• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PENUTUP

B. Saran

Dengan mempertimbangkan besarnya kepentingan

Pemerintah Republik Indonesia untuk segera memberlakukan Perjanjian antara Republik Indonesia dengan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura, besar harapan sekiranya Rancangan Undang-Undang Pengesahan Perjanjian ini dapat masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2015 Kumulatif Terbuka.

53

DAFTAR PUSTAKA Buku

Huda, Ni‟matul, Ilmu Negara, cet. 6 (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2014)

Isjwara, F., Pengantar Ilmu Politik, cet. 9 (Jakarta: Dhiwantara, 1992) Jones, Stephen B, Boundary-Making: A Handbook for Statesmen, Treaty

Editors and Boundary Commissioners (Washington: Carnegie Endowment for International Peace, 1945)

Kusumaatmadja, Mochtar, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: Bina Cipta,1982)

Srebro, Haim dan Maxim Shoshany, International Boundary Making / FIG Commission 1, Professional Standards and Practice (Copenhagen V: International Federation of Surveyors, 2013)

Artikel/Makalah/Jurnal

Donaldson, John dan Alison Williams, “Delimitation and Demarcation: analysing the legacy of Stephen B. Jones „Boundary-Making‟”, Geopolitics 13/4

Nichols, Susan Elizabeth. “Tidal Boundary Delimitation”, Department of Surveying Engineering 1983

Schofield, Clive, “Parting the Waves: Claims to Maritime Jurisdiction and the Division of Ocean Space”, Penn State Journal of Law & International Affairs 1/1

Konvensi, Traktat, Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Lain

Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea.

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

54

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982).

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.

Lampiran

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN TIMUR SELAT SINGAPURA, 2014 (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE REPUBLIC

OF SINGAPORE RELATING TO THE DELIMITATION OF THE

TERRITORIAL SEAS OF THE TWO COUNTRIES IN THE EASTERN PART OF THE STRAIT OF SINGAPORE, 2014)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara mempunyai kedaulatan atas wilayahnya, termasuk di laut wilayah, untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982) yang disahkan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, Indonesia memiliki kewajiban untuk menetapkan batas maritimnya melalui perundingan; c. bahwa pada tanggal 3 September 2014, Pemerintah

Republik Indonesia dan Pemerintah Republik

Singapura telah menandatangani Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura, 2014 di Singapura;

d. Bahwa Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura dilakukan sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982) yang memberikan pengakuan terhadap wilayah Negara Kepulauan yang mempunyai arti penting untuk kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai perwujudan Wawasan Nusantara;

e. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf c perlu disahkan dengan undang-undang;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura, 2014 (Treaty between the Republic of Indonesia and the Republic of Singapore Relating to the Delimitation of the Territorial Seas of the Two Countries in the Eastern Part of the Strait of Singapore, 2014); Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20, dan Pasal 25A

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, 1982) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan

Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);

4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882); 5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang

Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012);

6. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);

7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

8. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925);

9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN

ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK

SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN TIMUR SELAT SINGAPURA, 2014 (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE REPUBLIC OF SINGAPORE RELATING TO THE DELIMITATION OF THE TERRITORIAL SEAS OF THE TWO COUNTRIES IN THE EASTERN PART OF THE STRAIT OF SINGAPORE, 2014).

Pasal 1

(1) Mengesahkan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura (Treaty between the Republic of Indonesia and the Republic of Singapore Relating to

the Delimitation of the Territorial Seas of the Two Countries in the Eastern Part of the Strait of Singapore) yang telah ditandatangani pada tanggal 3 September 2014 di Singapura.

(2) Naskah asli Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

(3) Salinan naskah asli Perjanjian sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) terlampir sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Pasal 2

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Undang-Undang ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta

pada tanggal …

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

YASONNA H. LAOLY

RANCANGAN PENJELASAN

ATAS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN

TENTANG

PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN TIMUR SELAT SINGAPURA, 2014 (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE REPUBLIC

OF SINGAPORE RELATING TO THE DELIMITATION OF THE

TERRITORIAL SEAS OF THE TWO COUNTRIES IN THE EASTERN PART OF THE STRAIT OF SINGAPORE, 2014)

I. UMUM

Sesuai dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia, maka Negara Republik Indonesia perlu antara lain menetapkan garis batas laut wilayah untuk dijadikan landasan bagi negara untuk melakukan pengaturan, pengamanan, dan pengelolaan wilayah perairan Indonesia

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara Kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Namun demikian, di sejumlah wilayah laut Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut masih terdapat klaim tumpang tindih dengan wilayah laut negara tetangga yang jika tidak ditetapkan secara tegas batasnya dapat menimbulkan persengketaan antarnegara. Terdapat sejumlah negara tetangga yang wilayah lautnya memiliki klaim tumpang tindih dengan wilayah laut Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini, Singapura, Thailand, Timor-Leste, Palau, dan Viet Nam. Salah satu wilayah laut yang masih terdapat tumpang tindih dengan negara tetangga di Selat Singapura bagian Timur adalah pada Laut Wilayah dimana Indonesia memiliki

kedaulatan atasnya.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, serta ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea 1982/ UNCLOS 1982) yang disahkan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, khususnya Bagian II mengenai Laut Wilayah, Indonesia menetapkan batas laut wilayah dengan

negara-negara tetangganya melalui perundingan untuk

memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia serta melindungi bangsa dan segenap tumpah darah Indonesia.

Sebagai negara yang memiliki batas laut wilayah, Indonesia dan Singapura telah memiliki Perjanjian Garis Batas Laut Wilayah yang ditandatangani di Jakarta tanggal 25 Mei 1973 dan disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1973 tanggal 8 Desember 1973, dan Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura, 2009 yang ditandatangani di Jakarta tanggal 10 Maret 2009 dan disahkan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2010 tanggal 22 Juni 2010.

Pada tanggal 3 September 2014 di Singapura, Indonesia telah menandatangani Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura.

Perjanjian tersebut bertujuan untuk menetapkan garis-garis batas laut wilayah antara Indonesia dan Singapura di bagian timur Selat Singapura yang memberikan kepastian hukum tentang wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta melindungi kepentingan Indonesia di Selat Singapura, dan memperkuat ikatan persahabatan antara kedua negara.

Penetapan garis batas Laut Wilayah di bagian timur Selat Singapura dimaksud akan memberikan manfaat bagi Republik Indonesia, antara lain:

1. menciptakan kejelasan, kepastian, dan kelengkapan batas wilayah Republik Indonesia dengan Singapura di Selat Singapura;

2. memperkuat upaya menjaga kedaulatan, pertahanan negara dan keutuhan wilayah negara Republik Indonesia;

3. memberikan landasan bagi aparat penegak hukum dalam mengambil tindakan yang diperlukan dalam memberantas kejahatan lintas batas sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional;

ruang, pengelolaan sumber daya, dan penyusunan kebijakan dan program di kawasan tersebut;

5. memberikan kepastian hukum dalam melakukan kegiatan ekonomi di kawasan tersebut, termasuk untuk pengelolaan pelayaran dan kepelabuhanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional;

6. mendorong kerja sama kedua negara di berbagai bidang, termasuk dalam pengelolaan perbatasan;

7. menjamin upaya pengelolaan dan perlindungan kelestarian lingkungan laut;

8. mendorong dan memperkuat upaya penyelesaian penetapan batas maritim dengan negara-negara lain; dan

9. mempererat hubungan bilateral dan memberikan kontribusi kepada stabilitas kawasan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, perjanjian internasional terkait penetapan batas wilayah negara perlu disahkan dengan Undang-Undang.

Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura, sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan

United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319);

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);

3. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan

Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);

4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012);

5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);

6. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439);

7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);

9. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925);

10. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214);

11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603);

Isi pokok Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura meliputi:

1. Garis batas Laut Wilayah antara Indonesia dan Singapura di Bagian Timur Selat Singapura merupakan kelanjutan dari garis batas Laut Wilayah di Bagian Tengah Selat Singapura sesuai dengan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Singapura Tahun 1973 (Perjanjian Tahun 1973).

2. Garis batas laut wilayah RI dan Singapura di Selat Singapura di area timur dari titik 6 dari garis batas yang disepakati dalam Perjanjian 1973 yang terletak pada 1°16’10.2”LU dan 104°02’00.0”BT adalah suatu garis yang terdiri dari garis-garis lurus yang ditarik antara titik-titik yang koordinatnya adalah sebagai berikut:

Titik Lintang Bujur

6 1°16’10.2” LU 104°02’00.0” BT

7 1°16’22.8” LU 104°02’16.6” BT

8 1°16’34.1” LU 104°07’06.3” BT

koordinat-koordinat geografis berdasarkan “World Geodetic System 1984” (WGS 84) Datum dan garis batas yang menghubungkan titik 6 ke titik 8 digambarkan dalam Peta Lampiran Perjanjian.

4. Letak yang sebenarnya dari titik-titik tersebut di atas laut akan ditetapkan dengan suatu cara yang akan disetujui bersama oleh pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua negara. Sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia, pejabat dimaksud adalah Badan Informasi Geospasial dan Dinas Hidro-Oseanografi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut.

5. Tata cara penyelesaian perselisihan secara damai melalui musyawarah atau perundingan akan ditempuh apabila timbul dari penafsiran atau pelaksanaan perjanjian kedua negara.

6. Perjanjian memerlukan ratifikasi oleh negara masing-masing. Piagam ratifikasi tersebut kemudian akan saling dipertukarkan, dan tanggal pertukaran piagam ratifikasi dinyatakan sebagai tanggal mulai berlakunya Perjanjian.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas. Pasal 2

Cukup jelas.

Dokumen terkait