• Tidak ada hasil yang ditemukan

SANKSI ADMINISTRATIF

Dalam dokumen Perjanjian Kerja Bersama BNI Tahun 2011 (Halaman 29-33)

BAB XIV FASILITAS SOSIAL

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 61

Jenis Sanksi Administratif

(1) Pengenaan sanksi administratif atas perbuatan pelanggaran merupakan sarana untuk: a. Mengamankan kepentingan Perusahaan;

b. Melaksanakan pembinaan Pekerja/Pegawai; c. Menegakkan disiplin dan tata tertib.

(2) Jenis sanksi administratif terdiri dari: a. Sanksi Pokok

a.1. Surat Peringatan Pembinaan (SPP); a.2. Surat Peringatan Teguran Keras (SPTK);

Hal| 30 a.3. Surat Peringatan Terakhir (SPT);

a.4. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

b. Sanksi Tambahan berupa pengembalian kerugian.

(3) Selain dikenakan sanksi administratif, Pengusaha dapat mengajukan gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Pekerja/pegawai.

(4) Pekerja/pegawai yang diancam dengan sanksi administratif berhak melakukan pembelaan diri, dengan memperhatikan Pedoman Kepegawaian.

(5) Serikat Pekerja berhak melakukan pembelaan terhadap Pekerja/pegawai yang diancam dengan sanksi administratif pemutusan hubungan kerja atas permintaan Pekerja/Pegawai, dengan memperhatikan Pedoman Kepegawaian.

(6) Pekerja/Pegawai berhak mengajukan pembelaan maksimal 10 (sepuluh) hari kerja sejak Berita Acara Permintaan Penjelasan (BAPP) dinyatakan selesai, sesuai dengan Pedoman Kepegawaian.

(7) Pengusaha dalam memberikan sanksi administratif kepada Pekerja/Pegawai yang melakukan pelanggaran wajib memperhatikan adanya faktor-faktor yang meringankan dan memberatkan.

(8) Dalam hal pelanggaran dilakukan dengan unsur kesengajaan/menguntungkan diri sendiri dan/atau pihak lain sehingga menimbulkan kerugian bagi Perusahaan harus diberikan sanksi administratif yang terberat.

Pasal 62

Pelanggaran Dengan Ancaman Sanksi Paling Tinggi Surat Peringatan Teguran Keras

(1) Perbuatan-perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai Pelanggaran yang dapat dikenakan Pembinaan atau Sanksi Administratif paling tinggi berupa Surat Peringatan Teguran Keras dan paling rendah berupa Surat Peringatan Pembinaan, yaitu:

a. Mengulangi perbuatan pelanggaran yang sama dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diberikan Teguran Tertulis terhadap perbuatan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 59 Ayat (2) PKB ini.

b. Pelanggaran perbuatan sebagaimana berikut :

b.1. Melakukan kegiatan usaha swasta yang dilakukan pada waktu kerja atau melakukan kegiatan swasta yang menimbulkan konflik kepentingan pribadi. b.2. Memiliki saham/modal dalam perusahaan dan/atau memiliki kegiatan usaha

swasta, yang menimbulkan konflik kepentingan dengan jabatan/kewenangannya di Perusahaan.

b.3. Melakukan kegiatan baik secara sendiri maupun bersama-sama di dalam maupun di luar lingkungan kerja, dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain yang langsung atau tidak langsung merugikan Perusahaan.

b.4. Tidak melaporkan secara tertulis dengan melampirkan dokumen pendukung yang ditetapkan perusahaan dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah melangsungkan perkawinan dan/atau perceraian terhitung sejak peristiwa tersebut terjadi.

Hal| 31 b.6. Melakukan perbuatan menghalangi perintah jabatan.

b.7. Tidak melaksanakan atau meninggalkan tugas/perintah jabatan yang diberikan atasan berdasarkan perintah jabatan, kecuali perintah tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b.8. Melaksanakan perintah jabatan tanpa kejujuran.

b.9. Tidak melakukan pelayanan dan/atau menghalangi pelayanan dan/atau mempersulit Pelayanan, terkait dengan pelayanan kepada Pihak Ketiga.

b.10. Tidak menjaga hubungan baik, ketertiban di lingkungan kerja dan saling menghormati sesama Pekerja/Pegawai dengan tidak melakukan penekanan, penghinaan, pelecehan, persaingan tidak sehat dalam menjalin hubungan kerja.

(2) Dalam hal pelanggaran dilakukan dengan unsur kesengajaan maka diberikan sanksi tertinggi.

(3) Ketentuan mengenai pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi paling tinggi Surat Peringatan Teguran Keras diatur lanjut diatur dalam Pedoman Kepegawaian

Pasal 63

Pelanggaran Dengan Ancaman Sanksi Paling Tinggi Pemutusan Hubungan Kerja

(1) Perbuatan pelanggaran dengan ancaman sanksi administratif paling tinggi berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan paling rendah Surat Peringatan Terakhir (SPT) yaitu:

a. Pengulangan dalam masa berlakunya sanksi Pasal 62 Ayat (1) kecuali pelanggaran ketentuan penggunaan Tanda Pengenal Pegawai (TPP), Pakaian Kerja, dan Upacara Bendera dibatasi sampai dengan sanksi administratif berupa SPTK

b. Pelanggaran perbuatan sebagai berikut

b.1. Membuat dan/atau menggunakan dan/atau memberikan dan/atau mengubah dan/atau menyalin dan/atau menggandakan data dan/atau keterangan yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya sehingga merugikan Perusahaan dan/atau Nasabah.

b.2 Tidak memberikan data/dokumen/keterangan pribadi yang sebenarnya pada saat melamar pekerjaan dan selama menjadi Pekerja/Pegawai.

b.3 Merusak dan/atau menghilangkan barang dan/atau data milik Perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi Perusahaan.

b.4 Tidak menjaga dan menggunakan dengan benar harta benda, data dan/atau dokumen dalam bentuk apapun milik Perusahaan dan/atau nasabah dan/atau pihak ketiga lainnya.

b.5. Menyalahgunakan/ mengambil tanpa alas hak uang/barang/data/dokumen milik Perusahaan dan/atau nasabah di lingkungan kerja.

b.6. Menyalahgunakan jabatan/wewenang dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain.

Hal| 32 b.7. Bertindak diluar kewenangan dengan tujuan untuk menguntungkan diri

sendiri/pihak lain.

b.8. Melakukan perbuatan/melaksanakan tugas yang mengandung unsur konflik kepentingan pribadi sehingga merugikan Perusahaan.

b.9. Menerima imbalan secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk apapun dari pihak manapun yang terkait dengan tugas dan tanggung jawab.

b.10. Menyalahgunakan password milik pribadi maupun Pekerja/Pegawai lain atau memberitahukan password milik pribadi maupun Pekerja/Pegawai lain kepada pihak lain.

b.11. Melakukan perbuatan yang melanggar sistem dan prosedur yang diatur dalam Pedoman Perusahaan yang bersifat kecurangan dan menimbulkan kerugian bagi Perusahaan.

b.12. Melakukan praktek bank dalam bank.

b.13. Mencairkan rekening tabungan/deposito/giro/cek/simpanan lainnya milik nasabah yang tidak sesuai ketentuan/ prosedur yang berlaku.

b.14. Tidak melakukan verifikasi tanda tangan nasabah pada saat pencairan atau penarikan rekening sesuai ketentuan yang berlaku.

b.15. Bertindak selaku perantara bagi pihak lain mendapatkan pekerjaan, proyek atau fasilitas dari Perusahaan yang merugikan Perusahaan.

b.16. Tidak menjaga Rahasia Bank dan Rahasia Jabatan.

b.17. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/ atau mengedarkan narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya di lingkungan perusahaan dan/atau pada waktu kerja.

b.18. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan Perusahaan dan/atau pada waktu kerja.

b.19. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja, Pengusaha di Lingkungan Perusahaan dan/atau pada waktu kerja.

b.20. Membiarkan dalam keadaan bahaya barang dan/atau data milik Perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya dan menimbulkan kerugian bagi Perusahaan.

b.21. Menolak mutasi tanpa alasan yang dapat diterima Perusahaan.

b.22. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.

(2) Pengusaha dapat mengenakan Pemutusan Hubungan Kerja kepada Pekerja/pegawai yang dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap Pekerja/Pegawai yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan Pekerjaan sebagaimana mestinya karena ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana.

(4) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir sebagaimana dimaksud ayat (2) dan Pekerja/Pegawai dinyatakan bersalah, maka Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada Pekerja/Pegawai yang bersangkutan.

Hal| 33 (5) Ketentuan perbuatan pelanggaran yang diatur dalam pasal ini diatur lebih lanjut

dalam Pedoman Kepegawaian.

Pasal 64

Tindakan Pendahuluan

(1) Pengusaha dapat melakukan tindakan Pendahuluan terhadap Pekerja/Pegawai yang melakukan perbuatan pelanggaran berupa :

a. Pencabutan kewenangan b. Ditarik ke unit lain

c. Skorsing

(2) Skorsing dikenakan kepada Pekerja/Pegawai yang diduga kuat melakukan pelanggaran yang dikenakan sanksi berupa pemutusan hubungan kerja dan dapat dibuktikan dengan bukti permulaan yang sah.

(3) Skorsing harus diberitahukan oleh Pengusaha secara tertulis kepada Pekerja/Pegawai.

(4) Pekerja/Pegawai yang terkena skorsing berhak mendapatkan pembelaan atas dirinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku melalui Serikat Pekerja-nya.

(5) Pekerja/Pegawai yang terkena skorsing diberikan Upah/Gaji sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(6) Pekerja/Pegawai yang terkena skorsing wajib lapor setiap hari di kantor yang dibuktikan dengan absensi.

Dalam dokumen Perjanjian Kerja Bersama BNI Tahun 2011 (Halaman 29-33)

Dokumen terkait