• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Diharapkan agar peneliti selanjutnya melakukan pengujian ekstrak etanol daun senduduk (Melastoma malabathricum L.) terhadap mikroba lainnya seperti jamur.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta : Depkes RI. Hal. 10-11.

Depkes. (2007). Kebijakan Obat Tradisional Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 5.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 33.

Ditjen POM. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 143-147, 297-326, 306, 333-340.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen kesehatan RI. Hal 896, 898.

Djauhariya, E., dan Hernani. (2004). Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta: Seri Agrisehat. Hal. 4, 74-75.

Dwidjoseputro, D. (1978). Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan. Hal.104-119.

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants.

Journal of Pharmaceutical Science. 55(3): 257-259, 263.

Ferawaty, A. S., Agus, S., dan Delianis, P. (2012). Potensi Antibakteri Ekstrak Rumput Laut Terhadap Bakteri Penyakit Kulit Pseudomonas

aerufinosa, Staphylococcus epidermidis, dan Micrococcus luteus. Journal of Marine Research. 1(2): 152-160.

Ganiswarna, S. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Penerbit UI. Hal. 158.

Gunawan, D., dan Mulyani S. (2002). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid 1. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal.25.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Edisi

Ketiga. Bandung: ITB Press. Hal. 69, 102-103, 147-149, 234.

Havsteen, B. (1983). Flavonoids, A Class of Natural Products of High Pharmacological Potensi. Biochem Pharmacol. 32(7): 1141.

Irianto, K. (2006). Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid I. Bandung: CV. Yrama Widya. Hal. 56-58, 147-148.

Jawetz, E. Menick, J,L., dan Adelberg, E. A. (2001). Mikrobiologi Kedokteran. Ahli bahasa: Eddy Mudihardi. Jakarta. Penerbit Salemba Medika. Hal. 318-319, 352-357, 372.

Lenny, S. (2006). Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida, dan Alkaloida. Karya

Ilmiah. Medan: Departemen Kimia FMIPA USU. Hal. 6.

Lay, BW. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 109.

Mario, P. (2011). Khasiat dan Manfaat Belimbing Wuluh. Surabaya: Stomata. Hal. 102-103.

Oxoid. (2013). Nutrient Agar and Nutrient Browth. England: Oxoid LTD

Pratiwi, S.T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. , 101-117, 190-191.

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB. Hal. 71-72.

Simanjuntak, M.R. (2008). Ekstraksi dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun Senduduk (Melastoma malabathricum L.) serta Pengujian Efek Sediaan Krim Terhadap Penyembuhan Luka Bakar. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Hal.23, 50, 60.

Vandepitte, J. Engback, K. Piot, P. Heuck, CC. (1991). Basic Laboratory

Procedures in Clinical Bacteriology. Geneva: WHO Library. Pages 78,

96.

World Health Organization. (1998). Quality Control Methods For Medicinal

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan merupakan metode eksperimental (experimental research), yang meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi bahan tumbuhan, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, dan pengujian antibakteri ekstrak etanol daun senduduk (Melastoma malabathricum L.). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional, Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.1 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas, autoklaf (Fisons), blender (Panasonic), bola karet, desikator, freeze dryer (Modulio), inkubator (Memmert), jangka sorong, jarum ose, kamera digital (Sony), bunsen, krus porselen, Laminar Air Flow Cabinet (Astec HLF 1200L), lemari pendingin (Glacio), mikroskop (Olympus), neraca kasar, neraca listrik (Mettler Toledo), oven (Fisher), penangas air, pinset, pipet mikro (Eppendorf), rotary evaporator (Stuart), seperangkat alat penetapan kadar, silinder logam dan tanur (Nabertherm).

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah ekstrak etanol daun senduduk (Melastoma

malabathricum L), Nutrient agar (NA), Nutrient broth (NB), suspensi standar Mc Farland 0,5 dan air suling. Bakteri yang digunakan adalah Staphylococcus aureus

(ATCC 6538), Staphylococcus epidermidis (ATCC 12228) dan Escherichia coli (ATCC 8939). Bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisa, kecuali

dinyatakan lain: dimetil sulfoksida (DMSO), amil alkohol, asam klorida pekat, asam asetat anhidrida, asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, benzen, besi (III) klorida, bismut (III) nitrat, eter, etanol, etil asetat, n-heksana, isopropanol, kalium iodida, kloralhidrat, kloroform, metanol, natrium hidroksida, natrium sulfat anhidrat, raksa (II) klorida, serbuk magnesium, serbuk zinkum, timbal (II) asetat dan toluena.

3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan

Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi bahan tumbuhan dan pembuatan simplisia daun senduduk (Melastoma

malabathricum L.).

3.3.1 Pengambilan bahan tumbuhan

Pengambilan bahan dilakukan secara purposif yaitu diambil dari satu daerah saja tanpa membandingkan dengan tanaman yang sama di daerah lain. Bahan tumbuhan yang digunakan adalah daun Melastoma malabathricum L. yang diperoleh dari Desa Saitihuta, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi bahan tumbuhan

Identifikasi bahan tumbuhan dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor Jl. Raya Jakarta – Bogor km. 46 Cibinong, Indonesia. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 43.

3.3.3 Pembuatan simplisia

Pembuatan simplisia daun senduduk dilakukan dengan cara daun yang masih segar dicuci bersih, ditiriskan, ditimbang berat basahnya dan diperoleh

berat basahnya sebesar 6 kg. Daun dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu ±40°C hingga kering. Ditimbang berat kering simplisia dan diperoleh berat keringnya sebesar 599,6 g. Sebelum digunakan disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat. Bagan kerja pembuatan simplisia dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 49.

3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml, pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling, kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.2 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.3 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut (III) nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat, pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida, dilarutkan dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling hingga volume larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.4 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM,1995).

3.4.5 Pereaksi besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.6 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.7 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dengan air suling sebanyak 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.8 Pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.9 Pereaksi asam sulfat 2 N

Sebanyak 5,5 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.10 Pereaksi Lieberman-Bourchard

Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50 bagian volume etanol 95%. Kemudian ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian volume asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut dan dinginkan (Ditjen POM, 1995).

3.4.11 Larutan kloralhidrat

Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 ml air suling (Ditjen POM, 1995).

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, ukuran, warna, bau dan rasa dari daun senduduk segar dan simplisia daun senduduk. 3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap daun senduduk segar dan serbuk simplisia daun senduduk. Daun senduduk segar diiris tipis secara melintang, hasil irisan daun senduduk diletakkan di atas kaca objek, lalu ditetesi larutan kloralhidrat, dipanaskan di atas api bunsen, ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Gambar mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 47.

3.5.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi toluena). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, alat penampung dan pemanas listrik. Cara kerja :

Dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat, lalu didestilasi selama 2 jam. Toluena dibiarkan mendingin selama 20 menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml. Ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Pada saat toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi,

kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Saat semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Saat air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998; Ditjen POM, 1995).

3.5.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105o

3.5.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1998; Ditjen POM, 1995).

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam lalu disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam

etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1998; Ditjen POM, 1995).

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1998; Ditjen POM, 1995).

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1998; Ditjen POM, 1995).

3.6 Skrining Fitokimia

Skirining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa steroida/triterpenoida, alkaloida, flavonoida, glikosida, glikosida antrakinon, saponin, tanin.

3.6.1 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan eter 20 ml selama 2 jam, disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 20

tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman-Bourchard), diteteskan pada saat akan mereaksikan sampel uji. Apabila terbentuk warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroida sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987). 3.6.2 Pemeriksaan alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloida: diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi:

1. ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer 2. ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat 3. ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit dua dari tiga percobaan di atas (Ditjen POM, 1995).

3.6.3 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 1 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah kekuningan atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.6.4 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 2 g, lalu disari dengan 20 ml campuran etanol 95% dengan air (7:2) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks

selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:2), dilakukan berulang kali sebanyak 2 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50o

3.6.5 Pemeriksaan glikosida antrakinon

C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut: 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes peraksi Molisch. Secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan glikosida (Ditjen POM, 1995).

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,2 g, kemudian ditambahkan 5 ml asam sulfat pekat 2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzene, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzene dipisahkan dan disaring, kocok lapisan benzene dengan 2 ml NaOH 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzene tidak berwarna menunjukkan adanya antrakinon (Ditjen POM, 1995).

3.6.6 Pemeriksaan saponin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N menunjukkan adanya saponin (Ditjen POM, 1995).

3.6.7 Pemeriksaan tanin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 g, dididihkan selama 2 menit dalam 100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Senduduk

Pembuatan ekstrak daun senduduk dilakukan dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol 70%.

Cara kerja: sebanyak 300 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup, dituang cairan penyari etanol 70% sampai semua simplisia terendam sempurna dan dibiarkan selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, dituang cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator dan biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan hingga beberapa tetes perkolat yang keluar terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat rotary

evaporator dan dikering bekukan dengan freeze dryer (Ditjen POM, 1979).

3.8 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini, disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat gelas disterilkan didalam oven pada suhu

170°C selama 1 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Jarum ose dan pinset disterilkan dengan lampu bunsen (Lay, 1994).

3.9 Pembuatan Media

3.9.1 Pembuatan media nutrient agar (NA) Komposisi: Lab-Lemco powder 1,0 g

Yeast exstract 2,0 g Peptone 5,0 g Sodium chloride 5,0 g Agar 15,0 g Cara pembuatan:

Sebanyak 28 g nutrient agar dilarutkan dalam air suling steril ad 1000 ml kemudian dipanaskan hingga semua larut, dalam keadaan panas larutan tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer. Media nutrient agar disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Oxoid, 2013).

3.9.2 Pembuatan media nutrient broth (NB) Komposisi: Lab-Lamco powder 1,0 g

Yeast extract 2,0 g

Bacto peptone 5,0 g

Sodium chloride 5,0 g Cara pembuatan:

Sebanyak 13 g nutrient broth dilarutkan dalam air suling steril ad 1000 ml kemudian dipanaskan hingga semua larut, dalam keadaan panas larutan tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer. Media nutrient broth disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Oxoid, 2013).

3.10 Suspensi Standar Mc Farland 0,5 Komposisi: Larutan BaCl2

Larutan H

1,175% b/v 0,5 ml 2SO4

Cara pembuatan:

1% v/v 99,5 ml

Kedua larutan dicampurkan dalam tabung reaksi steril, dikocok sampai homogen dan ditutup. Apabila kekeruhan hasil suspensi bakteri sama dengan kekeruhan suspensi standar berarti konsentrasi bakteri 108

3.11 Pembuatan Media Agar Miring

CFU/ml (Vandepitte, 1991).

10 ml media nutrient agar (NA) yang telah dimasak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditutup dan di bungkus lalu disterilkan di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C. Tabung yang berisi media nutrient agar diletakkan pada kemiringan 30-45°C. Diperhatikan bahwa media nutrient agar tidak menyentuh tutup tabung. Media nutrient agar dibiarkan menjadi dingin dan keras (Lay, 1994).

3.12 Pembuatan Stok Kultur Bakteri

Masing- masing sebanyak satu ose dari biakan murni bakteri

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Escherichia coli

digoreskan dengan metode sinambung pada permukaan nutrien agar (NA) miring, ditutup mulut tabung reaksi dengan kapas. Diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37° C.

3.13 Penyiapan Inokulum Bakteri

Bakteri hasil inkubasi diambil dengan menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml nutrient broth (NB) steril, kemudian diinkubasi selama 1-2 jam hingga diperoleh kekeruhan yang sama dengan standar

Mc Farland (konsentrasi 108 CFU/ml). Dilakukan pengenceran dengan mempipet 0,1 ml biakan bakteri (108 CFU/ml), dimasukkan ke dalam tabung steril yang berisi nutrient broth (NB) steril sebanyak 9,9 ml dan dikocok homogen sampai didapat suspensi bakteri dengan konsentrasi 106

3.14 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Daun Senduduk dengan Berbagai Konsentrasi

CFU/ml.

Sebanyak 2,5 g ekstrak etanol daun senduduk ditimbang seksama dengan neraca listrik, dilarutkan dengan pelarut DMSO sebanyak 5 ml dan diperoleh konsentrasi ekstrak 500 mg/ml. Dibuat pengenceran sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400 mg/ml, 300 mg/ml, 200 mg/ml, 100 mg/ml, 90 mg/ml, 80 mg/ml, 70 mg/ml, 60 mg/ml, 50 mg/ml, 40 mg/ml, 30 mg/ml, 20 mg/ml, 10 mg/ml, 9 mg/ml, 8 mg/ml, 7 mg/ml, 6 mg/ml, dan 5 mg/ml.

3.15 Uji Antibakteri Eksrak Etanol Daun Senduduk secara In Vitro Dipipet 0,1 ml suspensi bakteri Staphylococcus aureus konsentrasi 106 CFU/ml, dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Selanjutnya dituangkan 15 ml media NA cair (45-50°C), lalu dihomogenkan dan didiamkan hingga media memadat. Pada media yang telah padat dibuat lubang, selanjutnya ke dalam lubang dimasukkan ekstrak etanol sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentrasi, 500, 400, 300, 200, 100, 90, 80, 70, 60, 50, 40, 30, 20, 10, 9, 8, 7, 6 dan 5 mg/ml. Sebagai kontrol diteteskan 0,1 ml DMSO. Didiamkan selama 10-15 menit

kemudian diinkubasi pada suhu 36°C selama 18-24 jam. Diukur diameter zona bening di sekitar larutan uji dengan menggunakan jangka sorong. Dilakukan tiga kali pengulangan. Hal yang sama dilakukan pada bakteri Staphylococcus

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor, menunjukkan bahwa bahan tumbuhan adalah jenis Melastoma

malabathricum L., suku Melastomataceae.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia 4.2.1 Pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik dari daun senduduk segar diketahui bahwa daun bertangkai pendek, berbentuk bundar memanjang, panjangnya 7-9 cm, lebar 2-4 cm, ujungnya runcing. Permukaan atas berwarna hijau tua dan bagian bawah kelabu kehijauan pucat, daunnya kaku dan kedua permukaan berambut banyak. Hasil pemeriksaan makroskopik dari simplisia daun senduduk yaitu daun berwarna hijau kecoklatan, tidak berbau dan tidak berasa.

4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap daun senduduk segar menunjukkan adanya epidermis atas, rambut penutup, jaringan palisade, jaringan bunga karang, kristal kalsium oksalat berbentuk druse dan epidermis bawah. Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia daun senduduk dijumpai fragmen pengenal berupa rambut penutup yang banyak, jaringan parenkim berisi kristal kalsium oksalat berbentuk druse, stomata tipe diasitik, pembuluh kayu dan hablur kristal kalsium oksalat berbentuk druse.

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia

No. Pemeriksaan Hasil (%) Persyaratan MMI

(%)

1 Kadar air 7,98 ≤ 10,00

2 Kadar sari yang larut dalam air 11,75 ≥ 7,00 3 Kadar sari yang larut dalam

etanol 13,42 ≥3,00

4 Kadar abu total 12,57 ≤ 15,00

5 Kadar abu yang tidak larut

dalam asam 0,82 ≤ 1,00

Penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui apakah simplisia memenuhi persyaratan, karena air merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kapang. Hasil yang diperoleh pada penetapan kadar air 7,98% berarti standarisasi simplisia memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia yakni tidak lebih dari 10%. Kadar sari yang larut dalam air adalah 11,75%, sedangkan kadar sari yang larut dalam etanol sebesar 13,42%. Berdasarkan hasil penetapan kadar sari menunjukkan bahwa simplisia daun senduduk lebih banyak mengandung senyawa yang larut dalam etanol daripada yang larut dalam air. Penetapan kadar sari larut air dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar, sedangkan kadar sari larut dalam etanol untuk mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol baik polar maupun non polar. Hasil yang diperoleh pada penetapan kadar abu total 12,57% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,82%. Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa anorganik dalam simplisia, misalnya Mg, Ca, Na, Pb, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam asam, misalnya silika.

4.3 Hasil Ekstraksi

Ekstraksi daun senduduk menggunakan metode perkolasi yang diekstraksi dengan pelarut etanol untuk mendapatkan ekstrak etanol. Diharapkan senyawa-senyawa aktif yang terkandung di dalamnya dapat tersari sempurna. Hasil penyarian dari 300 g serbuk simplisia daun senduduk (Melastoma malabathricum L.) diperoleh ekstrak etanol 36,05 g, sehingga diperoleh rendeman sebesar 12,02%.

4.4 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia terhadap simplisia daun senduduk (Melastoma

malabathricum L.) dan ekstrak etanol menunjukkan bahwa daun senduduk

mengandung golongan senyawa-senyawa kimia seperti yang terlihat pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol daun senduduk (Melastoma malabathricum L.)

No Skrining Simplisia Ekstrak Etanol

1 Steroid/Triterpenoid + + 2 Alkaloid - - 3 Flavonoid + + 4 Glikosida + + 5 Glikosida antrakuinon - - 6 Saponin + + 7 Tanin + +

Keterangan: (+) positif = mengandung golongan senyawa; (-) negatif = tidak mengandung golongan senyawa

Pada serbuk simplisia daun senduduk (Melastoma malabathricum L.) yang ditambahkan pereaksi Molisch dan asam sulfat pekat akan terbentuk cincin

berwarna ungu pada batas cairan menunjukkan adanya glikosida. Penambahan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik dengan adanya buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1-10 cm dan

Dokumen terkait