• Tidak ada hasil yang ditemukan

URAIAN TEORITIS

1.1 Latar Belakang

Pengelolaan bisnis pada perusahaan yang ingin tetap mempertahankan kontinuitas dan eksistensinya akan dituntut selalu berusaha untuk lebih banyak memikirkan dan mengarahkan perhatiannya pada usaha untuk memperoleh laba yaitu dengan melakukan serangkaian aktivitas pengubahan dan pengelolaan sumber daya produksi (a set of input) menjadi keluaran (output), barang atau jasa, sesuai dengan yang direncanakan (planning), diorganisasikan (organizing), dilaksanakan (actuating), dan pengawasan (controling) dengan efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan ini kemudian akan dituangkan dalam sistem produksi/operasional (Murdifin, 2005:3).

Sistem produksi merupakan kumpulan dari sub-sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasikan input produksi menjadi output produksi. Input produksi ini adalah berupa bahan baku, tenaga kerja, mesin, modal, dan informasi. Sedangkan output produksi merupakan produk yang dihasilkan (barang, jasa dan informasi) (Russel dan Taylor, 2000:45).

Sebagai salah satu subsektor sistem produksi yang penting dalam sektor pertanian, subsektor perkebunan secara tradisional mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Dimana sektor ini mampu memberi kontribusi penyediaaan lapangan pekerjaan yang cukup signifikan. Bukan hanya itu, subsektor perkebunan juga merupakan salah satu subsektor yang mempunyai

kontribusi penting dalam hal penciptaan nilai tambah yang tercermin dan kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) (Daniel, 2002:22).

Industri/perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor unggulan Indonesia dan kontribusinya terhadap ekspor non migas nasional cukup besar. Dalam enam tahun terakhir rata-rata share per tahun adalah 6,17% dan setiap tahun cenderung terus mengalami peningkatan. Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia setiap tahunnya juga menunjukkan tren meningkat dengan rata-rata peningkatan adalah 12,97%(Economic Review . No. 206 . Desember 2012).

Sampai dengan tahun 2009 luas perkebunan kelapa sawit yang tertanam di Indonesia adalah 5,6 juta ha, yang terdiri dari: perkebunan rakyat 1,9 juta ha, perkebunan pemerintah 0,7 juta ha, dan perkebunan swasta 3, 0 juta ha. Rata-rata pertumbuhan lahan per tahun sebesar 15% atau 200.000 ha per tahun. Sementara itu, produksi kelapa sawit Indonesia di tahun 2009 telah mencapai 17 juta ton meningkat 63,7% dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 10,4 juta ton (Economic Review . No. 206 . Desember 2012).

Sebagian besar lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terletak di Pulau Sumatera (69%) disusul Pulau Kalimantan (26%). Dengan adanya rencana pemerintah membangun 850 km perkebunan kelapa sawit di sepanjang perbatasan Indonesia dan Malaysia di Pulau Kalimantan maka pada tahun 2020 diprediksikan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia akan menjadi 9 juta ha sehingga share lahan kelapa sawit di Kalimantan naik menjadi 35% sebaliknya Sumatera turun menjadi 56%. (Economic Review . No. 206 . Desember 2012)

Berdasarkan data tahun 2012, Indonesia telah menjadi Negara penghasil CPO terbesar di dunia dengan total produksi sekitar 16 juta ton. Sementara Negara

Malaysia yang selama ini berada pada posisi nomor 1. Yang menarik dari data ini adalah ternyata Indonesia mampu menjadi Negara penghasil CPO nomor 1 di dunia, 4 tahun lebih cepat dari prediksi sebelumnya, dimana Indonesia diperkirakan baru akan menjadi produsen terbesar di dunia pada tahun 2015. (Economic Review . No. 206 . Desember 2012)

Demikian halnya dengan PT.Socfin Indonesia (SOCFINDO) Medan merupakan salah satu perusahaan perkebunan yang menerapkan manajemen produksi yang baik dan merupakan sebuah perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) agribisnis yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan karet serta produksi benih unggul kelapa sawit yang akan dieksport dan juga diperdagangkan di dalam negeri. Produk yang dihasilkan adalah berbagai jenis produk olahan minyak kelapa sawit berupa Crude Palm Oil (CPO), Palm Kernel Oil, olein, stearin, fatty acid, bibit unggul kelapa sawit dan inti sawit. Disamping itu, perusahaan ini juga mengelola hasil karet berupa crumb rubber, lump, dan slab (Socfindo, 2008:2).

Perusahaan ini dalam menjalankan proses produksinya menggunakan manajemen produksi yang baik dan disesuikan dengan SOP (Standart Operation Procedure) dan prosedur kerja yang telah ditetapkan di perusahaan.

Hasil penelitian terdahulu (pra-riset) diperoleh gambar hasil produksi sebagai cerminan kinerja manajemen produksi PT.Socfin Indonesia seperti terlihat pada tabel 1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1.Aktivitas Produksi TBS/Tandan Buah Segar dan CPO (Creat Palm Oil) tahun 2007-2012

Di PT.SOCFIN INDONESIA Medan.

Tahun Hasil Produksi

TBS Kg/Ha % Growth CPO Kg/Ha % Growth 2007 22,77 - 24,46 - 2008 25,25 0.09 24,17 -0,01 2009 25,54 0,01 23,89 -0,01 2010 24,77 -0.03 23,60 -0,01 2011 25,52 0,02 23,89 0,01 2012 24,81 -0,02 23,94 0,002

Sumber: Bagian Agricultural PT.SOCFIN INDONESIA 2013 Medan (diolah)

Pada Tabel 1.1 dapat dilihat walaupun terjadi peningkatan dan penurunan yang bervariasi. Pada tahun 2010 terjadi penurunan yang drastis dimana TBS yang dipanen menurun yaitu dibawah 3%. PT.Socfin Indonesia menyatakan bahwa standart hasil produksi tidak boleh kurang dari 10%, sedangkan pada tahun 2010 hasil produksi minus 3%. Ini menandakan ada masalah di dalam proses produksi pada PT.Socfin Indonesia Medan.

Menurut Simbolon (2007: 90), dalam melakukan produksi, tentunya perusahaan dihadapkan dengan berbagai masalah produksi. Masalah utama yakni berkaitan dengan faktor-faktor produksinya. Dalam proses produksi yang bertujuan untuk menghasilkan output harus menggunakan dari berbagai faktor-faktor seperti tenaga kerja, tanah, modal dan sebagainya. Namun pada dasarnya faktor produksi dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu:

1. Fixed Input yaitu faktor-faktor yang tidak dapat dirubah dengan segera untuk memenuhi faktor-faktor produksi yang diminta oleh pasar. Misalnya: tanah, gedung, mesin dan sebagainya

2. Variable Input yaitu faktor-faktor yang dapat dirubah dengan segera sesuai dengan perubahan produksi yang diminta oleh pasar. Misalnya: bahan mentah, tenaga kerja dan lain-lain.

Dalam prakteknya, faktor-faktor produksi yang mempunyai peranan penting terhadap produksi kelapa sawit adalah tenaga kerja, luas lahan dan penggunaan modal. Faktor tenaga kerja memiliki peranan yang sangat penting sebagai pelaksana kegiatan produksi. Peranannya sangat ditentukan terutama oleh kualitas (mutu) disamping kuantitas (jumlah) yang tersedia. Semakin besar perusahaan, biasanya akan mempergunakan tenaga kerja dalam jumlah yang relatif banyak bila dibandingkan dengan perusahaan skala kecil.

Sementara itu masalah lahan (tanah) terutama ditinjau dari sudut luas dan tingkat kesuburannya. Namun, yang paling utama dianalisis adalah mengenai luasnya yang sangat berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan. Dimana, semakin luas lahan yang dimiliki akan memberikan hasil yang semakin tinggi pula.

Selanjutnya faktor produksi juga tidak kalah pentingnya dibanding kedua faktor produksi yang telah disebutkan terlebih dahulu adalahmodal. Modal disini mencakup uang, bibit, pupuk, dan sebaginya sebagai jaminan produkfitas dan kelancaran dalam peningkatan hasil produksi. Selain itu, tenaga kerja dengan tingkat keterampilan serta keahlian yang tinggi, modal yang cukup, bahan baku yang jangka panjang, serta menggunakan teknologi yang canggih dapat

menghasilkan produk yang mampu bersaing di pasaran baik dalam negeri maupun luar negeri.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Produksi Kelapa Sawit Pada PT. Socfin Indonesia Medan”

Dokumen terkait