IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.2 Saran
Perlunya dilakukan penelitian lanjutan dengan dosis suplementasi selenium organik lebih tinggi dalam pakan yang bertujuan untuk mengetahui dosis selenium organik yang optimal untuk kinerja pertumbuhan ikan nila merah (Oreochromis sp.).
15
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Selenium. http://digilib.unsri.ac.id/download/selenium.pdf. [5 Agustus 2012].
Bell, J.G., Cowey, C.B., and Adron, J.W. 1985. Some effect of vitamin E selenium deprivation on tissue enzyme levels and indices of tissue peroxidation in rainbow trout (Salmo gairdneri). British Journal of Nutrition, 53:149-157
Blazer, V.S. 1992. Nutrition and disease resistance in fish. Annual Rev. of Fish Disease, 2:309-323.
Brown, K.M., and Arthur, J.R. 2001. Selenium, selenoproteins and human health: a review. Public Health Nutrition 4(2B):593-599
Effendie, M.I. 2005. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
Gatlin, D.M., and Wilson, R.P. 1984. Dietary selenium requirement of fingerling channel catfish. Departement of Biochemistry, Mississippi State University, Mississippi State, MS 39762.
Hilton, J.W., Hodson, P.V., and Slinger, S.J. 1980. The Requirements and Toxicity of selenium in rainbow trout (Salmo gairdneri). Journal of Nutrition, 110: 2527-2535.
Junior, M.Z. 2003. Endrokrinologi dan peranannya bagi masa depan perikanan Indonesia. Orasi Ilmiah. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Junior, M.Z., Pahlawan, R.G., dan Raswin, M. 2005. Pengaruh pemberian hormon tiroksin secara oral terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan plati koral Xiphophorus maculatus. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1) : 31 -35.
Lin, Y.H., and Shiau, S.Y. 2005. Dietary selenium requirements of juvenile grouper Epinephelus malabaricus. Aquaculture, 250: 356–363.
[NRC] National Research Council. 1993. Nutrient Requirement of Fish. National Academic Press, Washington DC.
16 Tawwab, M.A., Mousa, M.A.A, and Abbas, F.E. 2007. Growth performance and physiological response of African catfish, Clarias gariepinus (B.) fed organik selenium prior to the exposure to environmental copper toxicity. Aquaculture, 272: 335–345.
Watanabe, T. 1997. Trace mineral in fish nutrition. Journal Aquaculture, 151: 185
17
18 Lampiran1. Prosedur analisis proksimat
1. Prosedur analisis kadar air
2. Prosedur analisis kadar serat kasar
Kertas saring dipanaskan dalam oven 110 oC selama 1 jam, lalu dinginkan dalam desikator selam 30 menit, dan
ditimbang (X1) Bahan ditimbang 0,5 g (A), lalu dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer 250 ml 50 ml H2SO4 0,3 N ditambahkan dalam Erlenmeyer, lalu dipanaskan selama 30 menit di
atas hotplate
Tambahkan 25 ml NaOH 1,5 N, lalu dipanaskan kembali selama 30 menit
Larutan disaring dengan bahan pembilasan secara berurutan sebagai berikut:
1. 50 ml air panas 2. 50 ml H2SO4
3. 50 ml air panas 4. 25 ml aceton
Kertas saring hasil penyaringan dimasukkan ke dalam cawan porselen
Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105-110 oC selama 1 jam lalu
didinginkan
Dipanaskan pada suhu 105-110 oC selama 1 jam, didinginkan, dan ditimbang (X2)
Dipanaskan dalam tanur pada suhu 600 oC hingga berwarna putih, didinginkan, dan
ditimbang (X3)
Kertas saring dipasang pada labu Buchner yang telah terhubung dengan
vacummpump
Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105-110 oCselama 1 jam, dan kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1)
Bahan ditimbang 2-3 g (A) lalu dimasukkan ke dalam cawan
Cawan dan bahan dipanaskan selama 4 jam pada suhu 105-110 oC, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2)
19 Lanjutan Lampiran 1
3. Prosedur analisis kadar protein
a. Tahap oksidasi
b. Tahap Destilasi
c. Tahap Titrasi
Keterangan :
Vb = ml 0,05 N titran NaOH untuk blanko A = Bobot sampel (gr) Va = ml 0,05 N titran NaOH untuk sampel ** = Faktor Nitrogen * = Setiap 0,05 NaOH ekivalen dengan 0,0007 gr N
5 ml larutan hasil oksidasi dimasukkan ke dalam labu destilasi
Destilasi selama 10 menit dari tetesan pertama
Dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml
2-3 tetes indikator methylen blue (larutan B) 10 ml H2SO4 0,05 N
H2SO4 pekat 10 ml Katalis (K2SO4+CuSO4.%H2O)
ditimbang sebanyak 3 g Bahan ditimbang 0,5 g (A)
Masukan ke dalam labu Kjedhal dan dipanaskan sampai suhu 400 oC selama 3-4 jam hingga berwarna hijau bening, dinginkan dengan akudes dan diencerkan dengan hingga volume 100 ml
(larutan A)
Hasil destilasi dititrasi dengan NaOH
Titrasi hingga larutan menjadi kehijauan.
Hitung ml titran yang dipakai dan catat (V)
Lakukan prosedur yang sama pada blanko
20 Lanjutan Lampiran 1
4. Prosedur analisis kadar lemak
a. Metode Soxchlet (sampel kering/pakan)
b. Metode Folch (sampel basah/ikan)
Labu dipanaskan pada suhu 104-110 oC selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (X1)
Bahan ditimbang 2-3 g (A) lalu dimasukkan ke dalam selongsong
Dimasukkan ke dalam Soxhlet dan diberi 100-150 ml N-Hexan hingga selongsong terendam. Sisa N-Hexan dimasukkan ke dalam
labu
Labu dipanaskan di atas hotplate hingga larutan perendam selongsong dalam Soxhlet berwarna bening
Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 15 menit, didinginkan, lalu ditimbang (X2)
Timbang sampel 2 g (A), tambahkan 40 ml larutan chloroform: methanol (2:1), homogenkan dalam mortar selama 5 menit, saring
dengan menggunakan vacuum pump
Mg Cl2.6H2O2 sebanyak 0,2 x volume chloroform:methanol (2:1) yang digunakan
hasil saringan dimasukan ke dalam labu Pemisah dan saring kembali lakukan pembilasan dengan larutan chloroform:methanol sebanyak
10 ml
selesai disaring labu pemisah ditutup dan diaduk hingga merata selama 1 menit
labu diuapkan menggunakan vacuum evaporator hingga larutan menguap semua
diamkan 1 malam hingga terjadi 2 lapisan, ambil larutan bawah dan disimpan dalam labu yang telah diketahui bobotnya (B)
timbang labu akhir (C) setelah dipastikan larutannya menguap semua
21 Lanjutan Lampiran 1
5. Prosedur analisis kadar abu
Catatan : Cawan dari tanur dimasukan dalam desikator setelah suhu tanur turun sampai 100 oC atau 200 oC
Lampiran 2. Prosedur preparasi sampel untuk analisis kadar selenium pakan 1. Sampel (pakan/ikan) ditimbang sebanyak 5 g dan masukan ke dalam
Erlenmeyer 125 ml
2. Tambahkan 5 ml HNO3 (Nitric Acid) dan diamkan selama 1 jam
3. Panaskan pada hot plate dengan temperatur rendah selama 4-6 jam atau sampai semua warna kuning menguap
4. Sampel tersebut di tutup kemudian didiamkan selama 1 malam
5. Tambahkan 0,4 ml H2SO4 (Sulfuric Acid) pekat, lalu dipanaskan diatas hot plate sampai larutan berkurang atau lebih pekat.
6. Tambahkan 2-3 tetes larutan campuran HClO4 : HNO3 (2:1). Pemanasan terus dilanjutkan sampai terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua, kemudian menjadi kuning muda.
7. Pemanasan dilanjutkan selama 10-15 menit setelah terjadi perubahan warna 8. Sampel dipindahkan, didinginkan dan ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml
HCl
9. Sampel dipanaskan (±15 menit) kembali agar larut, kemudian dimasukan kedalam labu takar 100 ml
10. Apabila terdapat endapan, maka disaring terlebih dahulu dengan menggunakan glass wool
11.Hasil penggabungan basa kemudian dianalisis di AAS atau spektrofotometer sesuai dengan panjang gelombang untuk mineral Se.
Cawan dan bahan dipanaskan di dalam tanur dengan suhu 600 oC, lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2)
Bahan ditimbang 2-3 gr (A) lalu dimasukkan ke dalam cawan Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 105-110 oC selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1)
22 Lampiran 3. Data hasil pengukuran kadar selenium pakan uji
23 Lampiran 4. Hasil biomassa awal, biomassa akhir, laju pertumbuhan harian, jumlah konsumsi pakan, efisiensi pakan, tingkat kelangsungan hidup dan hasil analisis sidik ragam (ANOVA) ikan nila merah (Orechromis sp.) yang dipelihara selama 40 hari.
Biomassa Awal (g)
Ulangan Pakan Perlakuan (mg Se/kg pakan)
A (0,12) B (0,19) C (1,05) D (1,42) 1 92,64 95,24 94,5 94,89 2 94,35 97,57 94,94 96,27 Rerata BA 93,50 96,41 94,72 95,58 Deviasi 1,21 1,65 0,31 0,98 ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 9.288 3 3.096 2.370 .212
Within Groups 5.225 4 1.306
Total 14.513 7
Biomassa Akhir (g)
Ulangan Pakan Perlakuan (mg Se/kg pakan)
A (0,12) B (0,19) C (1,05) D (1,42) 1 184,64 208,17 192,85 235,28 2 189,81 196,74 198,51- 226,36 Rerata BAk 187,23 202,46 195,68 230,82 Deviasi 3,66 8,08 4,00 6,31 ANOVA D40
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 2144.629 3 714.876 21.262 .006
Within Groups 134.488 4 33.622
Total 2279.117 7
Tukey HSDa
Biomassa.Akhir
Subset for alpha = 0.05
N 1 2 A (0,12 mg se/kg pakan) 2 187.23 C (1,05 mg se/kg pakan) 2 195.68 B (0,19 mg se/kg pakan) 2 202.45 D (0,12 mg se/kg pakan) 2 230.82 Sig. .176 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
24 Jumlah Konsumsi Pakan (JKP)
Ulangan Pakan Perlakuan (mg Se/kg pakan)
A (0,12) B (0,19) C (1,05) D (1,42) 1 239,90 262,65 243,48 278,03 2 248,01 262,19 245,95 276,46 Rerata JKP 243,96 262,42 244,71 277,25 Deviasi 5,73 0,32 1,75 1,11 ANOVA D40 Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 1520.603 3 506.868 54.393 .001
Within Groups 37.275 4 9.319
Total 1557.878 7
D40
Tukey HSDa
Jumlah Konsumsi Pakan
Subset for alpha = 0.05
N 1 2 3 A (0,12 mg se/kg pakan) 2 243.95 C (1,05 mg se/kg pakan) 2 244.71 B (0,19 mg se/kg pakan) 2 262.42 D (1,42 mg se/kg pakan) 2 277.25 Sig. .994 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Ulangan Pakan Perlakuan (mg Se/kg pakan)
A (0,12) B (0,19) C (1,05) D (1,42) 1 1,74 1,98 1,80 2,28 2 2,03 1,77 1,86 2,16 Rerata LPH 1,89 1,88 1,83 2,22 Deviasi 0,2 0,15 0,04 0,1 ANOVA D40
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups .194 3 .065 3.543 .127
Within Groups .073 4 .018
25 Efisiensi Pakan (EP)
Ulangan Pakan Perlakuan (mg Se/kg pakan)
A (0,12) B (0,19) C (1,05) D (1,42) 1 38,35 43,00 40,39 50,49 2 42,57 37,82 42,11 47,06 Rerata EPP 40,46 40,41 41,25 48,78 Deviasi 2,99 3,66 1,21 2,43 ANOVA D40 Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 98.535 3 32.845 4.426 .092
Within Groups 29.682 4 7.421
Total 128.217 7
Retensi Protein(RP)
Ulangan Pakan Perlakuan (mg Se/kg pakan)
A (0,12) B (0,19) C (1,05) D (1,42) 1 18,10 23,26 19,77 23,33 2 18,03 20,55 20,98 21,41 Rerata RP 18,07 21,91 20,37 22,37 Deviasi 0,05 1,91 0,85 1,36 ANOVA D40 Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 22.576 3 7.525 4.816 .081
Within Groups 6.250 4 1.562
Total 28.826 7
Retensi Lemak(RL)
Ulangan Pakan Perlakuan (mg Se/kg pakan)
A (0,12) B (0,19) C (1,05) D (1,42)
1 22,97 19,97 33,88 19,32
2 22,37 18,55 32,27 18,50
Rerata RL 22,67 19,26 33,08 18,91
26 ANOVA
D40
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 262.827 3 87.609 124.248 .000 Within Groups 2.820 4 .705 Total 265.647 7 D40 Tukey HSDa Retensi Lemak
Subset for alpha = 0.05
N 1 2 3 D (1,42 mg se/kg pakan) 2 18.91 B (0,19 mg se/kg pakan) 2 19.26 19.26 A (0,12 mg se/kg pakan) 2 22.67 C (1,05 mg se/kg pakan) 2 33.08 Sig. .973 .050 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH)
Ulangan Pakan Perlakuan (mg Se/kg pakan)
A (0,12) B (0,19) C (1,05) D (1,42) 1 100 100 100 100 2 90 100 100 100 Rerata TKH 95,00 100,00 100,00 100,00 Deviasi 7,1 0,00 0,00 0,00 ANOVA D40 Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 37.500 3 12.500 1.000 .479
Within Groups 50.000 4 12.500
27 Lampiran 5. Retensi protein ikan nila merah (Oreochromis sp.)
Ikan Ulangan Perlakuan ( mg Se /kg pakan )
A (0,12) B (0,19) C (1,05) D (1,42) Biomassa ikan awal (g) 1 92,64 95,24 94,5 94,89
2 94,35 97,5 94,95 96,27 Biomassa ikan akhir (g) 1 184,681 208,17 192,85 235,28
2 189,81 196,74 198,51 226,36
Protein ikan awal 1 13 13 13 13
2 13 13 13 13
Protein ikan akhir 1 13,40 14,42 13,68 13,32 2 13,35 14,35 13,83 13,19 Protein total awal (g) 1 12,04 12,38 12,29 12,34 2 12,27 12,68 12,34 12,52 Protein total akhir (g) 1 24,75 30,02 26,38 31,34 2 25,34 28,23 27,45 29,86 Protein yang disimpan 1 12,70 17,64 14,10 19,00 2 13,07 15,56 15,11 17,34 Jumlah konsumsi pakan 1 239,90 262,65 243,48 278,03
2 247,92 262,19 245,95 276,46 Protein pakan 1 29,25 28,87 29,29 29,30
2 29,25 28,87 29,29 29,30 Jumlah protein yang dikonsumsi 1 70,17 75,83 71,32 81,46 2 72,52 75,69 72,04 81,00 Retensi protein 1 18,10 23,26 19,77 23,33 2 18,03 20,55 20,98 21,41 Retensi Protein ± deviasi 18,07±0,05 21,91±1,91 20,37±0,85 22,37±1,36
28 Lampiran 6. Retensi lemak ikan nila merah (Oreochromis sp.)
Ikan Ulangan Perlakuan ( mg Se /kg pakan )
A (0,12) B (0,19) C (1,05) D (1,42) Biomassa ikan awal (g) 1 92,64 95,24 94,5 94,89
2 94,35 97,5 94,95 96,27 Biomassa ikan akhir (g) 1 184,681 208,17 192,85 235,28
2 189,81 196,74 198,51 226,36 Lemak ikan awal 1 2,13 2,13 2,13 2,13
2 2,13 2,13 2,13 2,13 Lemak ikan akhir 1 3,02 2,64 3,73 2,43 2 2,97 2,69 3,53 2,46 Lemak total awal (g) 1 1,97 2,03 2,01 2,02 2 2,01 2,08 2,02 2,05 Lemak total akhir (g) 1 5,58 5,50 7,19 5,72 2 5,64 5,29 7,01 5,57 Lemak yang disimpan 1 3,60 3,47 5,18 3,70 2 3,63 3,22 4,98 3,52 Jumlah konsumsi pakan 1 239,90 262,65 243,48 278,03
2 247,92 262,19 245,95 276,46 Lemak pakan 1 6,54 6,61 6,28 6,88
2 6,54 6,61 6,28 6,88 Jumlah lemak yang dikonsumsi 1 15,69 17,36 15,29 19,13
2 16,21 17,33 15,45 19,02 Retensi Lemak 1 22,97 19,97 33,88 19,32 2 22,37 18,55 32,27 18,50 Retensi Lemak ± deviasi 22,67±0,42 19,26±1,00 33,08±1,14 18,91±0,59
Lampiran 7. Hasil pengkuran kualiatas air selama pemeliharaan ikan nila merah (Oreochromis sp.)
Parameter Perlakuan (mg se/kg pakan) Optimal A (0,12) B (0,19) C (1,05) D (1,42) Suhu (oC) 27 – 31 27 – 31 27 – 31 27 – 31 26 – 31 pH 6 - 7,1 6 - 6,85 6 - 6,88 6-7,07 6-9 DO (mg/l) 5,6 - 5,7 5,3 - 5,7 5,5 - 5,8 5,3 - 6,5 > 4 Alkali (mg/l) 45,84 – 48 32 - 61,12 44 - 61,12 60 - 137,52 30 – 500 TAN (mg/l) 0,8 - 0,91 0,38 - 0,48 0,38 - 1,21 0,59 - 1,49 < 2,4
ABSTRAK
BURHANUDIN FAISAL. Pengaruh Suplementasi Selenium Organik dengan Dosis Berbeda dalam Pakan terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.). Dibimbing oleh MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI dan MIA SETIAWATI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis selenium organik pada pakan terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila merah (Oreochromis sp). Empat macam dosis selenium organik yang digunakan adalah 0, 1, 2, dan 4 g Se/kg pakan. Kandungan selenium pada setiap pakan berturut-turut adalah 0,12; 0,19; 1,05; dan 1,42 mg Se/kg pakan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak dengan 4 perlakuan dan 2 ulangan. Semua pakan diformulasikan memiliki protein dan energi yang sama. Ikan yang digunakan adalah juvenil nila merah dengan bobot rata-rata 9,49±0,95 g yang dipelihara dalam akuarium berukuran 80x40x40 cm3 dengan kepadatan 10 ekor/akuarium. Ikan tersebut dipelihara selama 40 hari dengan frekuensi pemberian pakan 4 kali sehari secara at satiation. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan yang diberi pakan yang mengandung 4 g Se/kg pakan (1,42 mg Se/kg) memperlihatkan kinerja pertumbuhan terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Kata kunci: selenium, pertumbuhan, nila merah ---
ABSTRACT
BURHANUDIN FAISAL. Effect of Supplementation Organic Selenium with Different Dosage in Feed to Growth Performance for Red Tilapia (Oreochromis sp.). Supervised by MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI and MIA SETIAWATI
The experiment was conducted to evaluate the level of organic selenium in the diet on the growth performance of red tilapia (Oreochromis sp.). Four levels of organic selenium namely 0, 1, 2, and 4 g Se/kg diet were used as treatment and the selenium content on the diets are 0,12; 0,19; 1,05 and 1,42 mg Se/kg respectively. This experiment were used randomized design with 4 treatments and 2 replications. All the diet was formulated to have similar protein and energy. Juvenile red tilapia with average body weight of 9,49±0,94 g were reared in the 80x40x40 cm3 aquarium with density of 10 fish/aquarium. Fish were reared for 40 days and feed 4 times daily at satiation levels. The result of this study showed that fish fed diet containing 4 g Se/kg diet (1,42 mg Se/kg) have best growth performance compared to the result.
Keywords: selenium, growth, red tilapia
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan nila merupakan ikan yang bersifat euryhalin dan sangat potensial dikembangkan saat ini. Ikan ini banyak dibudidayakan di berbagai daerah karena kemampuan adaptasinya sangat baik didalam berbagai jenis media pemeliharaan (Suyanto 1999). Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan adalah ketersediaan pakan. Ikan membutuhkan nutrien yang lengkap dalam pakan baik berupa protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin untuk menunjang pertumbuhannya. Jika salah satu nutrien tersebut tidak terpenuhi maka pertumbuhan ikan akan terganggu.
Mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor enzim. Salah satu mineral yang berperan terhadap pertumbuhan dan kesehatan ikan adalah selenium (Blazer 1992). Selenium merupakan trace element esensial yang dibutuhkan dalam pakan untuk pertumbuhan dan fungsi fisiologis. Selenium berfungsi sebagai komponen dari enzim iodothironin deiodinase dan glutation peroksidase (Anonim 2010). Kelompok iodotironin deiodinase berfungsi mengkatalis hormon tiroksin menjadi bentuk aktif hormon triiodotironin (Brown dan Arthur 2001). Salah satu peranan selenium yaitu memelihara fungsi kelenjar tiroid, kelenjar tiroid berfungsi meningkatkan laju metabolisme dan sangat penting untuk pertumbuhan serta perkembangan normal (Junior 2003). Konsentrasi tiroksin mengontrol produksi insulin, jika konsentrasi tiroksin meningkat maka pemecahan insulin akan meningkat sehingga menyebabkan produksi insulin oleh pankreas juga meningkat (Junior et al. 2005). Selenium juga berperan pada enzim glutation peroksidase yang dapat melindungi sel dari kerusakan oksidatif (Rostruck 1973 dalam Tawwab 2007).
Watanabe (1997) mengatakan bahwa jumlah selenium yang berlebihan dapat menjadi racun bagi ikan sehingga menyebabkan kematian dan terganggunya pertumbuhan, sedangkan bila kekurangan selenium dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan, efisiensi pakan rendah, dan kadar glutation peroksidase menurun. Menurunnya kadar glutation peroksidase secara proporsional akan menyebabkan penyakit seperti distrofi otot, anemia, dan
2 turunnya sistem imun tubuh yang menyebabkan pertumbuhan menjadi terganggu (Bell et al. 1985).
Kebutuhan selenium untuk ikan nila merah (Oreochromis sp.) belum diketahui secara pasti, sebagai acuan Hilton et al. (1980) mengatakan bahwa kebutuhan optimum selenium untuk ikan rainbow trout (Salmo gairdnere) berkisar 0,15-0,38 mg/kg pakan, kebutuhan optimum selenium juvenil ikan kerapu malabar (Epinephelus malabaricus) adalah 0,7 mg/kg pakan (Lin dan Shiau 2005), serta Gatlin dan Wilson (1984) mengatakan bahwa kebutuhan selenium untuk ikan channel catfish adalah 0,2 mg/kg pakan.
Berdasarkan informasi diatas maka dilakukan penelitian tentang suplementasi selenium organik dengan dosis berbeda dalam pakan, sehingga diharapkan dapat diketahui kebutuhan selenium organik yang optimum untuk menunjang kinerja pertumbuhan ikan nila merah (Oreochromis sp.).
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi selenium organik dengan dosis berbeda dalam pakan terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila merah (Oreochromis sp.).
3
II. BAHAN DAN METODE
2.1 Pakan Uji
Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam yaitu pakan A, B, C, dan D. Analisis proksimat pakan dilakukan diawal penelitian pada masing-masing jenis pakan.
Berikut ini merupakan pakan uji yang digunakan untuk ikan perlakuan : a. Pakan A : pakan tanpa suplementasi selenium organik atau pakan kontrol b. Pakan B : pakan yang disuplementasi selenium organik 1 g Se/kg pakan c. Pakan C : pakan yang disuplementasi selenium organik 2 g Se/kg pakan d. Pakan D : pakan yang disuplementasi selenium organik 4 g Se/kg pakan
Komposisi pakan dan hasil analisis proksimat pakan perlakuan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1 dan 2 berikut ini:
Tabel 1. Komposisi pakan perlakuan untuk ikan nila merah (Oreochromis sp.)
Bahan Pakan Pakan Perlakuan
A B C D
Hewani : Poultry by product meal 8 8 8 8
Nabati: DDGS 88,7 88,7 88,7 88,7
Tepung bungkil kelapa sawit Tepung bungkil kedelai Pollard
Minyak Ikan 1 1 1 1
Vitamin dan mineral mix 0,3 0,3 0,3 0,3
Feed additive 1,5 1,5 1,5 1,5
Carboxy methyl cellulosa (CMC) 0,5 0,5 0,5 0,5
Total (%) 100.00 100.00 100.00 100.00 Selenium (g Se/kg pakan) 0 1 2 4
4 Tabel 2. Hasil analisis proksimat (%bobot kering) dan analisis selenium pakan uji
untuk ikan nila merah (Oreochromis sp.)
Parameter Pakan Perlakuan (g Se/kg pakan)
A (0) B (1) C (2) D (4) Protein (%) 32,41 32,32 32,52 32,62 Lemak (%) 7,24 7,41 6,97 7,65 Kadar abu (%) 18,38 18,47 18,04 18,23 Serat kasar (%) 5,08 5,67 4,45 6,29 BETN 36,89 36,13 38,01 35,21 Se (mg Se/kg pakan) 0,12 0,19 1,05 1,42 GE (kkal/100 g pakan)* 400,80 398,74 403,47 308,94 C/P (kkal/100 g)** 12,37 12,34 12,41 12,23 Keterangan :
*GE = Gross Energy
1 gr Protein = 5,6 kkla GE 1 gr karbohidrat/BETN = 4,1 kkla GE 1 gr Lemak = 9,4 kkla GE ** C/P = Energi / Protein
BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
2.2 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data
Ikan yang digunakan adalah ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang berasal dari Kolam Percobaan Departemen Budidaya Perairan. Wadah yang digunakan yaitu akuarium sebanyak 12 buah dengan dimensi 80x40x40 cm3 serta ketinggian air dalam akuarium 30 cm (volume air 96 L), dibagian samping akuarium tersebut ditutupi plastik hitam untuk mengurangi stres pada ikan. Masing-masing akuarium diisi dengan thermostat untuk meningkatkan suhu. Ikan uji ditimbang bobot awal dan bobot akhirnya, setiap akuarium di isi 10 ekor ikan dengan bobot rata-rata 9,49±0,95 g. Ikan diseleksi terlebih dahulu kemudian diadaptasikan selama 7 hari sebelum diberikan perlakuan. Setelah diadaptasikan ikan dipuasakan selama 24 jam. Ikan dipelihara selama 40 hari dengan pemberian pakan 4 kali sehari yaitu pukul 08.00, 11.00, 14.00, dan 17.00 WIB secara at satiation atausekenyangnya.
2.3 Analisis Kimia
Analisis proksimat dilakukan terhadap pakan dan ikan uji. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi pengukuran kadar protein, lemak, abu, serat kasar, air, dan BETN. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut
5 Pertanian Bogor. Analisis protein dilakukan dengan metode Kjeldahl, lemak kering dilakukan dengan metode Soxchlett, lemak basah dengan metode Folch, kadar abu dengan pemanasan sampel dalam tanur bersuhu 600 oC, serat kasar menggunakan metode pelarutan sampel dengan asam dan basa kuat serta pemanasan, dan kadar air dengan pemanasan dalam oven bersuhu 105 oC sampai 110 oC. Prosedur analisis proksimat pakan dan ikan uji dapat dilihat pada Lampiran 1. Analisis selenium dilakukan pada pakan uji dengan menggunakan AAS, analisis tersebut dilakukan di Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor. Prosedur dan hasil analisis selenium pakan uji dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.
2.4 Parameter yang Diukur
2.4.1 Jumlah Konsumsi Pakan (JKP)
Perhitungan jumlah konsumsi pakan (JKP) ditentukan dengan menghitung jumlah pakan yang diberikan selama percobaan dikurangi jumlah sisa pakan yang tidak dimakan dan telah dikeringkan.
2.4.2 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Laju pertumbuhan harian (LPH) dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Keterangan :
α = Laju pertumbuhan harian
Wt = Berat rata-rata ikan uji pada waktu tertentu (g). Wo = Berat rata-rata ikan pada awal pemeliharaan (g). t = Lama waktu pemeliharaan
2.4.3 Efisiensi Pakan (EP)
Efisiensi pemanfaatan pakan dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
6 Keterangan :
EP = Efisiensi pakan
Wt = Bobot ikan akhir penelitian (g)
D = Bobot total ikan yang mati selama penelitian (g) W0 = Bobot ikan awal penelitian (g)
F = Jumlah total pakan yang dikonsumsi selama pemeliharaan.
2.4.4 Retensi Protein (RP)
Nilai retensi protein dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Keterangan :
RP = Retensi protein
F = Jumlah protein tubuh ikan pada akhir pemeliharaan (g) I = Jumlah protein tubuh ikan pada awal pemeliharaan (g) P = Jumlah protein yang dikonsumsi ikan (g)
2.4.5 Retensi Lemak (RL)
Nilai retensi lemak dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Keterangan :
RL = Retensi lemak
F = Jumlah lemak tubuh ikan pada akhir pemeliharaan (g) I = Jumlah lemak tubuh ikan pada awal pemeliharaan (g) P = Jumlah lemak yang dikonsumsi ikan (g)
2.4.6 Tingkat Kelangsungan Hidup(TKH)
Tingkat kelangsungan hidup atau survival rate ikan dapat diketahui dengan persamaan berikut ini :
Keterangan :
TKH = Tingkat kelangsungan hidup Nt = Jumlah ikan akhir pemeliharaan No = Jumlah ikan awal pemeliharaan
7 2.5 Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, pH, oksigen terlarut (DO), Alkalinitas dan TAN (Total Amonia Nitrogen). Pengukuran parameter tersebut dilakukan diawal dan akhir penelitian. Data hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 7.
2.6 Analisis Statistik
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 2 ulangan. Untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan dengan menggunakan ANOVA dan dilanjutkan uji Tukey dengan selang kepercayaan 95%. Data yang diperoleh diolah menggunakan Ms. Excel 2007, selanjutnya data yang telah diolah dianalisis secara statistik menggunakan SPSS 17.0.
8
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini:
Gambar 1. Biomassa ikan nila merah dari awal sampai akhir pemeliharaan
Ikan yang diberi perlakuan pakan D (1,42 mg Se/kg pakan) memiliki biomassa yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang diberi perlakuan pakan lainnya (P<0,05), sedangkan ikan yang diberi perlakuan pakan A, B, dan C memiliki pertumbuhan biomassa yang sama (P>0,05).
Data hasil penelitian yang meliputi nilai rata-rata biomassa akhir (BAk), jumlah konsumsi pakan (JKP), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), dan tingkat kelangsungan hidup (TKH) disajikan pada Tabel 3 berikut ini:
0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 0 14 28 40 B io ma ss a ik a n (g) Hari ke- A (0,12 mg se/kg) B (0,19 mg se/kg) C (1,05 mg se/kg) D (1,42 mg se/kg)
9 Tabel 3. Data Biomassa Awal (BA), Biomassa Akhir (BAk), Jumlah Konsumsi Pakan (JKP), Laju Pertumbuhan Harian (LPH), Efisiensi Pakan (EP), Retensi Protein (RP), Retensi Lemak (RL), dan Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH) ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang dipelihara selama 40 hari.
Parameter Pakan Perlakuan (mg Se/kg pakan)
A (0,12) B (0,19) C (1,05) D (1,42) BA (g) 93,50±1,21ª 96,41±1,65ª 94,72±0,31ª 95,58±0,98ª BAk (g) 187,23±3,66ª 202,46±8,08ª 195,68±4,00a 230,82±6,31b JKP (g) 243,96±5,73ª 262,42±0,32b 244,71±1,75ª 277,25±1,11c LPH (%) 1,89±0,20ª 1,88±0,15ª 1,83±0,04ª 2,22±0,10ª EP (%) 40,46±2,99ª 40,41±3,66ª 41,25±1,21ª 48,78±2,43ª RP (%) 18,07±0,05a 21,91±1,91a 20,37±0,85a 22,37±1,36a RL (%) 22,67±0,42b 19,26±1,0ab 33,08±1,14c 18,91±0,59a TKH (%) 95,00±7,10ª 100,0±00a 100,0±00a 100,0±00a Keterangan: huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan (P<0.05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi selenium organik dalam pakan menyebabkan adanya pengaruh yang berbeda nyata pada biomassa akhir, jumlah konsumsi pakan, dan retensi lemak, serta tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, dan tingkat kelangsungan hidup. Biomassa akhir pada perlakuan D (1,42 mg Se/kg) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (P<0,05), sedangkan biomassa akhir pada perlakuan pakan A, B, dan C memiliki nilai yang sama (P>0,05). Jumlah konsumsi pakan berkisar 243,96-277,25 g, jumlah konsumsi pakan perlakuan D (1,42 mg Se/kg) lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, sedangakan pada perlakuan A (0,12 mg Se/kg) dan C (1,05 mg Se/kg) jumlah konsumsi pakan yang diperoleh sama (P>0,05). Laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, dan tingkat kelangsungan hidup yang didapat sama pada semua perlakuan (P>0,05). Nilai retensi lemak tertinggi terdapat pada perlakuan C (1,05 mg Se/kg), nilai retensi lemak terendah pada perlakuan D (1,42 mg se/kg), sedangkan nila retensi lemak pada perlakuan B (1,42 mg Se/kg) tidak berbeda dengan perlakuan A dan D (P>0,05).
3.2 Pembahasan
Selenium merupakan trace element esensial yang dibutuhkan dalam pakan untuk pertumbuhan dan fungsi fisiologis. Selenium berfungsi sebagai komponen dari sejumlah enzim yang mengandung protein seperti kelompok iodotironin deiodinase dan glutathion peroksidase (Anonim 2010). Kelompok iodotironin
10 deiodinase berfungsi mengkatalis hormon tiroksin menjadi bentuk aktif hormon triiodotironin (Brown dan Arthur 2001). Salah satu peran selenium adalah memelihara fungsi kelenjar tiroid. Menurut Junior (2003) kelenjar tiroid berfungsi untuk meningkatkan laju metabolisme dan sangat penting untuk pertumbuhan serta perkembangan normal. Konsentrasi tiroksin mengontrol produksi insulin, jika konsentrasi tiroksin meningkat maka pemecahan insulin akan meningkat sehingga menyebabkan produksi insulin oleh pankreas juga meningkat (Junior et