• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Saran

1. Pengujian alat penukar kalor ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan alat ukur flowmeter yang terhubung langsung dengan data akuisisi, sehingga alat ukur lebih akurasi dan memudahkan dalam pengolahan data.

2. Pengujian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan analisa secara numerik, sehingga dapat mengembangkan laju aliran pada saluran yang terbagi. 3. Pengujian ini dapat dikembangkan lagi dengan jenis alat penukar kalor tiga

BAB II

LANDASAN TEORI

Dasar teori penukar panas tiga saluran ini telah diberikan oleh C.L. Ko dan Wedekind, dimana mereka memperoleh distribusi temperatur secara aksial sepanajang pipa dan perhitugan ε-NTU pada penukar panas. Sebelum membahas tentang analisa penukar kalor yang diperoleh oleh mereka, maka diberikan dasar teori perpindahan panas konveksi pada pipa anulus yang diperoleh oleh Kays, yang mana digunakan dalam penentuan koefisien perpindahan panas konveksi pada anulus dan sebagai dasar untuk memperoleh nilai ε-NTU secara teoritis.

2.1 Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor merupakan suatu peralatan dimana terjadi suatu perpindahan panas (kalor) antara dua buah fluida atau lebih yang memiliki perbedaan temperature yaitu fluida yang bertemperature tinggi ke fluida yang bertemperatur rendah, perpindahan panas tersebut terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung.

Banyak jenis Heat Exchanger yang dibuat dan digunakan dalam pusat pembangkit tenaga, unit pendingin, unit produksi udara, proses di industri, sistem turbin gas, dan lain lain. Dalam heat exchanger tidak terjadi pencampuran seperti dalam halnya suatu mixing chamber.

Suatu heat exchanger terdiri dari elemen penukar kalor yang disebut sebagai inti atau matrix yang berisikan di dinding penukar panas, dan elemen distribusi fluida seperti tangki, nozzle masukan, nozzle keluaran, pipa-pipa, dan lain-lain. Biasanya, tidak ada pergerakan pada bagian-bagian dalam heat exchanger. Namun, ada perkecualian untuk regenerator rotary dimana matriksnya digerakan berputar dengan kecepatan yang dirancang. Dinding permukaan heat exchanger adalah bagian yang bersinggungan langsung dengan fluida yang mentransfer panasnya secara konduksi.

dipisahkan oleh dinding. Perpindahan panas secara konveksi sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri heat exchanger dan tiga bilangan tak berdimensi, yaitu bilangan Reynold, bilangan Nusselt dan bilangan Prandtl fluida. Besar konveksi yang terjadi dalam suatu double-pipe heat exchanger akan berbeda dengan

cros-flow heat exchanger atau compact heat exchanger atau plate heat exchanger

untuk berbeda temperatur yang sama. Sedang besar ketiga bilangan tak berdimensi tersebut tergantung pada kecepatan aliran serta property fluida yang meliputi massa jenis, viskositas absolut, panas jenis dan konduktivitas panas.

2.2 Klasifikasi Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor (Heat Exchanger) secara tipikal diklasifikasikan berdasarkan susunan aliran (flow arrangement) dan tipe konstruksi.

a. Berdasarkan arah aliran fluida, heat exchanger dapat dibedakan menjadi : 1. Heat Exchanger dengan aliran searah (co-current/parallel flow)

Pertukaran panas jenis ini, kedua fluida (dingin dan panas) masuk pada sisi

heat exchanger yang sama, mengalir dengan arah yang sama, dan keluar pada sisi

yang sama. Karakter heat exchanger jenis ini, temperatur fluida dingin yang keluar dari heat exchanger (Tco) tidak dapat melebihi temperatur fluida panas yang keluar (Tho), sehingga diperlukan media pendingin atau media pemanas yang banyak. Berikut merupakan gambar aliran searah :

Gambar 2.1 parallel flow

Sumber : Franks.P.Incropera, 1996

Heat Exchanger jenis ini memiliki karakteristik; kedua fluida (panas dan

dingin) masuk ke Heat exchanger dengan arah berlawanan, mengalir dengan arah berlawanan dan keluar Heat exchanger pada sisi yang berlawanan. Berikut merupakan gambar aliran berlawanan arah.

Gambar 2.2 Counter flow

Sumber : Franks.P.Incropera, 1996

3. Heat Exchanger dengan aliran menyilang (cross flow)

b. Berdasarkan proses perpindahan kalor, heat exchanger dapat dibedakan menjadi

1. Aliran Campuran

Fluida yang mengalir didalam tabung digunakan untuk memanaskan, sedangkan fluida yang dipanaskan dialirkan menyilang berkas tabung. Aliran yang menyilang berkas tabung disebut arus campuran karena dapat bergerak dengan bebas selama proses perpindahan panas.

Dalam aliran campuran terdapat beberapa tipe, yaitu :

Immiscible fluids

Gas liquid

Liquid vapor

2. Aliran Tak Campuran

Untuk penukaran kalor ini, fluida pemanas dan fluida yang akan dipanaskan terkurung didalam saluran-saluran sehingga fluida tidak dapat bergerak bebas selama proses perpindahan kalor. fluida disebut fluida tak campur karena sirip-sirip menghalangi gerakan fluida dalam satu arah y gerak tersebut melintang ke arah aliran utama x.

Gambar 2.4 bersirip dengan kedua fluidanya tidak campur

Sumber : Franks.P.Incropera, 1996

Pada aliran tidak campuran terdapat beberapa tipe aliran, yaitu :  Tipe dari satu fase

 Tipe dari banyak fase

Tipe yang ditimbun (storage type) Tipe fluidized bed

c. Berdasarkan jumlah laluan fluida, heat exchanger dapat dibedakan menjadi 1. Shell Pass atau lintasan shell

Yang dimaksud dengan pass shell adalah laluan yang dilakukan fluida mulai dari saluran masuk, melewati bahagian dalam shell dan mengelilingi tabung dan keluar dari tabung. Apabila laluan ini dilakukan satu kali maka disebut 1pass shell.

2. Tube Pass atau lintasan tube

Yang dimaksud tube pass atau lintasan tube adalah laluan yang dilakukan fluida mulai dari saluran masuk dan keluar melalui pipa tube disebut 1 pass tube. Apabila fluida itu membelok lagi kedalam tube sehingga terjadi dua kali laluan fluida dalam tube maka disebut 2 pass tube. Biasanya pass shell itu lebih sedikit bila dibandingkan dengan pass tube, beberapa contoh dari jumlah laluan heat exchanger dapat dilihat di bawah ini :

 Laluan 1-1

Yang dimaksud laluan 1-1 adalah aliran fluida panas dalam kondisi 1 pass shell dan tube dalam kondisi 1 pass tube. Secara sederhana konstruksinya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.5 Alat penukar kalor 1-1 pass

Sumber : Yunus. A. Chengel, 2003

Aliran fluida sebelah shell akan berbelok-belok mengikuti sekat-sekat yang ada, Jumlah sekat yang dipasang akan mempengaruhi perpindahan panas yang terjadi.

 Laluan 1-2

Yang dimaksud laluan 1-2 adalah aliran didalam shell 1 pass, dan aliran fluida pada sisi tube 2 pass. Untuk memperoleh laluan 2 pass pada sisi tube

Gambar 2.6 Alat penukar kalor 1-2 pass

Sumber : Yunus. A. Chengel, 2003

Selain laluan 1-1, 1-2 masih ada juga laluan 1-4 pass, 1-6 pass dan 1-8 pass. Pada dasarnya, prinsip yang digunakan sama dengan laluan 1-1, 1-2 pass dan semua jenis ini hampir sering di pakai oleh pabrik-pabrik.

d. Berdasarkan jumlah laluan fluida, heat exchanger dapat dibedakan menjadi 1. Dua jenis fluida

2. Tiga jenis fluida atau lebih

e. Berdasarkan kontruksi, heat exchanger dapat dibedakan menjadi 1. Konstruksi tabung (tubular)

Tube ganda (double tube)

Konstruksi shell and tube, Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod

baffle)

 Konstruksi tube spiral 2. Konstruksi tipe pelat

 Tipe pelat

 Tipe lamella

 Tipe spiral  Tipe pelat koil

3. Konstruksi dengan luas permukaan Diperluas (extended surface) Sirip pelat (plate fin)

Sirip tube (tube fin) Heat pipe wall

4. Konstruksi regeneratif  Tipe rotary

Tipe disk (piringan)

 Tipe drum

Tipe matrik tetap

Untuk semua jenis apat penukar kalor diatas terdapat suatu terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular

Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan

untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperature dan tekanan yang tinggi.

Didalam standar mekanik TEMA, terdapat tiga macam kelas heat Exchanger, yaitu :

1. Kelas R, yaitu untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk industri minyak.

2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri. 3. Kelas B, yaitu alat yang biasa digunakan pada proses kimia.

2.3

Kegunaan Beberapa Jenis Alat Penukar Kalor

Begitu luas peralatan-peralatan yang mempergunakan tabung (tubular

equipment) dalam alat penukar kalor, maka untuk mencegah timbulnya kesimpang

siuran pengertian, perlu diberikan pengelompokan peralatan itu berdasarkan fungsinya. Adapun pengelompokan itu adalah sebagai berikut:

2.3.1 Mesin Refrigrasi (Chiller)

Alat penukar kalor ini dipergunakan untuk pendinginan fluida sampai pada temperatur sangat rendah. Temperatur pendingin di dalam mesin refrigrasi jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan pendingin yang dilakukan dengan

pendingin air. Untuk mesin refrigrasi ini media pendingin yang dipergunakan adalah amoniak atau freon.

Gambar 2.7. Mesin refrigrasi pendingin air (water cooled chiller)

Sumber :

2.3.2 Kondensor

Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan atau mengembunkan uap atau campuran uap sehingga berubah fase menjadi cairan. Media pendingin biasanya dipakai air atau uap. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas latent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondeser, lalu diembunkan menjadi kondesat. Adapun gambar dari kondesor, sebagai berikut :

Gambar 2.8. Kondensor

2.3.3 Mesin Pendingin (Cooler)

Mesin pendingin (cooler) digunakan untuk mendinginkan (menurunkan suhu) cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin.Disini tidak dipermasalahkan perubahan fase seperti pada kondensor. Dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka mesin pendingin dipergunakan udara, dengan bantuan fan (kipas).

Gambar 2.9. Mesin pendingin

Sumber : http://www.thermaxglobal.com/images/products/dry-cooler.jpg

2.3.4 Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida untuk pemanasan fluida yang lain maka terjadi dua fungsi sekaligus yaitu memanaskan fluida yang dingin dan mendinginkan fluida yang panas.

2.3.5 Pemanas Ulang (ReHeater)

Alat penukar kalor ini bertujuan untuk mendidihkan fluida kembali serta mempergunakan sebagian cairan yang diproses. Proses yang terjadi pada pemanas ulang ini adalah sama seperti hal nya proses yang terjadi pada alat pemindah kalor jenis lainnya. Adapun media pemanas yang sering dipergunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri.

Gambar 2.11 Alat pemanasan ulang

Sumber : http://www.airbestpractices.com 2.3.6 Evaporator

Evaporator dipergunakan untuk menguapkan cairan yang ada pada larutan, sehingga dari suatu larutan diperoleh yang lebih pekat. Media pemanas yang dipergunakan adalah uap dengan tekanan rendah, sebab yang dimanfaatkan adalah panas latent, yaitu mengubah fase uap menjadi fase air.

Gambar 2.12 Evaporator

2.3.7 Alat Pemanas Air Pengisi Ketel

Alat pemanas air pengisi ketel bertujuan untuk menaikkan suhu air pengisi ketel sebelum air masuk ka dalam drum uap. Maksud pemanas itu adalah untuk meringankan beban ketel. Konstruksinya terdiri dari pipa-pipa yang disusun sedemikian rupa, airnya berada di dalam pipa dan pemanasnya di luar pipa. Perpindahan panas terjadi secara konveksi dan konduksi media pemanas adalah pembakaran gas asap hasil pembakaran bahan bakar dalam dapur ketel.

Gambar 2.13 Alat pemanas air pengisi ketel

Sumber : http://megproduction.blogspot.co.id/2011/04/reboiler-design.html

2.4 Jenis-jenis Alat Penukar Kalor

Jenis-jenis heat exchanger dapat dibedakan atas :

a. Jenis Shell and Tube

Jenis ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan dalam industri perminyakan. Alat ini terdiri dari sebuah shell (tabung/slinder besar) dimana didalamnya terdapat suatu bundle (berkas) pipa dengan diameter yang relatif kecil. Satu jenis fluida mengalir didalam pipa-pipa sedangkan fluida lainnya mengalir dibagian luar pipa tetapi masih didalam shell.

Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan

relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu

perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular

pitch (pola segitiga) dan square pitch (pola segiempat).

Gambar 2.14. shell and tube heat exchanger

Sumber : http://www.southwestthermal.com/shell-tube-exchanger.html

b. Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe)

Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang

ditunjukkan pada gambar 1 di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti pada gambar 1 mengalir dari titik A ke titik B, dengan space berbentuk U yang mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat berupa aliran cocurrent atau

Counter current. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang panjang dan

dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe heat exchanger merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran dengan laju aliran yang kecil.

Gambar 2.15 Aliran double pipe heat exchanger

Gambar 2.16. Hairpin heat exchanger

Sumber

Exchanger ini menyediakan true counter current flow dan cocok untuk temperature crossing, tekanan tinggi dan rendah untuk kebutuhan yang moderat

(range surface area: 1 – 6000 ft2). Hairpin heat exchanger tersedia dalam :

Single tube (double pipe) atau berbagai tabung dalam suatu hairpin shell (multitube),

Bare tubes, finned tube, U-Tubes,

Straight tubes,

Fixed tube sheets

Double pipe heat exchanger sangatlah berguna karena ini bisa digunakan

dan dipasang pada pipe-fitting dari bagian standar dan menghasilkan luas permukaan panas yang besar. Double pipe exchanger biasanya dipasang dalam 12-, 15-, atau 20-ft panjang efektif, panjang efektif dapat membuat jarak dalam each leg over di mana terjadi perpindahan panas dan mengeluarkan inner pipe yang menonjol melewati the exchanger section. Susunan dari concentric tube ditunjukan pada gambar dibawah ini :

a) paralel flow b) counter flow

Gambar 2.17. Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current

Sumber : Yunus. A. Chengel, 2003

Pada susunan cocurrent maka fluida di dalam tube sebelah dalam (inner

tubes) maupun yang di luar tube (dalam annulus), artinya satu lintasan tanpa

cabang.Sedangkan pada aliran countercurrent, di dalam tube sebelah dalam dan fluida di dalam annulus masing-masing mempunyai cabang seperti terlihat pada gambar berikut :

Gambar 2.18. Double-pipe heat exchangers in series

Sumber : http://malikhizbullah.wordpress.com

c. Koil Pipa

Heat exchanger ini mempunyai pipa berbentuk koil yang dibenamkan

didalam sebuah box berisi air dingin yang mengalir atau yang disemprotkan untuk mendinginkan fluida panas yang mengalir didalam pipa.

Gambar 2.19. Pipa Coil Heat Exchanger

Sumber :

d. Jenis spiral

Jenis ini mempunyai bidang perpindahan panas yang melingkar. Karena alirannya yang melingkar maka sistem ini dapat melakukan Self Cleaning dan mempunyai efisiensi perpindahan panas yang baik, akan tetapi konstruksi seperti ini tidak dapat dioperasikan pada tekanan tinggi.

Gambar 2.20. Spiral Heat Exchanger

Sumber : http://www.esuppliersindia.com/search_action.html

e. Gasket plate exchanger

Mempunyai bidang perpindahan panas yang terbentuk dari lembaran plat yang dibuat beralur. Laluan fluida (biasanya untuk cairan) terdapat diantara lembaran pelat yang dipisahkan gasket yang dirancang khusus sehingga dapat

efisiensi perpindahan panas yang baik. Berikut gambar alat penukar kalor tipe

gasket plate exchanger :

Gambar 2.21. Gasket plate exchanger

Sumber

2.5 Analisa Perpindahan Panas

Proses perpindahan panas yang terjadi pada alat perpindahan kalor (heat

exchanger) terjadi dalam dua bentuk yaitu konveksi-konduksi, proses perpindahan

panas ini hanya terjadi bila terdapat perbedaan temperatur di dalam atau antara media.

2.5.1 Perpindahan Panas Konveksi pada Pipa Anulus

Gambar 2.22. Perpindahan panas pipa anulus

Fluida melewati ruangan (anulus) yang dibentuk oleh beberapa tabung konsentrik, dan perpindahan panas yang mungkin terjadi ke atau dari kedua permukaan dalam dan luar. Dalam perhitungan, analisa fluks panas atau temperatur dapat dilakukan secara terpisah pada masing-masing permukaan. Dalam beberapa kasus, fluks panas dari masing-masing permukaan mungkin dihitung dengan pernyataan yang berbentuk sebagai berikut :

qi” = hi (Ts,i – Tm) 2.1a

qo” = ho (Ts,o – Tm) 2.1b

dimana :

qi” = fluks panas dinding dalam qo” = fluks panas dinding luar

hi = koefisien perpindahan panas konveksi pada dinding dalam ho = koefisien perpindahan panas konveksi pada dinding luar Ts,i = temperatur dinding dalam

Ts,o = temperatur dinding luar

Tm = temperatur rata-rata aliran sepanjang permukaan silang tabung

Sebagai catatan bahwa koefisien konveksi terpisah untuk masing-masing permukaan. Bilangan Nusselt berbentuk sebagai berikut :

Nui = hi Dh

k

2.2a

Nuo = ho Dh

k

2.2b

dimana : k = koefisien konduksi fluida

Dh = (4A/P) =4(π.4)(D02− Di2)

πDo +πDi

=

Do - Di A = Luas penampang tabung

P = Kelilig penampang tabung Do = Diameter luar

Untuk aliran laminar berkembang penuh dimana yang permukaannya di isolasi dan permukaan yang lain dengan temperatur konstan, maka Nui, Nuo dapat dilihat tabel berikut :

Tabel 2.1. Bilangan Nusselt untuk aliran laminar berkembang penuh pada pipa

anulus yang tabung dimana yang permukaan diisolasi dan permukaan yang lain temperatur konstan Di/Do Nui Nuo 0 - 3,66 0,05 17,46 4,06 0,10 11,56 4,11 0,25 7,37 4,23 0,50 5,74 4,43 ≈1,00 4,86 4,86 Sumber : W.M. Kays, 1964

Bilangan-bilangan Nusselt di atas dapat langsung digunakan jika salah satu permukaan dinding diisolasi, sehingga tidak ada perpindahan panas dari atau ke permukaan tersebut. Sedangkan untuk salah satu permukaan yang mempunyai fluks panas yang konstan, bilangan Nusselt berubah menjadi :

Nui = Nuᵢᵢ

1−(q₀"/qᵢ")Ɵi

2.3a

Nuo = Nu₀₀

1−(qᵢ"/q₀")Ɵo

2.3b

Nilai Nuii, Nuoo, Ɵi dan Ɵo diperoleh dari tabel 2.2 sebagai berikut :

Tabel 2.2. Koefisien pada aliran laminar berkembang penuh di dalam tabung

anulus dengan fluks panas konstan

Di/Do Nuii Nuoo Ɵ* i Ɵ* o 0 - 4,364a ∞ 0 0,05 17,81 4,792 2,18 0,0294 0,10 11,91 4,834 1,383 0,0562 0,20 8,499 4,833 0,905 0,1041 0,40 6,583 4,979 0,603 0,1823 0,60 5,912 5,099 0,473 0,2455 0,80 5,88 5,24 0,401 0,299 1,00 5,385 5,385b 0,346 0,346 Sumber : W.M. Kays, 1964

Dari tabel diatas adapun grafik hubungan bilangan nusselt dengan koefisien yang berpengaruh untuk aliran laminar didalam pipa anulus dengan fluks konstan, dengan aliran dan profil temperatur telah berkembang penuh, gambar sebagai berikut :

Gambar 2.23. Bilangan Nusselt dan koefisien yang berpengaruh untuk aliran

laminar pada pipa anulus dengan fluks panas konstan, aliran dan profil temperatur telah berkembang penuh.

2.6 Analisa Alat Penukar Kalor dengan Metode LMTD (Log Mean Temperature Difference)

Persamaan perpindahan panas lokal melalui elemen ds dari sebuah apk. Jika Th dan Tc adalah suhu kedua fluida yang berada di elemen dan dari permukaan APK maka laju perpindahan panas diantara kedua fluida melalui elemen ds dituliskan dengan rumus :

dq = U dA (Th – Tc) 2.3

dimana, dq : Laju perpindahan panas kedua fluida, W

U : Koefisien perpindahan panas menyeluruh, W/m2.K dA : luas penampang tabung, m2

Th : Suhu fluida panas, ⁰C Tc : Suhu fluida dingin, ⁰C

Gambar 2.24. distribusi suhu APK aliran searah

Sumber : Yunus. A. Chengel, 2003

Dalam desain dan prediksi unjuk kerja suatu alat penukar kalor, sagt diperlukan mengetahui hubungan-hubungan antara laju perpindahan panas total dengan temperatur fluida masukan atau keluaran, koefisien perpindahan panas keseluruhan, dan luas permukaan total untuk perpidahan panas. Dua hubungan yang telah tersedia diperoleh dari penerapan neraca kesetimbangan keseluruhan pada fluida panas dan dingin seperti pada gambar 2.29. Intinya, jika q adalah laju

perpindahan panas total antara fluida pnas dan dingin dan pengabaian perpindahan panas antara penukar kalor dan sekelilingnya, begitu juga perubahan energi potensial dan kinetik, aplikasi dari neraca memberikan

q = ṁh (ih,i – ih,o)

2.4a

q = ṁc (ic,i – ic,o)

2.4b

dimana : q = Laju perpindahan panas, Watt

h

=

laju aliran massa panas, kg/s

c

=

laju aliran massa dingin, kg/s

ih,i , ih,o =

Entalpi aliran fluida panas

ic,i , ic,o =

Entalpi aliran fluida dingin

Jika fluida tidak mengalami perubahan fasa dan mempunyai spesifikasi yang konstan, persamaan di atas berubah menjadi :

q =

h

c

p,h

(T

h,i

– T

h,o

)

2.5a

q =

c cp,c (Tc,i – Tc,o)

2.5b

dimana temperature yang terlibat dalam persamaan di atas merupakan temperatur rata-rata fluida dalam lokasi yang ditentukan. Persamaan-persamaan 2.4 dan 2.5 dapat digunakan untuk semua pola aliran dan tipe penukar kalor. Jika kita ilustrasikan persamaan 2.4 dan 2.5 merupakan keseimbangan energi antara fluida panas dan dingin pada penukar panas seperti pada gambar berikut

Gambar 2.25. Keseimbangan energi keseluruhan antara fluida panas dan dingin

Pernyataan yang tepat diperoleh dari laju perpindahan panas q dengan beda temoperatur antara panas dan dingin dimana :

ΔT =Th - Tc 2.6

Pernyataan di atas dapat menjadi perluasan dari hukum Newton untuk pendingin, dengan koefisien perpindahan panas keseluruhan digunakan sebagai pengganti koefisien perpindahan panas konveksi. Bagaimanapun ΔT bervariasi dengan posisi dalam penukar panas, sehingga dibutuhkan suatu persamaan untuk laju perpindahan panas dengan asumsi bahwa koefisien perpindahan panasnya konstan, sebagai berikut

Q = UA ΔTm 2.7

Dimana : Q = Laju perpindahan panas, Watt

A = Luas penampang, m2

ΔTm = Log mean temperature differance (beda rata-rata temperatur), K Persamaan diatas mungkin dapat digunakan bersama-sama dengan persamaan-persamaan sebelumnya untuk membuat suatu analisa terhadap penukar panas. Tapi sebelumnya kita harus menentukan nilai ΔTm.

Asumsi-asumsi di atas akan digunakan sebagi dasar untuk persamaan ΔTm

dari sebuah penukar panas. Dengan menggunakan neraca energi untuk suatu elemen difrensial untuk aliran yang paralel, dan aliran berlawanan.

a. Metode LMTD Pada Aliran Paralel

Metode ini dipakai dengan arah fluida panas dan fluida dingin pada arah yang sama. Artinya perpindahan panas antara kedua fluida di dalam APK sama besarnya baik ditinjau dari fluida panas atau pun dari fluida dingin. Sehingga didapatkan rumus dan dapat dituliskan sebagai berikut

dq = - ṁh cph dTh = - Ch (dTh) 2.8

dq = - ṁc cpc dTc = - Cc (dTc) 2.9

dimana, ṁh : laju aliran massa fluida panas (kg/s) ṁc : laju aliran massa fluida dingin (kg/s)

Cph : panas jenis fluida panas (J/kg K) Cpc : panas jenis fluida dingin (J/kg K)

Ch : laju kapasitas panas untuk fluida panas, W/K Ch : laju kapasitas panas untuk fluida dingin, W/K

Perpindahan panas sepanjang permukaan dA juga dapat diekpresikan sebagai berikut :

dq = U ΔT dA 2.10

dimana ΔT = Th – Tc adalah perbedaan temperatur lokal antara fluida panas dan dingin, seperti ilustrasi gambr berikut

Gambar 2.26. Distribusi temperatur untuk aliran paralel alat peukar kalor

Sumber : Franks.P.Incropera, 2003

Penentuan itegrasi dari persamaan 2.10 dan subtitusi persamaan 2.8 dan 2.9 ke dalam persamaan 2.6

d(ΔT) = -dq (1

�ℎ

+

1

dq disubsitusikan dari persamaan 2.10 dan diintegrasiakn sepanjang penukar

Dokumen terkait