• Tidak ada hasil yang ditemukan

84

Paparan di atas menunjukkan bahwa aplikasi maqa>s}id based ijtiha>d dalam

problematika hukum Islam memiliki prinsip, teori dan metodologi yang harus dipatuhi. Ia bukanlah suatu metode berfikir bebas tanpa kendali metodologis yang memaksakan kehendak untuk mencari-cari hukum untuk memuaskan selera hati

tanpa pertimbangan shara‟ dan tujuannya. Dengan demikian bisa penulis simpulkan, tuduhan-tuduhan negatif yang menyatakan bahwa fiqh maqa>s}idi> atau fiqh al-tashri>’ adalah bentuk penyimpangan hukum Islam yang hanya mengikuti hawa nafsu, telah terbantahkan.

H. Klasifikasi Maqa>s}id al-shari>'ah

Prinsip maqa>s}id al-shari>'ah adalah mewujudkan kemaslahatan umat manusia.184 Kemaslahatan itu tidak hanya dilihat dalam arti teknis semata, melainkan dalam upaya dinamika dan perkembangan hukum dilihat sebagai sesuatu yang mengandung nilai filosofis dan bersifat universal dari hukum yang

dishari‟atkan Allah kepada ummat manusia. Jika dikaji secara mendalam semua

hukum dari al-Qur'an dan Hadis Nabi yang terbingkai dalam fiqh, niscaya akan ditemukan kesimpulan bahwa semua perintah dan larangan tersebut mengandung maksud dan tujuan yang tak pernah sia-sia. Semuanya mengandung hikmah yang mendalam yaitu sebagai rahmat bagi semesta alam secara umum, dan kemakmuran manusia secara khusus. Hal ini berdasarkan firman Allah:

ني اع ح اا كان س ا ا

“Dan tiadalah Kami mengutusmu (Muhammad), melainkan agar menjadi

rahmat bagi semesta alam”

184Al-Sha>t}ibi>, al-Muwa>faqa>t fi> us}u>l al-Shari>’ah (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th), vol. II, 4.

85

Ungkapan rahmat bagi seluruh alam dalam ayat tersebut di atas dimaknai dengan kemasalahatan ummat. Dalam kaitan ini ulama sepakat bahwa memang

hukum shara‟ itu mengandung kemaslahatan bagi ummat manusia.185 Menurut al-Sha>t}ibi> tidak ada satupun hukum Allah yang tidak mengandung tujuan dan hikmah. Sementara itu Abu Zahrah menegaskan, hukum yang tidak memiliki tujuan sama dengan takli>f ma> la> yut}a>q (membebankan sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan), yang demikian ini tidak terjadi pada hukum Allah. Kemaslahatan dalam takli>f Tuhan dapat terwujuda dalam dua bentuk yaitu bentuk hakiki dan majazi. Bentuk hakiki yaitu manfaat langsung dalam arti kausalitas, sedangkan bentuk majazi adalah bentuk yang merupakan sebab yang membawa kepada kemaslahatan.186

Tujuan hukum Islam tersebut dapat ditinjau dari beberapa perspektif yaitu dari segi manusiawi dan dilihat dari segi pembuat hukum (Sha>ri’). 187 Tujuan

185

Ibid.

186

Muhammad al-Zuhayli>, Us}u>l al-Fiqh (Mesir: Da>r al-Fikr al-‘Arabi> 1958), 366. 187

Tujuan hukum Allah dapat dilihat dari dua sisi, pertama dilihat dari segi manusiawi yaitu tujuan dari segi kepentingan manusia atau mukallaf dan kedua dilihat dari sisi Allah sebagai pembuat hukum yaitu tujuan Allah membuat hukum.

Tujuan hukum Islam sesuai dengan fitrah manusia dan fungsi daya fitrah manusia dari semua daya fitrahnya adalah mencapai kebahagiaan hidup dan mempertahankannya yang disebut para pakar filsafat hukum Islam dengan istilah al-tah}s}i>l wa al-ibqa>’ atau mengambil maslahat serta sekaligus mencegah kerusakan (jalb al-mas}a>lih wa daf’ al-mafa>sid). Lihat Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam (Bandung: LPPM Unisba, 1995), 100.

Tujuan hukum ditinjau dari segi fitrah dan daya manusia serta tujuan penciptaannya bisa dilihat dari tiga bentuk yaitu: Pertama adalah daya berupa akal (intelektual) yang bisa digunakan untuk mengetahui dan mengesakan Allah dengan tujuan untuk mendapatkan tuntunan dan keridhaan Allah. Kedua adalah daya berupa shahwat yang bisa digunakan untuk menginduksi objek-objek yang menyenangkan, bertujuan untuk mencapai kebahagiaan hidup. Ketiga adalah daya berupa

gad}ab yang digunakan untuk mempertahankan diri dan kesenangan dengan tujuan untuk mempertahankan kebahagiaan.

Sedangkan tujuan hukum Islam ditinjau dari segi pembuat hukum (Sha>ri’) dapat diketahui melalui penalaran induksi atas sumber-sumber naqli, yaitu wahyu, al-Qur'an, maupun al-Sunnah. Tujuan

86

hukum tersebut dapat pula dilihat dari tingkat dan kadar kepentingan bagi manusia itu sendiri yang diidentifikasi menjadi tiga prinsip substansial yaitu d}aru>riyyah, ha>jiyyah, dan tahsi>niyyah.188

Kemaslahatan d}aru>ri> adalah kemaslahatan primer yang paling mendesak untuk dilakasanakan, sebab tujuan substansial hukum Islam terletak pada bagaimana sebuah kemaslahatan bersama tercapai. Apabila hal-hal yang bersifat primer tersebut diabaikan, maka kehidupan manusia tak kan bisa harmonis dan akan menimbulkan banyak kekacauan di mana-mana. ukuran kemaslahatan mengacu pada doktrin us}u>l al-fiqh yang dikenal dengan al-Kulliyyat al-Khams (lima pilar pokok) atau Maqa>s}id al-shari>'ah (tujuan-tujuan universal shari‟ah).

Lima pilar pokok tersebut disimpulkan oleh para ulama menjadi lima bagian yaitu:

1) Hifz} al-di>n (menjamin kebebasan beragama). Untuk maksud ini diadakan jihad di jalan Allah, mengucapkan dua kalimah shahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa di bulan suci Ramad}an, dan mengerjakan haji ke Baitullah.

2) Hifz} al-nafs (memelihara kelangsungan hidup). Untuk mewujudkan tujuan ini dalam hukum Islam diberlakukan beberapa jenis sanksi hukum seperti hukuman qis}a>s} (balasan), jika tidak dijalankan, masyarakat tidak akan merasakan kenyamanan dan ketentraman.

hukum Islam dilihat dari segi pembuat hukum ada tiga, terutama tujuan hukum taklif yaitu hukum yang berupa keharusan:

1. Melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukannya;

2. Memilih antara melakukan perbuatan atau tidak melakukannya;

3. Hukum melakukan atau tidak melakukan karena ada atau tidak adanya sesuatu yang mengharuskan keberadaan hukum tersebut.

188 Husein Hamid Hasan, Nazariyyah al-Mas}lah}ah fi> al-Fiqhi al-Isla>mi> (Mesir: Da>rNahd}ah

al-‘Arabiyyah, 1971), 5. Lihat pula Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), 77-78.

87

3) Hifz{ al-‘aql (menjamin hak kreatifitas berpikir dan mendapatkan hak intelektual). Untuk memelihara akal dijalankan hukuman atas peminum minuman keras, mengingatkan akan pentingnya akal sebagai pengukur buatan kita sehari-hari. Rusaknya akal berarti susaknya alat, sedangkan rusaknya alat akan berimplikasi pada tidak terkendalinya sikap dan prilaku yang akan menimbulkan ketimpangan norma di tengah masyarakat.

4) Hifz} al-nasl (menjamin keturunan dan kehormatan). Untuk mewujudkan tujuan ini dilarangnya perbuatan zina dan dijatuhkan hukuman had terhadap pelaku zina.

5) Hifz} al-ma>l (memelihara hak kepemilikan harta, properti, dan kekayaan). Untuk mewujudkan tujuan ini dalam hukum Islam diharamkan mencuri dan merampas hak milik orang lain, jika hal ini terjadi, pelaku pencurian tersebut akan mendapatkan hukuman potong tangan.

Adapun kemaslahatan ha>ji>y (sekunder) adalah apa yang dibutuhkan manusia untuk mendapatkan kelonggaran dalam menghadapi beban kewajiban dan kesukaran hidup. Jika kemaslahata ini tidak ada, kehidupan manusia akan kacau dan terasa sulit. Maslahat ini berlaku dalam ibadah seperti boleh jama‟ dan qas}r shalat bagi musafir, tayammum sebagai pengganti wudhu>’ dalam kondisi tertentu dan banyak lagi contoh lainnya. Kemaslahatan ha>ji>y ini berlaku juga dalam mu’a>mala>t seperti qira>d}, sala>m, ija>rah, dan jenis transaksi lainnya. Berlaku juga dalam bidang jina>ya>t seperti membebankan diya>t (denda tebusan) atas keluarga (‘a>ilah).

Sedangkan kemaslahatan tahsi>ni> adalah mewujudkan apa yang sebaiknya

88

dan kesopanan. Kemaslahatan tahsi>ni> ini jika tidak ada maka tidak akan menimbulkan ketimpangan sebagaimana halnya kebutuhan d}aru>ri>, juga tidak akan

terasa berat sebagaimana jika tidak ada kebutuhan ha>ji>, hanya saja kehidupan semacam itu akan terkesan tanpa pernak pernik.189

Sebagaimana kemaslahatan ha>ji>, kemaslahatan tah}si>ni> juga berlaku dalam

hal ibadah seperti suci, berhias dalam ibadah, dan melakukan shalat sunnat. Berlaku juga dalam kehidupan sehari-hari seperti sopan santun saat makan dan minum, tidak berlebih-lebihan dalam segala hal. Kemaslahatan ini juga berlaku dalam bidang mua>mala>t seperti menjual barang yang najis, dan dalam jina>ya>t seperti membunuh anak kecil, wanita, dan pendeta dalam peperangan. Ringkasnya, kemaslahatan tahsi>ni> ini berhubungan dengan kesusilaan, kekuasaan yang baik dan segala sesuatu yang dimaksudkan agar perjalanan hidup manusia menurut jalan dan cara sebaik-baiknya.

148

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Uraian pembahasan yang tertuang dalam bab-bab terdahulu menjadi landasan penulis untuk mengemukakan beberapa kesimpulan mengikuti alur rumusan masalah yang ada. Adapun kesimpulan yang dapat penulis kemukakan antara lain sebagai berikut:

1. Implementasi H}ifz} al-Nafs dalam Pelayanan Kesehatan.

Pelayanan kesehatan di Indonesia merupakan bagian dari pelayanan publik yang diatur langsung berdasarkan undang-undang. Hal ini mengindikasikan bahwa masalah kesehatan menjadi hal serius yang membutuhkan perhatian secara profesional dan proporsional. Masalah kesehatan juga menjadi masalah global yang menarik perhatian dunia internasional sehingga berbagai organisasi tingkat dunia seringkali mengadakan pertemuan untuk membahas issue-issue penting yang berkaitan dengan kesehatan secara khusus ataupun mengenai hak asasi manusia secara umum.

Masalah kesehatan menjadi sangat penting untuk diperhatikan karena sudah menjadi rahasia umum bahwa kondisi sehat adalah unsur utama dalam menciptakan kedamaian. Kondisi sehat yang dimaksud mencakup kondisi sehat fisik, akal, mental atau psikis, dan lingkungan. Untuk medapatkan kondisi sehat yang stabil, setiap orang harus berupaya melakukan hal-hal yang sesuai dengan asa tujuan penciptaan manusia yakni sebagai khalifah Tuhan di muka bumi.

Islam sebagai agama perdamaian sangat memperhatikan dengan detail setiap kemaslahatan manusia. Di antara lima unsur maqa>s}id al-shari>'ah yang telah

149

penulis paparkan, h}ifz} al-nafs atau memelihara eksistensi jiwa manusia menjadi satu simpul menarik untuk digunakan sebagai kacamata dalam melihat penomena atau kasus dalam hal pelayanan kesehatan. Dalam al-Qur'an telah dinyatakan bahwa membunuh satu nyawa manusia yang tak berdosa sama halnya dengan membunuh seluruh ummat manusia, pun barang siapa menghidupkan dan menjaga eksistensi manusia, sama halnya dengan menjaga kehidupan seluruh umat manusia.

Dari sudut pandang konstitusi di Indonesia terkait pelayanan kesehatan telah ditegaskan secara eksplisit dalam UUD 1945 pasca-amandemen dan undang-undang khusus yang mengatur masalah di bidang kesehatan yaitu pada pasal 28H ayat (1) yang menyatakan: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta

berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

Untuk merealisasikan amanat dari Pasal tersebut, maka dibuatlah beberapa UU yang secara khusus berkaitan dengan pelayanan kesehatan diantaranya adalah UU Kesehatan nomor 36 tahun 2009 sebagai pembaruan atas undang-undang sebelumnya yang dianggap telah usang. Ada juga UU yang khusus tentang Rumah Sakit, Dokter dan Dokter Gigi dan lain sebagainya.

Terkait dengan pelayanan kesehatan, Islam sepertinya telah lama memberi isyarat agar umat manusia dimuliakan, dan diperlakukan dengan sebaik-baiknya.

Allah Swt telah tegas menyatakan “Sungguh, kami telah memuliakan bani adam

sebagai indikator sekaligus pesan bagi manusia itu sendiri agar menghormati sisi kudrat manusia sebagai makhluk Tuhan yag tercipta paling sempurna dibandingkan makhluk lainnya. Perintah pemuliaan itu harus direalisasikan

150

menurut kehendak Sha>ri’ dengan memperhatikan tujuan dan hikmah yang terkandung dari berbagai aspek perintah dan larangan yang ada.

H}ifz} al-nafs yang menjadi salah satu poin penting dari lima aspek maqa>s}id al-shari>'ah yang berarti memelihara eksistensi manusia dalam segala hal layak untuk dipadupadankan dengan teks Pasal 28H ayat (1) yang mengamanatkan pelayanan kesehatan. H{ifz} al-nafs dalam pelayanan kesehatan artinya memberikan

perhatian dan penanganan yang baik secara sungguh-sungguh dan serius dari orang yang memiliki keahlian di bidang medis kepada pasien yang membutuhkan pertolongan medis karena penyakit yang dideritanya dengan memperhatikan sisi kemanusiaan yang ada pada pasien tersebut.

Jika kita perhatikan isi teks dari pasal 28H tersebut, dari sisi tekstual sudah sepadan dengan misi h}ifz} al-nafs dalam maqa>s}id al-shari>'ah. Namun dari sisi empiris, implementasi h}ifz} al-nafs dalam hal pelayanan kesehatan belum menunjukkan bukti yang sempurna. Sebagaimana maksud dari beberapa kaidah maqa>s}id al-shari>'ah yang telah penulis paparkan, Islam melalui maqa>s}id al-shari>'ah sangat mengutamakan sisi maslahat dari pada mafsadat, ini juga berlaku dalam hal pelayanan kesehatan yang berarti setiap orang atau lembaga yang memeiliki kewajiban dan kewenangan untuk memberikan pelayanan kesehatan harus lebih banyak melihat kebutuhan pasien menurut kadar ked}aruratan yang dialami dan memberikan penanganan optimal sesuai tingkat kemampuan dokter.

Dengan demikia, Penulis bisa menyimpulkan bahwa h}ifz} al-nafs belum terimplementasi dengan baik di bidang pelayanan kesehatan di Indonesia, baik oleh pihak pemerintah maupun oleh lembaga yang menjadi sarana kesehatan menurut undang-undang.

151

2. H}ifz} al-Nafs dalam Pelayanan Kesehatan Perspektif Maqa>s}id al-Shari>'ah dan Hukum Positif di Indonesia.

Maqa>s}id al-shari>'ah sebagai frame besar dari ajaran Islam menitikberatkan pada sisi masalahat dan mafsadat dari suatu problem tak terkecuali dalam hal pelayanan kesehatan. Dari perspektif maqa>s}id al-shari>'ah, implementasi h}ifz} al-nafs masih belum sampai pada titik sempurna, hal itu bisa dianalisis melalui beberapa kaidah yang ada dalam maqa>s}id al-shari>'ah yang telah dipaparkan diatas.

B. Saran

Beberapa kesimpulan yang tertuang sebelumnya menjadi titik tolak penulis untu mencoba memberikan saran yang berhubungan dengan penelitian ini. Beberapa saran tersebut adalah sebagaimana berikut ini:

Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan

Masalah pelayanan kesehatan di Indonesia masih jauh dari kata sempurna sesuai dengan amanat undang-undang. Senyatanya masih banyak rumah sakit dan institusi yang berwenang dalam bidang pelayanan kesehatan, namun masyarakat seringkali harus merasa kecewa dan tidak mendapat pelayanan apapun sesuai kebutuhan karena terkendala urusan administrasi. hal ini berarti bahwa slogan HAM yang sering didengungkan dan diusung oleh negara khususnya melalui Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 Pasca-Amandemen yang menegaskan setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan bermutu terkesan hanya sederet kalimat slogan yang sebagian besarnya kosong dan sedikit berisi. Siapapun kita bisa menyaksikan betapa banyak rakyat negeri ini yang meninggal dengan membawa penyakitnya tanpa mendapatkan sentuhan pelayanan kesehatan dari dokter dan rumah sakit hanya gara-gara kantong mereka kering.

152

Seakan akan rumah sakit itu berbicara dengan lantang “ada uang kami layani, tak ada uang jangan kemari.”

Oleh karenanya penulis ingin mengirim saran khususnya kepada lembaga pemerintah yaitu lembaga eksekutif (Presiden) agar membuat kebijakan yang lebih adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia terkait masalah pelayanan kesehatan. juga kepada lembaga legislatif (MPR, DPR, dan DPRD) agar membuat peraturan dan regulasi yang prorakyat terkait masalah pelayanan di bidang kesehatan secara adil, merata, profesional dan proporsional.

Penerapan Maqa>s}id al-shari>'ah dalam Pelayanan Kesehatan

Tidak diragukan lagi bahwa Islam memeiliki ajaran yang sangan komplit dan perfect yang bisa diimplementasi dan aplikasikan dalam kehidupan termasuk dalam kegiatan bernegara, namun sebagian besar ummat Islam khususnya di Indonesia masih kehilangan himmah dan ghi>rah untuk mempelajari dan menggali

lebih dalam konsep agama mereka sendiri. Umat Islam memeilih zona aman menikmati arus dan gemerlapnya dunia dari pada menyibukkan diri dengan agama yang akan menyelamatkan kehidupan dunia dan akhirat mereka.

Sekarang sudah saatnya setiap muslim yang cinta dengan agamanya, untuk mulai belajar memahami Islam secara ka>ffah dari berbagai sisi baik politik Islam,

hukum Islam, ekonomi Islam, busana dan kesenian Islam , dan berbagai sisi kehidupan yang lain dengan selalu berpedoman kepada Maqa>s}id al-shari>'ah agar kesan dan pesan Islam yang rahmatan lil ‘a>lami>n bisa benar-benar terwujud di segala waktu dan tempat.

153

Daftar Pustaka Buku

‘Awwa (al), Muhammad Salim. Dawr al-Maqa>s}id fi> al-Tahsri>’a>t al-Mu’a>sirah. London: Markaz Dira>sa>t Maqa>s}id al-Shari>’ah al-Isla>miyyah, 2006.

‘Izz al-Di>n bin ‘Abd al-Sala>m, Qawa>’idu al-Ahka>m fi> Mas}a>lih al-Ana>m. Vol. II. Beirut: al-Kulliyyat al-Azhariyyah, 1986.

A<ba>di>, Fayru>z. alQa>mu>al-Sha>t}ibi> al-Muhi>t}. Beirut: Mu’assasah al-Risa>lah, 1987. Aburaera, Sukarno. Muhadar, dan Maskun, Filsafat Hukum Teori dan Praktek.

Jakarta: Penerbit Kencana, 2013.

Ahmad, Al-T{ayyib al-Sanusi. al-Istiqra>’ wa A<tharuhu> fi> al-Qawa>’id al-Us}u>liyyah wa Fiqhiyyah Dira>sah Naz}ariyyah Tat}bi>qiyyah. Riyadh: Da>r al-Tadmuriyyah, 2008.

Ali, Mahrus dan Nurhidayat, Syarif. Penyelesaian Pelanggaran HAM BERAT In Court & Out Court System. Depok: Gramatha Publishing, 2011.

Ali, Muhammad Daud. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Ami>di> (al), Sayf al-di>n Abu> al-Hasan ‘Ali> bin ‘Abi> ‘Ali bin Muhammad. al-Ihka>maqa>s}id al-shari>'ah fi> Usu>l al-Ahka>ma. Beirut: Mu’assasah al-Nu>r, 1388 H.

Amiruddin dan Asikin, Zainal. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rajagrafindo, 2004.

Arif, Syaiful. Humanisme GUSDUR: Pergumulan Islam dan kemanusiaan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.

'Ashu>r, Muhammad Tha>hir Ibn. Maqa>s}id al-Shari>'ah al-Isla>miyyah. Urdun: Da>r al-Nafa>is li al-nashr wa al-Tawzi>’, 2001.

Asshiddiqie, Jimly. Konsep Negara Hukum Indonesia. (Artikel pdf).

Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

154

Auda, Jasser. Maqa>s}id al-Shari>'ah Ibn 'Ashu>r Philosophy of Islamic Law A Systems Approach. London: IIT, 2008.

Ayuningtiyas, Dumilah. Kebijakan Kesehatan, Prinsip dan Praktek. Jakarta: PT Raja grafindo Persada, 2014.

Badner, Ardian. “Suatu pendekatan Elementer Terhadap Negara Hukum”, Satjipto Raharjo dan Hukum Progresif: Urgensi dan Kritik. Jakarta: Evistema Institute, 2011.

Bakri, Asafri Jaya. Konsep Maqa>s}id al-Shari>'ah Menurut al-Sha>t}ibi>. Cetakan I. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.

Bayyah, ‘Abd Alla>h ibn. ‘Ala>qatu Maqa>s}id al-Shari>'ah bi Us}u>l Fiqh. Cairo: al-Furqa>n Islamic Heritage Foundation, 2006.

Di>n (al), Bin Sugyahbah ‘Izz. al-Maqa>s}id al-‘A<mmah li al-Shari>’ah al -Isla>miyyah. Cairo: Da>r al-S{afwah, 1996.

Di>n (al), Muhammad Mahdi> Shams. Maqa>s}id al-Shari>'ah. Damaskus: Da>r al-Fikr al-Mu’a>sir, 2002.

Drew. Introductionto Designing and Conducting Research. 2nd Missouri, CB; Mosby Company, 1980.

Fazlurrahman. Islam. Terjemah oleh Ahsin Muhammad dengan judul yang sama. Bandung: Pustaka, 1984.

Habib, Muhammad Bakr Isma>’i>l. Maqa>s}id al-Shari>'ah Ta’s}i>lan wa Taf’i>lan. Ra>bit}ah al-A’la>m al-Isla>mi>: Silsilah Da’wah al-Haq no. 213, 1427 H. Hallaq, Wael B. A History of Islamic Legal Theories, an Introduction to The

Sunni Usul Fiqh. London: Combridge University Press, 1997.

Hanafi, Hasan. Min al-Nas}s} ila> al-Wa>qi’ bayna al-Nas}s}. Libya: Da>r Mada>r al-Isla>mi>, 2005.

Haq (al), Jad al-Haq „Ali jad. Qad}a>ya> Isla>miyyah Mu’a>sirah al-Fiqh al-Isla>mi> Muru>natuhu> wa Tata>wuruhu>. Qa>hirah: Matba’ahal-Mush}af al-Shari>f bi al-Azhar), 1995.

Hasan, Husein Hamid. Nazariyyah al-Mas}lah}ah fi> al-Fiqhi al-Isla>mi.> Mesir: Da>ral-Nahd}ah al-‘Arabiyyah, 1971.

155

Hasibuea, Hotma P. Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan & Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010. Hatta, Mohammad. Ilmu dan Agama. Jakarta: Yayasan Idayu, 1983.

Huijibers, Theo. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius, 1986.

Ibrahim, Johny. Teory & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Banyumedia Publishing, 2005.

Jabir, Hasan Muhammad. Al-Maqa>s}id al-Kulliyyah wa al-Ijtiha>dalam al-Mu’a>sir.

Dokumen terkait