• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembimbing II : Dra. Juheini Amin, M.Si (

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

5.2.1. Diperlukan reparasi komputer bagian kasir di Apotek Atrika, sehingga sistem penjualan dapat dimasukkan lebih mudah, juga dapat melihat harga obat dengan mudah saat ditanyakan pasien, memeriksa interaksi dan efek samping obat, juga untuk melihat stok ketersediaan obat.

5.2.2. Dalam hal pelayanan kefarmasian di Apotek Atrika, pelayanan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) kepada para pelanggannya dapat

ditingkatkan penerapannya sebagai wujud peran apoteker dalam menjalankan keprofesiannya sehingga keberhasilan terapi dapat tercapai. Selain itu pelayanan swamedikasi dapat ditingkatkan oleh apoteker yang bertugas untuk dapat meningkatkan penjualan dan meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional, maka pelayanan swamedikasi perlu dioptimalkan. Juga tidak memperbolehkan pembelian obat golongan keras non-OWA tanpa resep dokter .

5.2.3. Untuk meningkatkan kenyamanan konsumen saat menunggu proses pelayanan perlu adanya peningkatan fasilitas di ruang tunggu seperti penambahan jumlah kursi, serta pengadaan majalah, koran atau televisi. 5.2.4. Perlu dilakukannya pelatihan secara berkesinambungan terhadap para

karyawan dan karyawati di apotek atrika untuk meningkatkan profesionalisme dalam pelayanan kepada masyarakat dan selalu menerapkan slogan 5 S yaitu, senyum, salam, sapa, sopan dan santun.

DAFTAR ACUAN

Badan POM RI. (2011). Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2008). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek (SK Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004). Jakarta. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DEPKES RI.

Kementerian Kesehatan. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan. (1997). Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/I/1978 Tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

Kementerian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standard Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

Kementerian Kesehatan RI. (2006). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2010). Visi dan Misi Depkes Tahun 2010 - 2014.

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/438-visi-dan-misi-Kementerian Kesehatan RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers.

Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers.

Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Jakarta: Wira Putra Kencana. Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997. (1997).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.

Lampiran 1a. Peta lokasi Apotek Atrika

Lampiran 2a. Tata Ruang Tampak Luar Apotek Atrika

Lampiran 2b. Tata Ruang Ruang Depan Apotek Atrika

Lampiran 2c. Denah ruangan Apotek Atrika

Rak obat generik

Rak obat ethica

l oral solid (at as) dan liqui d (baw ah )

Rak obat ethical topikal Rak obat ethical oral solid

Mej

a

komp

uter

Meja kerja Meja racik

Lemari narkotika dan psikotropika Meja kartu stok dan buku-buku

Rak obat OTC liquid Rak obat OTC liquiddan topikal Rak obat konsinyasi

Cou nt er ob at OTC solid

Counter obat OTC solid Kasir

Mej

a

Rak obat ethical

oral sol

Lampiran 3a. Lemari Penyimpanan Obat Topikal di Apotek Atrika

Lampiran 3b. Lemari Penyimpanan Obat Oral Padat di Apotek Atrika (Lanjutan)

Lampiran 3c. Lemari Penyimpanan Obat Oral Cair dan Obat Mendekati Kadaluwarsa di Apotek Atrika

Lampiran 4. Struktur organisasi Apotek Atrika

Apoteker Pengelola Apotek (APA)

Asisten

Apoteker ResepJuru

Apoteker

Pendamping Kasir Kurir

Pemilik Sarana Apotek (PSA)

Lampiran 5a. Isi Buku Pemasukan Barang

Lampiran 6a. Alur penanganan resep

Penerimaan resep

Resep kredit Resep tunai

Pemeriksaan kelengkapan administrasi Pemberian harga Pasien mendapat nomor urut resep

Pasien mendapat nomor resep dan membayar di kasir

Bagian peracikan

Obat jadi Obat racikan

Pemberian etiket dan salinan resep Pemeriksaan kesesuaian obat Penyerahan obat Obat diterima pasien Resep disimpan oleh apotek

Lampiran 6c. Etiket Apotek Atrika

Lampiran 6d. Label HTKP (Harga, Timbang, Kemas dan Penyerahan)

Lampiran 11. Laporan penggunaan psikotropika (lanjutan)

Lampiran 12. Berita Acara Pemusnahan Resep

POM.53.OB.53.AP.53.P1

BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP

Pada hari ini ... tanggal ... bulan ... tahun ... sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/MenKes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek, Kami yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama Apoteker Pengelola Apotek :

SIPA Nomor : Tanggal

Nama Apotek :

Alamat Apotek :

Dengan disaksikan oleh :

1. Nama :

Jabatan :

SIK Nomor : Tanggal

2. Nama :

Jabatan :

SIK Nomor : Tanggal

Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas waktu penyimpanan selama tiga tahun, yaitu :

Resep dari tanggal ... sampai dengan tanggal ... Seberat ... kg

Tempat dilakukan pemusnahan :

Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada :

1. Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia 2. Kepala Dinas Kesehatan

3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 4. Satu sebagai arsip di Apotek

Saksi-saksi : ..., ... 20... Yang membuat berita acara, 1. ( ... )

S.I.K. No.

2. ( ... ) ( ... )

UNIVERSITAS INDONESIA

REKAPITULASI DAN ANALISIS RESEP

ANTI HIPERLIPIDEMIA SIMVASTATIN

DI APOTEK ATRIKA

PERIODE OKTOBER 2012 – MARET 2013

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

REZA HERMAWAN SULISTOMO, S. Farm.

1206313601

ANGKATAN LXXVI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA

REKAPITULASI DAN ANALISIS RESEP

ANTI HIPERLIPIDEMIA SIMVASTATIN

DI APOTEK ATRIKA

PERIODE OKTOBER 2012 – MARET 2013

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Apoteker

REZA HERMAWAN SULISTOMO, S. Farm.

1206313601

ANGKATAN LXXVI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i HALAMAN JUDUL ... ii DAFTAR ISI ... iii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR TABEL ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Definisi Hiperlipidemia ... 3 2.2 Etiologi dan Patofisiologi Hiperlipidemia ... 3 2.3 Faktor Resiko Hiperlipidemia ... 6 2.4 Manifestasi Klinik dan Diagnosis ... 6 2.5 Sasaran Terapi ... 9

BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ... 22

3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian ... 22 3.2 Metode Pengumpulan Data ... 22 3.3 Metode Pengolahan Data ... 22

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1 Kesimpulan ... 31 5.2 Saran ... 32

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Nilai serum kolesterol pada berbagai rentang usia dewasa ... 3 Gambar 2.2 Penyebab sekunder hiperlipidemia ... 5 Gambar 2.3 Algoritma Terapi Umum untuk Hiperlipidemia ... 11 Gambar 2.4 Penilaian Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner (PJK) ... 13 Gambar 4.1. Frekuensi penjualan Obat Antihiperlipidemia Simvastatin

menggunakan resep dan bebas selama Periode Oktober

2012 – Maret 2013 di Apotek Atrika ... 25

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Hiperlipidemia Berdasarkan Fenotip Lipoprotein ... 4 Tabel 2.2 Manifestasi klinik dari berbagai tipe

hiperkolesterolemia ... 6

Tabel 2.3 Klasifikasi Nilai Total Kolesterol, LDL, HDL, dan

Trigliserida ... 8

Tabel 2.4 Sasaran LDL Kolesterol dan batasan nilai untuk terapi

perubahan gaya hidup (PGH) dan terapi obat dalam kategori

resiko berbeda ... 9

Tabel 2.5 Komponen esensial untuk terapi perubahan gaya hidup ... 10 Tabel 2.6 Efek Terapi Obat terhadap Lipid dan Lipoprotein ... 14 Tabel 2.7 Fenotip Lipoprotein dan Anjuran Obat untuk Pengobatan ... 14 Tabel 2.8 Dosis Statin ... 16 Tabel 2.9 Efek Samping Niasin ... 17 Tabel 4.1. Rekapitulasi Resep yang Mengandung Obat

Antihiperlipidemia Simvastatin di Apotek Atrika Periode

Oktober 2012 – Maret 2013 ... 23

Tabel 4.2 Informasi obat-obat yang tertulis di resep ... 27 Tabel 5.1 Aspek konseling minimum yang perlu diberikan kepada

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Contoh resep mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin (1) . 34 Lampiran 2. Contoh resep mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin (2) . 35 Lampiran 3. Contoh resep mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin (3) . 36 Lampiran 4. Nama, Alamat dan No. Telp Pedagang Besar Farmasi (PBF)... 37

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan zaman dan IPTEK menyebabkan perubahan pada pola hidup manusia. Kebanyakan masyarakat saat ini lebih memilih makanan cepat saji yang sebenarnya makanan tersebut kurang baik untuk kesehatan, karena banyak mengandung lemak dengan sedikit serat. Disamping itu, cara hidup yang sibuk menyebabkan tidak adanya kesempatan untuk melakukan aktifitas fisik yaitu berolahraga. Salah satu perubahan pada pola hidup yang seperti ini mengakibatkan gangguan metabolisme dalam tubuh misalnya lipid.

Lipid adalah sekelompok senyawa heterogen yang meliputi lemak, minyak, steroid, wax dan senyawa terkait. Lemak atau lipid adalah zat yang kaya energi, yang berfungsi sebagai sumber energi utama untuk proses metabolisme tubuh (Botham dan Mayes, 2009). Lemak diperoleh dari makanan atau dibentuk di dalam tubuh, terutama di hati dan bisa disimpan di dalam sel-sel lemak untuk digunakan di kemudian hari. Dua lemak utama dalam darah adalah kolesterol dan trigliserida. Lemak mengikat dirinya pada protein tertentu sehingga bisa larut dalam darah; gabungan antara lemak dan protein ini disebut lipoprotein (Murray, Granner, Mayes, Rodwell, 2003).

Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar lemak darah yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida serta kadar kolesterol HDL diatas normal (DiPiro, 2005). Oleh sebab itu, terdapat berbagai macam terapi yang digunakan untuk mengatasi masalah hiperlipidemia, baik terapi nonfarmakologi maupun terapi farmakologi. Terapi nonfarmakologi digunakan untuk membantu dalam menurunkan kadar lemakdalam darah tanpa menggunakan obat-obatan, sedangkan terapi farmakologi digunakan dadalam menurunkan kadar lemak dalam darah dengan penggunaan obat-obatan.

Dalam kesempatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, dilakukan rekapitulasi dan analisis resep yang mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin yang diterima di Apotek Atrika selama periode

Oktober 2012 sampai dengan Maret 2013. Terhadap salah satu resep-resep tersebut, dilakukan pembahasan tentang cara konseling yang diberikan kepada pasien. Dari hasil rekapitulasi dan analisis resep tersebut, diharapkan dapat diketahui profil peresepan dan penggunaan obat antihiperlipidemia simvastatin pada apotek ini.

1.2 Tujuan

a. Melakukan rekapitulasi resep yang mengandung antihiperlipidemia simvastatin yang terdapat di Apotek Atrika pada periode Oktober 2012 – Maret 2013.

b. Melakukan analisis resep yang mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin yang terdapat di Apotek Atrika pada periode Oktober 2012 – Maret 2013.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hiperlipidemia

Hiperlipidemia didefinisikan sebagai peningkatan dari satu atau lebih komponen berikut: kolesterol, ester kolesterol, fosfolipid, atau triasilgliserol (trigliserida). Hiperlipoproteinemia adalah kondisi dimana terjadi peningkatan konsentrasi dari makromolekul lipoprotein yang mengangkut lipid dalam plasma (DiPiro, 2005). Ketidak normalan lipid plasma dapat menyebabkan pengaruh yang buruk (predisposisi) terhadap koroner, serebro vaskular, dan penyakit pembuluh arteri perifer (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009).

2.2 Etiologi dan Patofisiologi

Total kolesterol dan kolesterol LDL meningkat seiring pertambahan usia, baik pada pria ataupun pada wanita. Gambar 2.9 menunjukkan nilai serum kolesterol pada berbagai rentang usia dewasa berdasarkan hasil survey kesehatan nasional Amerika pada tahun 2000.

[Sumber: DiPiro, et al., 2005]

Gambar 2.1. Nilai serum kolesterol pada berbagai rentang usia dewasa (Survey

Kesehatan Nasional Amerika 2000)

Dibandingkan dengan nilai HDL, nilai LDL sangat erat kaitannya dengan peningkatan resiko penyakit jantung koroner (PJK). Abnormalitas lipid dan keberadaan faktor resiko kardiovaskular selama masa kanak-kanak sangat berhubungan dengan tingkat keparahan dari aterosklerosis yang terjadi pada kemudian hari.

Berdasarkan penyebab terjadinya, kondisi hiperlipidemia dapat dibagi menjadi 2, yaitu hiperlipidemia primer (genetik) dan hiperlipidemia sekunder.

2.2.1. Hiperlipidemia Primer

Hiperlipidemia primer ditandai dengan kerusakan genetik yang meliputi kelainan pada protein, sel dan fungsi organ lainnya yang mengakibatkan keadaan yang tidak normal pada lipoprotein. Klasifikasi Frederickson membagi hiperlipidemia atas dasar fenotip plasma lipoprotein pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1. Klasifikasi Hiperlipidemia Berdasarkan Fenotip Lipoprotein

(Klasifikasi Fredrickson-Levy-Lees)

Hiper lipidemia

Penyakit yang terkait Masalah Labs description Pengobatan

Tipe I Hyperchylomicronaemia Penurunan

lipoprotein lipase (LPL) atau defisiensi ApoC2 Peningkatan kilomikron Kontrol diet

Tipe IIa Familial

hypercholesterolemi, polygenic hypercholesterolemi, nephrosis, hypothyroidism, familial combined hyperlipidemia Defisiensi reseptor LDL Hanya peningkatan pada LDL Bile Acid Sequestrant, Statins, Asam nikotinat

Tipe IIb Familial combined hyperlipidemia Penurunan reseptor LDL dan peningkatan ApoB Peningkatan LDL, VLDL Statins, Asam nikotinat, Gemfibrozil Tipe III Dysbetalipoproteinemia Kerusakan pada

sintesis ApoE

Peningkatan IDL Gemfibrozil Tipe IV Familial hypertriglyceridemia, familial combined hyperlipidemia, sporadic hypertriglyceridemia, diabetes Peningkatan produksi VLDL dan penurunan eliminasi VLDL Peningkatan VLDL Asam nikotinat

Tipe V Diabetes Peningkatan

produksi VLDL dan penurunan LPL Peningkatan VLDL dan kilomikron Nicotinic acid, Gemfibrozil

2.2.2. Hiperlipidemia Sekunder

Hiperlipidemia sekunder, yang biasanya terjadi pada orang dewasa mencapai prevalensi 40% dari seluruh kasus hiperlipidemia. Penyebab sekunder yang paling sering adalah gaya hidup dengan asupan makanan yang berlebihan lemak jenuh, kolesterol, dan lemak trans dalam jumlah besar. Penyebab sekunder lainnya adalah diabetes mellitus, konsumsi alkohol yang berlebihan, penyakit ginjal kronis, hipotiroidisme, primary biliary cirrhosis, dan penyakit hati kolestatik lainnya. Selain itu obat-obatan seperti tiazid, β-blockers, retinoid, ARV, estrogen dan progestin, serta glukokortikoid.

[Sumber: DiPiro, et al., 2005]

2.3 Faktor Resiko Hiperlipidemia (Dipiro, 2005)

Berikut ini adalah faktor resiko dari peningkatan level LDL yang setara degan peningkatan resiko PJK :

1. Usia

Pria : ≥ 45 tahun

Wanita : ≥ 55 tahun atau pada kondisi menopause prematur tanpa terapi pengganti estrogen

2. Riwayat keluarga dengan PJK prematur

Mengalami infark miokard atau kematian mendadak sebelum usia 55 tahun untuk ayah atau garis keluarga ayah tingkat pertama atau sebelum 65 tahun untuk ibu atau garis keluarga ibu tingkat pertama

3. Diabetes, juga sebagai faktor resiko PJK 4. Merokok

5. Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau menggunakan medikasi antihipertensi) 6. Nilai HDL rendah ( < 40 mg/dL)

Nilai HDL ≥ 60 mg/dL dihitung sebagai “faktor resiko negatif”.

2.4 Manifestasi Klinik dan Diagnosis

Hiperlipidemia atau hiperlipoproteinemia merupakan suatu kondisi, bukan merupakan suatu penyakit sehingga tidak ada gejala-gejala klinisnya. Manifestasi klinik dapat terlihat setelah pemeriksaan klinik di laboratorium. Pada tahap lebih lanjut, beberapa symptom yang mungkin timbul antara lain terjadinya penyimpanan lemak pada otot dan kulit (xantoma) dan arteri (arteroma).

Hiperlipidemia diklasifikasikan oleh Fredrickson-WHO berdasarkan pola elektroforesis atau ultrasentrifugasi menjadi beberapa tipe, yaitu tipe I, IIa, IIb, III, IV, dan V.

Tabel 2.2 Manifestasi klinik dari berbagai tipe hiperkolesterolemia

Hiperlipoproteinemia Keterangan

Tipe I Disebut juga hyperchylomicronemia familial, merupakan

bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait dengan defisiensi lipoprotein lipase sehingga terjadi peningkatan kilomikron. Pada tipe ini ditandai dengan pankreatitis dan nyeri

abdominal,muncuknya xantomatosis kutaneus, dan hepatosplenomegali.

Tipe IIa Disebut juga hiperkolestrolemia,merupakan bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait dengan peningkatan kadar LDL, ditandai dengan xantoma tendon, xanthelasma, dan premature penyakit kardiovaskular.

Tipe IIb Merupakan bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait

dengan peningkatan LDL dan VLDL.

Tipe III Merupakan bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait

dengan peningkatan IDL. Pada tipe ini ditandai dengan xantoma striata palmaris, tuberose xantoma, dan

aterosklerosis parah yang melibatkan arteri koroner, carotid internal, dan aorta abdominal.

Tipe IV Merupakan bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait

dengan peningkatan VLDL. Pada tipe ini sering dialami oleh pasien dewasa obesitas, diabetes, dan hiperurisemia, dan tidak memiliki xantoma.

Tipe V Merupakan bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait

dengan peningkatan VLDL dan kilomikron. Pada tipe ini ditandai dengan nyeri abdominal, pankreatitis, munculnya xantoma, dan polineuropati perifer. Pasien dengan tipe ini biasanya obesitas, hiperurisemia, dan diabetes.

Pemeriksaan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserisa direkomendasikan untuk dilakukan mulai usia lebih dari 20 tahun dan setidaknya dilakukan 5 tahun sekali. Kolesterol total tersusun atas turunan kolesterol dari LDL, VLDL, dan HDL. Pemeriksaan HDL berguna ketika kolesterol plasma meningkat. Pengukuran sebaiknya dilakukan setelah pasien berpuasa selama 12 jam atau lebih, hal ini penting karena jumlah trigliserida dapat meningkat pada individu yang tidak berpuasa sedangkan total kolesterol tidak terlalu berpengaruh pada individu yang berpuasa.

Pemeriksaan dilakukan dua kali, 1 sampai 8 minggu secara terpisah, dengan pasien dalam kondisi asupan makanan yang stabil dan tidak memiliki penyakit akut, dianjurkan untuk meminimalisir keragaman dan untuk mendapatkan data dasar yang dapat diepercaya. Jika total kolesterol lebih dari 200 mg/dl, dianjurkan melakukan pemeriksaan kedua dan jika nilainya lebih dari 300 mg/dl secara terpisah, harus menggunakan tiga nilai untuk nilai rata-ratanya.

Setelah diketahui adanya abnormalitas pada lipid, hal utama yang harus dievaluasi selanjutnya adalah sejarah pasien (usia, jenis kelamin, jika wanita, perhatikan siklus menstruasi dan perubahan estrogen), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

Sejarah lengkap dan pemeriksaan fisik harus menggambarkan sebagai berikut:

1). Ada atau tidaknya faktor resiko penyakit kardiovaskuler.

2). Sejarah keluarga mengenai adanya penyakit kardiovaskuler premature atau gangguan lipid.

3). Ada atau tidaknya faktor sekunder hiperlipidemia (termasuk pengobatan yang sedang dijalani).

4). Ada atau tidaknya xantoma, nyeri abdominal, atau sejarah pankreatitis, penyakit ginjal atau hati, penyakit pembuluh darah perifer, aneurisme aorta abdomen, atau penyakit pembuluh darah otak (stroke, iskemia).

Jika pemeriksaan fisik dan sejarah tidak cukup untuk mendiagnosis penyakit familial, maka digunakan metode elektroforesis lipoprotein gel-agarosa untuk memeriksa kelas mana yang akan mempengaruhi lipoprotein. Jika nilai trigliserida di bawah 400 mg/dl dan baik hiperlipidemia tipe III atau kilomikron tidak terdeteksi dengan elektroforesis, maka salah satunya dapat menghitung konsentrasi LDL atau VLDL. VLDL = trigliserida/5, LDL = kolesterol total – (VLDL + HDL). Uji awal menggunakan kolesterol total untuk menemukan masalah tetapi manajemen yang berhubungan harus didasarkan pada konsentrasi LDL. Untuk menghitung konsentrasi LDL dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

Tabel 2.3 menunjukkan klasifikasi nilai total kolesterol, LDL, HDL dan trigliserida.

Tabel 2.3 Klasifikasi Nilai Total Kolesterol, LDL, HDL, dan Trigliserida. Kolesterol Total < 200 mg/dl Diinginkan 200 – 239 mg/dl Cukup Tinggi > 240 mg/dl Tinggi Kolesterol LDL < 100 mg/dl Optimal

100 – 129 mg/dl Jauh atau di atas optimal 130 – 159 mg/dl Cukup tinggi

160 – 189 mg/dl Tinggi

> 190 mg/dl Sangat Tinggi

Kolesterol HDL < 40 mg/dl Rendah > 60 mg/dl Tinggi Trigliserida < 150 mg/dl Normal 150 – 100 mg/dl Cukup Tinggi 200 – 499 mg/dl Tinggi > 500 mg/dl Sangat Tinggi 2.5 Sasaran Terapi

Tujuan yang ingin dicapai pada pengobatan adalah penurunan kolesterol total dan LDL untuk menguranggi resiko pertama atau berulang dari infark miokard, angina, gagal jantung, stroke iskemia, atau kejadian lain pada penyakit arterial perifer seperti karotid stenosis atau aneurisme aortik abdominal.

Tabel 2.4 Sasaran LDL Kolesterol dan batasan nilai untuk terapi perubahan gaya

hidup (PGH) dan terapi obat dalam kategori resiko berbeda Kategori Resiko Sasaran LDL Tingkat LDL untuk

Inisiasi PGH (mg/dL) Tingkat LDL untuk Terapi Obat (mg/dL) PJK atau resiko PJK (resiko 10 tahun > 20%) < 100 ≥ 100 ≥ 130 (100-129; obat terpilih)a 2+ Faktor resiko (resiko 10 tahun ≤ 20%) < 130 ≥ 130 Resiko 10 tahun 10-20%; ≥ 130 resiko 10 tahun < 10%; ≥ 160 0-1 Faktor resikob < 160 ≥ 160 ≥ 190 (160-189; obat

pilihan penurun LDL)

a

Beberapa ahli menyarankan penggunaan obat penurun LDL untuk kategori ini jika kadar kolesterol LDL ≤ 100mg/dL tidak dapat diraih dengan PGGH. Kebaikan lain pilihan obat ini karena memodifikasi kadar trigliserida dan HDL, contoh asam nikotinat atau fibrat. Pernyataan klinik menyebutkan penundaan terapi obat untuk subkategori ini.

b

Kebanyakan orang dengan faktor resiko 0-1 memiliki faktor resiko 10 tahun kurang dari 10%, resiko 10 tahun pada orang faktor resiko 0-1 ditaksir tidak penting.

2.5.1. Terapi Non-Farmakologi

Terapi perubahan gaya hidup dimulai sejak awal kedatangan dan termasuk terapi diet, pengurangan berat badan serta peningkatan aktivitas fisik.

1. Diet

Terapi diet yang objektif adalah menurunkan langsung konsumsi lemak total, lemak jenuh dan kolesterol untuk mendapatkan berat badan yang sesuai. Konsumsi kolesterol dan asam lemak yang berlebihan menyebabkan pengurangan klirens hepatik LDL dan deposisi LDL serta oksidasi LDL dalam jaringan lemak.

Peningkatan konsumsi serat larut dalam bentuk oat, pektin, gum dan psyllium dapat membantu penurunan kolesterol total dan LDL sebesar 5-20%, tetapi perubahan makanan atau suplemen seharusnya tidak digantikan untuk pengobatan dengan sediaan yang lebih aktif. Serat ini hanya memiliki efek yang sedikit atau tidak sama sekali terhadap konsentrasi kolestorel HDL atau trigliserida. Serat ini juga boleh

Dokumen terkait