• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 43-109)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

1. Kegiatan-kegiatan binwasdal sarana farmasi, makanan, dan minuman yang telah dilakukan perlu ditingkatkan lagi dalam rangka sosialisasi informasi dan untuk meningkatkan kesadaran serta pengetahuan tenaga kesehatan dan pemilik sarana kesehatan.

2. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan perlu memiliki website yang interaktif dan menarik untuk media penyampaian informasi pelayanan, kebijakan, maupun kegiatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. 3. Perlunya penambahan penempatan apoteker di Puskesmas Kecamatan terutama Puskesmas dengan jumlah pelayanan resep yang tinggi sehingga tercapainya pelayanan kefarmasian yang optimal.

4. Sebaiknya terdapat SDM yang kompeten dan tepat terkait pembuatan laporan LPLPO di Puskesmas Kelurahan dan Kecamatan agar pelaporan dapat dijalankan secara online untuk mengatasi keterlambatan yang masih sering terjadi.

DAFTAR ACUAN

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2003). Keputusan

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.5.1640 tentang Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1972). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 167 Tahun 1972 tentang Pedagang Eceran Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 246 Tahun 1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002a). Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1331 Tahun 2002 tentang: Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 167 Tahun 1972 tentang Pedagang Eceran Obat. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002b). Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor 1332 Tahun 2002 tentang: Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922 Tahun 1993 tentang: Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Petunjuk Teknis Cara

Distribusi Alat Kesehatan yang Baik. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 284 tahun 2007 tentang Apotek Rakyat. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1191 Tahun 2010 tentang penyaluran alat kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2010). Materi

Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota.

Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Gubernur Provinsi DKI Jakarta. (2008) Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 10

Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Jakarta: Pemerintah

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2008). Peraturan Daerah Provinsi DKI

Jakarta Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2009a). Peraturan Daerah Provinsi DKI

Jakarta Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah. Jakarta:

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2009b). Peraturan Gubernur Provinsi DKI

Jakarta Nomor 150 Tahun 2009 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. (1998). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 27 Tahun 1998 tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2000). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Otonom. Jakarta: Pemerintah Republik

Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Pemerintah

Republik Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2007). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik

Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta:

Lampiran 1. Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Kota Administasi Jakarta Selatan

Lampiran 3. Formulir Persyaratan Permohonan Izin Apotek

Lampiran 4. Berita Acara Pemeriksaan Sarana Apotek

Lampiran 5. Formulir Pernyataan Siap Melakukan Kegiatan

(Lanjutan). Formulir Permohonan Izin Pedagang Eceran Obat

(Lanjutan). Formulir Permohonan Persetujuan Prinsip IKOT

Lampiran 9. Formulir Permohonan Izin Cabang/ Sub Penyalur Alat Kesehatan

(Lanjutan). Formulir Permohonan Izin Cabang/ SubPenyalur Alat Kesehatan

Lampiran 11. Data 10 penyakit terbanyak di puskesmas kecamatan Pesanggrahan tahun 2011

No Jenis penyakit Persentase

Jumlah Persentase 1 Infeksi Akut Lain Pernafasan

Atas

22.152 37,37

2 Peny. Pulpa & jar. Periapikal 7.467 12,60

3 Peny. Lainnya 6.717 11,33

4 Peny. Darah Tinggi 5.726 9,66

5 Peny. Pada Sistem Otot & jar. Pengikat

4.044 6,82

6 Peny. Kulit Infeksi 3.377 5,70

7 Gangguan Gigi dan Jar. Penyangga lain

2.901 4,89

8 Ginggivitis dan Penyakit Periodental

2.535 4,28

9 Tonsilitis 2.363 3,99

10 Diare (Termasuk Tersangka Kolera)

1.990 3,36

Lampiran 13. Alur dalam Pemberian Izin Cabang PAK

Keterangan:

a. Kepala dinas kesehatan provinsi berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa dan membuat Berita Acara Pemeriksaan dengan menggunakan Formulir 2.

b. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setelah menerima hasil pemeriksaan tim pemeriksa bersama meneruskan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dengan menggunakan Formulir 3. **Bila pemeriksaan tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat siap melaksanakan kegiatan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dengan menggunakan Formulir 4.

c. Setelah melakukan pemeriksaan, kepala dinas kesehatan provinsi dapat mengeluarkan izin cabang PAK, penundaan atau penolakan permohonan izin Cabang PAK dengan menggunakan Formulir 5 dan 6 .

d. Pemohon diberikan waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sejak diterbitkan surat penundaan.

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI SUKU DINAS KESEHATAN

KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN

KOORDINATOR FARMASI MAKANAN DAN MINUMAN

PERIODE 7 JANUARI – 25 JANUARI 2013

BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP) CABANG

PENYALUR ALAT KESEHATAN (CABANG PAK)

RIZA MARLYNE, S. Farm.

1206313620

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK JANUARI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI SUKU DINAS KESEHATAN

KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN

KOORDINATOR FARMASI MAKANAN DAN MINUMAN

PERIODE 7 JANUARI – 25 JANUARI 2013

BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP) CABANG

PENYALUR ALAT KESEHATAN (CABANG PAK)

RIZA MARLYNE, S. Farm.

1206313620

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK JANUARI 2014

HALAMAN SAMPUL ……… HALAMAN JUDUL ………... DAFTAR ISI ………...………...…..…... DAFTAR GAMBAR ………...…..………. DAFTAR LAMPIRAN ………...…..………. BAB 1. PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1.2 Tujuan ………...

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Produksi Alat Kesehatan ...

2.1.1 Sertifikat Produksi ………... 2.1.2 Izin Edar Alat Kesehatan ... 2.2 Cabang Penyalur Alat Kesehatan (Cabang PAK) ... 2.3 Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Cabang PAK …………....

BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ... 3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian ……... 3.2 Metode Pengkajian Data ...

BAB 4 PEMBAHASAN ...

BAB 5 KESIMPULAN dan SARAN ... 5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran ... DAFTAR ACUAN ... i ii iii iv v 1 1 3 4 4 5 6 10 14 16 16 16 17 21 21 21 22 Halaman

Gambar 2.1 Alur Pemberian Izin PAK ……… 11 Halaman

Lampiran 1. Permohonan Izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan ……….. Lampiran 2. Berita Acara Pemeriksaan Sarana Cabang PAK ………….... Lampiran 3. Laporan Hasil Pemeriksaan Cabang PAK ………. Lampiran 4. Persyaratan Siap Beroperasi Cabang PAK ……… Lampiran 5. Penundaan Izin Cabang PAK ……… Lampiran 6. Izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan ……….. Lampiran 7. Pencabutan Izin Cabang PAK ………... Lampiran 8. Laporan Hasil Pengawasan ………...

23 25 28 29 30 31 33 34 Halaman

1.1 Latar Belakang

Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan salah satu upaya dalam melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat serta yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sesuai dengan Undang-undang Nomor 72 Tahun 1998 tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan serta dalam PERMENKES RI Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang produksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga dan PERMENKES RI Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang penyaluran alat kesehatan, menyebutkan bahwa produk alat kesehatan yang beredar harus memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan yang telah sesuai dengan Farmakope Indonesia, Standar Nasional Indonesia (SNI), Pedoman Penilaian Alat Kesehatan, atau standar lain yang diatur oleh Direktur Jenderal.

Perusahaan yang memproduksi alat kesehatan harus memiliki sertifikat produksi yang diberikan oleh Direktur Jenderal sesuai dengan PERMENKES RI Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang produksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, agar dihasilkan alat kesehatan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Perusahaan yang memproduksi alat kesehatan bertanggung jawab terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat kesehatan yang diproduksinya dan dapat menjamin bahwa produknya dibuat sesuai dengan Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik dan tidak terjadi penurunan kualitas dan kinerja selama proses penyimpanan, penggunaan dan transportasi sesuai dengan PERMENKES RI Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang produksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Selain harus memiliki sertifikat produksi, perusahaan yang memproduksi alat kesehatan juga harus memiliki izin edar alat kesehatan,

sesuai PERMENKES RI Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Sebelum diberikan izin edar,dilakukan evaluasi oleh tim penilai dan tim ahli alat kesehatan, yang terdiri dari pakar, organisasi profesi, asosiasi terkait, perguruan tinggi, praktisi dan instansi terkait yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal. Tim penilai dan tim ahli alat kesehatan melakukan penilaian keamanan dan kemanfaatan suatu produk alat kesehatan, yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis dan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan serta mutu suatu alat kesehatan, yang dinilai dari cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan. Alat kesehatan yang merupakan produk impor, cara pembuatan yang baik ditunjukkan dengan sertifikat produksi.

Setelah mendapatkan izin untuk mengedarkan alat kesehatan, perusahaan produksi alat kesehatan dalam menyalurkan alat kesehatannya harus memiliki izin PAK (Penyalur Alat Kesehatan). Izin PAK diberikan jika perusahaan melaksanakan ketentuan CDAKB yaitu Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik, merupakan pedoman yang digunakan dalam rangkaian kegiatan distribusi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin agar produk alat kesehatan yang didistribusikan senantiasa memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaannya serta perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha.

Penyalur alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh PAK, Cabang PAK, dan toko alat kesehatan. Selain itu, alat kesehatan tertentu dalam jumlah terbatas dapat disalurkan oleh apotek dan pedagang eceran obat. Cabang PAK merupakan unit usaha dari penyalur alat kesehatan yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan . Penyalur alat kesehatan (PAK dan Cabang PAK) dalam menyalurkan alat kesehatan harus sesuai dengan CDAKB agar dapat memperoleh izin PAK dan izin Cabang PAK.

Setiap PAK, Cabang PAK, dan toko kesehatan wajib memiliki izin yang diberikan oleh berbeda instansi, yaitu izin PAK diberikan oleh Direktur Jenderal, izin Cabang PAK diberikan oleh kepala dinas kesehatan provinsi, serta izin toko

kesehatan diberikan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Izin Cabang PAK, hanya berlaku di provinsi yang mengeluarkan izin tersebut.

Sebelum diberikan izin Cabang PAK, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan oleh tim pemeriksa yang berasal dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi yang berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terhadap unit usaha penyalur alat kesehatan tersebut yang dilaporkan sebagai Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Dari hasil BAP dapat diketahui unit usaha alat kesehatan tersebut dapat dikeluarkan izin Cabang PAK atau perizinannya ditolak oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Tim pemeriksa unit usaha alat kesehatan, salah satunya berasal dari Suku Dinas Kesehatan. Suku Dinas Kesehatan yang melakukan pemeriksaan alamat, lokasi serta sarana dan prasarana yang terdapat pada unit usaha alat kesehatan yang melakukan pemohonan izin Cabang PAK. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka mahasiswa Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) diberikan tugas khusus mengenai Berita Acara Pemeriksaan Cabang Penyalur Alat Kesehatan (PAK).

1.1 Tujuan

Pelaksanaan PKPA di Suku Dinas Kabupaten Kota Administrasi Jakarta Selatan Seksi Sumber Daya Kesehatan, terutama di bagian Farmasi Makanan dan Minuman, bertujuan agar mahasiwacalon apoteker:

a. Mengetahui alur permohonan mendapatkan izin Cabang PAK.

b. Mengetahui tahapan mendapatkan izin Cabang PAK, yaitu sebelum diberikan izin Cabang PAK, dilakukan pemeriksaan untuk melihat alamat, lokasi, sarana dan prasarana serta penerapan CDAKB didalam unit usaha tersebut. Dari hasil pemeriksaan tersebut dibuat Berita Acara Pemeriksaan yang menentukan unit usaha tersebut dapat diberikan izin Cabang PAK atau izinnya ditolak oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

2.1 Produksi Alat Kesehatan

Menurut PERMENKES RI Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang produksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, menyebutkan bahwa alat kesehatan merupakan instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh, selain itu alat kesehatan dapat juga mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama pada atau dalam tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi, atau metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan dari alat kesehatan dengan cara tersebut.

Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana yang dimaksud oleh produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut:

a. Diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan penyakit; b. Diagnosis, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi

sakit;

c. Penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi, atau proses fisiologis;

d. Mendukung atau mempertahankan hidup; e. Menghalangi pembuahan;

f. Desinfeksi alat kesehatan;

g. Menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui pengujian

2.1.1 Sertifikat Produksi

Menurut PERMENKES RI Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang produksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, menyebutkan bahwa produk alat kesehatan yang beredar harus memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan sesuai dengan Farmakope Indonesia, Standar Nasional Indonesia (SNI), Pedoman Penilaian Alat Kesehatan, atau standar lain yang diatur oleh Direktur Jenderal.

Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal.

Perusahaan yang memproduksi alat kesehatan bertanggung jawab terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat kesehatan yang diproduksinya serta harus dapat menjamin bahwa produknya dibuat sesuai dengan Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik dan tidak terjadi penurunan kualitas dan kinerja selama proses penyimpanan, penggunaan dan transportasi.

Perusahaan alat kesehatan harus mampu melakukan analisa dan pemeriksaan terhadap bahan baku produksi yang digunakan dan produk akhir, yaitu dengan memiliki laboratorium sendiri atau bekerja sama dengan laboratorium lain yang telah terakreditasi atau diakui.

Sertifikat produksi alat kesehatan diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas, yaitu:

a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III;

b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa dan kelas IIb, sesuai ketentuan Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik;

c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I dan IIa tertentu, sesuai ketentuan Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik.

Sertifikat produksi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku.

Dalam rangka menjamin alat kesehatan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan diselenggarakan upaya pemeliharaan mutu alat kesehatan yang dilakukan sejak kegiatan produksi sampai dengan peredaran alat kesehatan. Perusahaan yang memproduksi, mengemas kembali, merakit, merekondisi/remanufacturing harus melaporkan hasil pengawasan mutu alat kesehatan secara berkala minimal setahun sekali kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Dalam pelaksanaan upaya pemeliharaan mutu alat kesehatan, Direktur Jenderal menetapkan persyaratan pemeliharaan mutu alat kesehatan serta pembinaan dan pengawasan pemeliharaan mutu alat kesehatan. 2.1.2 Izin Edar Alat Kesehatan

Alat kesehatan yang akan diimpor, digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia harus terlebih dahulu memiliki izin edar yang diberikan oleh Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan PERMENKES RI Nomor Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Sebelum diberikan izin edar,dilakukan evaluasi oleh tim penilai dan tim ahli alat kesehatan, yang terdiri dari pakar, organisasi profesi, asosiasi terkait, perguruan tinggi, praktisi dan instansi terkait yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal. Tim penilai dan tim ahli alat kesehatan melakukan penilaian keamanan dan kemanfaatan suatu produk alat kesehatan, yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis dan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan serta mutu suatu alat kesehatan, yang dinilai dari cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan. Alat kesehatan yang merupakan produk impor, cara pembuatan yang baik ditunjukkan dengan sertifikat produksi.

Permohonan izin edar alat kesehatan produksi dalam negeri diajukan oleh: a. Perusahaan yang memproduksi dan/atau melakukan perakitan dan/atau

rekondisi/remanufacturing dan/atau makloon alat kesehatan, makloon yaitu merupakan pelimpahan sebagian atau seluruh kegiatan pembuatan alat kesehatan dari pemilik merek atau pemilik formula kepada perusahaan lain yang telah memiliki sertifikat produksi.

b. PAK (Penyalur Alat Kesehatan) yang telah memiliki izin penyalur dan ditunjuk sebagain agen tunggal dari perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dalam negeri.

Sedangkan permohonan izin edar alat kesehatan impor diajukan oleh:

a. PAK yang telah memiliki izin yang memiliki penunjukkan dari perusahaan atau perwakilan usaha yang memiliki kuasa sebagai agen tunggal dengan mencantumkan jenis produk yang diageni serta diketahui oleh perwakilan Republik Indonesia setempat, dengan masa penunjukkan minimal 2 (dua) tahun.

b. PAK yang telah memiliki izin yang bukan agen tunggal harus memiliki surat kuasa untuk mendaftar alat kesehatan dari perusahaan pembuat alat kesehatan atau perusahaan penanggung jawab di luar negeri.

c. Perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi untuk melakukan perakitan/pengemasan kembali produk impor.

Alat kesehatan impor yang akan didaftar, wajib disertai surat yang menyatakan bahwa alat kesehatan tersebut sudah beredar dan digunakan di negara asal produk diproduksi atau negara lain, serta dokumen lain yang menunjukkan keamanan atau mutu alat kesehatan dari instansi yang berwenang sesuai yang diperlukan dalam proses evaluasi. Perusahaan alat kesehatan dalam negeri tidak diperbolehkan mendaftarkan alat kesehatan impor yang sama dengan produk yang diproduksinya.

Berdasarkan risiko yang ditimbulkan dalam penggunaan produk alat kesehatan, dibagi menjadi 4 (empat) kelas yaitu kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III. Kelas I merupakan alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaanya tidak menyebabkan akibat yang berarti. Penilaian untuk alat

kesehatan ini dititikberatkan hanya pada mutu dan produk. Kelas II merupakan alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang cukup lengkap untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. Kelas IIb merupakan alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dsn bukti keamanannya untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. Kelas III merupakan alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang serius kepada pasien atau perawat/operator. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi formulir dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai serta memerlukan uji klinis.

Penandaan dan informasi alat kesehatan dilaksanakan untuk melkindungi masyarakat dari informasi alat kesehatan yang tidak obyektif, tidak lengkap, serta menyesatkan. Penandaan alat kesehatan berisi informasi yang cukup untuk mencegah terjadinya salah pengertian atau salah penggunaan, termasuk tanda peringatan bila diperlukan dan cara penanggulangan apabila terjadi kecelakaan, berbentuk gambar, warna, tulisan, atau kombinasi antara ketiganya atau bentuk lainnya yang disertakan atau dimasukkan pada kemasan atau merupakan bagian dari wadah dan/atau kemasan. Nomor izin edar harus dicantumkan pada penandaan atau pada etiket, wadah dan pembungkus alat kesehatan.

Penandaan sekurang-kurangnya berisi nama produk dan/atau nama dagang; nama dan alamat perusahaan yang memproduksi alat kesehatan; nama dan alamat PAK yang memasukkan produk kedalam wilayah Indonesia; komponen pokok alat kesehatan; kegunaan dan cara penggunaan harus dalam bahasa Indonesia;

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 43-109)

Dokumen terkait