• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 73-133)

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2. Saran

a. Dalam sistem persediaan minimum untuk obat-obatan harus benar-benar diterapkan baik dengan metode Analisis VEN, Analisis Pareto ABC maupun Analisis VEN-ABC supaya dapat menghindari kekosongan stok.

b. Perlu ditingkatkan atau diperbaikinya sarana dan prasarana dalam pengelolaan administrasi dengan menggunakan sistem komputerisasi dalam pencatatan stok barang sehingga aktivitas dapat berlangsung lebih efisien dan cepat sertapeningkatan kenyamanan konsumen saat menunggu proses pelayanan, dengan penyediaan televisi ataupun radio.

Kementerian Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.

Kumarian Pers.

Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers.

Umar, Muhammad. (2011). Manajemen Apotek Praktis cetakan keempat. Jakarta: Wira Putra Kencana.

Widiyanti, Teja. (2005). Penerapan Analisis Pareto dalam Manajemen Persediaan di Suatu Perusahaan Farmasi Industri Sekunder. Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Lampiran 4a. Ruang Tunggu Apotek Atrika

Lampiran 5a. Lemari Penyimpanan Narkotika

Lampiran 7. Etiket dan Label yang Digunakan di Apotek Atrika

Lampiran 8a. Kopi Resep Apotek Atrika

Lampiran 8b. Surat Pesanan Apotek Atrika

Lampiran 9a. Surat Pesanan Narkotika

Lampiran 12. Berita Acara Pemusnahan Resep

POM.53.OB.53.AP.53.P1

BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP

Pada hari ini …… tangggal ……… bulan ……. tahun ………. sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, kami yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Apoteker Pengelola Apotek : S.I.P.A Nomor : Nama Apotek : Alamat Apotek : Dengan disaksikan oleh :

1. Nama : Jabatan : S.I.K. Nomor : 2. Nama : Jabatan : S.I.K. Nomor :

Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas penyimpanan selama tiga tahun, yaitu:

Resep dari tanggal …………... sampai dengan tanggal ……… seberat ……….. kg.

Tempat dilakukan pemusnahan :

Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada:

1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. 2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi

3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 4. Satu sebagai arsip di Apotek.

……, ……… 20…. Saksi-saksi: Yang membuat berita acara,

1. ( ) ( ) S.I.K No: S.I.P.A. No:

2. ( ) S.I.K No:

Lampiran 13a. Kartu Stok Kecil

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ATRIKA

JL. KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT

PERIODE 19 – 30 AGUSTUS 2013

DAN 30 SEPTEMBER – 25 OKTOBER 2013

SISTEM PEMILIHAN JENIS OBAT DAN PENENTUAN

HARGA OBAT DI ERA SJSN

AJENG ISNAINI PERMATA SARI, S.Farm.

1206329322

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK JANUARI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ATRIKA

JL. KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT

PERIODE 19 – 30 AGUSTUS 2013

DAN 30 SEPTEMBER – 25 OKTOBER 2013

SISTEM PEMILIHAN JENIS OBAT DAN PENENTUAN

HARGA OBAT DI ERA SJSN

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Apoteker

AJENG ISNAINI PERMATA SARI, S.Farm.

1206329322

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK JANUARI 2014

DAFTAR ISI ... iii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR TABEL ... v BAB 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1.Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ... 3 2.1.1 Asas, Tujuan, dan Prinsip Penyelenggaraan ... 3 2.1.2 Jenis Program Jaminan Sosial ... 4 2.2.Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)... 4 2.2.1 Tugas ... 5 2.2.2 Wewenang ... 5 2.2.3 Hak ... 6 2.2.4 Kewajiban ... 6 2.2.5 Anggota BPJS ... 7 2.3.Formularium Nasional (Fornas) ... 8 2.3.1 Definisi ... 8 2.3.2 Manfaat ... 8 2.3.3 Tujuan Umum ... 9 2.3.4 Tujuan Khusus ... 9 2.3.5 Perbedaan DPHO dengan Fornas ... 9 2.4.E-Catalogue ... 10 BAB 3. METODOLOGI PENGKAJIAN ... 14 3.1. Waktu dan Tempat Pengkajian ... 14 3.2. Metode Pengumpulan Data ... 14 BAB 4. PEMBAHASAN ... 15 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 18 5.1. Kesimpulan ... 18 5.2. Saran ... 18 DAFTAR ACUAN ... 19

Gambar 2.1 Mekanisme pengadaan obat melalui e-catalogue ... 10 Gambar 2.2 Tampilan Menu E-Catalogue Obat Pemerintah Provinsi DKI

Tabel 1 Contoh Isi Formularium Nasional ... 8 Tabel 2 Perbedaan DPHO dengan Fornas ... 9

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Salah satu bentuk perlindungan sosial adalah dengan menjamin agar setiap orang atau warga negara berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera. Salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat, yang diamanatkan dalam Pasal 28 ayat (3) mengenai hak terhadap jaminan social dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah telah mengesahkan UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) (Pemerintah RI,2004).

Pelayanan yang ditanggung di era SJSN antara lain adalah penyuluhan perorangan untuk memelihara kondisi kesehatan; pelayanan preventif seperti imunisasi dasar (BCG, Polio, DPT, Campak, Hepatitis & imunisasi lain yang terbukti efektif), perawatan ibu hamil sekurang-kurangnya 4 kali dalam masa kehamilan, pelayanan medical check up rutin untuk peserta yang berusia > 50 thn, minimal 3 tahun sekali; rawat jalan; rawat inap; perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU); emergency care; pelayanan rehabilitasi medis (kacamata, alat bantu dengar, kruk, kursi roda); perawatan gigi yang dibatasi pada pencabutan, perawatan syaraf, pengobatan rasa nyeri, dan penambalan dengan amalgam; pelayanan kontrasepsi; obat-obat esensial dan obat-obat penyelamat jiwa; dan pelayanan penunjang diagnostik, laboratorium, radiologi, dan diagnostic lainnya. Pelayanan yang ditanggung tersebut membutuhkan obat-obatan untuk mendukung penyembuhan maupun pencegahan penyakit. Oleh karena itu, perlu disusun suatu daftar obat yang digunakan sebagai acuan nasional penggunaan obat dalam pelayanan kesehatan SJSN untuk menjamin aksesibilitas keterjangkauan dan penggunaan obat secara nasional dalam Formularium Nasional. Fornas merupakan daftar obat yang disusun berdasarkan bukti ilmiah mutakhir oleh

Komite Nasional Penyusunan Fornas (Pusat Komunikasi Publik Sekjen Kemenkes, 2013).

Obat-obatan dalam Fornas tersebut tercantum dalam bentuk E-Catalogue yang dibuat untuk mempermudah pengadaan obat di era SJSN ini. E-Catalogue adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia Barang/Jasa Pemerintah dengan tata cara pembelian yang diatur pemerintah yaitu menggunakan sistem e-Purchasing. Obat-obatan yang terdaftar dalam e-Catalogue sebagian besar merupakan obat generik yang telah melalui proses seleksi melalui sistem pelelangan harga. Lelang harga obat melalui e-Catalogue merupakan kerja sama antara Kementerian Kesehatan dan LKPP (Pemerintah RI, 2012).

Peserta jaminan kesehatan nasional harus mendapatkan jaminan pengobatan yang terbaik dan rasional, dengan harga yang terjangkau. Obat-obatan yang tercantum dalam Fornas mempunyai kriteria-kriteria tertentu untuk dapat memenuhi jaminan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelusuran atau studi literature mengenai sistem pemilihan jenis obat dan penentuan harga obat di era SJSN ini.

1.2 Tujuan

1.2.1 Mengetahui sistem pemilihan jenis obat yang digunakan di era SJSN. 1.2.2 Mengetahui penentuan harga obat di era SJSN.

2.1 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) (Pemerintah RI, 2004) 2.1.1 Asas, Tujuan, dan Prinsip Penyelenggaraan

Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip :

2.1.1.1 Prinsip kegotong royongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong- royong dari peserta yang mampu kepada peserta yamg kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotong-royongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan keadalan sosial bagi keseluruhan rakyat Indonesia.

2.1.1.2 Prinsip nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba (nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan sosial, akan tetapi tujuan utama penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

2.1.1.3 Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

2.1.1.4 Prinsip portabilitas. Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.1.1.5 Prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.

2.1.1.6 Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. 2.1.1.7 Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam Undang-Undang ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan social.

2.1.2 Jenis Program Jaminan Sosial 2.1.2.1 Jaminan Kesehatan;

Program jaminan kesehatan diprioritaskan untuk dijalankan yaitu pada 1 Januari 2014. PT ASKES diamanatkan sebagai BPJS I.

2.1.2.2 Jaminan Kecelakaan Kerja; 2.1.2.3 Jaminan Hari Tua

2.1.2.4 Jaminan Pensiun. 2.1.2.5 Jaminan Kematian.

Program jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan pensiun, direncanakan diselenggarakan pada 1 Januari 2015. PT Jamsostek diamanatkan sebagai BPJS II.

2.2 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) (Pemerintah RI, 2011) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan social. BPJS adalah badan hukum publik berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011. BPJS bertanggung jawab kepada Presiden. BPJS berkedudukan dan berkantor pusat di ibu kota Negara Republik Indonesia. BPJS dapat mempunyai kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten/kota

Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS Ketenagakerjaan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun, dan jaminan hari tua.

2.2.1 Tugas

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam UU No. 24 Tahun 2011 Pasal 9, BPJS bertugas untuk:

2.2.1.1 Melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta;

2.2.1.2 Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja; 2.2.1.3 Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;

2.2.1.4 Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;

2.2.1.5 Mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial; 2.2.1.6 Membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai

dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan

2.2.1.7 Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat.

2.2.2 Wewenang

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam UU. No. 24 Tahun 2011 Pasal 10, BPJS berwenang untuk:

2.2.2.1 Menagih pembayaran Iuran;

2.2.2.2 Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;

2.2.2.3 Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;

2.2.2.4 Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;

2.2.2.6 Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;

2.2.2.7 Melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan

2.2.2.8 Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan Sosial.

2.2.3 Hak

Dalam melaksanakan kewenangan BPJS berhak untuk:

2.2.3.1 Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

2.2.3.2 Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial dari DJSN setiap 6 (enam) bulan.

2.2.4 Kewajiban

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berkewajiban untuk:

2.2.4.1 Memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;

2.2.4.2 Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar- besarnya kepentingan Peserta;

2.2.4.3 Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya;

2.2.4.4 Memberikan Manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;

2.2.4.5 Memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku;

2.2.4.6 Memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya;

2.2.4.7 Memberikan informasi kepada Peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;

2.2.4.8 Memberikan informasi kepada Peserta mengenai besar hak pensiun 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;

2.2.4.9 Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku umum;

2.2.4.10 Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial; dan

2.2.4.11 Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.

2.2.5 Anggota BPJS BPJS terdiri atas:

2.2.5.1 Dewan Pengawas

Terdiri dari 7 (tujuh) orang professional yang berasal dari 2 (dua) orang unsur pemerintah, 2 (dua) orang unsur pekerja, 2 (dua) orang unsur pemberi kerja, dan 1 (satu) orang unsur tokoh masyarakat. Salah satu anggota dewan pengawas, ditetapkan presiden sebagai Ketua Dewan Pengawas. Dewan pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Masa jabatan dewan pengawas yaitu selama 5 (lima) tahun dan dapat diusulkan untuk diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

2.2.5.2 Direksi

Terdiri dari paling sedikit 5 (lima) orang professional. Salah satu anggota direksi, ditetapkan presiden sebagai Direktur Utama.

Anggota direksi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Masa jabatan direksi yaitu selama 5 (lima) tahun dan dapat diusulkan untuk diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Untuk pertama kali, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak BPJS Kesehatan mulai beroperasi.

2.3. Formularium Nasional (Fornas) (Kemenkes RI 2013) 2.3.1 Definisi

Daftar obat yang disusun oleh Komite nasional Penyusunan Formularium Nasional, didasarkan pada bukti ilmiah terkini, paling berkhasiat, aman dan dengan harga terjangkau yang disediakan serta digunakan sebagai acuan untuk penulisan resep dalam Sistem Kesehatan Nasional. Formularium Nasional berisikan nama obat berdasarkan kelas terapi, subkelas terapi, nama generik, kekuatan, restriksi, dan fasilitas kesehatan yang menyediakan obat tersebut. Di bawah ini merupakan contoh isi dari Formularium Nasional :

Tabel 1. Contoh Isi Formularium Nasional Kelas Terapi Subkelas Terapi/Nama

Generik/Kekuatan dan Restriksi

Fasilitas Kesehatan

Tk 1 Tk 2 Tk 3

Antialergi dan Obat untuk Anafilaksis 1. Deksametason 1. Inj 5mg/ml (i.v/i.m.) √ √ √ 2. Difenhidramin 1. Inj 10 mg/ml (i.v/i.m.) √ √ √ 3. Epinefrin (adrenalin) 1. Inj 0,1% (i.v./s.k./i.m.) √ √ √ 4. Hidrokortison 1. Inj 100 mg/vial √ √ 5. Klorfeniramin 1. Tab 4 mg √ √ √ 6 Loratadin 1. Tab 10mg √ √ √ 7 Setirizin 1. Tab 10 mg √ √ 2. Sir 5mg/5ml √ √ √ 2.3.2 Manfaat

Menjadi acuan penetapan penggunaan obat dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), meningkatkan penggunaan obat yang rasional, mengendalikan biaya dan mutu pengobatan, mengoptimalkan pelayanan kepada pasien,

memudahkan perencanaan dan penyediaan obat, serta meningkatkan efisiensi anggaran pelayanan kesehatan.

2.3.3 Tujuan Umum

Menjadi acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam menjamin ketersediaan obat yang berkhasiat, bermutu, aman, dan terjangkau dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional.

2.3.4 Tujuan Khusus

Menjadi acuan dalam memilih obat yang tepat, berkhasiat, bermutu, aman dan terjangkau; menjadi dasar bagi pelayanan kesehatan yang bermutu dan berbasis bukti ilmiah; dan meningkatkan mutu perencanaan dan penyediaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan.

2.3.5 Perbedaan DPHO dengan Fornas (PT. Askes Persero, 2013)

Pada prinsipnya penyusunan Fornas tidaklah jauh berbeda dengan proses penyusunan DPHO, namun secara garis besar perbedaan Fornas dibandingkan dengan DPHO PT Askes (Persero) antara lain sebagai berikut:

Tabel 2. Perbedaan DPHO dan Fornas

No Uraian DPHO PT Askes (Persero) Fornas

1 Penetapan Direksi PT Askes (Persero) Menteri Kesehatan

2 Isi 31 kelas terapi

29 kelas terapi (penggolongan kelas terapi obat lebih ringkas)

Bahan kontras dan bahan untuk perawatan gigi sudah termasuk tindakan. Cairan peritoneal dan dialisa ditetapkan terpisah.

Mencakup bahan kontras radiologi, bahan untuk

perawatan gigi, cairan peritoneal dan dialisa

3 Penulisan

Nama generik, sediaan, kekuatan, nama dagang, pabrik, harga obat, restriksi dan peresepan maksimal.

Nama generik obat (zat berkhasiat), sediaan dan kekuatan

4 Pemetaan Obat Tidak ada pemetaan obat

Ada pemetaan obat di tiap tingkat pelayanan (Faskes Primer sampai Faskes Rujukan)

No Uraian DPHO PT Askes (Persero) Fornas 5 Mekanisme Penetapan Harga Obat Negosiasi harga Terbagi menjadi 2 : 1. Negosiasi Harga untuk obat-obatan khusus 2. Lelang melalui E-catalog 6 Kontrak dengan Pabrik Obat

Langsung oleh PT. Askes (Persero)

Dilakukan oleh LKPP

7 Mekanisme

Pengadaan Obat

Surat Pemesanan Obat oleh IFRS/Apotek yang dilegalisasi

oleh Petugas Askes

Ada 2 cara : 1. Melalui E-Purchasing 2. Surat Pemesanan Obat 2.4 E-Catalogue (Kemenkes, 2013)

E-Catalogue atau katalog elektronik adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia Barang/Jasa Pemerintah dengan tata cara pembelian yang diatur pemerintah yaitu menggunakan sistem e-Purchasing. Di bawah ini adalah bagan mekanisme pengadaan obat melalui e-catalogue:

Gambar 2.1 Mekanisme pengadaan obat melalui e-catalogue (Sumber : Afdal, 2013)

Ket : SPH = Survei Pemantauan Harga HPS = Harga Perkiraan Sendiri

Kementerian/Lembaga/Daerah/Instansi (K/L/D/I) dapat melaksanakan pengadaan dengan cara e-Purchasing terhadap Barang/Jasa yang tercantum dalam e-Catalogue. Tata cara penyusunan e-Catalogue adalah sebagai berikut:

1. Barang/Jasa yang dicantumkan pada e-Catalogue ditetapkan oleh Kepala LKPP.

2. Dalam rangka pengelolaan sistem e-Catalogue sebagaimana yang disebutkan dalam poin (1), LKPP melaksanakan Kontrak Payung dengan penyedia Barang/Jasa untuk Barang/Jasa tertentu.

3. Pemilihan penyedia Barang/Jasa dalam rangka Kontrak Payung dapat dilaksanakan dengan proses lelang/non lelang.

4. Dalam rangka persiapan, persiapan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi Kontrak Payung dengan penyedia Barang/Jasa, LKPP membentuk tim yang terdiri dari Personil LKPP dan/atau personil K/L/D/I teknis terkait.

5. Apabila diperlukan, Kepala LKPP dan Pimpinan K/L/D/I terkait dapat menetapkan tim sebagaimana yang disebutkan dalam poin (4).

6. Apabila diperlukan, Kepala LKPP dan Pimpinan K/L/D/I terkait dapat menandatangani Kontrak Payung dengan penyedia Barang/Jasa.

7. LKPP menayangkan daftar barang beserta spesifikasi dan harganya pada sistem e-Catalogue elektronik dengan alamat www.e-katalog.lkpp.go.id

Untuk dapat mengakses e-Catalogue terdapat persyaratan yang harus terpenuhi yaitu pengguna harus memiliki Akses internet serta user ID dan password sebagai identitas diri dari pengguna yang digunakan untuk beroperasi di dalam aplikasi SPSE.

Untuk pengadaan obat, saat ini terdapat total 11.052 item obat dalam berbagai kekuatan, bentuk kemasan, dan dari berbagai produsen yang terdaftar dalam Catalogue yang akan dialokasikan ke 33 provinsi di Indonesia. Dalam e-Catalogue obat terdapat menu utama sebagai berikut:

1. Provinsi, untuk penelusuran pengadaan obat berdasarkan nama provinsi.

2. Cari, untuk penelusuran pengadaan obat berdasarkan nama obat atau berdasarkan kemasan.

3. Urut Berdasarkan, untuk tampilan katalog berdasarkan nama obat (urutan sesuai abjad A-Z atau Z-A) atau berdasarkan nama provinsi (urutan sesuai abjad A-Z atau Z-A).

4. Item per Halaman, untuk tampilan katalog sebanyak 20 item, 30 item, 50 item, maupun 100 item.

Tampilan katalog obat akan menampilkan sebuah tabel yang memuat data-data mengenai nama-nama obat yang tersedia untuk dialokasikan ke provinsi-provinsi beserta dengan nama penyedia obat-obat tersebut, bentuk kemasan, harga obat dalam satuan terkecil, serta nama distributor dan perjanjian Kontrak Payung. Yang dimaksud dengan Kontrak Payung adalah surat perjanjian kerjasama antara LKPP dengan penyedia Barang/Jasa, yang dalam hal ini adalah perusahaan farmasi dan distributor. Berikut contoh tampilan katalog obat untuk pencarian di provinsi DKI Jakarta:

Gambar 2.2 Tampilan Menu E-Catalogue Obat Pemerintah untuk Provinsi DKI Jakarta

Obat-obatan yang terdaftar dalam e-Catalogue sebagian besar merupakan obat generik yang telah melalui proses seleksi melalui sistem pelelangan harga.

Sesuai Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, untuk tahun 2013 penetapan harga melalui lelang harga satuan dilakukan dengan harapan agar pengadaan obat dapat mengikuti aturan, lebih mudah, dan efisien dengan tetap menjamin ketersediaan obat. Lelang harga obat melalui e-Catalogue merupakan kerja sama antara Kementerian Kesehatan dan LKPP.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 092/MENKES/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012, HET adalah harga jual tertinggi obat generik di apotek, rumah sakit dan

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 73-133)

Dokumen terkait