• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 18-148)

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Sarana adalah suatu tempat tertentu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian sedangkan prasarana apotek meliputi perlengkapan, peralatan dan fasilitas apotek yang memadai untuk mendukung pelayanan kefarmasian yang berkualitas. Dalam upaya mendukung operasional pelayanan kefarmasian di apotek, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien, mulai dari tempat, peralatan sampai dengan kelengkapan administrasi yang berhubungan dengan pengobatan. Sarana dan prasarana tersebut dirancang dan diatur untuk menjamin keselamatan dan efisiensi kerja serta menghindari terjadinya kerusakan sediaan farmasi. Sarana dan prasarana disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing apotek dengan memperhatikan luas bangunan, optimalisasi penggunaan ruangan, efisiensi kerja, jumlah karyawan, pelayanan yang dilakukan dan kepuasan pasien. Sarana dan prasarana yang harus dimiliki oleh apotek untuk meningkatkan kualitas pelayanan, antara lain:

a. Papan nama apotek yang dapat terlihat dengan jelas, terbuat dari bahan yang memadai dan memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek, nomor izin apotek dan alamat apotek.

b. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, yaitu bersih, ventilasi yang memadai cahaya yang cukup, tersedia tempat duduk dan ada tempat sampah.

c. Tersedianya tempat untuk mendisplai obat bebas dan obat bebas terbatas serta informasi bagi pasien berupa brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan yang berisi informasi terutama untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku pasien.

d. Ruang untuk memberikan konseling bagi pasien.

Untuk melaksanakan konseling, perlu disediakan fasilitas maupun sarana dan prasarana yang memadai sehingga memudahkan apoteker untuk memberikan informasi dan menjaga kerahasiaan pasien. Diperlukan juga lemari untuk menyimpan catatan pengobatan pasien, dan sumber informasi dan literatur yang memadai dan up to date.

e. Ruang peracikan

Tersedianya ruang/tempat dilakukannya peracikan obat yang memadai serta dilengkapi peralatan peracikan yang sesuai dengan peraturan dan kebutuhan.

f. Ruang/tempat penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.

1) Di tempat ini terdapat serangkaian kegiatan yang meliputi penerimaan, penyimpanan, pengawasan, pengendalian persediaan dan pengeluaran obat. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan untuk mendukung kegiatan tersebut adalah:

2) Kemudahan dan efisiensi gerakan manusia dan sediaan farmasi, termasuk aturan penyimpanan.

3) Sistematika penyusunan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dibutuhkan rak-rak penyimpanan yang sesuai dan memudahkan keluar masuk sediaan farmasi.

4) Tempat penyimpanan khusus seperti lemari es (untuk supositoria, vaksin) dan penyimpanan obat tertentu seperti psikotropika.

5) Tempat penyimpanan narkotika dalam lemari terkunci dengan ukuran minimal 40 x 80 x 100 cm3.

6) Sirkulasi udara, temperatur ruangan dan pencahayaan 7) Pemeliharaan kebersihan dan keamanan

8) Sanitasi ruangan

Apoteker harus memastikan bahwa kondisi penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya sesuai dengan persyaratan masing-masing produk disertai dengan label yang jelas. Selain itu perlu didukung dengan catatan penyimpanan yang akurat untuk mengontrol sediaan farmasi baik secara manual (misalnya dengan menyediakan kartu stok untuk masing-masing barang) maupun komputerisasi sehingga efektivitas rotasi persediaan dan pengawasan tanggal kadaluarsa berjalan dengan baik. Pada kondisi tertentu, tempat peracikan dan tempat penyimpanan dapat menjadi satu ruangan.

g) Ruang/tempat penyerahan obat

Penyerahan obat dilakukan pada tempat yang memadai, sehingga memudahkan untuk melakukan pelayanan informasi obat.

h) Tempat pencucian alat

i) Peralatan penunjang kebersihan apotek

2.5.3 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan

Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah suatu proses yang merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan penyerahan. Tujuannya ialah agar tersedianya perbekalan farmasi yang bermutu serta jumlah, jenis dan waktu yang tepat.

2.5.3.1 Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan untuk menentukan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan jumlah, jenis dan waktu yang tepat. Tujuan perencanaan untuk pengadaan obat antara lain:

a. Mendapatkan jenis dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang sesuai kebutuhan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan, antara lain pola penyakit, kemampuan/daya beli masyarakat, budaya masyarakat (kebiasaan masyarakat setempat), dan pola penggunaan obat yang lalu. Kegiatan pokok dalam perencanaan adalah memilih dan menentukan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang akan diadakan.

2.5.3.2 Pengadaan

Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedianya sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah:

a. Apotek hanya membeli sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang telah memiliki izin edar atau nomor registrasi.

b. Mutu sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat dipertanggungjawabkan.

c. Pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari jalur resmi, yaitu pedagang besar farmasi, industri farmasi, apotek lain.

d. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi seperti faktur, dan lain-lain.

2.5.3.3 Penyimpanan

Penyimpanan merupakan kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat yang aman dan dapat menjamin mutunya. Hal-hal yang harus dilakukan dalam penyimpanan, yaitu:

a. Pemeriksaan organoleptik.

b. Pemeriksaan kesesuaian antara surat pesanan dan faktur.

c. Kegiatan administrasi penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.

d. Menyimpan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan pada tempat yang dapat menjamin mutu (bila ditaruh dilantai harus di atas palet, ditata rapi diatas rak, lemari khusus untuk narkotika dan psikotropik).

2.5.3.4 Pemusnahan

Prosedur tetap pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di apotek, yaitu:

a. Melaksanakan inventarisasi terhadap sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang akan dimusnahkan.

b. Menyiapkan adminstrasi (berupa laporan dan berita acara pemusnahan). c. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak

terkait.

d. Menyiapkan tempat pemusnahan.

e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan. f. Membuat laporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan,

sekurang-kurangnya memuat:

1) Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.

2) Nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. 3) Nama apoteker pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan

perbekalan kesehatan.

4) Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.

Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan ditandatangani oleh apoteker dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan, serta membuat berita acara pemusnahan (Lampiran 9).

2.6 Administrasi di Apotek (Menteri Kesehatan RI, 2008)

Administrasi merupakan rangkaian aktivitas pencatatan dan pengarsipan, penyiapan laporan dan penggunaan laporan untuk mengelola sediaan farmasi. Salah satu administrasi di apotek ialah pengelolaan resep. Prosedur tetap pengelolaan resep di apotek ialah:

a. Resep asli dikumpulkan berdasarkan tanggal yang sama dan diurutkan sesuai nomor resep.

b. Resep yang berisi narkotika dipisahkan atau digaris bawah dengan tinta merah.

c. Resep yang berisi psikotropika digaris bawah dengan tinta biru. d. Resep dibendel sesuai dengan kelompoknya.

e. Bendel resep ditulis tanggal, bulan dan tahun yang mudah dibaca dan disimpan di tempat yang telah ditentukan.

f. Penyimpanan bendel resep dilakukan secara berurutan dan teratur sehingga memudahkan untuk penelusuran resep.

g. Resep yang diambil dari bendel pada saat penelusuran harus dikembalikan pada bendel semula tanpa merubah urutan.

h. Resep yang telah disimpan selama tiga tahun dapat dimusnahkan sesuai tata cara pemusnahan.

2.7 Pelayanan di Apotek (Menteri Kesehatan RI, 2008) 2.7.1 Pelayanan Resep

Pelayanan resep merupakan suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Prosedur tetap pelayanan resep di apotek, yaitu:

2.7.7.1 Skrining resep

a. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep, yaitu nama dokter, nomor ijin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.

b. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat.

c. Mengkaji aspek klinis, yaitu adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya). d. Membuatkan kartu pengobatan pasien (medication record).

e. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan.

a. Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan permintaan pada resep.

b. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum. c. Mengambil obat dengan menggunakan sarung

tangan/alat/spatula/sendok.

d. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke tempat semula.

e. Meracik obat (timbang, campur, kemas).

f. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak minum.

g. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru untuk obat luar, dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk sediaan cair).

h. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan permintaan dalam resep.

2.7.7.3 Penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan

a. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).

b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien. c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.

d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.

e. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker.

f. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan.

Dalam pelayanan resep narkotika, perlu digarisbawahi bahwa narkotika hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter. Salinan resep narkotika dalam tulisan “iter” tidak boleh dilayani sama sekali. Salinan resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau yang belum dilayani sama sekali hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.

Resep yang telah disimpan selama tiga tahun harus dimusnahkan sesuai dengan prosedur tetap pemusnahan resep berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu:

1. Memusnahkan resep yang telah disimpan tiga tahun atau lebih. 2. Tata cara pemusnahan:

a. Resep narkotika dihitung lembarannya. b. Resep lain ditimbang.

c. Resep dihancurkan, lalu dikubur atau dibakar. 3. Membuat berita acara pemusnahan (Lampiran 10).

2.7.2 Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang harus dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, faktual, terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana. Prosedur tetap pelayanan informasi obat menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ialah:

a. Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau kartu pengobatan pasien (medication record) atau kondisi kesehatan pasien, baik lisan maupun tertulis.

b. Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara sistematis untuk memberikan informasi.

c. Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis.

d. Mendisplai brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan untuk informasi pasien.

e. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat.

2.7.3 Promosi dan Edukasi

Promosi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan inspirasi kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara mandiri. Edukasi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan pengetahuan tentang obat dan pengobatan serta mengambil

keputusan bersama pasien setelah mendapatkan informasi, untuk tercapainya hasil pengobatan yang optimal. Apoteker juga membantu diseminasi informasi melalui penyebaran dan penyediaan leaflet, poster serta memberikan penyuluhan. Prosedur tetap swamedikasi di apotek, yaitu:

1. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan swamedikasi

2. Menggali informasi dari pasien meliputi: a. Tempat timbulnya gejala penyakit b. Seperti apa rasanya gejala penyakit

c. Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya d. Sudah berapa lama gejala dirasakan

e. Ada tidaknya gejala penyerta

f. Pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan

3. Memilihkan obat sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan ekonomi pasien dengan menggunakan obat bebas, bebas terbatas dan obat wajib apotek.

4. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien meliputi nama obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya pengobatan, efek samping yang mungkin timbul, serta hal-hal lain yang harus dilakukan maupun yang harus dihindari oleh pasien dalam menunjang pengobatan. Bila sakit berlanjut/lebih dari 3 hari hubungi dokter.

5. Mendokumentasikan data pelayanan swamedikasi yang telah dilakukan.

2.7.4 Konseling

Konseling merupakan suatu proses yang sistematis untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat. Konseling dapat dilakukan antara lain pada:

a. Pasien dengan penyakit kronik seperti diabetes, TB, asma, dan lain-lain. b. Pasien dengan sejarah ketidakpatuhan dalam pengobatan.

c. Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit yang memerlukan pemantauan.

d. Pasien dengan multirejimen obat. e. Pasien lansia.

f. Pasien pediatrik melalui orang tua atau pengasuhnya. g. Pasien yang mengalami Drug Related Problems.

Prosedur tetap konseling di apotek, yaitu:

a. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien.

b. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien. c. Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan oleh

dokter kepada pasien dengan metode open-ended question: 1) Apa yang telah dokter katakan mengenai obat ini

2) Cara pemakaian, bagaimana dokter menerangkan cara pemakaian 3) Apa yang diharapkan dalam pengobatan ini

d. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obat tertentu (inhaler, supositoria, dan lain-lain).

e. Melakukan verifikasi akhir meliputi: 1) Mengecek pemahaman pasien.

2) Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi. f. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu pengobatan.

2.7.5 Pelayanan Residensial (Home Care)

Pelayanan residensial ialah pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada pasien yang dilakukan di rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien dengan penyakit kronis serta pasien dengan pengobatan paliatif. Tujuan dari pelayanan residensial ialah pasien yang karena keadaan fisiknya tidak memungkinkan datang ke apotek masih mendapatkan pelayanan kefarmasian secara optimal. Pasien yang memerlukan pelayanan residensial antara lain:

a. Pasien lanjut usia yang tidak mampu lagi memenuhi aktivitas dasar sehari-hari.

b. Pasien dengan penyakit kronis dan memerlukan perhatian khusus tentang penggunaan obatnya, interaksi obat dan efek samping obat.

c. Pasien yang memerlukan obat secara berkala dan terus menerus, misalnya pasien TB.

Jenis layanan residensial, antara lain informasi penggunaan obat, konseling pasien, dan memantau kondisi pasien pada saat menggunakan obat dan kondisinya setelah menggunakan obat serta kepatuhan pasien dalam minum obat. Pelayanan residensial dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan kunjungan langsung ke rumah pasien atau melalui telepon. Untuk aktivitas pelayanan residensial, apoteker harus membuat catatan pengobatan (medication record).

2.8 Obat Wajib Apotek

Obat wajib apotek merupakan obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker tanpa resep dokter di apotek. Hal tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pada tanggal 16 Juli 1990, Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.1. Kemudian, pada tanggal 23 Oktober 1993, Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.2 dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 925/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Perubahan Obat No.1. Pada tanggal 7 Oktober 1999, Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.3, disertai lampiran obat yang dikeluarkan dari Daftar Obat Apotek. Daftar Obat Wajib Apotek nomor 1, 2, dan 3, serta obat yang dikeluarkan dari Daftar Obat Apotek dapat dilihat pada Lampiran 11, 12, 13, dan 14. Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Tidak dikontraindikasikan untuk wanita hamil, anak di bawah 2 tahun, dan orang tua di atas 65 tahun.

b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberi resiko pada kelanjutan penyakit.

c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.

d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.

e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

3.1 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 3.1.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

Kimia Farma termasuk perintis di bidang industri farmasi di Indonesia. Jumlah saham Kimia Farma yang terbesar dimiliki oleh pemerintah (90%) dan sisanya (10%) telah dilepas kepada masyarakat. Menurut sejarah perkembangan industri farmasi di Indonesia, perusahaan kimia farma berasal dari nasionalisasi perusahaan farmasi Belanda oleh Penguasa Perang Pusat berdasarkan Undang-Undang No.74/1957 yang baru dilaksanakan pada tahun 1958.

Setelah nasionalisasi perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda dapat terlaksana, Penguasa Perang Pusat menyerahkan perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda kepada departemen-departemen sesuai dengan bidang usahanya masing-masing. Berdasarkan SK Penguasa Perang Pusat No. Kpts/Peperpu/0348/1958 dan SK Menkes No.58041/Kab/1958 dibentuk Bapphar (Badan Pusat Penguasa Perusahaan “Farmasi Belanda”). Berdasarkan Undang-undang No. 19/Prp/tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (PN) dan PP No.69 tahun 1961, Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengganti Bapphar menjadi Badan Pimpinan Umum (BPU) Farmasi Negara dan membentuk beberapa PN Farmasi, yaitu PN Farmasi dan alat kesehatan Radja Farma (Jakarta), PN Farmasi dan alat kesehatan Nurani Farma (Jakarta), PN Farmasi dan alat kesehatan Nakula Farma (Jakarta), PN Bio Farma, PN Farmasi dan alat kesehatan Bhineka Kina Farma (Bandung) dan PNF Sari Husada (Yogyakarta), dan PN Farmasi dan alat kesehatan Kasa Husada (Surabaya).

Pada tahun 1967 sesuai dengan Instruksi Presiden No. 17 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1969, bahwa PNF Nurani Farma, PNF Bio Farma, PNF Radja Farma, PN Sari Husada, PN Bhineka Kina Farma, dan PNF Nakula Farma dilebur menjadi PN Farmasi dan Alat Kesehatan Bhineka Kimia Farma. Pada tanggal 16 Agustus 1971, Perusahaan Negara Farmasi Kimia Farma mengalami peralihan bentuk hukum menjadi Badan Usaha Milik Negara dengan status sebagai Perseroan Terbatas, sehingga selanjutnya disebut PT Kimia Farma (Persero). Berdasarkan Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan

Pembinaan BUMN No. S-59/M-PM. BUMN/2000 tanggal 7 Maret 2000, PT. Kimia Farma diprivatisasi. Sejak tanggal 4 Juli 2000, PT. Kimia Farma resmi terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebagai perusahaan publik dengan nama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Untuk dapat mengelola perusahaan lebih terarah dan berkembang dengan cepat, maka pada tanggal 4 januari 2002 Direksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk mendirikan 2 (dua) anak perusahaannya yaitu PT Kimia Farma Apotek yang bergerak dibidang ritel farmasi dan PT Kimia Farma Trading & Distribution.

PT. Kimia Farma Apotek sampai saat ini telah memiliki 36 bisnis manajer dan 412 apotek yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan PT. Kimia Farma Trading & Distribution saat ini memiliki 3 wilayah pasar (Sumatra, DKI & Jawa Tengah, dan Jawa Timur & Indonesia Wilayah Timur), dan 35 kantor cabang Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia.

3.1.2 Visi dan Misi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

Visi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. adalah menjadi korporasi bidang kesehatan terintegrasi dan mampu menghasilkan pertumbuhan nilai yang berkesinambungan melalui konfigurasi dan koordinasi bisnis yang sinergis. Misi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. adalah menghasilkan pertumbuhan nilai korporasi melalui usaha di bidang-bidang:

a. Industri kimia dan farmasi dengan basis penelitian dan pengembangan produk yang inovatif.

b. Perdagangan dan jaringan distribusi.

c. Pelayanan kesehatan yang berbasis jaringan retail farmasi dan jaringan pelayanan kesehatan lainnya.

d. Pengelolaan aset-aset yang dikaitkan dengan pengembangan usaha perusahaan.

3.2 PT. Kimia Farma Apotek

PT. Kimia Farma Apotek merupakan anak perusahaan yang dibentuk oleh PT. Kimia Farma Tbk., untuk mengelola apotek-apotek milik perusahaan yang ada. PT. Kimia Farma Apotek yang dahulu terkoordinasi dalam Unit Apotek

Daerah (UAD) sejak bulan Juli tahun 2004 dibuat dalam orientasi Bisnis Manajer (BM) dan Apotek Pelayanan sebagai hasil restrukturisasi organisasi yang dilakukan. Manajemen PT. Kimia Farma Apotek melakukan perubahan struktur (restrukturisasi) organisasi dan sistem pengelolaan SDM dengan pendekatan efisiensi, produktifitas, kompetensi dan komitmen dalam rangka mengantisipasi perubahan yang ada.

Dalam upaya meningkatkan kontribusi penjualan untuk memperbesar penjualan maka PT Kimia Farma Apotek hingga April 2013 telah mengelola sebanyak 412 apotek yang tersebar diseluruh tanah air. Penambahan jumlah apotek yang terus dikembangkan merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam memanfaatkan momentum pasar bebas, di mana pihak yang memiliki jaringan luas seperti Kimia Farma akan diuntungkan. Apotek Kimia Farma melayani beberapa jenis pelayanan, yaitu penjualan langsung, pelayanan resep dokter, penyediaan, pelayanan praktek dokter, optik, dan pelayanan swalayan farmasi, serta pusat pelayanan informasi obat.

Salah satu perubahan yang dilakukan adalah dengan mengubah persepsi dan citra lama tentang Kimia Farma. Dengan konsep baru bahwa setiap apotek Kimia Farma bukan lagi terbatas sebagai gerai untuk jual obat, tetapi menjadi pusat pelayanan kesehatan yang didukung oleh berbagai aktivitas penunjang seperti laboratorium klinik, optik, praktek dokter, dan gerai untuk obat-obatan tradisional Indonesia. Perubahan yang dilakukan secara fisik antara lain dengan memperbaharui penampilan eksterior dan interior dari Apotek Kimia Farma yang tersebar di seluruh Indonesia. Bersamaan itu diciptakan pula budaya baru di lingkungan setiap apotek untuk lebih berorientasi kepada pelayanan konsumen, di mana setiap Apotek Kimia Farma haruslah mampu memberikan pelayanan yang baik, penyediaan obat yang baik dan lengkap, berikut pelayanan yang cepat dan terasa nyaman.

Saat ini, unit Bisnis Manajer (BM) dan Apotek Pelayanan merupakan garda terdepan dari PT. Kimia Farma Apotek dalam melayani kebutuhan obat kepada masyarakat. Unit BM membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah tertentu, dengan tugas menangani administrasi permintaan barang dari apotek pelayanan yang berada di bawahnya, administrasi

pembelian/pemesanan barang, administrasi piutang dagang, administrasi hutang dagang dan administrasi perpajakan. Fokus dari Apotek Pelayanan adalah

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 18-148)

Dokumen terkait