• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN

6.2 Saran

Melihat kesimpulan diatas, sebagai masyarakat kita harus saling menghargai setiap perbedaan didalam lingkungan kita. Setiap orang memiliki pemikiran dan kepercayaan yang berbeda-beda. Meskipun ada pemikiran atau kepercayaan yang berbeda dari kita, sebaiknya jangan menjadi pemecah persatuan dalam masyarakat. Jadikanlah perbedaan sebagai pemersatu. Perbedaan itu menjadi keragaman bukan menjadi pembanding siapa yang benar dan siapa yang salah.

Sebagai masyarakat kita juga jangan bersaudara hanya ketika satu komunitas. Meskipun sudah tidak satu komunitas dan sudah berbeda gaya hidup, tetaplah jangan merubah tali persaudaraan yang sebelumnya pernah terjalin.

BAB II

GAMBARAN UMUM KECAMATAN LUMBANJULU

2.1 Kondisi geografis Kecamatan Lumbanjulu

Kecamatan Lumbanjulu adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir yang dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 1999.Kecamatan Lumbanjulu terletak pada 2º 29’ - 2º 39’ LU dan 99º 02’ - 9º 15’ BT dan terletak pada ketinggian 900 s/d 1.200 m dpl dengan curah hujan rata-rata 2.200 mm/tahun serta keadaan iklim sedang/sejuk dengan temperatur udara berkisar 26ºC - 28ºC. Batas-batas wilayah kecamatan Lumbanjulu adalah sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Asahan,

 Sebelah Selatan : Danau Toba,

 Sebelah Timur : Kabupaten Asahan,

 Sebelah Barat : Danau Toba.7

Luas wilayah Kecamatan Lumbanjulu 14.220 Ha. Lahan dikecamatan lumbanjulu yang lebih luas adalah hutan. Selain itu lahan dikecamatan ini juga digunakan masyarakat untuk lahan pertanian mereka. Penggunaan lahan di kecamatan lumban julu dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

7

Tabel 1

Luas wilayah Kecamatan Lumbanjulu menurut penggunaan lahan

No Lahan Luas (ha)

1 Sawah 2.010

2 Sawah Kering 3.114

3 Perkampungan 101

4 Hutan 7.170

5 Lain-lain 1.625

Sumber : Monografi Kecamatan Lumban Julu tahun 1987.

Pusat pemerintahan Kecamatan Lumbanjulu yakni di Desa Pasar Lumbanjulu. Kecamatan Lumbanjulu terdiri dari 54 desa8

1. Siregar Aek Nalas

yaitu: 2. Pardomuan Sigaol 3. Pardamean Sigaol 4. Aek Mual 5. Siganjang-ganjang 6. Hutagurgur 7. Narom Barat 8

8. Narom Tengah 9. Narom Timur 10. Sibuntuon Toruan 11. Sibuntuon Dolok

12. Dolok Saribu Janji Matogu 13. Partor Janji Matogu

14. Parbagasan Janji Matogu 15. Partoruon Janji Matogu 16. Parhabinsaran Janji Matogu 17. Lumban Binanga

18. Dolok Nagodang 19. Parik

20. Lumban Nabolon

21. Lumban Holbung Lumban Nabolon 22. Dolok Saribu Lumban Nabolon 23. Sampuara 24. Sibadihon 25. Nagatimbul 26. Lumban Sitorus 27. Lumban Sirait 28. Lumban Sangkalan 29. Partoruon Lumban Lobu

30. Pasar Lumban Lobu 31. Pardolok Lumban Lobu 32. Silombu 33. Silalahi Sabungan 34. Sihiong 35. Jangga Toruan 36. Jangga Dolok 37. Sibaruang 38. Hatinggian 39. Lintong Julu 40. Pasar Lumban Julu 41. Sionggang Utara 42. Sionggang Tengah 43. Sionggang Selatan 44. Parsaoran Sibisa 45. Pardamean Sibisa 46. Simarata Motung 47. Motung 48. Pardomuan Motung 49. Sirungkungon 50. Horsik 51. Sigapiton

52. Parsaoran Ajibata 53. Pardomuan Ajibata 54. Pardamean Ajibata.

2.2 Demografi

Jumlah penduduk di kecamatan Lumbanjulu yakni 12.996 jiwa.9

No

Berikut akan diterangkan melaluit tabe-tabel dibawah ini.

Tabel 2

Jumlah Penduduk di Kecamatan Lumbanjulu menurut umur

Umur (tahun) Jiwa

1 0 – 5 2.306 2 6 – 10 2.336 3 11 – 16 2.317 4 17 – 55 1.937 5 56 keatas 4.100 JUMLAH 12.996

Sumber: Monografi Kecamatan Lumbanjulu tahun 1987

9

Tabel 3

Jumlah Penduduk menurut pendidikan

No Pendidikan Jiwa 1 SD 4.648 2 SLTP 1.917 3 SLTA 325 4 Akademi 19 5 Tidak Sekolah 9.087 Jumlah 12.996

Sumber: Monografi Kecamatan Lumbanjulu tahun 1987

Tabel 4

Jumlah penduduk menurut Pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah (orang)

1 Petani 6.167

2 Pedagang 15

3 Pensiun 52

4 Pegawai Negeri 243

5 ABRI 20

2.3 Mata Pencaharian

Masyarakat di kecamatan Lumbanjulu mayoritas bermata pencaharian di sektor pertanian seperti yang tedapat di tabel III. Dengan luas lahan yakni:

• Untuk Sawah : 2.010 Ha

• Sawah Kering : 3.114 Ha

Untuk hasil produksinya, masyarakat lebih banyak menghasilkan Padi. Hasil lainnya yaitu jagung, kacang, ubi, kopi, kemenyan, tanaman buah dan tanaman sayur. Selain itu masyarakat juga ada yang beternak. Komoditas ternak merupakan salah satu prioritas dalam rangka mencapai tujuan pengembangan sub sektor peternakan. Hasil usaha dari upaya tersebut akan memberikan kontribusi yang besar dalam program diversifikasi pangan dan gizi.Adapun Hewan yang diternak oleh masyarakat kecamatan lumbanjulu adalah beternak Kerbau, Sapi, Kambing, babi, Kuda dan Ayam kampung.

2.4 Sistem kepercayaan

Dikecamatan Lumbanjulu terdapat beberapa sistem kepercayaan (Agama) meliputi agama Islam, Kristen protestan, Katolik dan aliran lainnya termasuk aliran Kegamaan Bibel Kring panangkasi. Masyarakat di kecamatan ini mayoritas memeluk agama Kristen Protestan seperti yang terlihat pada jumlah penduduk tahun 1987, jumlah pemeluk agama Kristen Protestan ada sebanyak 12.699 dari 12.996 penduduk di Kecamatan Lumbanjulu. Berikut adalah tabel penduduk menurut Agama:

Tabel 5

Penduduk Kecamatan Lumbanjulu menurut Agama

No Agama Jumlah (Orang)

1 Islam 75

2 Kristen Protestan 12.699

3 Khatolik 168

4 Lain-lain 54

Sumber: Monografi Kecamatan Lumbanjulu tahun 1987

2.5 Sarana Dan Prasarana 2.5.1 Sarana Pendidikan

Pembangunan sektor pendidikan merupakan kunci keberhasilan dan merupakan investasi peningkatan SDM. Sampai awal tahun 1983, pendidikan tingkat Sekolah Dasar sudah memadai di Kecamatan ini.10

Di Kecamatan Lumbanjulu hingga tahun 1983 tidak terdapat Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA) Negeri selain SMTA swasta yang berlokasi di

Namun, pendidikan Menengah Tingkat Pertama terasa masih sangat kurang . Jumlah SD pada tahun 1983 ada 46 sekolah namun jumlah SMP dikecamatan ini hanya ada 3 sekolah dengan daya tampung sekitar 500 orang murid baru per tahun. Sehingga pendidikan terakhir masyarakat di Kecamatan ini dominan SD dibanding SMP.

10

lintong julu yang baru dibuka pada tahun 1983 dengan jumlah murid 52 orang.11

Pembinaan dan Pengawasan Pemeliharan Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan, dilaksanakan dan bekerjasama dengan Pimpinan Puskesmas Kecamatan Lumbanjulu, melaksanakan koordinasi setiap bulannya tentang apa yang diharapkan masyarakat dan apa yang harus dikerjakan, sehingga masyarakat tidak ada yang sakit sesuai dengan program pemerintah. Pada tahun 1987 masih terdapat 1 buah puskesmas di kecamatan lumbanjulu.

Dikecamatan ini sangat sedikit murid SMP yang melanjut ke SMTA swasta tersebut akibat kurangnya tenaga pengajar yang bermutu disamping mahalnya SPP yang harus dibayarkan oleh orang tua.

Selain pendidikan formal, pendidikan non formal juga dikembangkan di kecamatan ini. Disamping menambah keterampilan dalam berbagai bidang, pendidikan non formal juga mengambil peranan dalam pembinaan mental spiritual. Pendidikan non formal itu diantaranya kegiatan-kegiatan dalam bidang kepramukaan, perkumpulan olahraga, kesenian dan sebagainya.

2.5.2 Sarana Kesehatan

12

11

Ibid

12

2.5.3 Sarana Ibadah

Mayoritas Rumah Ibadah di Kecamatan Lumbanjulu adalah gereja. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 6

Jumlah Sarana Ibadah di Kecamatan Lumbanjulu

Sumber: Monografi Kecamatan Lumbanjulu tahun 1987

2.6 Sistem Kebudayaan dan Sosial

Sebagaimana umumnya orang batak dimanapun berada tidak dapat dipisahkan dari kebudayaannya. Maka di kecamatan ini pun penduduk termasuk anggota masyarakat yang terikat dengan kebudayaan yang telah lama ada. Kebudayaan yang langgeng dan unggul adalah kebudayaan yang bersatu-padu antara kebudayaan kerohanian dengan kebudayaan kemasyarakatan.13 Contoh seperti kebudayaan Debata Mulajadi Nabolon14 dengan Dalihan Natolu15 pada suku bangsa Batak Toba-tua. Kebudayaan Jawa-Hindu pada suku jawa dan lain sebagainya.16

13

Batara Sangti, Sejarah Batak, (Balige: Karl Sianipar Company, 1977), hal. 30.

14

Masyarakat Batak Toba menamai Allahnya dengan Mulajadi Nabolon. Mulajadi Nabolon merupakan komposisi dari 3 kata yaitu mula, jadi dan bolon. Mula berarti awal atau permulaan, jadi

No Tempat Ibadah Jumlah

1 Mesjid 4

Pola kebudayaan adat Dalihan Natolu masih tetap bertahan dan berkembang mengikuti jaman karena dari masa ke masa senantiasa ditingkatkan dan ditarafkan sesuai dengan perkembangan kondisi dan situasi, berdasarkan hasil gotong royong musyawarah Lembaga-lembaga masyarakat hukum adat Dalihan Natolu. Disinilah keunikan pola kebudayaan Dalihan Natolu. Acara Kebudayaan seperti Upacara Perkawinan, Melahirkan, memberi nama, meninggal dunia, mendirikan tambak dan Benda-benda budaya seperti Gendang. Rumah-rumah adat juga masih terdapat dikecamatan Lumbanjulu yaitu di desa Naga Timbul, Lumban Sirait, Jangga dolok, Silalahi Sabungan, Lumban Sangkalan, Lumban Nabolon, Janji Matogu dan sebagainya. 17

Dengan adanya falsafah Dalihan Natolu yang merupakan norma dan nilai pokok dari kehidupan sosial masyarakat, maka diwilayah kecamatan ini keadaan sosial kemasyarakatan berjalan baik. Didalam Implementasinya, jelas terlihat bahwa inti dari falsafah Dalihan Natolu itu adalah sifat kegotong-royongan. Selain ikatan kekeluargaan yang diwujudkan dalam Dalihan natolu, diwilayah ini masih terdapat lagi bentuk organisasi sosial seperti Serikat Tolong Menolong (STM), Sarikat Sarimatua, Sarikat Parsahutaon dan sebagainya.18

berarti menjadi, sedangkan bolon merupakan besar dan agung. Jadi Mulajadi Nabolon diartikan sebagai pemula agung genesis.

Organisasi Sosial ini sangat

15

Dalihan Natolu adalah falsafah hidup orang batak sebagai sistem kekerabatan yang bertahan

hingga saat ini. Dalihan Natolu itu mengandung tiga pihak yang sama kuat dalam menjadi satu kesatuan yang seimbang. Ketiganya terdiri dari Somba Marhula-hula, Manat Mardongan Tubu dan

Elek marboru

16

Ibid

17

M.P. Situmorang, op.cit, hal. 79.

18

banyak ditemui dikecamatan ini. Hubungan sosial di kecamatan ini memang masih terlihat baik. Hal ini juga dipicu karena dikecamatan ini masyarakatnya mayoritas bersuku batak toba. Selain itu, kecamatan ini juga masih keturunan satu kelompok marga yaitu kelompok toga narasaon.

Suku-suku atau marga-marga yang terdapat di wilayah ini adalah Kelompok toga narasaon yaitu Manurung, Sitorus, Sirait dan Butar-butar dan merupakan kelompok marga terbesar. Kemudian disusul dengan kelompok Silahi Sabungan yaitu Tambunan, Dolok Saribu, Sinurat, Naiborhu dan Nadapdap. Kelompok yang terkecil ialah kelompok Siraja Lontung yaitu Sinaga, Siregar, gultom, Gurning dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kecamatan Lumbanjulu1 adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Toba Samosir.2

Di daerah Batak Toba khususnya di kecamatan Lumban Julu ada beragam jenis agama dan aliran kepercayaan meliputi Agama Kristen Protestan, Khatolik, Islam dan kepercayaan lainnya. Dan yang menjadi mayoratis adalah Agama Kristen Protestan. Namun ada ada satu aliran keagamaan di Kecamatan Lumban Julu yang mengaku Kristen tetapi tidak diakui di kecamatan Lumban Julu. Aliran itu adalah Secara administratif Batas Kecamatan Lumbanjulu adalah: disebelah Utara dengan Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Asahan, sebelah Selatan denganDanau Toba, sebelah Timur dengan Kabupaten Asahan dan sebelah Barat dengan Danau Toba. Masyarakat Kecamatan Lumbanjulu mayoritas Etnik Batak dari Sub-etnik Batak Toba.

1

Tapanuli utara merupakan salah satu kawasan yang berada dalam wilayah administratif pemerintah provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Pada masa pemerintahan penjajahan Belanda, salah satu afdeling di Keresidenan Tapanuli adalah Afdeling Bataklanden dengan ibukota Tarutung terdiri atas lima onder afdeling. Setelah kemerdekaan kabupaten tanah batak menjadi 4 (empat) kabupaten yaitu :

1. Kabupaten Tapanuli Utara ibukotanya Tarutung.

2. Kabupaten Humbang Hasundutan ibukotanya Dolok Sanggul. 3. Kabupaten Toba Samosir ibukotanya Balige.

4. Kabupaten Dairi Ibukotanya Sidikalang.

2

Bibel Kring Panangkasi. Bibel Kring panangkasi ada di Kecamatan Lumban Julu sejak tahun 1959.

Bibel Kring Panangkasi merupakan komunitas yang berpedoman kuat dengan isi Alkitab. Mereka menjalankan isi Alkitab dengan baik didalam kehidupan mereka. Bibel Kring Panangkasi lahir di kota Balata pada tahun 1944. Penggeraknya adalah Guru Pilemon Simatupang bersama dengan pengurus-pengurus Gereja. Mereka adalah kelompok yang ingin mengubah aturan-aturan dalam gereja dan mengubah aturan-aturan hidup yang harus sesuai dengan Alkitab.

Bibel Kring Panangkasi merupakan perpecahan dari HKBP tahun 1944 karena situasi Perang Dunia Ke II. Situasi pada Perang Dunia ke II menimbulkan kecemasan ditanah Batak dan mencari kebenaran tentang jaman yang mereka hadapi. Kecemasan ini membuat umat lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Namun khotbah-khotbah di Gereja kurang memberi jawaban yang memuaskan bagi umat sehingga para pengurus gerejaseusai ibadah berdiskusi dirumah-rumah untuk mendalami Alkitab.

Dalam pendalaman Alkitab tersebut mereka mendapati kebenaran bahwa yang terjadi dan yang akan terjadi telah tertulis di dalam Alkitab. Seperti zaman yang mereka hadapi pada perang dunia ke II mereka selidiki dan menemukan bahwa ada tertulis di Alkitab “Bangsa menghancurkan Bangsa, Kota menghancurkan Kota, karna Allah mengacaukan mereka dengan berbagai kesesakan. Dari naats tersebut

mereka semakin menyelidiki isi Alkitab dan percaya bahwa jaman telah tertulis disana. Selanjutnya mereka jugamendapati banyak penyimpangan dalam hidup dan dalam gereja. Hasil pemikiran yang mereka dapati tersebutmereka bawa kedalam gereja. Dalam pembawaan ini, banyak yang mereka protes dalam peribadatan di gereja dan aturan masyarakat yang mereka anggap menyimpang dan tidak sesuai dengan Alkitab. Pemprotesan itu ada orang yang menerima dan banyak yang menolaknya. Hal ini dikarenakan pemikiran mereka yang terlalu kritis terhadap isi Alkitab dan peraturan digereja selalu bertentangan dengan pemikiran mereka.

Karena banyaknya yang menolak pemikiran mereka, mereka tidak diterima lagi di Gereja lama. Mereka pun mengasingkan diri dan membentuk komunitas sendiri yaitu Bibel Kring panangkasi. Mereka beribadah setiap hari minggu dengan berkumpul dirumah-rumah untuk mendalami isi Alkitab.3

Bibel Kring panangkasiadalah aliran keagamaan yang mengaku sebagai Bangsa Indonesia tetapi mereka tidak mau ikut pemilu, tidak memiliki KTP dan tidak menghormat ataupun mendirikan bendera. Karena hal itu mereka dianggap sebagai Penganut ini hidup dengan damai di Kecamatan lumban Julu. Perbedaan ajaran dalam agama sudah saling dimaklumi didaerah ini. Gaya hidup ibu-ibu penganut Bibel KringPanangkasi memiliki ciri khas yaitu selalu mengenakan sarung baik ke tempat Ibadah, Pajak, atau kemanapun mereka bepergian.

3

pemberontak sehingga dulu anggota komunitas inisering ditangkap dan ditahan. Namun komunitas ini tetap bertahan dengan gaya hidup mereka tersebut.

Bibel Kring panangkasi juga mengaku sebagai Masyarakat Batak Toba tetapi tidak mau mengikuti adat Batak Toba didaerahnya. Mereka juga tidak memakai simbol-simbol Batak Toba seperti Ulos4 dan Parjambaran5

Bibel Kring panangkasi juga mengaku sebagai orang Kristen tetapi tidak menggunakan simbol Salib seperti orang Kristen pada umumnya. Dalam komunitas merekapun tidak ada ritus perayaan Kristen seperti Natal dan Paskah. Menurut Sarjana Kristen Liberal, setiap perayaan utama tahunan Kristen adalah tradisi kepercayaan kristen. Gereja mengambil kepercayaan orang-orang primitif untuk disesuaikan dan dialihkan kedalam kepercayan Kristen.

dalam Adat Batak Toba.Dalam komunitas mereka juga tidak ada upacara pernikahan, menggali tulang belulang, acara kematian, dll.

6

Penganut Bibel Kring panangkasi dianggap terlalu kritis dalam pendalaman Alkitab. Segala yang menurutnya bertentangan dengan Alkitab tidak mereka jalankan. Isi buku pujian mereka juga harus berasal dari Alkitab dan tidak memiliki Selain itu tidak memiliki tempat ibadah yang tetap.

4

Secara Harafiah ulos adalah selimut. Dalam masyarakat Batak Toba, ulos adalah Kain adat yang merupakan hasil tenunan. Ulos merupakan lambang ikatan kasih, pelengkap upacara adat dan sistem sosial masyarakat Batak.

5

Parjambaran adalah penjatahan bagian daging binatang sembelihan yang berhak diterima

sesorang menurut adat.

6

Muhammad Fazlur, Islam Dan Kristen dalam Dunia Modern, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), hal. 71.

tangga nada seperti agama lain. Dalam komunitas mereka juga tidak ada istilah Pembabtisansebagai bukti kelahiran baru.

Karena hal-hal diataslah penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang Bibel Kring Panangkasidi Kecamatan Lumbanjulu mulai dari sejarah Bibel Kring Panangkasi, bagaimana mereka bertahan dengan gaya hidup mereka ditengah masyarakat batak Toba yang menjunjung tinggi adat istiadat, apa saja yang menjadi gaya hidup dalam komunitas mereka dan apa peran mereka di Kecamatan Lumbanjulu sehingga penulis memilih judul “Bibel Kring Panangkasi di Kecamatan Lumbanjulu tahun 1959-2007”. Rentang waktu yang dimulai tahun 1959 karena penyebaran Bibel Kring Panangkasi pertama kali adadi kecamatan Lumban Julu pada tahun 1959. Kemudian penulis membatasi hingga tahun 2007 karena pada tahun tersebut penganut Bibel Kring Panangkasisudah banyak yang keluar dari komunitas.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan Masalah merupakan tahapan yang paling penting seperti yang diungkapkan oleh Albert Einstein: “Perumusan sebuah permasalahan sering lebih esensial dibandingkan dengan pemecahannya itu sendiri”. Rumusan masalah merupakan alasan mengapa penelitian diperlukan, dan petunjuk yang mengarahkan tujuan penelitian. Bagian dalam perumusan masalah ini merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang akan dicari jawabannya oleh penulis.

Melihat dari latar belakang diatas maka penulis memberikan batasan kajian pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah terbentuknya Bibel Kring Panangkasi di Kecamatan Lumbanjulu tahun 1959?

2. Bagaimana gaya hidup dalam komunitas penganut Bibel Kring Panangkasi di Kecamatan Lumbanjulu?

3. Bagaimana kelompok Bibel Kring Panangkasi dapat bertahan dilingkungan masyarakat Batak Toba yang kental akan adat istiadat ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penelitian mengungkapkan sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian. Isi dan rumusan tujuan penelitian mengacu pada isi dan rumusan masalah penelitian. Perbedaannya terdapat dalam cara merumuskannya. Masalah penelitian dirumuskan dengan menggunakan kalimat tanya, sedangkan tujuan penelitian dituangkan dalam bentuk kalimat pernyataan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menjelaskan bagaimana sejarah Bibel Kring Panangkasi.

2. Menjelaskan bagaimana gaya hidup dalam komunitas penganut Bibel Kring Panangkasi di Kecamatan Lumban Julu.

3. Menjelaskan kebertahanan kelompok Bibel Kring Panangkasi di lingkungan masyarakat Batak Toba yang kental akan adat istiadat dan loyal pada pemerintahan.

Adapun Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Menambah pengetahuan tentang Bibel Kring Panangkasi.

2. Menambah literatur sejarah sehingga dapat digunakan sebagai bahan bacaan.

3. Untuk mempertajam kemampuan penulis dalam melakukan penulisan karangan ilmiah.

1.4 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka atau kajian teori mempunyai arti: peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait. Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan (review) pustaka (laporan penelitian, dan sebagainya) tentang masalah yang berkaitan tidak selalu harus tepat identik dengan permasalahan yang dihadapi tetapi termasuk pula yang seiring dan berkaitan.

Kajian mengenai Sejarah Bibel Kring Panangkasi sebelumnya telah ada. Peneliti menemukan skripsi yang menulis tentang Bibel Kring Panangkasi di desaSionggang Utara yang merupakan salah satu desa di Kecamatan Lumbanjulu.Skripsi tersebut ditulis oleh Nesrawati Gultom (2008) dalam “Tinjauan Historis komunitas Penganut Bibel Kring Panangkasi di Sionggang Utara Kecamatan Lumbanjulu, Kabupaten Toba Samosir”. Skripsi ini fokus pada sejarah Bibel Kring Panangkasi di Desa Sionggang Utara, perkembangan komunitas penganut Bibel Kring Panangkasi dan kendala-kendala yang dihadapi penganut Bibel Kring Panangkasi dalam pengembangan penganut komunitas nya. Namun tulisan ini masih kurang memberikan informasi yang rinci tentang komunitas ini. Tulisan ini juga belum memenuhi kaidah penulisan skripsi sesuai dengan skripsi Sejarah Universitas Sumatera Utara. Tulisan ini penulis gunakan untuk disesuaikan dengan hasil penelitian penulis.

Selain itu, Penatua komunitasBibel Kring PanangkasiyaituL. Samosir (2003) dalam “Sejarah Bibel Kering Panak kasih”. Tulisan ini ditujukan agar menjadi buku bersejarah bagi penganut komunitas ini. Buku ini juga ditulis dalam bahasa batak toba. Buku ini akan penulis pergunakan sebagai bahan dalam penulisan sejarah Bibel Kring Panangkasi.

Selanjutnya, penulis menggunakanAlkitab Indonesia yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia yang berisi injil-injil Alkitab yang berkaitan dengan penelitian ini. Buku ini merupakan pedoman hidupBibel Kring Panangkasi. Buku ini akan digunakan penulis mengingat gaya hidup yang komunitas Bibel Kring Panangkasi terapkan beralaskan Alkitab.

Selain itu, penulis menggunakan tulisan Batara Sangti dalam “Sejarah Batak” (1977) menjelaskan sejarah masuknya aliran kepercayaan di tanah Batak, kebudayaan masyarakat Batak Toba yang dimana nanti akan berhubungan dengan penelitian ini karna mengingat daerah penelitian ini berada didaerah Batak Toba yang kental dengan adat istiadat. Komunitas Bibel Kring yang tidak mengikuti upacara adat didaerahnya meskipun mereka adalah suku asli Batak Toba karna tidak sesuai dengan ajaran mereka. Dalam buku ini memberikan gambaran bagaimana kehidupan bermasyarakat Batak Toba yang menjunjung tinggi adat istiadat, bagaimana masyarakat Batak Toba dalam beragama, yang kemudian akan menjadi perbandingan dalam aturan ajaran Bibel Kring Panangkasi yang menyimpang dari suku Batak Toba yang seharusnya.

1.5 Metode Penelitian

Setiap penelitian diwajibkan menggunakan metode penelitian. Metode penelitian adalah suatu cara atau aturan yang sistematis yang digunakan sebagai proses untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip untuk mencari kebenaran dari sebuah permasalahan. Dalam menulis sebuah peristiwa sejarah pada masa lampau yang direalisasikan dalam bentuk penulisan sejarah (historiografi), tentu harus menggunakan metode sejarah. Metode sejarah merupakan proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan jejak-jejak peninggalan sejarah. Dalam penerapannya, metode sejarah menggunakan empat tahapan pokok, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.

Tahap pertama adalah heuristik merupakan proses mengumpulkan dan menemukan sumber-sumber yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Metode yang dilakukan dalam heuristik adalah metode library research (penelitian kepustakaan) dan field research (penelitian lapangan). Sumber dapat merupakan sumber primer maupun sumber sekunder.

Setelah pengumpulan sumber, maka tahap selanjutnya adalah kritik sumber (verifikasi) yaitu sumber-sumber fakta yang dianalisis. Setelah sumber sejarah terkumpul maka dilanjutkan dengan tahapan kritik sumber untuk memperolrh keabsahan/keaslian sumber atau data yang didapat. Penulis dalam melakukan kritik sumber atau menyeleksi terhadap sumber sumber melalui kritik intern dan ekstern.

Krtik intern menelaah dan memverifikasi kebenaran isi baik yang bersifat tulisan (buku, skripsi, laporan dan arsip daerah) maupun sumber lisan (wawancara). Kritik eksternal adalah kritik yang diberikan terhadap aspek luar dari sumber sejarah dengan cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber

Dokumen terkait