I. PENDAHULUAN
4.2 Saran
4.1 Kesimpulan
Pemberian ekstrak purwoceng yang dicampur dalam pakan menunjukkan nilai bobot testis, nilai GSI dan kadar spermatokrit ikan lele jantan yang lebih tinggi daripada kontrol.
4.2 Saran
Ekstrak purwoceng dapat diaplikasikan sebagai fitoandrogen untuk mempercepat kematangan gonad ikan, namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji manfaatnya sebagai hormon perangsang proses pemijahan pada organisme budidaya. Selain itu, faktor lingkungan harus terkontrol dalam penelitian reproduksi karena merupakan variabel yang mempengaruhi proses pematangan gonad.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R., Tang U.M. 2002.Fisiologi Hewan Air. Unri Press, Riau. ---. 2004. Biologi Reproduksi Ikan. Unri Press, Riau.
Ajijah, N. 2009. Induksi Mutasi Dan Seleksi In Vitro Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) Untuk Ketahanan Terhadap Suhu Tinggi. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Buwono, I.D. 1995. Pengaruh fotoperiode yang berbeda terhadap perkembangan gonad ikan lele (Clarias gariepinus Burch.) jantan dan betina pradewasa. [Tesis]. Program Pascasarjana, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Caropeboka, A.M. 1980. Pengaruh Ekstrak Akar Pimpinella Alpina Terhadap Sistem Reproduksi Tikus. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Chinabut, S., C. Limsuwan, P. Kitsawat. 1991. Histology of The Walking Catfish , Clarias batrachus. International Development research Center, Canada. Chou, L.M., et al. 1994. Growth of Hybrid Catfishes Under Different Suplemental
Diets. The Third Asian Fishes Forum. Asian Fisheries Society, Manila, Philippines. p. 633-636.
Darwati, I., Roostika, I. 2006. Status Penelitian Purwoceng (Pimpinella alpina
Molk.) di Indonesia. Jurnal Plasma Nutfah vol 12 (1): 300-304.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pusaka Nusantara, Yogyakarta. Ganong, W.F. 2003. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Gunawan, D. 2002. Ramuan Tradisional Untuk Keharmonisan Suami Istri. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hewit, L.M., Kovacs T.G., Dubes M.G., Macclatchy D.L., Martel P.H., Mcmaster M.E., Paice M.G., Parrot J.L., Heuvel M.R.V.D and Van der Kraak G.L. 2008. Altered Reproduction in Fish Exposed To Pulp and Paper Mill Effluents: Roles of Individual Compounds and Mill Operating Conditions. Enviromental Toxicology and Chemistry, Vol 27 (3): 682-697.
KKP, 2010. Rencana Strategi Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010-2014. KKP, Jakarta.
Kosin, A.M. 1992. Efek Androgenik dan Anabolik Ekstrak Akar Pimpinella alpina Molk. (puwoceng) Terhadap Anak Ayam Jantan. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan Bogor. Bogor. Juniarto, A.Z. 2004. Perbedaan Pengaruh Pemberian Ekstrak Eurycoma longifolia
Nurman. 1995. Pengaruh Kombinasi Penyuntikan Ovaprim dan PGF a Terhadap Kualitas Spermatozoa Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus, Burchell). [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pineda, M.H. 1989. Male Reproduction. In: Veterinary Endocrinology and Reproduction. Mcdonald, L.E. (Ed.) Lea & Febiger. Philadelphia. USA. pp. 261 – 292.
Rahardjo, M., Wahyuni S., Trisilawati O., Djauhariya E. 2006. Ciri Agronomis, Mutu dan Lingkungan Tumbuh Tanaman Obat Langka Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.), di dalam: Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXVIII ; Bogor, 15 – 16 September 2005. Bogor : Balittro-POKJANAS TOI-Dir.Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. hlm 62 – 71.
Rostiana, O., Rosita S.M, Muhammad H., Hernani, Syahid S.F., Haryudin W., Miftakhurohmah, Seswita D., Surahman, Nasrun. 2003. Eksplorasi Potensi Purwoceng dan Cabe Jawa serta Perbaikan Potenis Genetik Menunjang Industri Obat Tradisional Afrodisiak. Laporan Teknis Penelitian Penguasaan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat Tahun 2003. Bogor: Balittro.
Scott, D.B.C. 1979. Environmental Timing and The Control of Reproduction in Teleost Fish. Zoot. SOC. Load, 44:105-132.
Taufiqurrahman, Wibowo, S. 2005. Effect of Purwoceng (Pimpinella alpina) extract in stimulating testosterone, luteinizing hormone (LH) and follicle stimulating hormone (FSH) in sprague dawley male rats, di dalam: Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXVIII. Bogor, 15-16 September 2005.
Tremblay, L., Van Der Kraak, G. 1998. Use of A Series of Homologous In Vitro And In Vivo Assays to Evaluate the Endocrine Modulating Actions of Β
Sitosterol In Rainbow Trout. Aquatic Toxicology 43, 149-162.
Tucker, C.S., Hargreaves, J.A. 2004. Biology and Culture of Channel Catfish. Elsevier, New York.
Usmiati, S., Yuliani, S. 2010. Efek Androgenik dan Anabolik Ekstrak Akar
Pimpinella alpina Molk. (Purwoceng) Terhadap Anak Ayam Jantan, di dalam: Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 2010. Widowati,D., Faridah. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Kimia Dalam Fraksi
Non-Polar dari Tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina), di dalam: Prosiding seminar nasional tumbuhan obat Indonesia XXVIII. Bogor, 15-16 September 2005.
Yustikasari, Y. 2004. Pengaruh Penyuntikan Ekstrak Jahe Terhadap Perkembangan Diameter dan Posisi Inti Sel Telur Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Zairin, Jr. M. 2003. Endokrinologi dan Peranannya bagi Masa Depan Perikanan Indonesia. Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Fisiologi Reproduksi dan Endokrinologi Hewan Air. Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1. Data Bobot Tubuh, Bobot Testis dan Nilai GSI Ikan Lele Pada Pemberian Ekstrak Purwoceng Melalui Pakan Setelah 30 Hari Pemeliharaan
Dosis Ulangan Bobot Tubuh (g) Bobot Testis (g) Nilai GSI (%) A (kontrol) 1 487 2,354 0,6745 2 436 1,369 0,4050 3 437 1,363 0,2782 4 397 2,138 0,4995 5 329 1,779 0,3884 Rata-rata 417,2 1,801 0,4491 St Dev 58,7 0,45 0,15 B (2,5) 1 349 2,574 0,5285 2 338 2,162 0,4959 3 490 2,424 0,5547 4 428 3,306 0,8327 5 458 2,137 0,6495 Rata-rata 412,6 2,521 0,6123 St Dev 66,9 0,48 0,14 C (5) 1 408 2,697 0,661 2 426 2,346 0,5507 3 418 2,213 0,5294 4 333 3,649 1,0958 5 399 4,387 1,0995 Rata-rata 396,8 3,058 0,7873 St Dev 37,1 0,48 0,29 D (7,5) 1 394 0,965 0,2249 2 472 3,778 0,8004 3 426 1,78 0,4178 4 427 2,193 0,5136 5 351 2,1 0,5983 Rata-rata 414,0 2,163 0,5110 St Dev 44,8 1,02 0,21
Lampiran 2. Persentase Kadar Spermatokrit dan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Lele Pada Pemberian Ekstrak Purwoceng Melalui Pakan Setelah 30 Hari Pemeliharaan
1. Tabel persentase kadar spermatokrit ikan lele pada pemberian ekstrak purwoceng melalui pakan setelah 30 hari pemeliharaan
Dosis Ulangan Kadar Spermatokrit (%) 0 gr/kg pakan 1 46,67 2 40,00 Rata-rata 43,34 St Dev 4,72 2,5 gr/kg pakan 1 70 2 60 Rata-rata 65 St Dev 7,07 5 gr/kg pakan 1 60 2 61,54 Rata-rata 60,77 St Dev 1,09 7,5 gr/kg pakan 1 63,48 2 56,92 Rata-rata 60,20 St Dev 4,64
2. Tabel persentase tingkat kelangsungan hidup ikan lele pada pemberian ekstrak purwoceng melalui pakan selama masa pemeliharaan
Dosis (g/kg pakan) Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 0 100% 90% 90% 2,5 100% 100% 100% 5 100% 100% 90% 7,5 100% 100% 90%
Lampiran 3. Data Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan Lele Pada Pemberian Ekstrak Purwoceng Melalui pakan Selama 30 Hari Pemeliharaan
Data Rata-rata bobot tubuh ikan lele per sampling selama 30 hari pemeliharaan Dosis (g/kg pakan) Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 0 244,8 g 319,8 g 425,1 g 2,5 241,1 g 320,9 g 427,9 g 5 248,6 g 324,8 g 412 g 7,5 253,5 g 346,7 g 422,3 g
Derajat pertumbuhan ikan lele selama 30 hari pemeliharaan Dosis (g/kg
pakan) Derajat Pertumbuhan 0 6,01% 2,5 6,23%
5 5,45% 7,5 5,63%
Hasil perhitungan efisiensi pakan ikan lele setelah 30 hari pemeliharaan dengan pemberian ekstrak purwoceng melalui pakan
Perlakuan JP SP JKP Wo Wt Wm EP 0 g/kg pakan 2420 g 407 g 2013 g 2448 g 3826 g 275 g 82,12% 2,5 g/kg pakan 2640 g 393 g 2247 g 2411 g 4279 g 0 g 83,13% 5 g/kg pakan 2699 g 538 g 2161 g 2486 g 3778 g 342 g 75,61% 7,5 g/kg pakan 2832 g 804 g 2028 g 2535 g 3801 g 316 g 78,01%
Keterangan : JP = Jumlah pakan yang ditimbang sesuai FR (gram) SP = Sisa pakan (gram)
JKP = Jumlah konsumsi pakan selama 30 hari pemeliharaan Wo = Biomassa ikan awal pemeliharaan (gram)
Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam Bobot Tubuh, Bobot Testis, Nilai GSI, dan Kadar Spermatokrit Ikan Lele Pada Pemberian Ekstrak Purwoceng Melalui Pakan
Analisis sidik ragam rata-rata bobot tubuh ikan uji pada pemberian ekstrak purwoceng melalui pakan
Sumber Keragamann Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hit F Tab Perlakuan 3 1243,75 414,5833 0,13 3,490 Galat 12 37297,5 3108,125 Total 19 46496,55
Analisis sidik ragam rata-rata bobot testis ikan uji pada pemberian ekstrak purwoceng melalui pakan
Sumber Keragamann Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hit F Tab Perlakuan 3 4,3129 1,4376 2,33 3,49 Galat 12 7,4133 0,6177 Total 19 13,6778
Analisis sidik ragam persentase nilai GSI ikan uji pada pemberian ekstrak purwoceng melalui pakan
Sumber Keragamann Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hit F Tab Perlakuan 3 0,3275 0,1092 2,91 3,49 Galat 12 0,4498 0,0375 Total 19 1,0025
Analisis sidik ragam persentase kadar spermatokrit ikan uji pada pemberian ekstrak purwoceng melalui pakan
Sumber Keragamann Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hit F Tab Perlakuan 3 549,5187 183,1729 15,21 9,277 Galat 12 36,14 12,0467 Total 19 644,4658
ABSTRAK
POPPY DEA BERTHA. Pengaruh Pemberian Ekstrak Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) Melalui Pakan Terhadap Spermatogenesis Ikan Lele Jantan (Clarias sp.). Di bimbing oleh MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR dan DINAR TRI SOELISTYOWATI.
Purwoceng merupakan tanaman herbal komersial yang akarnya dilaporkan berkhasiat sebagai obat afrodisiak, diuretik, dan tonik. Tanaman tersebut merupakan tanaman asli Indonesia yang hidup secara endemik di daerah pegunungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak Purwoceng (Pimpinella alpina, Molk.) yang diberikan melalui pakan terhadap perkembangan testis ikan lele (Clarias sp.) yang meliputi peningkatan bobot testis, nilai GSI, serta nilai spermatokrit. Perlakuan terdiri dari pemberian ekstrak purwoceng melalui pakan dengan dosis 0; 2,5; 5 dan 7,5 g/kg pakan. Adapun ikan yang diujicobakan pada penelitian adalah ikan lele jantan dengan bobot awal 200-300 g dan padat tebar 10 ekor per bak. Pemeliharaan ikan dilakukan pada bak berdimensi 2x 1,5x1 m yang diisi air dengan ketinggian 60-70 cm. Pemeliharaan dilakukan selama 30 hari. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Pemberian ekstrak purwoceng dengan dosis 5g/kg yang dicampur dalam pakan menunjukkan nilai bobot testis, nilai GSI dan kadar spermatokrit yang lebih tinggi dibandingkan kontrol.
ABSTRACT
POPPY DEA BERTHA. Effect of Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) Extract Mixed in The Feed on Spermatogenesis in The Male Catfish (Clarias sp.). Supervised by MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR and DINAR TRI SOELISTYOWATI.
Purwoceng was a commercial medicinal plant that could be used as aphrodisiac, diuretic, and body fit enhancer. The plant was indigenous of Indonesia that grew endemically at mountains area. This research orders to know effect of Purwoceng (Pimpinella alpina, Molk.) extract mixed in the feed on spermatogenesis in the male catfish (Clarias sp.) include testis weight, Gonado Somatic Index (GSI), and spermatokrit levels. The treatment comprises administering purwoceng extract through the feed at a dose of 0; 2.5; 5; 7.5. Animal tests used were male catfish
Clarias sp. with initial weight 200-300 g and density 10 fishes/media. Male catfish maintened in media sized 2x1,5x1 m that fill water 60-70 cm. Fishes cultured for 30 days. All data analyzed statistically by one way ANNOVA. Purwoceng extract at a dose of 5g/kg mixed in the feed showed a significant effect on testis weight, and GSI values spermatokrit levels in adult male catfish.
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Aspek reproduksi pada ikan merupakan salah satu aspek yang penting dalam kegiatan budidaya ikan. Menurut Affandi dan Tang (2002), aspek reproduksi pada ikan meliputi perkembangan gonad, struktur gonad, perkembangan sel gamet, dan kematangan akhir (final maturation). Pemijahan ikan dengan hasil yang baik memerlukan induk yang berkualitas. Salah satu faktor terkait dengan kualitas induk adalah kematangan gonad. Manipulasi lingkungan maupun hormonal dapat digunakan untuk membantu optimalisasi dalam kegiatan pematangan gonad tersebut. Manipulasi hormonal dengan menggunakan berbagai bahan sintetik maupun alami telah diaplikasikan untuk mempercepat pematangan gonad pada ikan.
Hormon steroid merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan gonad pada ikan teleostei. Hormon tersebut akan merangsang fenomena reproduksi ikan yaitu merangsang diferensiasi gonad, gametogenesis, ovulasi, spermatogenesis, pemijahan dan tingkah laku seksual (Tremblay dan Van Der Kraak 1998). Hormon steroid telah dicoba untuk merangsang ovulasi dan pemijahan, tetapi hasilnya belum memenuhi harapan. Percobaan menggunakan steroid masih terbatas pada lele Afrika (Clarias gariepinus) serta lele India (Heteropneustes fossiis) (Zairin 2003). Beberapa peneliti pendahulu menganggap steroid hanya terdapat pada hewan sebagai hormon kelamin, namun beberapa tahun terakhir telah ditemukan senyawa steroid di dalam tumbuhan yang dikenal dengan istilah fitosteroid. Penggunaan steroid alami dari tumbuhan telah mulai dikembangkan untuk mempercepat kematangan gonad pada ikan. Yustikasari (2004) mengaplikasikan ekstrak jahe terhadap perkembangan telur ikan lele Sangkuriang (Clarias sp.) namun hasilnya kurang signifikan disebabkan dosis yang kurang tepat.
Hormon steroid yang dihasilkan oleh suatu tumbuhan serta memiliki efek spesifik pada reproduksi organisme jantan dikenal dengan istilah fitoandrogen.
jantan. Beberapa tanaman yang memiliki efek androgenik antara lain cabe Jawa (Piper retrofractum), pasak bumi (Eurycoma longifolia), dan purwoceng (Pimpinella alpina) (Juniarto 2004).
Purwoceng merupakan tanaman herbal komersial yang akarnya dilaporkan berkhasiat obat sebagai afrodisiak, diuretik, dan tonik. Tanaman tersebut merupakan tanaman asli Indonesia yang hidup secara endemik di daerah pegunungan (Darwati dan Roostika 2006). Tanaman purwoceng dapat dijumpai di dataran tinggi sekitar 800–3500 m dpl yang terkena sinar matahari seperti dataran tinggi Dieng (Jawa Tengah), serta Gunung Galunggung dan Pangrango (Jawa Barat). Penduduk sekitar dataran tinggi Dieng sejak dulu telah menggunakan tumbuhan obat ini sebagai salah satu bagian ramuan obat tradisional dalam bentuk seduhan untuk mengobati macam-macam penyakit, gangguan kesehatan, dan terutama untuk afrodisiaka (Heyne 1987 dalam Usmiati dan Yuliani 2010). Penelitian ilmiah terhadap pemanfaatan purwoceng telah dilakukan oleh Taufiqurrahman dan Wibowo (2005). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada dosis 25 mg dan 50 mg ekstrak purwoceng yang diimplankan langsung ke dalam mulut tikus jantan dewasa dapat meningkatkan kadar testosteron dan LH (Luteinizing Hormone) dengan lama pemberian waktu 30 hari. Pada penelitian Widowati dan Faridah (2005), purwoceng diidentifikasi mengandung senyawa sitosterol yang merupakan salah satu steroid pada tanaman.
Ikan lele (Clarias sp.) merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi terutama di kawasan Asia Tenggara (Chinabut et al., 1991). Budidaya lele masih sangat diminati oleh masyarakat Indonesia karena dalam proses pembudidayaannya, ikan lele termasuk jenis ikan yang cepat tumbuh dan mampu mencapai ukuran besar dalam waktu relatif singkat (Ahmed dan Sarder dalam Chou et al., 1994). Berdasarkan data KKP (2010), target produksi ikan lele (Clarias sp.) di Indonesia hingga tahun 2014 mencapai 900.000 ton per tahun. Target produksi ikan lele yang tinggi tersebut harus diikuti dengan ketersediaan benih yang kontinu. Ketersediaan benih ikan lele bergantung pada kegiatan pemijahannya sehingga diperlukan kualitas induk yang baik. Induk jantan lele cenderung memiliki ukuran testis yang kecil dan adanya saluran vesikula seminalis yang bergerigi sehingga sperma ikan lele tidak dapat di
stripping. Hal itu menyebabkan pemijahan buatan pada ikan lele selama ini dilakukan dengan cara pembedahan. Kelemahan ikan lele jantan saat dibedah yaitu menghasilkan cairan sperma yang sedikit sehingga kegiatan pembedahan pada pemijahan buatan ini dianggap kurang efisien.
Ikan lele yang memiliki kelemahan dalam aspek reproduksi namun memiliki permintaan yang tinggi di pasaran mendorong penulis menggunakan ikan lele sebagai ikan uji dalam penelitian ini. Pemberian ekstrak purwoceng melalui pakan terhadap ikan lele diharapkan dapat mengatasi kelemahan aspek reproduksi pada ikan tersebut. Kegiatan ini merupakan penelitian pendahuluan karena ekstrak purwoceng belum pernah diaplikasikan untuk mempercepat kematangan gonad jantan pada ikan.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) yang diberikan melalui pakan terhadap perkembangan testis ikan lele (Clarias sp.) yang meliputi peningkatan bobot testis, nilai GSI, serta nilai spermatokrit.
II. BAHAN DAN METODE
2.1 Bahan Uji
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan ikan lele (Clarias sp.) berjenis kelamin jantan yang berukuran 200-300 g dari pengumpul di daerah Parung, Kabupaten Bogor. Sedangkan bahan perlakuan berupa simplisia purwoceng (Pimpinella alpina molk) berasal dari tanaman purwoceng yang diperoleh dari kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik di desa Gunung Putri, Cipanas, Bogor.
2.2 Rancangan Penelitian
Perlakuan yang diberikan yaitu pemberian ekstrak purwoceng melalui pakan buatan pada ikan lele jantan ukuran 200-300 gram. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap pemberian 3 dosis ekstrak purwoceng yang berbeda dengan 1 kontrol. Masing-masing perlakuan terdiri dari 10 ekor ikan lele jantan yang belum matang gonad. Dosis purwoceng yang digunakan yaitu 0; 2,5; 5; 7,5 g/kg pakan. Pemberian ekstrak purwoceng dilakukan selama 30 hari kepada ikan uji. Setelah 30 hari perlakuan, lima ekor ikan uji diambil secara acak dari setiap bak lalu diamati bobot testis, nilai GSI, spermatokrit dan jumlah spermanya.
2.3Prosedur Penelitian 2.3.1 Persiapan Wadah
Wadah yang digunakan adalah bak semen berukuran 2x1,5x1 m. Bak yang digunakan untuk perlakuan sebanyak 4 buah. Sebelum digunakan wadah dikeringkan terlebih dahulu, dibilas dengan air dan dikeringkan kembali. Bak yang sudah bersih diisi air dengan ketinggian 60-70 cm kemudian diberikan aerasi secukupnya. Masing-masing bak diberi penutup berupa hapa yang berukuran 2,5 x 1 x 1 m2 untuk mencegah ikan uji loncat keluar dari bak.
2.3.2 Pembuatan Ekstrak Purwoceng
Tanaman purwoceng dalam keadaan segar kemudian dikeringkan dengan cara dijemur selama seminggu. Ketika tanaman sudah kering maka seluruh bagian tanaman dihaluskan menggunakan blender sampai menjadi serbuk atau simplisia. Serbuk tersebut dijadikan ekstrak dengan cara melarutkan serbuk purwoceng ke dalam alkohol 70%. Setelah itu ampasnya disaring sedangkan larutan ekstrak purwoceng dimasukkan ke dalam botol sprayer lalu disemprotkan ke pakan. Setiap dosis yang digunakan dilarutkan dalam 100 ml alkohol. Pembuatan larutan ekstrak dilakukan secara parsial per 1 kg pakan.
2.3.3 Pemeliharaan Ikan Uji
Ikan lele ditebar dalam bak masing-masing perlakuan sebanyak 10 ekor berukuran 200-300 g/ekor ikan berjenis kelamin jantan. Ikan lele pada penelitian ini di adaptasi selama seminggu, kemudian diberi pakan perlakuan yaitu berupa pellet komersial dicampur dengan ekstrak purwoceng selama ± 30 hari masa penelitian, sebanyak 3 kali sehari. Setelah 30 hari perlakuan pada ikan uji kemudian dilihat pengaruhnya sesuai dengan parameter yang telah ditentukan. Sampling pertumbuhan dilakukan pada setiap 2 minggu selama pemeliharaan. Selain itu juga dilakukan pengamatan tingkah laku pada ikan percobaan. Pada hari ke-30 dilakukan pembedahan pada ikan uji untuk pengamatan gonad ikan uji meliputi bobot testis, motilitas sperma, spermatokrit, jumlah sperma dan GSI (Gonado Somatic Index).
2.4 Parameter Uji 2.4.1 Bobot Testis
Perhitungan bobot testis dilakukan pada akhir hari ke-30 masa pemeliharaan. Setiap bak pemeliharaan dilakukan pengambilan 5 ekor ikan uji secara acak. Ikan uji tersebut ditimbang bobot tubuhnya kemudian di lakukan pembedahan. Setelah itu, testis diambil dari tubuh dan dibersihkan lalu dihitung bobot testisnya.
2.4.2 Gonado Somatic Index (GSI)
Indeks kematangan gonad atau dikenal dengan istilah Gonado Somatic Index (GSI) dapat diketahui dengan rumus:
ܩܵܫ ൌ ܹܹ݃݊ܽ݀݅݇ܽ݊ ݔ ͳͲͲ
2.4.3 Kadar Spermatokrit
Penghitungan kadar spermatokrit dilakukan dengan cara sampel cairan semen dimasukkan dalam tabung mikrohematokrit sampai 4/5 bagian. Ujung tabung disumbat dengan crystoceal. Tabung hematokrit di sentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Setelah itu dilakukan pengukuran kadar hematokrit dengan rumus sebagai berikut:
Kadar Spermatokrit (%) = ௫
௬ x 100 %
Keterangan : x = padatan cairan semen (cm) y = total cairan semen (cm)
2.4.4 Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Analisis stasistik dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office Excel 2007 dan program SAS 9.1.3.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele
Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0; 2,5; 5; dan 7,5 g/kg pakan disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1.Rata-rata bobot tubuh ikan lele pada dosis pemberian ekstrak purwoceng yang berbeda melalui pakan setelah 30 hari pemeliharaan
Berdasarkan diagram rata-rata bobot tubuh yang disajikan pada Gambar 1, dapat diketahui bahwa perlakuan 0 g/kg pakan memiliki rata-rata bobot tubuh tertinggi dibanding dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 417,2±58,7 gram sedangkan rata-rata bobot tubuh terendah, terdapat pada perlakuan 5 g/kg pakan yaitu sebesar 396,8±37,1 gram. Ikan uji yang diberi ekstrak purwoceng dengan dosis yang berbeda memiliki rata-rata bobot tubuh lebih rendah dibanding kontrol. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan, diperoleh hasil bahwa rata-rata bobot tubuh antar perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).
385 390 395 400 405 410 415 420 0 2.5 Rata-rata bobot tubuh (gram) Perlakuan (g/kg pakan)5 7.5 417,2 ± 58,7a 414,0 ± 44,8a 412,6 ± 66,9a 396,8 ± 37,1a
3.1.2 Bobot Testis Ikan Lele
Hasil penimbangan rata-rata bobot testis ikan uji yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) pada pakan sebanyak 0; 2; 5; dan 7,5 g/kg pakan disajikan pada Gambar 2.
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 0 2.5 5 7.5 Rata-rata
Bobot testis (gram)
Perlakuan (g/kg pakan)
2,16± 1,02ab 3,06± 0,48b
2,52± 0,48ab 1,81± 0,45a
Gambar 2. Rata-rata bobot testis ikan lele pada dosis pemberian ekstrak purwoceng yang berbeda melalui pakan setelah 30 hari pemeliharaan
Berdasarkan diagram rata-rata bobot testis yang disajikan pada Gambar 2, dapat diketahui bahwa perlakuan 5 g/kg pakan memiliki rata-rata bobot testis tertinggi dibanding dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 3,06±0,48 gram. Rata-rata bobot testis terendah terdapat pada perlakuan 0 g/kg pakan yaitu sebesar 1,81±0,45 gram. Diagram pada gambar 2 menunjukkan bahwa ikan uji yang diberi perlakuan purwoceng memiliki rata-rata bobot testis yang lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol.
Setelah dilakukan uji lanjut Duncan diperoleh hasil bahwa pada selang kepercayaan 95%, rata-rata bobot testis ikan uji yang diberi ekstrak purwoceng berbeda nyata terhadap rata-rata bobot testis ikan kontrol. Berdasarkan uji tersebut diketahui bahwa rata-rata bobot testis ikan uji perlakuan dengan dosis 5 g/kg pakan memiliki perbedaan yang paling nyata terhadap kontrol.
3.1.3 Gonado Somatic Index (GSI)
Persentase perbandingan bobot testis terhadap bobot tubuh ikan dikenal dengan Gonado Somatic Indeks (GSI) (Nikolsky, 1969 dalam Effendie, 2002). Nilai GSI pada ikan uji yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella
alpina molk.) melalui pakan sebanyak 0; 2,5; 5; dan 7,5 g/kg pakan disajikan pada Gambar 3.
Berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 3, dapat diketahui bahwa perlakuan 5 g/kg pakan memiliki nilai GSI tertinggi dibanding dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 0,79±0,29 %. Hal ini dapat diartikan pada ikan uji perlakuan 5 g/kg pakan memiliki bobot testis sebesar 0,79 % dari seluruh bobot tubuh ikan tersebut. Nilai GSI terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 0,45±0,15 %. Diagram nilai GSI pada Gambar 3 menunjukkan bahwa ikan uji yang diberi ekstrak purwoceng melalui pakan memiliki nilai GSI yang lebih tinggi dibanding kontrol. 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0 2.5 5 7.5 Nilai GS (%) Perlakuan (g/kg pakan) 0,79± 0,29b 0,45± 0,15a 0,61± 0,14 ab 0,51± 0,21ab
Gambar 3. Nilai GSI ikan lele pada dosis pemberian ekstrak purwoceng yang berbeda melalui pakan setelah 30 hari pemeliharaan.
Data GSI ikan lele pada pemberian ekstrak purwoceng melalui pakan dilakukan uji lanjut Duncan sehingga diperoleh hasil bahwa pada selang kepercayaan 95%, nilai GSI ikan lele yang diberi ekstrak purwoceng pada berbagai dosis memiliki perbedaan yang nyata terhadap kontrol. Berdasarkan uji tersebut perlakuan dengan dosis 5 g/kg pakan memiliki perbedaan yang paling nyata terhadap kontrol.
3.1.4 Kadar Spermatokrit
Hasil pengukuran spermatokrit ikan uji yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) melalui pakan sebanyak 0; 2,5; 5; dan 7,5 g/kg pakan disajikan pada Gambar 4.
0 10 20 30 40 50 60 70 0 2.5 5 7.5 Kadar spermatokrit (%) Perlakuan (g/kg pakan) 65,00± 7,07b 60,2± 4,64b 60,77± 1,09b 43,34± 4,72a
Gambar 4. Persentase kadar spermatokrit ikan lele pada dosis pemberian ekstrak purwoceng yang berbeda melalui pakan setelah 30 hari pemeliharaan
Berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 4, dapat diketahui bahwa ikan uji pada perlakuan 2,5 g/kg pakan memiliki spermatokrit tertinggi dibanding dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 65,0±7,07 %. Hal ini dapat diartikan dalam setiap 1 ml sperma terdapat 0,65 ml padatan spermatozoa sedangkan