran kemandirian pesantren adalah anak-anak mampu memasak dan mengurus keperluannya sendiri. Kadang-kadang untuk menambah pengetahuan, para santri dibawa ke pertukangan sehingga anak-anak bisa melihat bagaimana praktek dan bisnis pertukangan itu dilakukan.

Pesantren saat ini sedang mengembangkan usaha perkebunan cabe di lahan seluas 1 ha, namun upaya pengembangan ini juga memiliki kendala yakni hanya satu orang ustadz yang memiliki keahlian di bidang tersebut. Keterlibatan santri juga sangat terbatas karena ada persepsi yang salah dari orang tua ketika anak-anaknya dilibatkan dalam kegiatan berkebun. Namun demikian, pesantren memiliki rencana untuk mengembangkan beberapa kegiatan ekonomi yang dapat menjadi sumber pendapatan dan sarana berwirausaha santri.

123 Tabel 27: Best Practise Pesantren Darul Ulum

Usaha yang sedang dikembangkan Luas Tenaga ahli (guru) Kendala Keterlibatan santri

Kebun cabe 1.5 ha 1 Minimnya SDM Semi Aktif

Ternak lele, nila, mujahir 2 kolam (1500 bibit lele) - Letaknya di pinggir sungai sehingga potensi hanyut cukup besar Tidak aktif

Sawah 1 ha - Tidak aktif

Kebun karet 2 ha - Tidak aktif

Koperasi - SDM

Saat ini menurut pimpinan pesantren, pesantren masih memiliki lahan mengganggur sebanyak 2 hektar, dimana pesantren belum memiliki perencanaan tentang penggunaannya, namun peluang untuk penggunaan asset tersebut dalam menjalankan usaha pesantren sangat terbuka luas

3. Pembiayaan Pesantren

Pembiayaan utama pesantren berasal dari uang sekolah (SPP) yang ditetapkan oleh yayasan dengan berkoordinasi dengan dewan guru bahkan para wali orang tua santri. Pesantren Darul Ulum memiliki kebijakan bagi siswa yang sekolah dimana saudaranya (adik atau kakaknya) juga bersekolah di Darul Ulum. Ketentuan tersebut biaya SPP untuk anak pertama Rp. 35.0000, anak kedua yang bersaudara Rp. 20.000, sedangkan anak ketiga gratis dan tidak membayar SPP sama sekali, demikian juga dengan anak yatim piatu, mereka dibebaskan membayar SPP sampai kelas empat.

Tabel 28: Penerimaan SPP Pesantren Darul Ulum

Jenjang Jumlah Santri SPP (Rp) Pendapatan SPP Santi Salafiyah (M.Ts) 216 35,000 7,560,000

Santri Aliyah 314 50,000 12,960,000

124 Dengan adanya ketentuan discount bagi anak kedua dan seterusnya serta gratis bagi anak yatim, pesantren tampaknya tidak berorientasi kepada bisnis, namun bertujuan untuk mengembangkan pendidikan dan membantu masyarakat tidak mampu untuk mengakses pendidikan

Selain SPP, pembiayaan pesantren berasal dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yaitu bantuan pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya operasional non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar.

Tabel 29: Penerimaan BOS Pesantren Darul Ulum

Jenjang Jumlah Santri SPP (Rp) Pendapatan SPP

Santi Salafiyah (M.Ts) 216 1.000,000 216,000,000 Santri Aliyah 314 1,200,000 376,800,000 Total Penerimaan SPP 552,800,000 Selain, SPP dan BOS pendapatan lain pesantren adalah infaq dan wakaf dari masyarakat, namun jenis pendapatan ini tidak dibukukan. Pesantren juga belum pernah memanfaatkan jasa perbankan karena kuatnya perdebatan walaupun ada salah satu perbankan syariah yang pernah menawarkan kepada lembaga tersebut.

125 Berdasarkan gambaran umum tentang pesantren Darul Ulum di atas, baik dari sisi visi misi, sumber daya, maupun financing, dapat disimpulkan bahwa:

Dari sisi kurikulum, pesantren Darul Ulum belum mengakomodir kurikulum kewirausahaan

Dari sisi sumber daya manusia, pesantren Darul Ulum masih minim terutama kompetensi pengajaran kewirausahaan.

Dari sisi financing, pesantren Darul Ulum masih kesulitan pembiayaan dan saat ini masih membutuhkan pembiayaan yang cukup besar untuk membangun infrastruktur pesantren

Wakaf dan Infaq yang ada tidak dilembagakan, dan potensinya untuk dikembangkan kurang memungkinkan.

126

G. PESANTREN DARUL IKHLAS

1. Gambaran Umum Pesantren

a. Latar Belakang Berdirinya Pesantren

Adapun yang menjadi latar belakang berdirinya pesantren adalah keprihatinan terhadap masih minimnya jumlah lembaga pendidikan agama Islam ketika itu yang dapat menampung anak-anak untuk pendapatkan pendidikan agama. Dengan hadirnya lembaga pendidikan ini maka diharapkan akan dapat membina genersi muda untuk dapat menjadi panutan di tengah-tengah masyarakat. Di samping itu, merosotnya nilai- nilai agama akibat pengaruh budaya luar (globalisasi) terasa semakin menggerus budaya dan perilaku para generasi muda sehingga gagasan untuk menghadirkan sebuah lembaga pendidikan agama yang diharapkan dapat menjadi sarana yang untuk melahirkan generasi yang islami.

Kondisi dan realitas ini menjadi semakin meresahkan sehingga muncul keinginan dari beberapa orang pelajar asal Tapanuli Selatan yang sedang menuntut ilmu di Timur Tengah untuk mendidirikan lembaga pendidikan Islam di bawah naungan yayasan Al-Ikhlas. Gagasan ini berawal dari pertemuan dan diskusi yang diinisiasi oleh tujuh orang yang kemudian tercatat sebagai pendiri yayasan yang mengelola lembaga pendidikan yang kemudian diberikan nama Pondok Pesantren Darul Ikhlas. Pertemuan itu dilaksanakan pada malam Jumat tanggal 04 Shafar 1403 H bertepatan dengan tanggal 25 Nopember 1982 M. Mengambil tempat di Masjidil Haram Mekkah, beberapa orang pelajar asal Tapanuli Selatan tersebut sepakat untuk melakukan sesuatu yang dapat dikontribusikan bagi pembangunan pendidikan tanah air, khususnya Tapanuli selatan.

Persiapan untuk mendirikan pesantren Darul Ikhlas ternyata membutuhkan banyak persiapan. Sejak diinisiasi pendirian yayasan tahun 1982, maka pendirian pesantren baru dapat terealisasi pada tahun 1987 bertempat di Dalan Lidang Kecamatan Penyabungan Kabupaten Mandailing Natal (Waktu itu Mandailing Natal masih bergabung dengan Kabupaten Tapanuli Selatan). Di atas lahan ± 2 hektar persantren ini memulai operasionalnya dengan jumlah santri yang awalnya hanya 40 orang untuk tahun ajaran pertama dan disusul denganjumlah santri 100 orang pada tahun ajaran kedua dengan fasilitas ketika itu hanya dengan 1 gedung yang terdiri dari 5 ruang belajar dan 1 gedung asrama hingga saat ini jumlah pelajarnya telah mencapai jumlah ± 1374.

b. Lokasi Pesantren

Lokasi Pesantren berada sangat strategis dan mudah diakses karena di jalan lintas Jl.Medan Padang, kelurahan Dalan Lidang, kecamatan Panyabungan, kabupaten Mandailing Natal (sebelumnya masih bergabung

127 dengan Tapanuli Selatan, propinsi Sumatera Utara, Kode Pos 22978 Telp. 0636-20499.

Gambar 41: Peneliti di Gerbang Pesantren Darul Ikhlas

c. Visi, Misi dan Tujuan Pesantren

Adapun Visi Pondok Pesantern Darul Ihklas adalah “Menjadikan

Pondok Pesantren Darul Ikhlas Menjadi Sebuah Lembaga yang Membawa Islah pada Masyarakat yang Beilmu, Beriman, Beramal Shaleh dan Berakhlak Mulia Menurut Al-Quran dan Hadis Rasulullah Saw.”

Sedangkan Misi Pondok Pesantren Darul Ikhlas adalah:

a) Mewujudkan pendidikan yang dikelola dengan menerapkan nilai-nilai Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis Rasul Saw. untuk diterapkan dan dipratekkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi karakter Mukmin yang berimu dan bertaqwa kepada Allah Swt,

b) Membina Insan Rabbani ke arah mencapai kebaikan dunia dan akhirat.

c) Menyelenggarakan proses pendidikan yang unggul dan amampu memenuhi kebutuhan anak didik untuk menghasilkan lulusan yang berilmu, berkualitas, mandiri dan berakhlak mulia.

d) Mewujudkan sumber daya manusia, khususnya guru yang amanah dan professional serta mempunyai komitmen yang tinggi sehingga mampu member yang terbaik bagi umat manusia dan agama Allah Swt.

128 e) Memberikan keyakinan Teguh serta mengamalkan ajaran Islam secara benar dan konsekuen yang berpegang pada Al-Quran dan Hadis Rasul Saw.

f) Menumbuhkan kapasitas dan potensi siswa dan guru secara maksimal sesuai bakat dan minatnya sehingga mampu memberi yang terbaik untuk kemashlahatan umat.

Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren Darul Ikhlas adalah:

i. Membina kader-kader umat yang mapan dalam semua aspek ilmu pengetahun, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum.

ii. Membenahi santri/ah dengan basic ajaran Islam yang moderat, jauh dari sikap fanatisme buta dan liberalism.

iii. Meluluskan santri/ah yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah dan Rasul-Nya

iv. Meluluskan santri/ah yang memiliki kelayakan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya.

d. Struktur Organisasi Pengelola Pesantren

Pondok pesantren Darul Ihklas merupakan lembaga pendidikan di bawah Yayasan Al-Ikhlas. Secara umum, struktur pondok pesantren Darul Ihklas terdiri dari Pembina yang awalnya merupakan pendiri yayasan, pengurus yayasan dan pengelola pendidikan di bawah kordinasi seorang Mudir yang membawahi kepala sekolah, baik MTs maupun Madrasah Aliyah. Pembina bertugas sebagai pengarah dan pengawas yayasan. Pengurus yayasan bertugas untuk menyediakan sarana dan prasarana pondok pesantren Darul Ihklas, penyusunan program dan pengawasan terhadap pengelolaan pesantren. Sementara unit pendidikan bertanggung jawab untuk memastikan kegiatan pembelajaran di pondok pesantren Darul Ikhlas berjalan dengan baik. Yayasan saat ini dipimpin oleh Bapak H. Amsir Saleh Siregar diterima sebagai Ketua dan Bapak H. Abdul Hakim sebagai Sekretaris. Sedangkan pengelolaan sekolah dipimpin oleh Bapak H. Muhammad Usman Abdullah Nst, Lc sebagai Mudir dan Bapak Muhammad Ilyas sebagai Sekretaris mudir yang membawahi 2 (dua) kepala sekolah, baik untuk tingkat tsanawiyah maupun aliyah.

Yayasan bukan merupakan yayasan keluarga sehingga pengurusnya berasal dari kalangan yang berbeda. Yayasan mempunyai kekuasaan dan kewenangan yang besar dalam kaitan dengan kebijakan dan pengelolaan asset pesantren. Pengelola sekolah hanya berwenang dan bertanggung jawab terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran. Selain hal tersebut semuanya menjadi tugas dan wewenang yayasan. Demikian juga halnya dengan asset pesantren. Semuanya asset dikelola secara penuh di bawah kewenangan pihak yayasan. Yayasan mengelola semua pendapatan dan asset yang ada, termasuk yang berasal dari wakaf.

129 Tidak ada bagian atau bidang khusus yang dibentuk untuk mempertanggungjawabkan dan mengelola harta atau asset pesantren yang berasal dari wakaf.

e. Keadaan Ustadz dan Tenaga Kependidikan

Saat ini jumlah guru (ustadz/ustadzah) yang ada di pondok pesantren Darul Ihklas berjumlah 78 (tujuh puluh delapan) orang dengan kriteria pendidikan Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Atas berjumlah 23 (dua puluh tiga) orang, Sarjana strata satu (S1) berjumlah 54 (lima puluh empat) orang dan strata dua (S2) berjumlah 1 (satu) orang. Sedangkan jumlah tenaga kependidikannya berjumlah 5 (lima) orang dengan kualifikasi pendidikan MA/SMA. Secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 30: Jumlah Guru Pesantren Darul Ikhlas

MA/SMA S1 S2 S3 Jumlah

Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr

19 4 35 19 1 - - - 78

Jumlah Tenaga Kependidikan

MA/SMA S1 S2 S3 Jumlah

Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr

19 4 35 19 1 - - - 78

Berdasarkan keterangan dari pihak pengelola pesantren (sekretaris mudir) bahwa jumlah ini sudah memadai dan dengan jumlah ini kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Ketika dipertanyakan persoalan kualitas SDM guru (ustadz/ustadzah) dan tenaga kependidikan maka saat saat ini pihak pesantren, baik yayasan maupun pengelola pesantren, sudah melakukan upaya untuk mendorong para gurunya untuk meningkatkan pendidikan, yang belum sarjana agar segera melanjutkan ke jenjang strata satu (S1) demikian pula halnya yang sudah S1 untuk melanjutkan Strata dua (S2). Namun, pihak pesantren mengakui bahwa dorongan tersebut hanya sampai pada tataran motivasi dan belum sampai kepada dukungan material seperti bantuan beasiswa atau sejenisnya. Ada komentar yang

Dokumen terkait