B. Hal yang Dikaji
2. Saran
a. Dunia perbankan hendaknya memberikan peluang lebih besar kepada BMT untuk dapat memperoleh kesempatan yang sama dalam mengakses modal usaha, sehingga diharapkan BMT akan semakin banyak menjangkau usaha mikro yang tidak tersentuh oleh perbankan.
b. Pemerintah hendaknya memberikan dukungannya dalam pengembangan usaha mikro maupun Lembaga Keuangan Mikro Syariah melalui kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada usaha mikro dan LKMS, karena harus diakui bahwasanya merekalah yang masih mendominasi perekonomian Indonesia, sehingga harus menjadi perhatian utama.
c. Diharapkan seluruh lapisan masyarakat yang sudah paham tentang sistem ekonomi syariah, baik secara mikro maupun makro, ikut serta dalam upaya sosialisasi sistem syariah.
d. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang manajemen keuangan dan operasional LKMS BMT, karena hal ini juga berpengaruh terhadap perkembangan LKMS BMT itu sendiri dalam upayanya mengangkat kesejahteraan usaha mikro.
Antonio, MS. 2001. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik. Gema Insani Press, Jakarta Aziz, MA. 2004. Penanggulangan Kemiskinan Melalui POKUSMA dan BMT. PINBUK
Press, Jakarta
Bintoro, 2003. Peranan Lembaga Keuangan Mikro dalam Penanggulangan Kemiskinan. Bappenas, Jakarta
BPS, 2004. Penduduk Fakir Miskin Tahun 2004. Biro Pusat Statistik, Jakarta
Chrishandoyo, W. 1999. Analisa Perilaku Konsumen dan Implikasinya terhadap Strategi Pemasaran Bank BNI Syariah. Tesis pada Program Magister Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Deperindag. 2002. Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah 2002- 2004. Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta
Depsos. 2004. Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif Melalui KUBE dan LKM. Departemen Sosial RI, Jakarta
_______. 2005. Standar Operasional Prosedur LKM KUBE SEJAHTERA. Departemen Sosial RI, Jakarta
Fadjrijah, SC. 2006. Evaluasi Perbankan Syariah 2006 dan Arah Kebijakan Perbankan Syariah Ke Depan. Seminar Perbankan Syariah UIN Sunan Ampel, Surabaya
Ismawan, B. 2004. Keuangan Mikro dalam Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Gema PKM, Jakarta
Kusuma, SH. 2002. Membangun Institusi Warga Untuk Menanggulangi Kemiskinan Masyarakat dan Kelembagaan Lokal. Jurnal Analisis Sosial, Vol. 7 No. 2 Juni 2002 : 169-186. Akatiga, Bandung
Mennegkop dan UKM. 2005. Rencana dan Strategi Kementerian Negara Koperasi dan UKM 2005 – 2009. Kementerian Negara Koperasi dan UKM
PINBUK, 2004. Manajemen Operasional Baitul Maal wat Tamwil. PINBUK Press, Jakarta
________, 2005. Laporan Tahunan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil 2005. PINBUK Press, Jakarta
Ridwan, M. 2004. Manajemen Baitul Maal wat Tamwil (BMT). UII Press, Yogyakarta Rosyidi, S. 2006. Keharusan Ekonomi Islam. Seminar Perbankan Syariah UIN
Rudjito, 2004. Peranan Lembaga Keuangan Mikro dalam Menggerakkan Ekonomi Rakyat dan Menanggulangi Kemiskinan. Gema PKM, Jakarta
Setiabudi, B. 2002. Pendampingan yang Mandiri dan Berkelanjutan Dalam Pengembangan Keuangan Mikro Guna Menanggulangi Kemiskinan. Gema PKM. Jakarta
Siegel, S. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Sugiyono, 2002. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, Bandung
Susilo, S. 2005. Pengaruh Karakteristik dan Perilaku UKM, serta Sistem Pembiayaan terhadap Penyaluran Pembiayaan BNI Syariah. Laporan Akhir/Tesis pada Program Studi Industri Kecil Menengah. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia. 2003. Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah. Djambatan, Jakarta
Wiyono, T. 2003. Analisa Strategis Pola Pembiayaan Kredit Mikro pada Bank BNI: Solusi Pemenuhan Permodalan Bagi Usaha Kecil. Laporan Akhir/Tesis pada Program Studi Industri Kecil Menengah. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Lampiran 1. Kuesioner kajian
Petunjuk Pengisian
Berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang tersedia yang sesuai dengan kondisi Saudara I. DATA NASABAH/ANGGOTA 1. Jenis Kelamin O Pria O Wanita 2. Alamat
3. Agama yang Saudara anut ?
O Islam O Lainnya, sebutkan O Kristen O Katolik O Hindu O Budha 4. Pendidikan Terakhir O SD/Madrasah O SLTP O SLTA/Aliyah O Sarjana O Lainnya, sebutkan 5. Usia O 17 – 24 Tahun O 25 – 34 Tahun O 35 – 44 Tahun O 45 – 54 Tahun O Lainnya, sebutkan 6. Bidang usaha O Jasa O Perdagangan O Konstruksi O Perindustrian O Pertambangan O Pertanian O Lainnya, sebutkan
Lanjutan Lampiran 1.
7. Umur perusahaan
O < 1 tahun
O 1 tahun - 5 tahun
O Lainnya, sebutkan
8. Pendapatan total rataan per bulan sebelum menjadi anggota BMT
O < Rp. 200.000,-
O Rp. 200.000,- s/d Rp. 699.999,- O Rp. 700.000,- s/d Rp. 2.999.999,- O lainnya, sebutkan
9. Pendapatan total rataan per bulan setelah menjadi anggota BMT
O < Rp. 200.000,-
O Rp. 200.000,- s/d Rp. 699.999,- O Rp. 700.000,- s/d Rp. 2.999.999,- O lainnya, sebutkan
10. Omzet usaha (Penjualan) per tahun sebelum menjadi anggota BMT
O < Rp. 1.000.000,-
O Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 4.999.999,- O Rp. 5.000.000,- s/d Rp. 9.999.999,- O lainnya, sebutkan
11. Omzet usaha (Penjualan) per tahun sebelum menjadi anggota BMT
O < Rp. 1.000.000,-
O Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 4.999.999,- O Rp. 5.000.000,- s/d Rp. 9.999.999,- O lainnya, sebutkan
12. Jumlah karyawan yang terlibat saat ini
O 1 – 3 orang O 4 – 6 orang O 7 – 10 orang O lainnya, sebutkan
13. Lama menjadi Nasabah BMT :
Jenis Produk Lama Menjadi nasabah
Tabungan O < 6 bulan O 6 bln – 2 th O > 2 tahun
Deposito O < 6 bulan O 6 bln – 2 th O > 2 tahun
Pembiayaan O < 6 bulan O 6 bln – 2 th O > 2 tahun
Lanjutan Lampiran 1.
14. Besarnya simpanan yang dimiliki di BMT :
Jenis Simpanan Besarnya Simpanan (Rp. Juta)
Tabungan O < 1 O 1 – 10 O 10 - 50 O 50 - 100 O > 100
Deposito O < 1 O 1 – 10 O 10 - 50 O 50 - 100 O > 100
15. Besarnya pembiayaan yang sudah diperoleh dari BMT
Jenis
Pembiayaan Besarnya Pembiayaan (Rp. Juta)
Mudharabah O < 50 O 50 - 100 O 100 - 500 O 500 – 1.000 O > 1.000 Musyarakah O < 50 O 50 - 100 O 100 - 500 O 500 – 1.000 O > 1.000 Murabahah O < 50 O 50 - 100 O 100 - 500 O 500 – 1.000 O > 1.000 Istishna O < 50 O 50 - 100 O 100 - 500 O 500 – 1.000 O > 1.000 Ijarah O < 50 O 50 - 100 O 100 - 500 O 500 – 1.000 O > 1.000 Lainnya O < 50 O 50 - 100 O 100 - 500 O 500 – 1.000 O > 1.000
II. PERSEPSI RESPONDEN
1. Apakah Anda memilih BMT karena beragama islam ?
O Ya O Tidak
2. Apakah Anda lebih menyukai sistem bunga dalam berhubungan dengan lembaga keuangan ? O Ya O Tidak Alasannya ... ... ... 3. Apakah ada perbedaan antara sistem bunga dengan sistem syariah ?
O Ya O Tidak
4. Apakah hanya BMT yang menjalankan sistem syariah ?
O Ya O Tidak
Lanjutan Lampiran 1.
5. Apakah BMT sudah menjalankan pola kerja sesuai dengan syariah ?
O Ya O Tidak
6. Apakah Anda mengetahui dengan jelas sistem syariah pada BMT ?
O Ya O Tidak
7. Jika ada lembaga keuangan lain yang menerapkan sistem syariah, apakah Anda akan menjadi nasabah lembaga keuangan tersebut ?
O Ya O Tidak
Alasannya ... ... ... 8. Menurut Anda, apakah sistem syariah lebih memberi keuntungan pada Usaha
Mikro ? O Ya O Tidak Alasannya ... ... ... 9. Menurut Anda, apakah sistem syariah lebih menjamin kelangsungan Usaha
Mikro ? O Ya O Tidak Alasannya ... ... ... 10. Apakah sistem syariah lebih membantu dalam pengembangan Usaha Mikro ?
O Ya O Tidak
Alasannya ... ... ...
Lanjutan Lampiran 1.
11. Apakah sistem administrasi syariah lebih mudah dibandingkan sistem bunga ?
O Ya O Tidak
12. Apakah sistem syariah menjamin permodalan Usaha Mikro lebih baik dibandingkan dengan sistem bunga ?
O Ya O Tidak
Alasannya ... ... ... 13. Apakah pelayanan BMT sudah memuaskan Anda ?
O Ya O Tidak
14. Apakah dalam mengajukan permohonan pembiayaan ke BMT memerlukan waktu yang cukup lama ?
O Ya O Tidak
15. Menurut Anda, apakah waktu kurang dari satu minggu merupakan waktu yang ideal dalam proses permohonan pembiayaan ?
O Ya O Tidak
16. Apakah alasan Anda memilih dan menggunakan pembiayaan dari BMT karena sesuai dengan syariah ?
O Ya O Tidak
17. Apakah alasan Anda memilih dan menggunakan pembiayaan dari BMT karena syaratnya mudah ?
O Ya O Tidak
18. Apakah alasan Anda memilih dan menggunakan pembiayaan dari BMT karena prosesnya cepat dan tidak berbelit-belit ?
O Ya O Tidak
Lanjutan Lampiran 1.
19. Apakah alasan Anda memilih dan menggunakan pembiayaan dari BMT karena resiko dibagi sama rata ?
O Ya O Tidak
20. Apakah Anda lebih menyukai pola bagi hasil (Mudharabah) dalam mengajukan permohonan pembiayaan ? O Ya O Tidak Alasannya ... ... ... 21. Apakah Anda lebih menyukai pola bagi hasil (Musyarakah) dalam mengajukan
permohonan pembiayaan ? O Ya O Tidak Alasannya ... ... ... 22. Apakah Anda lebih menyukai pola Murabahah dalam mengajukan permohonan
pembiayaan ? O Ya O Tidak Alasannya ... ... ... 23. Apakah Anda lebih menyukai pola sewa (Ijarah) dalam mengajukan permohonan
pembiayaan ? O Ya O Tidak Alasannya ... ... ...
Lanjutan Lampiran 1.
24. Apakah dalam praktiknya pembiayaan syariah sama dengan sistem bunga ?
O Ya O Tidak
25. Apakah Anda mengetahui kelemahan dan kelebihan dari setiap pola pembiayaan dalam sistem syariah ?
O Ya O Tidak
26. Apakah Anda lebih merasa nyaman dengan pola pembiayaan syariah ?
O Ya O Tidak
Alasannya ... ... ... 27. Apakah sistem syariah memberi keuntungan sama dengan sistem bunga dalam
pola pembiayaan ?
O Ya O Tidak
28. Apakah pelayanan dalam sistem BMT lebih baik dibandingkan dengan sistem bunga ?
O Ya O Tidak
29. Apakah jarak (jauh-dekat) BMT dari tempat tinggal saudara merupakan suatu kendala ?
O Ya O Tidak
30. Apakah penyerarahan agunan pada BMT merupakan kendala ?
O Ya O Tidak
Alasannya ... ... ...
Lanjutan Lampiran 1.
31. Apakah lama pemrosesan dalam permohonan pembiayaan merupakan kendala ?
O Ya O Tidak
Alasannya ... ... ... 32. Apakah legalitas usaha Anda merupakan kendala dalam permohonan
pembiayaan di BMT ? O Ya O Tidak Jelaskan ... ... ... 33. Apakah Anda mengalami kesulitan dalam mendapatkan fasilitas pembiayaan
dari BMT ? O Ya O Tidak Jelaskan ... ... ... 34. Apakah pola administrasi usaha Anda merupakan kendala dalam mengajukan
permohonan pembiayaan di BMT ?
O Ya O Tidak
35. Apakah besar kecilnya pembiayaan yang diberikan BMT merupakan hambatan dalam pengembangan usaha Anda ?
O Ya O Tidak
36. Apakah jangkauan pasar BMT merupakan hambatan dalam penyaluran pembiayaan kepada Usaha Mikro ?
O Ya O Tidak
Lanjutan Lampiran 1.
37. Apakah tempat tinggal (desa atau kota) mempengaruhi jumlah pembiayaan yang diterima dari BMT ?
O Ya O Tidak
38. Apakah sistem BMT saat ini menunjang program peningkatan kinerja Usaha Mikro Anda secara keseluruhan ?
O Ya O Tidak
39. Apakah pola administrasi yang diterapkan BMT menghambat dalam permohonan pembiayaan untuk Anda ?
O Ya O Tidak
40. Menurut Anda, apakah sistem di BMT lebih baik dibandingkan dengan sistem bunga dalam meningkatkan usaha Anda ?
O Ya O Tidak
41. Apakah modal merupakan kendala utama dalam pengembangan usaha Anda ?
O Ya O Tidak
42. Apakah penilaian negatif terhadap sejumlah Usaha Mikro merupakan kerugian bagi Anda dalam mendapatkan pembiayaana dari BMT ?
O Ya O Tidak
43. Menurut Anda, apakah keberadaan BMT harus terus digalakkan ?
O Ya O Tidak
Alasannya ... ... ...
Lanjutan Lampiran 1.
44. Menurut Anda, apakah disetiap wilayah pedesaan perlu didirikan BMT ?
O Ya O Tidak
Alasannya ... ... ... 45. Apakah diperlukan dukungan dari pemerintah untuk pengembangan BMT ?
O Ya O Tidak
Alasannya ... ... ...
(Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta)
Oleh
DIAN PRATOMO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Usaha Mikro. Di bawah bimbingan : H. Musa Hubeis, sebagai ketua dan Hj. Illah Sailah, sebagai anggota
Krisis ekonomi dan moneter telah membuat angka pengangguran meningkat sedangkan pendapatan masyarakat menurun. Pemerintah sesuai amanat konstitusi yakni mengemban tugas untuk menyejahterakan rakyat, maka Departemen Sosial (Depsos) selaku departemen teknis yang menangani masalah- masalah sosial yang terjadi di masyarakat menciptakan sebuah program penanganan fakir miskin dengan nama “Program Pemberdayaan Fakir Miskin Melalui Pola Terpadu KUBE (Kelompok Usaha Bersama) dengan LKM-BMT (Lembaga Keuangan Mikro – Baitul Maal wat Tamwil) di Daerah ADEM (Adopsi Desa Miskin) dan Sub Urban (Pinggiran Kota)”. Kegiatan ini dilaksanakan pada tahun 2004 di Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Banten, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Bentuk riil dari program ini adalah penumbuhan 5 LKM BMT KUBE dengan nama “BMT KUBE Sejahtera” di masing-masing Propinsi tersebut, sehingga pada tahun 2004 tumbuh 45 BMT KUBE Sejahtera binaan Depsos. Penelitian ini dilakukan pada LKMS BMT KUBE Sejahtera unit 20 di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi kebutuhan dasar yang bersifat kritis bagi usaha mikro (2) mengidentifikasi dan menganalisis seberapa besar pengaruh LKMS BMT terhadap perkembangan usaha mikro, dan menentukan strateginya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tingkat usia responden mayoritas berada pada usia matang, yakni 36-44 tahun (48%), meskipun demikian ada juga yang termasuk usia dewasa awal (17-24 tahun). Bidang usaha yang dipilih responden meliputi bidang usaha yang mempunyai potensi di Kabupaten Sleman, terutama pertanian (48%) dan perdagangan (36%). Omset perusahaan sebelum menjadi nasabah BMT didapatkan antara Rp. 1.000.000 - Rp. 4.999.999 sebesar 80%. Omset setelah menjadi nasabah BMT didapatkan tidak meningkat, tetapi justru terjadi penurunan omset pada kelompok omset antara Rp. 1.000.000 - Rp. 4.999.999 menjadi kurang dari Rp. 1.000.000 sebanyak 4% responden.
Perhitungan analisis khi kuadrat menunjukkan nilai khi kuadrat 168,63 dengan db 14. Nilai khi kuadrat tabel untuk db=14 dengan taraf nyata 5% adalah 23,68. Maka disimpulkan bahwa sistem pembiayaan syariah dengan pola
adalah nyata. Nilai khi kuadrat 371,46 dengan db 14, nilai khi kuadrat tabel untuk db=14 dan taraf nyata 5% 23,68, maka disimpulkan bahwa kendala menerapkan pola bagi hasil BMT sesuai dengan UKM adalah nyata.
Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa posisi perusahaan berada dalam kondisi grow, sehingga dapat disarankan implementasi strategi antara lain: Memperbanyak kredit usaha untuk industri/usaha mikro, menawarkan paket pembiayaan dan angsuran yang berbeda antara usaha pengusaha dari berbagai sektor usaha, biaya pada simpanan nasabah seperti biaya administrasi maupun biaya bunga sebaiknya dihilangkan saja sehingga nasabah merasa tidak terbebani dengan biaya yang tidak diinginkan, dapat diminimalkan biaya pada proses pengurusan pembiayaan seperti biaya administrasi maupun biaya Notaris, dibuat penawaran paket-paket pembiayaan yang unik dan tidak dipunyai oleh paket pembiayaan pada lembaga keuangan lain dengan bagi hasil yang menarik, memilih lokasi yang dekat dengan nasabah yang memiliki karakteristik usaha yang digeluti, misalnya dekat dengan pasar, jika perlu ada karyawan BMT yang mengambil setoran debitur ke lokasi tempat usaha tiap debitur, advertorial dapat dijalankan dengan memasang halaman advertorial di surat kabar lokal, testimoni dapat dilakukan melalui pertemuan-pertemuan dengan mengundang para nasabah dari kelompok industri mikro, sales force diperlukan karena tidak semua nasabah mempunyai waktu untuk datang, bertanya dan bertransaksi dengan BMT di kantor.
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam laporan akhir saya yang berjudul :
”Strategi Lembaga Keuangan Mikro Syariah Dalam Mengembangkan Usaha Mikro (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta)”
merupakan gagasan atau hasil penelitian laporan akhir saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Laporan akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Maret 2007
Dian Pratomo F052044085
(Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta)
DIAN PRATOMO
Laporan Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama Mahasiswa : Dian Pratomo Nomor Pokok : F052044085
Program Studi : Industri Kecil Menengah
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA Dr. Ir. Hj. Illah Sailah, MS
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Industri Kecil Menengah
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA Prof.Dr.Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS
Penulis dilahirkan di Ponorogo pada tanggal 3 Oktober 1978 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari ayah Daim Srimukti dan ibu Siswodarsini. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2005 diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Berbekal ijasah S1, penulis diterima bekerja di Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), sebuah Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang pemberdayaan usaha mikro kecil dan ekonomi kerakyatan. Pada tahun 2004 penulis diberi amanah sebagai Project Manager, dan dipercaya mengelola semua proyek PINBUK yang berhubungan dengan pemerintahan.
Menikah pada Oktober 2003 dengan Atit Tunjung Sari dan telah dikaruniai seorang putri yang cantik bernama Annisa Syahrin Faiza.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga laporan akhir yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah (PS MPI), Sekolah Pasca Sarjana (SPS), Institut Pertanian Bogor (IPB) dapat diselesaikan.
Penulis sadar bahwa laporan akhir ini tidak akan dapat tersusun tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ketua Program Studi MPI SPS IPB atas pengarahan, bimbingan dan dorongan dalam penyusunan dan penyelesaian laporan akhir.
2. Ibu Dr. Ir. Hj. Illah Sailah, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah mengorbankan waktu dan pikirannya dalam melaksanakan bimbingan dan memberikan perhatian penuh dalam penyusunan laporan akhir ini.
3. Seluruh Staf Administrasi dan Dosen pengajar PS MPI IPB yang telah membantu membuka wawasan dan cakrawala dalam rangka penulis menggali informasi lebih mendalam dalam proses penyampaian materi studi.
4. Istri dan Anakku tercinta yang selalu memberikan dorongan moril dan menemani melekan, sampai laporan akhir ini selesai.
5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah melahirkan, merawat, menjaga, memberikan do`a, dukungan dan semangat.
6. Sahabat-sahabat di PINBUK yang telah memberikan kesempatan dan keleluasaan penulis dalam penyelesaian laporan akhir ini.
7. Sahabat-sahabat di BMT Kube Sejahtera Unit 20 yang telah dengan terbuka menerima penulis selama masa penelitian dan memberikan informasi yang sangat berharga demi terselesaikannya laporan akhir ini.
8. Sahabat-sahabat MPI Angkatan V yang telah dengan kritis memberikan masukan dan saran yang sangat diperlukan dalam proses pembuatan laporan akhir.
Halaman
DAFTAR TABEL ……… xii
DAFTAR GAMBAR ………... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……… xiv
I. PENDAHULUAN ……….. 1
A. Sejarah ……….. 1
B. Produk ……… 3
C. Perumusan Masalah ……… 5
II. ANALISIS MASALAH ………. 6 A. Prinsip Analisis ………. 6 1. Tujuan ……… 6 2. Implementasi Praktis ……… 6 B. Metode Analisis ……… 11 1. Metode ………... 11 2. Kelebihan-Kekurangan Metode ………. 13
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 15 A. Kondisi Umum ……….. 15
1. Usaha Mikro ... 15 2. Kajian Teori Syariah ... 17 3. Perbandingan Sistem Syariah dan Sistem Konvensional ... 20
B. Hal yang Dikaji ... 25 1. Karakteristik Usaha Mikro... 25 2. Sistem Pembiayaan Usaha Mikro... 27 3. Hasil Analisis Khi Kuadrat ... 31 4. Hasil Analisis SWOT ... 33 5. Implementasi Strategis ... 42
KESIMPULAN DAN SARAN ... 45 1. Kesimpulan ... 45 2. Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47 LAMPIRAN ... 49
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Sebaran LKMS BMT di Indonesia... 9 2. Perbandingan lembaga keuangan syariah dan lembaga
keuangan konvensional...
24
3. Persepsi responden tentang pembiayaan pola murabahah 28 4. Persepsi responden tentang penentuan penyaluran
pembiayaan...
29
5. Persepsi responden tentang kendala penerapan pola bagi hasil...
30
6. Perhitungan khi kuadrat pada sistem pembiayaan syariah dengan pola murabahah sesuai dengan Usaha Mikro...
31
7. Perhitungan khi kuadrat pada sistem pembiayaan syariah dengan pola murabahah sesuai dengan UKM...
32
8. Perhitungan khi kuadrat pada kendala menerapkan pola bagi hasil BMT sesuai dengan UKM...
33
9. Faktor strategis internal... 35 10. Faktor strategis eksternal... 36 11. Analisis SWOT... 38
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Hubungan antar pelaku ekonomi dalam Islam ... 19 2. Grafik faktor strategi eksternal dan internal ... 36
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
A. Sejarah
Daerah pinggiran kota (sub urban) merupakan wilayah penyangga daerah kota, dengan kondisi penduduknya yang heterogen, baik dilihat dari kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, adat istiadat maupun karakteristik perilakunya yang bervariasi. Kaum urbanisan dengan permasalahannya dari desa di mana berasal, kemudian permasalahan tersebut masih melekat dibawa ke kota, sehingga menambah jumlah dan jenis permasalahan sosial, di samping penduduk setempat memang sebagian berada di bawah garis kemiskinan karena ancaman kekurangan pangan sebagai akibat rendahnya pasokan bahan pangan dari desa-desa.
Kehidupan warga masyarakat pada umumnya labil, antara lain sering melambungnya harga-harga diperkotaan, masalah pemutusan hubungan kerja (PHK), tingkat konsumerisme yang tinggi serta ketergantungannya kepada hasil kerja pada saat itu, dengan kata lain kalau pada hari ini tidak bekerja berarti tidak mempunyai penghasilan dan tidak dapat makan.
Tingkat kecemburuan sosial tinggi, karena banyak penduduk kota yang hidupnya glamour, menggunakan fasilitas yang dianggapnya mewah, tetapi dilain pihak terdapat kaum fakir miskin yang merasakan tidak adanya keadilan menimpa pada dirinya, sehingga dihinggapi keresahan sosial. Dalam hal ini yang kurang beruntung bertempat tinggal di lingkungan kumuh, mengontrak di rumah-rumah yang kurang layak huni, serta di lingkungan yang sangat rawan bencana.
Pada umumnya mengadu nasib di sektor informal, yang masih beruntung, sedangkan yang kurang beruntung menjadi gelandangan, pengemis, pemulung, tuna susila, bahkan ada yang mengerjakan sesuatu dalam bentuk tindak kekerasan, semuanya menambah daftar penyandang masalah sosial serta kualitas masalahnya yang sangat bervariasi.
Para keluarga fakir miskin pada umumnya belum mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya yang sangat dirasakan, bahkan ada yang tidak memahami sampai sejauhmana kualitas permasalahan yang dihadapi, walaupun sesungguhnya di antara mereka masih memiliki semangat dan motivasi, potensi atau kemampuan yang dapat diperdayakan.
Untuk menanggulangi persoalan kemiskinan struktural maupun yang diakibatkan oleh krisis ekonomi, pemerintah memandang perlu untuk memberikan bantuan kepada masyarakat miskin. Kegiatan ini tidak hanya bersifat reaktif terhadap keadaan darurat yang sedang dialami, namun juga bersifat strategis karena dalam kegiatan ini disiapkan landasan berupa institusi masyarakat yang semakin kuat bagi perkembangan masyarakat di masa yang akan datang (Kusuma, 2002)
Penanganan fakir miskin di daerah sub urban mengandung spesifikasi tersendiri dan sering terjadi perubahan setiap saat seiring dengan cepatnya perubahan sistem nilai dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini patut disikapi dalam rencana penanganannya dan segera dilakukan secara intergratif dan sinergik, baik melalui program pengembangan KUBE maupun melalui networking dari berbagai pihak yang terkait, baik dari unsur pemerintah, lembaga swasta, perorangan maupun dunia usaha yang peduli secara langsung dalam memberikan kontribusinya (Depsos, 2004)
Dalam memberikan pelayanan sosial bagi fakir miskin, banyak bentuk- bentuk kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain berupa bantuan sosial, pengguliran dana, pendampingan sosial, usaha kesejahteraan sosial, usaha ekonomi produktif, kemitraan usaha, sistem perbankan melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk kepentingan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, khususnya pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin diperlukan indikator yang lebih merefleksikan tingkat kemiskinan yang sesungguhnya di masyarakat.
Dalam rangka memecahkan permasalahan yang terjadi di daerah pinggiran kota, maka Departemen Sosial (Depsos) selaku departemen teknis yang menangani masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat menciptakan sebuah program penanganan fakir miskin dengan nama