• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 66-110)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

1. Setiap personel berusaha meningkatkan kinerjanya pada setiap pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing, dan sesuai dengan tingkat pendidikan/kompetensinya.

2. Mengikutsertakan personel pada seminar atau pelatihan yang berkaitan dengan tugas dan fungsinya untuk meningkatkan kinerjanya.

3. Implementasi sistem manajemen mutu berdasarkan ISO 9001:2008 yang telah dijalankan saat ini dengan cukup baik oleh Sudinkes Jaktim harus dipertahankan, bahkan ditingkatkan lagi di masa yang akan datang.

4. Peningkatan kualitas dan peranan petugas yang berdinas sebagai Customer Service di walikota dalam menyosialisasikan kelengkapan berkas sehingga berkas yang masuk benar-benar sudah lengkap dan sudah siap untuk diproses. 5. Sebaiknya ada upaya Sudinkes Jakarta Timur untuk menindaklanjuti adanya kekurangan tenaga kesehatan di sarana kesehatan masyarakat yang berada di Kota Administrasi Jakarta Timur agar kekurangan tenaga kesehatan yang dibutuhkan dapat teratasi

DAFTAR REFERENSI

Undang-undang No. 25 Tahun 2009. (2009). Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Jakarta.

Undang-undang No. 36 Tahun 2009 . (2009). Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.

Undang-undang No. 22 Tahun 1999 . (1999). Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Kesehatan. Jakarta.

Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000. (2000). Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah OtonomPresiden RI. Jakarta.

Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009. (2009). Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan No. 889/Menkes/Per/V/2011. (2011). Keputusan

Menteri Kesehatan No. 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan No. 2052/Menkes/Per/X/2011. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan No. 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Keputusan Menteri Kesehatan H.K. 02.02/Menkes/149/ I/2010. (2011).Keputusan Menteri Kesehatan H.K. 02.02/Menkes/149/ I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Keputusan Menteri Kesehatan H.K. 02.02/Menkes/148/ I/2010 .(2011). Keputusan Menteri Kesehatan H.K. 02.02/Menkes/148/ I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan No 284/MenKes/PER/III/2007. (2007). Peraturan Menteri Kesehatan No 284/MenKes/PER/III/2007, tentang Apotek Rakyat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan No. 357/Menkes/Per/2006. (2006). Peraturan Menteri Kesehatan No. 357/Menkes/Per/2006 Tentang Registrasi dan Izin Radiografer. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan No. 867/Menkes/Per/VIII/2004. (2004). Peraturan Menteri Kesehatan No. 867/Menkes/Per/VIII/2004 tentang Registrasi dan

Praktik Terapis Wicara. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Keputusan Menteri Kesehatan No. 1202/MENKES/SK/VIII/2003. (2003). Keputusan Menteri Kesehatan No. 1202/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2003). Kebijakan dasar Puskesmas (Menuju Indonesia Sehat 2010). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002. (2002). Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan No. 544/Menkes/VI/2002. (2002) Peraturan Menteri Kesehatan No. 544/Menkes/VI/2002 Tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis Optisien. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan No. 1392/Menkes/SK/XII/2001. (2001). Peraturan Menteri Kesehatan No. 1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan No. 1363/Menkes/SK/XII/2001. (2001). Peraturan Menteri Kesehatan No. 1363/Menkes/SK/XII/2001 Tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapis Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 142/MenKes/PER/III/1991. (1991). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 142/MenKes/PER/III/1991 tentang Penyalur Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/PER/V/1990. (1990). Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/PER/V/1990 Tentang Izin Usaha Industri Kecil Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009. (2009). Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan. Jakarta : Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Peraturan Daerah DKI Jakarta No.4 Tahun 2009. (2009). Peraturan Daerah DKI Jakarta No.4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta..(2009). Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. 2002. Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI Jakarta. Jakarta : Suku Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.

Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. 2009. Dokumen Sistem Manajemen Mutu Sudinkes Kodya Jakarta Timur Tahun 2009; Deskripsi Kerja Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Jakarta: Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.

Lampiran 2 Bagan Struktur Organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI

JAKARTA TIMUR

JL. MATRAMAN RAYA NO. 218

PERIODE 16 JANUARI-2 FEBRUARI 2012

SISTEM PELAPORAN

PENGGUNAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA

DI SUKU DINAS KESEHATAN

KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

BULAN OKTOBER-DESEMBER 2011

NYSSA ADRIANA, S. Farm.

1106047272

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JUNI 2012

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... iii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 2.1 Narkotika dan Psikotropika ... 4 2.2 Penggolongan Narkotika dan Psikotropika ... 4 2.3 Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika

(SIPNAP) ... 6 BAB 3 PELAKSANAAN ... 9 3.1. Waktu dan Tempat ... 9 3.2. Cara Kerja ... 9 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 10 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN... 21 5.1 Kesimpulan ... 21 5.2 Saran... 21 DAFTAR REFERENSI ... 23 LAMPIRAN ... 24

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Alur Pelaporan dengan SIPNAP ... 7 Gambar 4.1. Jumlah Pelapor Penggunaan Narkotika ... 11 Gambar 4.2. Jumlah Pelapor Penggunaan Psikotropika ... 12

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Sepuluh jenis narkotika yang paling banyak digunakan

selama bulan Oktober-Desember 2011 di semua UPK ... 14 Tabel 4.2. Sepuluh jenis psikotropika yang paling banyak digunakan

selama bulan Oktober-Desember 2011 di apotek ... 15 Tabel 4.3. Sepuluh jenis psikotropika yang paling banyak digunakan

selama bulan Oktober-Desember 2011 di puskesmas ... 16 Tabel 4.4. Sepuluh jenis psikotropika yang paling banyak digunakan

selama bulan Oktober-Desember 2011 di rumah sakit ... 17 Tabel 4.5. Sepuluh apotek yang paling banyak menggunakan

psikotropika selama bulan Oktober-Desember 2011 ... 18 Tabel 4.6. Sepuluh puskesmas yang paling banyak menggunakan

psikotropika selama bulan Oktober-Desember 2011 ... 19 Tabel 4.7. Sepuluh rumah sakit yang paling banyak menggunakan

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Form Laporan Narkotika ... 24 Lampiran 2. Form Laporan Psikotropika ... 25 Lampiran 3. Sepuluh jenis narkotika yang paling banyak digunakan

pada bulan Oktober-Desember 2011 di semua UPK

Kota Administrasi Jakarta Timur ... 26 Lampiran 4. Sepuluh jenis psikotropika yang paling banyak digunakan

pada bulan Oktober-Desember 2011 di apotek

Kota Administrasi Jakarta Timur ... 27 Lampiran 5. Sepuluh jenis psikotropika yang paling banyak digunakan

pada bulan Oktober-Desember 2011 di puskesmas

Kota Administrasi Jakarta Timur ... 28 Lampiran 6. Sepuluh jenis psikotropika yang paling banyak digunakan

pada bulan Oktober-Desember 2011 di rumah sakit

Kota Administrasi Jakarta Timur ... 30 Lampiran 7. Sepuluh apotek di Kota Administrasi Jakarta Timur

yang paling banyak menggunakan psikotropika

pada bulan Oktober-Desember 2011 ... 31 Lampiran 8. Sepuluh puskesmas di Kota Administrasi Jakarta Timur

yang paling banyak menggunakan psikotropika

pada bulan Oktober-Desember 2011 ... 32 Lampiran 9. Sepuluh rumah sakit di Kota Administrasi Jakarta Timur

yang paling banyak menggunakan psikotropika

1 Universitas Indonesia BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Narkotika dan psikotropika merupakan golongan obat yang dimanfaatkan secara luas di bidang kesehatan. Senyawa obat ini awalnya diperoleh dari alam dalam campuran beberapa senyawa. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, senyawa-senyawa ini dapat diekstraksi serta disintesis dalam bentuk tunggal dan murni.

Senyawa obat tersebut dikenal dengan efektivitasnya terhadap berbagai macam penyakit. Penelitian membuktikan bahwa senyawa-senyawa tersebut memiliki aktivitas sebagai analgesik, antitusif, spasmolitik, stimulan dan depresan sistem saraf. Selain manfaat, narkotika dan psikotropika juga diketahui memiliki resiko yang cukup tinggi. Resiko terbesar ialah ketergantungan baik secara fisik maupun mental. Ketergantungan sangat berkaitan dengan penyalahgunaan aktivitas dari narkotika dan psikotropika. Penyalahgunaan ini dapat menimbulkan kerusakan yang fatal bahkan kematian terhadap manusia (Dinas Kesehatan Kalimantan Timur, 2008).

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah mengembangkan regulasi dan sistem pengawasan yang lebih tegas terhadap penggunaan narkotika dan psikotropika. Pemerintah telah menetapkan Undang-undang (UU) No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Kedua undang-undang tersebut berisi ketentuan pengadaan, impor dan ekspor, peredaran (distribusi dan penyaluran pada masyarakat), publikasi, pengobatan dan rehabilitasi, pembinaan dan pengawasan, pencegahan dan pemberantasan, serta penyidikan dan persidangan terhadap penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.

Pengawasan terhadap peredaran narkotika dan psikotropika dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah daerah yang berwenang dalam pengawasan terhadap penggunaan narkotika dan psikotropika adalah Dinas Kesehatan (Dinkes) yang berada di setiap kabupaten atau kotamadya suatu propinsi. Untuk DKI Jakarta, pengawasan dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) yang berada di setiap kota administrasi. DKI

Jakarta memiliki 6 kota administrasi, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Kepulauan Seribu. Struktur organisasi Sudinkes terbagi menjadi beberapa seksi, salah satunya adalah Seksi Sumber Daya Kesehatan yang memiliki Sub-bagian Farmasi Makanan dan Minuman (Farmakmin). Pengawasan penggunaan narkotika dan psikotropika dilakukan oleh sub-bagian ini menggunakan Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) (Dinas Kesehatan Kalimantan Timur, 2008).

SIPNAP adalah sistem aplikasi yang berbasi online dan terintegrasi. Sistem ini mengintegrasikan pelaporan narkotika dan psikotropika dari Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang meliputi apotek, puskesmas, dan rumah sakit dengan pemerintah serta Pedagang Besar Farmasi (PBF). Melalui SIPNAP, Dinkes Kabupaten/Kotamadya atau Sudinkes Kota Administrasi yang menerima laporan dari UPK meneruskan laporan tersebut ke tingkat propinsi dan pusat. Sistem ini bertujuan untuk melakukan pengawasan secara menyeluruh dari penyediaan sampai dengan penyerahan narkotika dan psikotropika sehingga dapat meminimalkan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika. Selain itu, pelaporan ini juga bertujuan untuk menjamin ketersediaan jenis narkotika dan psikotropika tertentu yang sangat dibutuhkan, secara wajar dan sesuai (Dinas Kesehatan Kalimantan Timur, 2008).

Mahasiswa calon apoteker perlu mengetahui dan mengerti tentang sistem ini sehingga dapat mengembangkan pengawasan penggunaan narkotika dan psikotropika. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis yang melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) diberikan tugas khusus untuk melakukan rekapitulasi dan pengolahan data laporan narkotika dan psikotropika melalui sistem SIPNAP.

1.2. Tujuan

a. Mengetahui tingkat kepatuhan UPK terhadap kegiatan pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika di Kota Administrasi Jakarta Timur selama bulan Oktober-Desember 2011

b. Mengetahui jenis narkotika dan psikotropika yang terbanyak digunakan di Kota Administrasi Jakarta Timur selama bulan Oktober-Desember 2011

c. Mengetahui UPK yang menggunakan narkotika dan psikotropika terbanyak di Kota Administrasi Jakarta Timur selama bulan Oktober-Desember 2011 d. Mengetahui kendala yang mungkin dihadapi dalam pelaporan penggunaan

4 Universitas Indonesia BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Narkotika dan Psikotropika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran; hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. (Undang-undang No. 35 Tahun 2009, 2009) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku (Undang-undang No. 5 Tahun 1997, 1997).

Kedua golongan obat tersebut diatur dalam UU Negara, yaitu UU No. 35 tahun 2009 untuk Narkotika dan UU No. 5 tahun 1997 untuk Psikotropika. Negara mengeluarkan UU tentang Narkotika dengan tujuan:

1. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

2. Mencegah dan melindungi bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika 3. Memberantas peredaran gelap narkotika dan preskusornya

4. Menjamin upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pencandu narkotika

2.2 Penggolongan Narkotika dan Psikotropika

Menurut UU Narkotika tahun 2009, narkotika terbagi dalam 3 golongan, yaitu:

a. Narkotika Golongan I

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi dalam mengakibatkan ketergantungan. Contoh obat yang termasuk dalam narkotika golongan I, diantaranya tanaman Papaver somniverum, Erythroxylon, sp., kokain, heroin, opium, sediaan campuran opium, serta psikotropika golongan I dan II.

b. Narkotika Golongan II

Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Conttoh obat yang termasuk dalam narkotika golongan II, diantaranya benzilmoerfin, fentanil, morfin, metadon, petidin, dan sulfentanil.

c. Narkotika Golongan III

Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh obat yang termasuk narkotika golongan III, diantaranya etilmorfin, kodein, dan buprenorfin.

Menurut UU Psikotropika tahun 1997, psikotropika terbagi dalam 4 golongan, yaitu:

a. Psikotropika Golongan I

Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh obat yang termasuk dalam psikotropika golongan I, diantaranya, seperti MDMA (3,4-metilendioksi-N-metilamfetamin), brolamfetamin, psilosibin, dan lain-lain.

b. Psikotropika Golongan II

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh obat yang termasuk dalam psikotropika golongan II, diantaranya amfetamin, metamfetamin, metilfenidat, sekobarbital, dan lain-lain. Setelah adanya UU Narkotika tahun 2009, psikotropika golongan I dan II dimasukan ke dalam narkotika golongan I.

c. Psikotropika Golongan III

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta berpotensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh obat yang termasuk dalam psikotropika golongan III, diantaranya amobarbital, buprenorfin, pentazosin, pentobarbital, dan lain-lain.

d. Psikotropika Golongan IV

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh obat yang termasuk dalam psikotropika golongan IV, diantaranya alprazolam, diazepam, fenobarbital atau luminal, klobazam, dan klordiazepoksid.

2.3. Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP)

SIPNAP adalah sistem aplikasi berbasis online dan terintegrasi untuk pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika. Aplikasi ini dikembangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI sekarang Kementerian Kesehatan RI) sejak tahun 2006. Tahapan pelaporan dilakukan pada masing-masing bagian sesuai dengan tanggung jawabnya dalam SIPNAP. Terdapat 3 bagian yang terintegrasi melalui sistem ini, yaitu Dinkes Kabupaten/Kota atau Sudinkes Kota Administrasi sebagai penerima laporan, Dinkes Propinsi, serta Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Dirjen Binfar Alkes) Kementerian Kesehatan sebagai pusat dan web server.

Gambar 2.1 Bagan Alur Pelaporan dengan SIPNAP

Tahapan penggunaan SIPNAP dapat dilihat pada Gambar 2.1. Untuk dapat menjalankan SIPNAP, aplikasi SIPNAP harus ter-install dengan baik di masing-masing bagian. Tahapan selanjutnya adalah mendaftar UPK yang melapor ke Dinkes Kabupaten/Kota atau Sudinkes setempat. Data-data UPK akan terangkum dalam Daftar Unit Pelayanan. Dinkes Kabupaten/Kota wajib mengirimkan softcopy form baku untuk pengisian data pelaporan ke UPK terdaftar. Form ini diisi dan dikirimkan kembali ke Dinkes Kabupaten/Kota atau Sudinkes paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Contoh form baku dapat dilihat di bagian Lampiran 1 dan 2.

Form yang dikirimkan UPK berupa hardcopy (di cetak dan dikirimkan via pos) dan softcopy (dikirimkan via email atau CD). Form tersebut dicek tanda tangan apoteker penanggung jawabnya dan kesesuaiannya dengan pelaporan bulan yang lalu. Apabila terdapat kesalahan, maka pelaporan diulangi, sebaliknya jika tidak terdapat masalah, data pelaporan yang benar dikirimkan ke server sehingga akan terintegrasi dengan Dinkes Propinsi dan pusat.

Data-data yang telah dilaporkan akan tersimpan dalam database aplikasi di Dinkes Kabupaten/Kota atau Sudinkes serta database server. Database server lebih terinci dibandingkan dengan database aplikasi. Kelebihan data dari server adalah kategori pengelompokan yang lebih rinci, yaitu berdasarkan jenis UPK pelapor, sedangkan data dari aplikasi terbatas pada data setiap bulannya. Dinkes Propinsi dan pusat dapat melakukan penjelajahan data pelaporan yang telah tersimpan dalam server melalui aplikasi yang ter-install di bagian masing-masing. Dinkes Kabupaten/Kota atau Sudinkes hanya dapat mengakses data dari database aplikasi, namun tidak dapat mengakses langsung data dari server. Data dari server dapat diakses Dinkes Kabupaten/Kota atau Sudinkes dengan mengajukan permohonan akses dari web (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2009).

9 Universitas Indonesia BAB 3

PELAKSANAAN 3.1. Waktu dan Tempat

PKPA di Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Timur, Seksi Sumber Daya Kesehatan, bagian Farmakmin dimulai pada tanggal 16 Jnauari 2012 sampai dengan 2 Februari 2012. Rekapitulasi laporan dan pengambilan data dilakukan dari tanggal 16 Januari 2012 sampai dengan 31 Januari 2012.

3.2. Cara Kerja

Data diambil dari data hardcopy dan softcopy laporan penggunaan narkotika dan psikotropika UPK di Jakarta Timur bulan Oktober-Desember 2011 yang dikirimkan ke Sudinkes melalui pos atau email. Data laporan narkotika diolah dengan menggunakan aplikasi SIPNAP versi 1.2009.10 sedangkan data laporan psikotropika diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk diagram, grafik, dan tabel untuk mendapatkan hasil sebagai berikut:

1. Kepatuhan UPK dalam pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika di Kota Administrasi Jakarta Timur.

2. Distribusi 10 jenis narkotika dan psikotropika yang paling banyak digunakan pada bulan Oktober-Desember 2011.

3. Distribusi 10 UPK yang menggunakan narkotika dan psikotropika terbanyak pada bulan Oktober-Desember 2011.

10 Universitas Indonesia BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada PKPA di Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Timur pada tanggal 16 Januari sampai dengan 2 Februari 2012, penulis mendapatkan tugas khusus untuk melakukan rekapitulasi laporan penggunaan narkotika dan psikotropika selama bulan Oktober-Desember 2011. Data yang direkapitulasi dibatasi hingga tanggal 31 Januari 2012 dikarenakan masalah keterbatasan waktu PKPA. Data diperoleh dari laporan penggunaan narkotika dan psikotropika dari setiap UPK Kota Administrasi Jakarta Timur, yaitu apotek, puskesmas, dan rumah sakit yang dikirimkan ke Sudinkes menggunakan pos (bentuk hardcopy) dan email (bentuk softcopy). UPK yang ada di Jakarta Timur per tahun 2011 meliputi 337 apotek, 10 puskesmas per kecamatan, dan 35 rumah sakit. Total UPK yang ada di wilayah Jakarta Timur sebanyak 382 unit. Data tersebut mencakup pemakaian narkotika yang berjumlah 31 jenis obat serta pemakaian psikotropika yang berjumlah 228 jenis obat.

Laporan penggunaan narkotika dan psikotropika direkapitulasi menjadi database dalam aplikasi komputer yaitu Aplikasi SIPNAP Kabupaten 1.2009.10 yang dikembangkan oleh Dirjen Binfar Alkes Kementerian Kesehatan RI. Aplikasi SIPNAP dibuat untuk merekapitulasi laporan penggunaan narkotika dan psikotropika, namun sayangnya masih memiliki keterbatasan dalam menampung data dalam jumlah besar. Untuk mengatasinya, maka rekapitulasi dilakukan menggunakan 2 aplikasi, yakni aplikasi SIPNAP untuk merekapitulasi data penggunaan narkotika dan aplikasi Microsoft Excel untuk merekapitulasi data penggunaan psikotropika.

Data yang telah direkapitulasi diolah dengan mengelompokkan 10 jenis obat dengan penggunaan terbanyak di setiap UPK serta mengelompokkan 10 UPK dengan penggunaan obat terbanyak. Data digunakan untuk menganalisa kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan, rasionalitas penggunaan obat, dan prioritas penyediaan obat. Untuk data pelaporan narkotika, tidak dilakukan pengelompokan data berdasarkan 10 UPK dengan penggunaan obat terbanyak. Hal tersebut dikarenakan terdapat kendala dalam memperoleh kembali data yang

telah di-input ke dalam aplikasi SIPNAP sehingga hanya dapat dilakukan pengelompokan data berdasarkan 10 obat dengan penggunaan terbanyak.

Dari hasil rekapitulasi data dianalisa kepatuhan pelaporan UPK di Kota Administrasi Jakarta Timur selama bulan Oktober-Desember 2011. Analisa kepatuhan dibuat berdasarkan jumlah laporan penggunaan narkotika dan psikotropika yang masuk ke Sudinkes hingga tanggal 31 Januari 2012. Berikut merupakan tabel jumlah UPK yang melapor penggunaan narkotika selama bulan Oktober-Desember 2011.

Gambar 4.1. Jumlah Pelapor Penggunaan Narkotika

Dari data yang telah dipaparkan pada Gambar 4.1. diperoleh 224 UPK melapor penggunaan narkotika pada bulan Oktober, 212 unit pada bulan November, sedangkan 192 unit melapor pada bulan Desember. Rata-rata jumlah unit yang melapor pada bulan Oktober-Desember 2011 adalah 209,33 unit sehingga diperkirakan kepatuhan UPK Kota Administrasi Jakarta Timur terhadap pelaporan penggunaan narkotika ialah 54,8%.

Gambar 4.2. Jumlah Pelapor Penggunaan Psikotropika

Dari data yang telah dipaparkan pada Gambar 4.2 diperoleh sebanyak 183 UPK melapor penggunaan psikotropika pada bulan Oktober, 177 unit pada bulan November, sedangkan 169 unit melapor pada bulan Desember. Rata-rata jumlah UPK yang melapor pada bulan Oktober-Desember 2011 adalah 176,33 unit, sehingga diperkirakan kepatuhan UPK terhadap pelaporan penggunaan psikotropika Kota Administrasi Jakarta Timur ialah 46,2%.

Tingkat kepatuhan pelaporan narkotika dan psikotropika berkisar antara 40-60% dari seluruh UPK di Kota Administrasi Jakarta Timur. Berdasarkan analisa dan diskusi, hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor terkait. Kendala ditemukan pada UPK, sudinkes, serta sarana perantara. Pertama, terdapat apotek yang tidak menyediakan narkotika dan psikotropika atau tanpa pengunaan obat tersebut pada bulan yang bersangkutan. Apotek yang tidak menyediakan narkotika dan psikotropika, seperti apotek yang berada di pusat perbelanjaan, umumnya tidak melakukan pelaporan ke sudinkes sehingga kepatuhan pelaporannya menjadi

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 66-110)

Dokumen terkait