• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PENUTUP

6.2. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan, diusulkan beberapa saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi berbagai pihak dalam pengimplementasian E-Government.

1. Perlu diadakan pelatihan bagi pegawai Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan guna menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu mengikuti perkembangan teknologi saat ini

2. Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan sebaiknya lebih sering melakukan pengembangan dalam implementasi E-Governmentdan lebih gencar untuk melkukan sosialisasi kepada masyarakat terkait E-Government

3. Pemerintah perlu mengupayakan anggaran yang akan digunakan untuk menunjang fasilitas dan proses sosialisasi E-Government di Kota Medan.

4. Masyarakat Kota Medan sudah seharusnya menjadi masyarakat yang lebih peduli terhadap inovasi-inovasi baru di bidang pelayanan publik guna mendukung terciptanya pelayanan publik yang lebih baik

BAB II

KERANGKA TEORI

Menurut Rianto (dalam Singarimbun, 2008:29), kerangka teori/teoritical frame work adalah kerangka berfikir kita yang bersifat teoritis atau konseptual mengenai masalah yang kita teliti. Teori merupakan proposisi atau asumsi yang telah dibuktikan kebenarannya. Sebagai landasan berfikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

2.1. Kebijakan Publik

Menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan (2003) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Selanjutnya dikatakan bahwa Kebijakan Publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.

Menurut H. Hugh Heglo dalam Abidin kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai suatu tujuan tujuan tertentu.

Sedangkan Anderson dalam Abidin (2004:21) mendefenisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.

Sedangkan menurut Woll dalam Tangkilisan kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah dimasyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah yaitu:

a. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat.

b. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat. c. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Konsep kebijakan publik ternyata juga dimaknai dan dirumuskan secara beragam. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sebagian besar defenisi yang dikemukakan dipengaruhi oleh masalah-masalah tertentu

yang ingin dilihat. Pandangan pertama, ialah pendapat para ahli yang mengidentikkan kebijakan publik dengan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Beranggapan bahwa semua tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pada dasarnya disebut sebagai kebijakan publik.

R.S Parker dalam Wahab, menyatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu tujuan tertentu, atau serangkaian asas tertentu, atau tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada suatu waktu tertentu dalam kaitannya dengan suatu subjek atau sebagai respon terhadap keadaan yang kritis. Sedangkan Thomas R. Dye merumuskan kebijakan publik sebagai semua pilihan atau tindakan yang dilakukan pemerintah. Dalam hal ini Dye beranggapan bahwa kebijakan publik itu menyangkut pilihan-pilihan apapun yang dilakukan oleh pemerintah, baik untuk melakukan sesuatu ataupun untuk tidak berbuat sesuatu.

Pandangan yang kedua, ialah pendapat para ahli yang memusatkan perhatian pada implementasi kebijakan (policy implementation). Mereka melihat kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan yang mempunyai tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran tertentu dan mempunyai dampak dan akibat-akibat yang diramalkan (predictable), atau dapat diantisipasikan sebelumnya. Seperti apa yang dikemukakan Nakamura dan Smal Wood dalam Wahab, bahwa kebijakan publik adalah serentetan instruksi/perintah dari para pembuat kebijakan yang ditujukan kepada para pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan serta cara-cara untuk mencapai

Namun pada hakekatnya, bahwa pendefenisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan daripada apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Hal ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup pula tahap implementasi dan evaluasi sehingga defenisi kebijakan yang hanya menekankan pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai. Dalam memecahkan sebuah permasalahan yang dihadapi kebijakan publik, Dunn dalam Tangkilisan mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan, yaitu:

1. Agenda Setting (agenda kebijakan)

Tahap penetapan agenda kebijakan ini adalah penentuan masalah publik yang akan dipecahkan, dengan memberikan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah. Dalam hal ini isu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat, seperti: memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat, dan tersedianya teknologi dan dana untuk menyelesaikan masalah publik tersebut.

2. Policy Formulation (formulasi kebijakan)

Formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik. Dalam menentukan kebijakan pada tahap ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus diambil pada posisi tidak menentu dengan informasi yang serba terbatas. Pada tahap ini diidentifikasi kemungkinan

memecahkan masalah yang di dalamnya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih.

3. Policy Adoption (adopsi kebijakan)

Merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan yang akan dilakukan. Terdapat di dalamnya beberapa hal yaitu identifikasi alternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang dinginkan dan juga mengidentifikasi alternatif-alternatif dengan menggunakan kriteria-kriteria yang relevan agar efek positif alternatif kebijakan lebih besar dari pada efek negative yang akan terjadi.

4. Policy Implementation (implementasi kebijakan)

Pada tahap ini suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit eksekutor (birokrasi pemerintah) tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber daya lainnya (teknologi dan manajemen). Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program.

5. Policy Assesment (evaluasi kebijakan)

Tahap akhir dari proses pembuatan kebijakan adalah penilaian terhadap kebijakan yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua proses implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang telah ditentukan atau direncanakan dalam program kebijakan tersebut sesuai

dengan ukuran-ukuran (kriteria-kriteria) yang telah ditentukan. Evaluasi kebijakan dapat dilakukan oleh lembaga independen maupun pihak birokrasi pemerintah sendiri (sebagaieksekutif) untuk mengetahui apakah program yang dibuat oleh pemerintah telah mencapai tujuannya atau tidak. Apabila ternyata tujuan program tidak tercapai atau memiliki kelemahan, maka perlu diketahui apa penyebabnya sehinggga kesalahan yang sama tidak terulang di masa yang akan datang.

2.2. Implementasi

Menurut Mazmanian dan Sabatier (Wahab, 2004:64) yang dimaksud dengan implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya.

Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksanaan, kesedian dilaksanakan keputusan tersebut oleh kelompok sasaran, dampak nyata, baik yang dikehendaki atau yang tidak, dari output tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan badan yang mengambil keputusan dan akhirnya perbaikan perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan perbaikan perbaikan) terhadap undang- undang/ peraturan yang bersangkutan.

Meter dan Horn (Wibawa, 1994:15), mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dirumuskan didalam kebijakan.

Mazmanian dan Sabatier (dalam Wahab, 1991:51), menyatakan bahwa implementasi adalah apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan, yang merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian

Selain itu Patton dan Sawicki (dalam Tangkilisan, 2003:78), berpendapat bahwa implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah bagi realisasi program yang dilaksanakan.

Jones dalam Tangkilisan, implementasi merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan.

Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan. Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi, yaitu

(1) penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan,

(2) organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan,

(3) penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lain-lainnya.

Proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik yang negatif maupun yang positif.

Kemudian dalam rangka untuk mengimplementasikan kebijakan publik ini dikenal dengan beberapa model, antara lain:

1. Model Gogin

Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Gogin, maka perlu diidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan formal pada keseluruhan implementasi yakni: (1) Bentuk dan isi kebijakan, termasuk di dalamnya kemampuan kebijakan untuk mensrukturkan proses implementasi, (2) Kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan mendukung implementasi secara efektif, dan (3) Pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan hubungan antar warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.

2. Model Grindle

Grindle menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang dicapai akan dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari: (1) kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi, (2) jenis atau tipe manfaat yang dihasilkan, (3) derajat perubahan yang diharapkan, (4) letak pengambilan keputusan, (5) pelaksanaan program, dan (6) sumber daya yang dilibatkan. Pengaruh selanjutnya adalah lingkungan yang terdiri dari: kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga penguasa, dan kepatuhan serta daya tanggap.

3. Model Meter dan Horn

Model implementasi kebijakan oleh Meter dan Horn dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu: (1) standar kebijakan dan sasaran yang

sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi; (3) komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai; (4) karakteristik pelaksanaan, artinya karakteristik organisasi merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program; (5) kondisi sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan, dan (6) sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan. 4. Model Deskriptif

William N. Dunn dalam Tangkilisan mengemukakan bahwa model kebijakan dapat diperbandingkan dan dipertimbangkan menurut sejumlah banyak asumsi, yang paling penting diantaranya adalah: (1) perbedaan menurut tujuan; (2) bentuk penyajian; dan (3) fungsi metodologis model. Dua bentuk pokok dari model kebijakan adalah: (1) Model deskriptif; dan (2) Model normatif. Tujuan model deskriptif adalah menjelaskan dan atau meramalkan sebab dan akibat pilihan-pilihan kebijakan. Model kebijakan ini digunakan untuk memonitor hasil tindakan kebijakan misalnya penyampaian laporan tahunan tentang keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan di lapangan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah sebuah proses pelaksanaan kebijakan yang telah direncanakan dan disetujui sebelumnya, guna mencapai tujuan sebagaimana yang dirumuskan didalam kebijakan yang telah disetujui yang dimana proses keberhasilannya dipengaruhi oleh banyak faktor mulai dari faktor internal

2.3.E-Government

Electronic Government atau yang biasa kita dengar sebagai E-Government menurut Keppres No. 20 Tahun 2006 E-E-Government adalah pemanfaatanteknologi informasi dan komunikasi dalam proses pemerintahan untuk meningkatkanefisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Peranan teknologi informasi dalam proses bisnis membuat organisasi berusaha untuk mengimplementasikan teknologi informasi untuk proses terintegrasi.

Menurut Heeks (2001), E-Governmentlahir karena revolusi informasi danrevolusi pemerintahan. Berbagai kendala implementasi E-Government di Indonesiabaik fisik maupun sosial ekonomi yang menjadi penyebabnya. Indonesia harusmampu mendayagunakan potensi teknologi untuk keperluan:

1. Memberikan kesempatan yang sama serta meningkatkan ketersediaan informasidan pelayanan publik yang diperlukan untuk memperbaiki kehidupan sosial danekonomi masyarakat, serta memperluas jangkauannya agar dapat mencapaiseluruh wilayah negara.

2. Memperbesar kesempatan bagi usaha kecil dan menengah untuk berkembangdengan teknologi yang mampu memanfaatkan pasar yang lebih luas.

3. Meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kemampuan inovasi dalam sektor produksi, serta memperlancar rantai distribusi, agar

daya saing ekonomi nasional dalam persaingan global dapat diperkuat.

4. Meningkatkan transparansi dan memperbaiki efisiensi pelayanan publik, sertamemperlancar interaksi antarlembaga-lembaga pemerintah, baik pada tingkatpusat maupun daerah, sebagai landasan untuk membentuk pemerintahan yangefektif, bersih, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.

World Bank Group (2001) menyatakan .E-Government refers to the use bygovernment agencies of information technologies (such as Wide Area Networks, theInternet, and mobile computing) that have the ability to transform relations withcitizens, businesses, and other arms of government. These technologies can serve avariety of different ends: better delivery of government services to citizens, improveinteractions with business and industry, citizen empowerment throught access toinformation, or more efficient government management.. Artinya penggunaanteknologi informasi oleh aparat pemerintah mampu meningkatkan hubungan denganwarga negara, pelaku bisnis dan dengan sesama pemerintah itu sendiri. Teknologi Informasimemberikan banyak manfaat di bidang perbaikan pelayanan pemerintah,meningkatkan interaksi dengan pelaku bisnis dan industri, serta pemberdayaan warganegara melalui informasi atau menjadikan manajemen pemerintahan yang efektif danefisien.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa E-Government merupakan sebuah pemanfaatan teknologi informasi dalam pemerintahan guna meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memungkinkan untuk menjalin hubungan dengan banyak pihak selain masyarakat.

2.3.1. Manfaat E-Government

Dalam bukunya Electronic Government, Prof, Richardus Eko Indrajit menggambarkan manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya konsep E-Government bagi suatu negara, antara lain:

• Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal kinerja efektivitas danefisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara;

• Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraanpemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good Corporate Governance;

• Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi yangdikeluarkan pemerintah maupun stakeholdernya untuk keperluan aktivitas sehari-hari;

• Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumberpendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan; dan

• Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat dan tepatmenjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahanglobal dan trend yang ada; serta

• Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis.

2.4.Implementasi E-Government

Implementasi E-Government merupakan pelaksanaan penerapan sistem Electronic Government pada pemerintahan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Pada pelaksanaan E-Government, informasi, komunikasi, dan transaksi antara masyarakat dan pemerintah dilakukan via internet. Sehingga ada beberapa manfaat yang dihasilkan seperti misalnya, komunikasi dalam sistem administrasi berlangsung dalam hitungan jam, bukan hari atau minggu. Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, bahkan mobile di manapun tanpa harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan atau tempat-tempat pelayanan umum. Akselerasi kecepatan pelayanan berarti juga merupakan penghematan dalam waktu, energi maupun sumber daya.

Untuk implementasi E-Government lebih ditekankan pada enam pilar besar yaitu: Perencanaan (Technology Blue Print), Infrastruktur (Hardware System andNetworking), Sistem Aplikasi (Software system), Procurement, Sumber Daya Manusia (Training and Procedure), dan Sistem Integrasi

(System Integrator). Model E-Government yang diterapkan di negara-negara luar adalah menggunakan model empat tahapan perkembangan yang meliputi: 1. Fase pertama, berupa penampilan website (web presence) yang berisi

informasidasar yang dibutuhkan masyarakat.

2. Fase kedua, fase interaksi yaitu isi informasi yang ditampilkan lebih bervariasi,seperti fasilitas download dan komunikasi e-mail dalam website pemerintah.

3. Fase ketiga, tahap transaksi berupa penerapan aplikasi atau formulir untuk secaraonline mulai diterapka n.

4. Fase keempat, fase transformasi berupa pelayanan yang terintegrasi, tidak hanyamenghubungkan pemerintah dengan masyarakat tetapi juga dengan organisasi lainyang terkait (pemerintah ke antarpemerintah, sektor non pemerintah, serta sektorswasta).

Menurut Seifert dan Bonham (2003) ada empat tipe penerapan E-Government: 1. Government to Citizens

Tipe G-to-C ini merupakan aplikasi E-Government yang paling umum, yaitudi mana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologiinformasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan interaksi denganmasyarakat (rakyat). Dengan kata lain, tujuan dari dibangun aplikasi EGovernment;bertipe G-to-C adalah untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya melalui kanal-kanal akses yang beragam agar masyarakat dapat denganmudah menjangkau pemerintahannya untuk pemenuhan berbagai kebutuhanpelayanan sehari-hari. Contoh aplikasinya

adalah sebagai berikut: DepartemenAgama membuka situs pendaftaran bagi mereka yang berniat untukmelangsungkan ibadah haji di tahun-tahun tertentu sehingga pemerintah dapatmempersiapkan kuota haji dan bentuk pelayanan perjalanan yang sesuai.

2. Government to Business

Salah satu tugas utama dari sebuah pemerintahan adalah membentuk sebuahlingkungan bisnis yang kondusif agar roda perekonomian sebuah negara dapatberjalan sebagaimana mestinya. Contoh dari aplikasi E-Government berjenis G-to-B ini adalah sebagai berikut: Para perusahaan wajib pajak dapat dengan mudahmenjalankan aplikasi berbasis web menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah dan melakukan pembayaran melalui internet.

3. Government to Government

Di era globalisasi ini terlihat jelas adanya kebutuhan bagi negara-negara untuk saling berkomunikasi secara lebih intens dari hari ke hari. Berbagai penerapan E-government bertipe G-to-G ini yang telah dikenal antara lain: Hubungan administrasi antara kantor-kantor pemerintah setempat dengan sejumlah kedutaan-kedutaan besar atau konsulat jendral untuk membantu penyediaan data dan informasi akurat yang dibutuhkan oleh para warga negara asing yang sedang berada di tanah air. Aplikasi yan menghubungkan kantor-kantor pemerintahan setempat dengan bank-bank asing milik pemerintah di negara lain di mana pemerintah setempat

menabung dan menanamkan uangnya. Pengembangan suatu sistem basis data intelijen yang berfungsi untuk mendeteksi mereka yang tidak boleh masuk atau keluar dan wilayah negara (cegah dan tangkal).

4. Government to Employees

Pada akhirnya aplikasi E-Government juga diperuntukkan untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan para pegawai negeri atau karyawan pemerintahan yang bekerja di sejumlah institusi sebagai pelayanan masyarakat. Berbagai jenis aplikasi yang dapat dibangun dengan menggunakan format G-to-E ini salah satunya: Aplikasi terpadu untuk mengelola berbagai tunjangan kesejahteraan, yang merupakan hak dari pegawai hak pemerintahan sehingga yang bersangkutan dapat terlindungi hak-hak individualnya.

Wujud nyata dari aplikasi E-Government yang telah umum dilaksanakan dan diatur pelaksanaannya adalah pembuatan situs web pemerintah daerah. Situs web pemerintah daerah merupakan salah satu strategi di dalam melaksanakan pengembangan E-Government secara sistematik melalui tahapan yang realistik dan terukur. Pengembangan E-Government di Indonesia dilaksanakan melalui 4 (empat) tingkatan, yaitu:

1. Tingkat 1 merupakan tingkat Persiapan berupa pembuatan situs web sebagaimedia informasi dan komunikasi pada setiap lembaga serta sosialisasi situs webuntuk internal dan publik.

2. Tingkat 2 merupakan tingkat Pematangan yang berupa pembuatan situs webinformasi publik yang bersifat interaktif dan pembuatan antarmukaketerhubungan dengan lembaga lain.

3. Tingkat 3, tingkat Pemantapan yang berisi pembuatan situs web yang bersifattransaksi pelayanan publik dan pembuatan interoperabilitas aplikasi dan datadengan lembaga lain.

4. Tingkat 4 adalah tingkat Pemanfaatan yang berisi pembuatan aplikasi untukpelayanan yang bersifat Government to Government (G2G), Government toBusiness (G2B), Government to Consumers (G2C).

Pada situs web pemerintah daerah ada sejumlah kriteria yang ditetapkan olehKementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia (Kominfo) dalam bukupanduan penyelenggaraan situs web pemerintah daerah. Kriteria yang diberikan merupakan gambaran ciri-ciri kunci bentuk dasar situs web pemerintah daerah yang terdiri dari:

1. Fungsi, aksesibilitas, kegunaan; Isi informasi situs web pemerintah daerahberorientasi pada keperluan masyarakat, yaitu menyediakan informasi danpelayanan yang diinginkan oleh masyarakat.

2. Bekerjasama; Situs web pemerintah daerah harus saling bekerjasama untukmenyatukan visi dan misi pemerintah. Semua dokumen pemerintah yang pentingharus memiliki URL (Uniform Resource Locator) yang tetap,

Dokumen terkait