• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menghitung Cakupan Daya Pancar Access Point ke Penerima

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.6 Menghitung Cakupan Daya Pancar Access Point ke Penerima

3.6Menghitung Cakupan Daya Pancar Access Point ke Penerima

Analis daya pancar access point dilakukan dengan menghitung rugi-rugi saluran pada kondisi terburuk dari interior bangunan. Yaitu, pada jumlah dinding terbanyak dengan jarak terjauh. Jarak tersebut yang kemudian dipilih menjadi jari-jari dari sel yang mewakili cakupan daya pancar access point.

Pola radiasi antena pada access point adalah omnidirectional, di mana dalam analisis ini diwakilkan oleh heksagonal untuk mempermudah penggambaran cakupan area pancar access point-nya. Luas sel dihitung dengan menggunakan persamaan 2.4. Jumlah sel yang dibutuhkan dihitung dengan menggunakan persamaan 2.6.

Spesifikasi pemancar yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah access point IEEE datasheetHP MSM-802,11n access point.

27 Spesifikasi penerima yang digunakan adalah AT-WNP300N Wireless LAN PCI Adapter. Pada analisis Tugas Akhir ini, parameter-parameter dari sistem yang dibutuhkan untuk menghitung Link Margin yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Transmit Power atau daya pancar pada tugas akhir ini adalah 10 dBm.

2. Transmit Antenna Gain atau gain antena pemancar yang digunakan adalah gain antena access point pada umumnya, yaitu 2 dB.

3. Received Antenna Gain atau gain antena penerima yang digunakan adalah 2 dBi.

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Pendahuluan

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam perancangan WLAN indoor terhadap rugi-rugi lintasan propagasi sinyalnya adalah kondisi profil bangunan.Nilai rugi-rugi lintasan pada propagasi radio indoor dapat diprediksi dengan menggunakan teknik pemodelan. Pada propagasi radio indoor, model perhitungan rugi-rugi lintasan yang digunakan berbeda dengan model perhitungan rugi-rugi lintasan outdoor.

Pada Tugas Akhir ini, dilakukan penerapan salah satu model perhitungan rugi-rugi lintasan indoor, yaitu Cost-231 multi-wall untuk mendesain suatu jaringan WLAN. Bangunan yang digunakan untuk penerapan adalah swalayan yang dimodelkan. Perancangan WLAN di sini hanya dibatasi pada bagaimana penerapan model perhitungan path lossCost-231 multi-wall untuk menentukan posisi penempatan access point yang efisien dalam suatu rancangan WLAN pada bangunan yang dimodelkan.

4.2.Analisis dan Hasil Perhitungan

Langkah pertama pada proses perencanaan sel adalah menghitung nilai Link Margin kemudian menghitung rugi-rugi lintasan propagasi. Rugi-rugi lintasan propagasi dihitung dengan menerapkan model propagasi empiris indoor Cost-231 multi-wall.

4.2.1. Penentuan Link Margin

Dari parameter-parameter spesifikasi hardware yang digunakan, maka dapat dihitung nilai Link Margin dari sistem yang akan dianalis. Persamaan untuk menghitung Link Margin tersebut adalah sebagai berikut.

Link Margin = PowerTx (dBm) + GainTx (dB) + GainRx (dB) – RSL(dBm) = 10 dBm + 2 dB + 2 dBi – (-65 dBm)

29 Link Margin ini selanjutnya dijadikan nilai rugi-rugi maksimum dari propagasi radio sistem. Maka, rugi-rugi yang terjadi pada propagasi tidak boleh melebihi 79 dBm.

4.3. Analisis Pengaruh Jumlah Rak Terhadap Jari-Jari Sel

Pada model bangunan swalayan ini, dominan penghalang adalah rak tipis. Maka, yang dijadikan acuan rugi-rugi penghalang adalah bernilai Lw=3,4. Nilai Link Margin adalah 79 dBm dan nw adalah jumlah penghalang antara pemancar dan penerima. Sehingga, untuk mendapatkan jari-jari maksimum dari cakupan access pointpada model bangunan swalayan ini, dapat digunakan rumus berikut.

Dmax = ���−1��−100,044−(��.��)

20 �. 1000

Dengan menggunakan persamaan di atas, maka besar D maksimum untuk penghalang berjumlah 1 rak (nw=1; Lw=3,4) adalah sebagai berikut.

Dmax = ���−179100,04420(1.3,4)�. 1000

= log-1(0,059951).1000 = 59,951 meter

Selanjutnya, dilakukan perhitungan dengan cara yang sama untuk penghalang dengan jumlah rak 2,3,4 dan 5. Perbandingan nilai hasil perhitungan d maksimum untuk variasi jumlah rak dari pemancar ke penerima dijabarkan pada Tabel 4.1.

30

Tabel 4.1 Perbandingan jumlah rak penghalang terhadap cakupan daya pancar maksimum Nw Lw Dmax (meter) 1 3,4 59.951 2 3,4 40.532 3 3,4 27.403 4 3,4 18.527 5 3,4 12.525

Grafik perbandingan antara jumlah rak dan cakupan pancar maksimum ditunjukkan pada grafik Gambar 4.1. Dari grafik, dapat dilihat bahwa semakin besar jumlah penghalang dari pemancar ke penerima, semakin kecil d maksimum di mana sinyal masih dapat diterima.

Gambar 4.1 Perbandingan jumlah rak terhadap jarak maksimum daya masih

31

4.4.Penerapan model Cost-231 multi-wall pada penentuan jari-jari sel

Analisis pengaruh jarak rak terhadap jumlah sel dilakukan dengan mengambil jarak cakupan maksimum kondisi terburuk yang dilewati sinyal dari pemancar ke penerima. Di mana pemancar ditempatkan di tengah bangunan.

Pada analisis ini dibuat model interior swalayan dengan jarak antar rak yang berbeda-beda. Jarak-jarak tersebut adalah 0,75 meter, 1,25 meter, dan 1,75 meter, 2 meter dan 2.3 meter. Denah dari model-model tersebut dapat dilihat pada lampiran 3.

4.4.1 Rugi-rugi total di titik Dmax untukvariasi jarak antar sekat

Cakupan daya pancar maksimal atau jari-jari sel yang digunakan untuk masing-masing jarak rata-rata rak berdasarkan model pada Lampiran 3 dapat dilihat pada 4.2 berikut.

Tabel 4.2Jari-jari sel untuk variasi jarak rak pada bangunan swalayan yang dimodelkan

Nomor Jarak antar rak (m) Jari-jari sel (m)

1 0.75 11.6251

2 1.25 12.526

3 1.75 16.8216

4 2 17.2384

5 2.3 18.527

Perbandingan jari-jari sel terhadap rata-rata jarak rak pada bangunan swalayan yang dimodelkan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

32 Jari-jari sel (m)

Gambar 4.2Perbandingan jarak antar rak terhadap jari-jari sel Dari analisis ini, dapat dilihat bahwa cakupan daya pancar berbanding lurus dengan jarak antar rak pada bangunan yang dimodelkan. Hal ini dikarenakan semakin besar jarak antar rak, semakin sedikit jumlah rak yang dapat dimuat dalam bangunan, sehingga semakin sedikit redaman akibat penghalang dari pemancar ke penerima.

Pada gambar model untuk jarak antar sekat adalah 0,75 meter, jumlah rak maksimum yang mampu dicapai access point adalah 4, dengan jarak pancar maksimum 11,6251 meter. Maka besar rugi-rugi lintasan totalnya adalah sebagai berikut. L tot = LFSL + ∑Wi=1Lwinwi Di mana, LFSL = 100.044 + 20 log d (Km) = 100.044 + 20 log (11,6251/1000) = 61,35193 dB Jara k ant ar rak rata -rata (m)

33 Maka,

L tot = 61,35193 + ∑Wi=1Lwinwi = 61,35193 + (4)(3,4) = 74.95193 dB

Selanjutnya, besar rugi-rugi total untuk masing-masing variasi jarak antar rak yang lain didapatkan dengan cara yang sama. Data untuk jumlah penghalang serta jarak d maksimum masing-masing model dijabarkan pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3D maksimum untuk tiap variasi jarak antar rak Jarak antar rak

(m) Jumlah penghalang Lw (dB) D maksimum (m)

0,75 4 3,4 11,6251 1,25 5 3,4 12,526 1,75 4 3,4 16,8216 2 4 3,4 17,2384 2,3 4 3,4 18,527

Untuk perbandingan perbedaan besarnya rugi-rugi untuk tiap variasi jarak antar rak gedung swalayan yang dimodelkan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4. Dari Tabel 4.4, dapat dilihat bahwa perbandingan antara d maksimum terhadap rugi-rugi ruang bebas (FSL) dan L total adalah berbanding lurus. Di mana, semakin besar jarak lintasannya (d maksimum) maka semakin besar pula rugi-rugi ruang bebas (FSL), dan tentunya akan semakin besar pula rugi-rugi total dari lintasan tersebut.

34

Tabel 4.4 Perbandingan Rugi-rugi lintasan total untuk d maksimum tiap variasi jarak rak dari swalayan yang dimodelkan

D maksimum (m) FSL (dB) Ltotal (dB) 11,6251 61,35193 74,95193 12,526 61,99955 78,99955 16,8216 64,56135 78,16135 17,2384 64,77394 78,37394 18,527 65,39963 78,99963

Perbandingan besar rugi-rugi ruang bebas serta rugi-rugi total untuk tiap variasi d maksimum lebih jelas dijabarkan pada grafik Gambar 4.3 berikut. Dari gambar dapat dengan jelas terlihat bahwa besarnya jarak berbanding lurus dengan besarnya rugi-rugi total lintasan propagasinya.

Gambar 4.3Perbandingan rugi-rugi untuk variasi d maksimum

0 10 20 30 40 50 60 70 80 11,6251 12,5260 16,8216 17,2384 18,5270 FSL Ltotal D maksimum (meter) Rugi-rugi (dB)

35

4.5.Analisis Pengaruh Jarak Antar Rak terhadap Jumlah Sel

Pada analisis ini, ditentukan kebutuhan sel yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh ruangan dari gedung swalayan yang dimodelkan. Perhitungan yang digunakan untuk mendapatkan jumlah sel yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.

Q = Integer part of ����� ��� �����

����������� �+ 1

Luas gedung bangunan yang dimodelkan adalah 125 x 81 meter persegi, area cluster adalah luas sel dari tiap variasi jari-jari yang telah didapatkan sebelumnya dari jarak antar rak gedung yang dimodelkan.Kebutuhan jumlah sel untuk mencakup gedung dengan seluruh variasi jarak antar dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Kebutuhan sel untuk variasi jarak rak dari swalayan yang dimodelkan

Nomor Luas gedung (m2)

Jarak antar rak (m) D maksimum (m) Kebutuhan sel 1 10125 0,75 11,6251 29 2 10125 1,25 12,526 25 3 10125 1,75 16,8216 14 4 10125 2 17,2384 14 5 10125 2,3 18,527 12

Dari Tabel 4.5, dapat dilihat bahwa semakin besar jarak antar rak, semakin sedikit kebutuhan sel yang dibutuhkan. Semakin sedikit kebutuhan sel tentunya semakin sedikit pula kebutuhan access point yang dibutuhkan, maka, semakin efisien desain WiFi yang dibangun. Dari data tersebut, maka, variasi jarak antar rak yang dipilih adalah jarak antar rak sebesar 2,3 meter. Dibandingkan variasi jarak antar rak yang lain, menggunakan jarak antar rak 2,3 meter ini mampu mengurangi kebutuhan access point hingga 17 buah.

36

4.6.Analisis Penempatan Sel

Pada analisis ini, jarak antar rak rata-rata dengan cakupan daya pancar terjauh yang dipilih, yaitu 2,3 meter. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan jumlah dan penempatan access point yang efisien.

Keterangan:

= access point

= titik sampel

Gambar 4. 4Jarak maksimum cakupanaccess point

Area cakupan maksimum suatu access point dianggap berbentuk heksagonal. Maka, luas sel untuk jari-jari sebesar sel 18,526 meter dapat dihitung sebagai berikut.

Luas sel segi enam = 3

22√3 = 3 2(18,526)2√3 81 meter 125 m 18,527m

37 = 891.6927m2

Setelah jari-jari sel diperoleh dan luas cakupan sel segi enam didapatkan. Maka, kebutuhan access point berdasarkan cakupan sel dapat dihitung. Untuk gedung swalayan yang dimodelkan dengan luas 125 x 81 meter persegi dan luas sel segi enam 891,6927 meter persegi, kebutuhan sel didapatkan sebagai berikut.

Q = Integer part of ����� ��������

����������� �+ 1 = Integer part of((125 81) 2

891,6927 �2) + 1

891,692710125 + 1

Dari hasil perhitungan, kebutuhan sel didapatkan integer 11 + 1 buah. Kebutuhan access point masih harus disesuaikan dengan kondisi gedung yang dimodelkan. Penempatan sel-sel di dalam bangunan swalayan yang dimodelkan untuk 11 sel dapat dilihat pada Gambar 4.4.

38

39 Pada gedung, satu buah sel tidak seutuhnya berada pada satu tempat, melainkan terpisah menjadi dua area yang saling berjauhan. Pada kasus sel seperti ini, satu buah access point tidak memadai untuk mencakup keseluruhan sel. Sehingga, pada sel dengan area terpisah, masing-masing area-nya diberi satu buah access point agar seluruh area gedung dapat tercakup WiFi. Jumlah total access point akhir dibutuhkan adalah 13 buah, yang dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Kemudian, dilakukan analisis besar rugi-rugi maksimumpada titik-titik sel untuk menghindari terjadinya blankspot. Salah satu contoh perhitungan untuk menguji area bangunan swalayan adalah menguji rugi-rugi lintasan dari titik sampel sel 1.1.

Lcost231multiwall = 100.044 + 20.log(d/1000) + (kw)(Lw) = 100.044 + 20.log(18,527/1000) + (1)(6,9) = 72.300102 dB

Besar rugi-rugi total lintasan yang diperoleh tidak melebihi nilaiLink Margin, yaitu 79 dB. Maka pada titik 1.1 tidak terjadi blankspot. Hasil perhitungan untuk menguji area blankspot dilanjutkan ke semua titik sel (pada Lampiran 4).

Berdasarkan Tabel tersebut, 13 buah access point dengan luas 891.789m2yang ditempatkan pada bangunan swalayan berukuran 81x125 m2 yang dimodelkan, telah mampu mencakup seluruh area tanpa terjadi blankspot. Sehingga penempatan akhir access point akhir dapat dilihat pada 4.5.

40

Gambar 4.6Penempatan access point akhir pada bangunan swalayan yang

41

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis ini dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan model Cost-231 multi-wall pada bangunan swalayan yang dimodelkan menghasilkan nilai attenuasi lintasan yang cukup besar.

2. Dalam suatu bangunan, semakin banyak jumlah sekat, maka cakupan daya pancar suatu access point akan semakin kecil. Sebaliknya, cakupan daya pancar semakin besar (jauh) saat jarak antar sekat semakin besar.

3. Dalam merancang jaringan WLAN indoor, desain interior bangunan merupakan faktor yang juga perlu diperhatikan karena berpengaruh pada cakupan daya terima sinyal.

4. Pada analisis ini, untuk bangunan dengan bangunan swalayan yang dimodelkan mendapatkan jari-jari sel terbesar ketika jarak antar rak-nya adalah 2,3 meter, yaitu 18,527 meter.

5. Kebutuhan jumlah sel akan semakin besar ketika jarak antar rak semakin kecil. Penempatan sel sangat bergantung dengan profil bangunan yang akan dirancang.

6. Di antara variasi jarak antar rak dari gedung swalayan yang dimodelkan, jarak sebesar 2,3 meter mampu mengurangi kebutuhan access point hingga 17 buah.

5.2 Saran

Adapun saran yang ingin penulis sampaikan setelah melakukan analisis ini adalah analisis dikembangkan dengan perbandingan perhitungan path lossindoormenggunakan model empiris indoorlain.

6

BAB II DASAR TEORI

2.1Umum

Dalam mendesain sebuah sistem komunikasi wireless, diperlukan perencanaan yang baik demi terjaminnya kualitas sinyal yang nanti diterima. Empat faktor vital yang perlu diperhatikan adalah daya pada pemancar, sensitivitas penerima, gain antena, serta rugi-rugi lintasan (path loss) seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.

Jarak serta jumlah dan jenis obstacle yang berada di antara pemancar dan penerima tentunya menjadi hal yang perlu diperhitungkan karena akan menjadi penentu nilai path loss yang terjadi pada sistem komunikasi [1]. Hal ini disebabkan penghalang juga ikut menyumbangkan redaman terhadap sinyal yang melaluinya. Perubahan besarnya nilai path loss terhadap kondisi lintasan akibat obstacle akan mengakibatkan perubahan jangkauan daya pancar lintasan sinyal.

Gambar 2.1Komponen utama sistem komunikasi wireless [1]

Transmitter (Transmit power)

Receiver (Receive Sensitivity) Path Loss

7 Rugi-rugi lintasan (dB) adalah besarnya daya pada pemancar dikurangi daya pada penerima. Untuk menghitung besarnya rugi-rugi lintasan, dapat dilakukan dengan menggunakan pemodelan. Model yang digunakan untuk menghitung propagasi outdoor dan propagasi indoor masing-masingnya adalah berbeda. Pada propagasi indoor, efek Doppler dapat diabaikan.

Ada beberapa keuntungan yang didapatkan dari penggunaan model dalam menghitung rugi-rugi lintasan, yaitu [2]:

1. Cepat dan fleksibel karenaparameter yang ingin dihitung dapat diubah-ubah sesuai keinginan.

2. Input yang dibutuhkan dapat seminimum mungkin dalam memodelkan propagasi. Hal ini dikarenakan perencanaan dapat dilakukan tanpa harus datang ke lokasi langsung untuk menyediakan estimasi biaya jaringan, dapat dilakukan untuk perencanaan WLAN pada bangunan yang masih belum selesai dibangun, dan sebagainya.

3. Dapat digunakan untuk membangun perangkat software easy-to-use yang memungkinkan pengguna amatir juga dapat mendesain WLAN secara efisien. 4. Perencanaan WLAN menggunakan pemodelan propagasi dapat menemukan

solusi optimal yang hemat biaya dan performansi yang paling baik.

2.2Konsep WLAN

WLAN (Wireless Local Area Network) adalah jaringan nirkabel LAN yang menggunakan frekuensi radio lewat udara dalam transmisi datanya. Jaringan ini tidak dibatasi oleh media kabel atau kawat. WLAN membagi wilayah pelayanannya menjadi beberapa wilayah lebih kecil yang disebut sel. Tiap sel dicatu oleh sebuah access point menuju server wireless LAN.

Dibandingan dengan jaringan LAN berkabel, WLAN memiliki beberapa keuntungan, yaitu [3]:

1. Mendukung mobilitas user, meningkatkan produktivitas penggunaan data. 2. Pengembangan jaringan mudah dan cepat. Tidak seperti penggunaan kabel

yang sulit dalam proses instalasinya ketika harus menambahkan jaringan. Selain itu, instalasi kabel membutuhkan waktu dan biaya yang lebih.

8 3. Fleksibel. User dapat langsung menggunakan fasilitas tanpa harus memasang kabel terlebih dahulu, sehingga dapat digunakan seketika saat dibutuhkan dan di mana saja selama masih dalam area “hot spot”.

4. Pada beberapa kasus, biaya untuk jaringan wireless dapat lebih berkurang. Misalnya, penggunaan 802,11 dapat menghubungkan dua bangunan tanpa harus keluar biaya peralatan perangkat jaringan outdoortambahan.

Pada awalnya, kecepatan produk 802,11 hanya mencapai 2 Mbps yang termasuk cukup lambat untuk standar jaringan modern. IEEE 802,11 mulai bekerja lebih cepat pada layer radio dan distandarisasi dengan 802,11a dan 802,11b pada tahun 1999. Produk yang didasarkan pada 802,11b diluncurkan tahun 1999 dan dapat beroperasi hingga mencapai kecepatan 11 Mbps. 802,11a menggunakan teknik radio ketiga yang disebut Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM). 802,11a beroperasi pada pita frekuensi yang berbeda secara keseluruhan.

Pada Tabel 2.1, dapat dilihat bahwa 802,11 telah menyediakan kecepatan yang lebih dari Ethernet 10BASE-T dan mampu bersaing dengan Ethernet yang cepat [3].

Tabel 2.1Rata-rata througput dari standar WiFi [4]

Nomor Standar WiFi Rata-rata throughput

1 11b; 7.2 Mb/s

2 11g; 25 Mb/s

3 11a; 25 Mb/s

4 11n; 25-160 Mb/s

2.3Infrastruktur Jaringan WLAN

Block bangunan dasar dari jaringan 802,11 disebut basic service set (BSS), yang

menghubungkan station-station yang berkomunikasi antara satu dan lainnya. BSS

pada jaringan WLAN terdiri dari dua jenis, yaitu independent BSS dan infrastructure

9 Independent BSS langsung menghubungkan station yang satu dan lainnya dan hanya dapat dibangun pada jarak yang sangat terbatas. Jaringan independent BSS yang paling kecil adalah terdiri dari dua buah station. Jaringan jenis ini biasanya digunakan untuk tujuan tertentu yang tidak membutuhkan waktu lama dalam melakukan hubungan komunikasinya, misalnya hanya digunakan selama sedang melakukan rapat/meeting saja.

(a)

(b)

10 Infrastructure BSS memiliki empat komponen fisik utama yang menjadi penyusun jaringannya. Komponen-komponen tersebut adalah sistem penyalur (distribution system), access point, media nirkabel (wireless medium) dan stationatau perangkat pengguna. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3Komponen Penyusun Jaringan WLAN [3]

2.3.1 Distribution System

Saat beberapa access point dihubungkan untuk membentuk cakupan area

yang luas, access point tersebut harus berkomunikasi antara satu dan lainnya untuk

mampu mencakup pergerakan mobile station (perangkat pengguna mobile). Sistem

penyalur (distribution system) adalah komponen logis dari 802,11 yang digunakan

untuk melanjutkan frame-frame pada tujuannya.

Hampir pada semua produk komersil, distribution system diimplementasikan

sebagai sebuah kombinasi dari mesin penghubung dan media sistem penyaluran, yang

jaringan backbone-nya digunakan untuk menyampaikan frame-frame antara access

point; sering juga disebut dengan jaringan backbone.

2.3.2 Access Point

Frame-frame pada jaringan 802,11 harus dikonversi ke tipe lain dari frame

untuk sampai ke seluruh dunia. Perangkat berupa access point berfungsi sebagai

penghubung wireless-to-wired (jaringan nirkabel ke jaringan berkabel). Terdapat

fungsi-fungsi lain dari access point, namun hal tersebut lah yang menjadi fungsi

11

2.3.3 Wireless Medium

Untuk memindahkan frame dari station ke station, standar yang digunakan

adalah media nirkabel. Media nirkabel ini berupa udara yang dilewatinya.

2.3.4 Station

Jaringan dibangun untuk mengirimkan data antar station. Station menghitung

perangkat dengan interface jaringan wireless. Khususnya, station yang dioperasikan

dengan laptop berbaterai atau komputer genggam. Meski demikian, tidak ada alasan

mengapa station harus perangkat penghitung portable. Pada beberapa lingkungan,

jaringan wireless digunakan untuk menghindari pemasangan kabel baru karena

desktop dihubungan dengan LAN nirkabel.

2.4 Propagasi Gelombang Radio

Propagasi gelombang radio adalah perambatan gelombang elektromagnetik dari pemancar ke penerima. Menurut Maxwell, gelombang elektromagnetik adalah perubahan dari medan magnetik menghasilkan medan listrik dan perubahan dari medan listrik menjadi medan elektromagnetik [5].

Dasar mekanisme propagasi radio tidak terlepas dari peristiwa refleksi, refraksi dan difraksi yang dapat disebabkan oleh setiap jenis objek. Peristiwa-peristiwa propagasi tersebut terjadi karena efek dari perbedaan medium yang dilalui oleh sinyal [6].Gambar 2.4menunjukkan peristiwa refleksi dan refraksi akibat sinyal membentur objek yang rata seperti kaca.

Refleksi terjadi ketika sinyal membentur suatu objek saat sedang melakukan propagasi, di mana besar sudut yang dibentuk oleh gelombang datang terhadap permukaan objek sama dengan besar sudut gelombang pantulnya terhadap permukaan objek itu.Difraksi adalah peristiwa penyebaran atau pembelokan gelombang ketika gelombang tersebut melintas melalui bukaan atau mengelilingi ujung penghalang. Difraksi disebut juga pelenturan karena gejala gelombang yang melentur saat melalui lubang kecil sehingga mirip sumber baru. Sedangkan refraksi adalah peristiwa pembelokan gelombang akibat melewati dua medium dengan indeks bias yang berbeda.

12

Gambar 2.4 Refleksi dan Refraksi [6]

2.5 Rugi-rugi Lintasan Bebas (Free Space Path Loss)

Di dalam komunikasi bergerak, rugi-rugi (loss) yang terjadi antara pemancar dan penerima dikenal dengan rugi-rugi lintasan transmisi (path loss). Rugi-rugi lintasan transmisi dari pemancar ke penerima tanpa penghalang disebut rugi-rugi lintasan bebas (free space loss). Persamaan yang digunakan untuk mencari rugi-rugi free space loss dapat dilihat pada persamaan 2.1.

LFSL(dB) = 32,44 + 20 log f (MHz) + 20 log d (Km) (2.1) Untuk frekuensi kerja 2,4 GHz, persamaan (2.1) menjadi:

LFSL(dB) = 32,44 + 20 log f (MHz) + 20 log d (Km) = 32,44 + 20 log (2400 MHz) + 20 log d (Km) = 100,044 + 20 log d (Km)

Di mana:

f = frekuensi kerja yang digunakan (MHz) d = jarak antara pemancar dan penerima (Km)

Gelombang datang Medium 1: �1, 1 Medium 2: �2, �2 Gelombang pantul Gelombang refraksi �

13

2.6Rugi-rugi Lintasan indoor

Pada propagasi yang terjadi di dalam ruangan (indoor), sinyal akan mengalami pemantulan secara acak dan terus menerus di ruangan tersebut hingga sinyal tersebut hilang akibat penyerapan oleh penghalang (obstacle) di ruangan, seperti yang terlihat pada Gambar 2.5.

Hal- hal yang berpengaruh pada propagasi sinyal di dalam ruangan antara lain: 1. Rugi-rugi lintasan yang terjadi dari pemancar ke penerima.

2. Obstacles (seperti furniture) yang terdapat di dalam ruangan. 3. Material konstruksi bangunan.

Pada dasarnya, prinsip dasar propagasi lingkungan outdoor dan indoor adalah sama. Beberapa hal yang menjadi spesifikasi dari propagasi indoor adalah [6]: 1. Lebih banyak refleksi, difraksi dan refraksi yang mungkin terjadi karena

terdapat penghalang-penghalang berupa dinding, furniture, dan lain sebagainya.

2. Ukuran propagasi indoor lebih kecil daripada propagasi outdoor.

3. Tidak seperti pada propagasi outdoor yang kecepatan mobilitasnya tinggi, pada propagasi indoor biasanya kecepatan mobilitasnya lebih lambat sehingga efek Doppler dapat diabaikan.

Furniture s

Wall

Tx Rx

14

2.7Model Propagasi Indoor

Untuk menghitung perkiraan besar path loss yang terjadi di dalam ruangan tidak dapat menggunakan model propagasi outdoor. Hal ini dikarenakan jarak yang terdapat di dalam ruangan sangat pendek sehingga efek Doppler dapat diabaikan. Selain itu, propagasi yang terjadi di dalam ruangan cenderung lebih kompleks karena gelombang radio-nya banyak dihalagi oleh obstacle (hambatan) berupa furniture (perabot rumah tangga), asbes atau gysum dan dinding. Oleh sebab itulah gelombang radio di dalam ruangan mengalami banyak refleksi dan refraksi serta penyerapan daya (pentrastion) yang menyebabkab path loss semakin besar [7].

Metode pemodelan propagasi indoor dapat dibedakan dalam empat kategori,

Dokumen terkait