• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

6.2. Saran

1. Supervisor atau mandor dapat menghimbau kepada pemanen sawit yang tidak mau menggunakan APD khususnya helm dan kaca mata agar mau menggunakan helm dan kacamata saat bekerja.

2. Ketidaknyamanan pemanen dalam menggunakan helm dan kaca mata hal ini dapat diantisipasi dengan menggunakan helm yang sesuai dengan ukuran kepala kemudian membiasakan diri selalu menggunakan helm saat memanen dan kaca mata yang mengembun dapat diatasi dengan memberikan kain untuk mengelap kaca mata yang mengembun tersebut. 3. Kepatuhan terhadap kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja di PT.

Tolan Tiga (SIPEF) perlu dipertahankan dan ditingkatkan lagi agar semakin baik ke depannya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), patuh berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan dan berdisiplin. Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada ajaran dan aturan.

Menurut Sears, Freedman, Peplau (1991) Ketaatan dan kepatuhan dapat ditingkatkan melalui penggunaan ganjaran, hukuman, ancaman,dan tekanan dari situasi. Namun, tekanan eksternal yang terlampau besar dapat membahayakan dan menimbulkan kecenderungan untuk melawan pembatasan terhadap kebebasan seseorang untuk bertindak, yang menyebabkan individu menampilkan perilaku yang bertentangan terhadap apa yang diminta.

Menurut Sarwono yang dikutip oleh Ramdayana (2009) mengemukakan bahwa sikapkepatuhan (compliance) akan menghasilkan perubahan tingkah laku (behavior change) yang bersifat sementara dan individu yang berada di dalamnya akan cenderung kembali ke perilaku atau pandangannya yang semula jika pengawasan kelompok mulai mengendur dan perlahan memudar atau jika individu tersebut dipindahkan dari kelompok asalnya.

Menurut Icek Ajzen dan Martin Fishbein, kepatuhan didefinisikan sebagai suatu respon terhadap suatu perintah, anjuran atau ketetapan yang ditunjukan melalui suatu aktifitas konkrit. Kepatuhan juga merupakan bentuk ketaatan pada aturan atau disiplin dalam menjalankan prosedur yang telah ditetapkan. Kepatuhan dapat diartikan sebagai suatu bentuk respon terhadap suatu

8

9

perintah,anjuran, atau ketetapan melalui suatu aktifitas konkrit. Teori ini didasarkan pada asumsi: (1) bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal; (2) manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada; (3) bahwa secara eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan mereka (Azwar, 2013).

2.1.1 Kepatuhan Kebijakan K3

Keberhasilan pelaksanaan peraturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di perusahaan tidak lepas dari sikap kepatuhan personal baik dari pihak karyawan maupun pihak manajerial dalam melaksanaan peraturan dan kebijakan K3. Menurut Saifuddin dalam Wardani (2009) kepatuhan merupakan sikap seseorang untuk bersedia mentaati dan mengikuti spesifikasi, standar atau aturan yang telah diatur dengan jelas, dimana aturan tersebut diterbitkan oleh perusahaan yang bersangkutan dan lembaga lain yang berwenang.

Menurut Borman dan Motowidlo yang dikutip oleh Griffin dan Neal, 2004) Salah satu komponen dari perilaku keselamatan adalah kepatuhan keselamatan, yaitu aktivitas yang harus dilakukan seseorang untuk menjaga keselamatan dalam tempat kerja. Perilaku ini mengikuti pada prosedur standar kerja dan pemakaian APD.

Healey dan Walker mengatakan pekerja mempunyai dua pilihan dalam menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat yaitu dengan patuh dengan kebijakan K3 atau mencegah masalah (Kecelakaan dan penyakit akibat hubungan kerja.

2.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 2.2.1 Pengertian

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 tahun 2012 tentang penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja bab I pasal 1, Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Menurut OSHA (occupational Health and Safety Administration) K3 diartikan sebagai aplikasi atau penerapan prinsip-prinsip sains atau ilmiah di dalam memahami pola resiko terhadap keselamatan orang dan benda baik dalam lingkungan industri maupun non-industri (OSHA, 2004).

2.2.2. Manfaat dan tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Aspek K3 bersifat multi dimensi.Karena itu manfaat dan tujuan K3 juga harus dilihat dari berbagai sisi seperi dari sisi hukum, perlindungan tenaga kerja, ekonomi, pengendalian kerugian, sosial, dan lainnya (Ramli, 2010).

1. Aspek Hukum

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan ketentuan perundangan dan memiliki landasan hukum yang wajib dipatuhi semua pihak, baik pekerja, pengusaha, atau pihak terkait lainnya. Di Indonesia banyak peraturan perundangan yang menyangakut keselamatan dan kesehatan kerja antara lain :

a. Undang- undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja b. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

c. Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

11

Disamping perundangan diatas,sebenarnya masih banyak peraturan lain tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Dari berbagai peraturan diatas, terlihat bahwa keselamatan dan kesehatan kerja memliki landasan hukum yang kual dan wajib untuk diapatuhi.

2. Perlindungan tenaga Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja mengandunga nilai perlindungan tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Tenaga kerja merupakan asset organisasi yang sangat berharga dan merupakan unsur penting dalam proses produksi di samping unsur lainnya seperti material, mesin, dan lingkungan kerja. Karena itu tenaga kerja harus dijaga, dibina, dan dikembangkan untuk meningkatkan produktivitasnya.

3. Aspek Ekonomi

Manfaat keselamatan dan kesehatan kerja juga dapat dilihat dari pendekatan ekonomi atau finansial.Kecelakaan menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi peusahaan.Banyak perusahaan yang harus gulung tikar akibat kecelakaan, bencana, atau dampak K3 lainnya yang terjadi dalam operasinya.Dampak ekonomi dari K3 dapat dilihat dari sisi produktivitas dan pengendalian kerugian (loss control).

2.2.3. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Kebijakan K3 (OH&S Policy) merupakan perwujudan dari komitmen pucuk pimpinan yang membuat visi dan tujuan organisasi, komitmen dan tekad untuk melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja (Ramli, 2010).

2.2.3.1Maksud dan Tujuan Kebijakan K3

Perusahaan harus menjunjung tinggi keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan karyawan. Bekerja dengan selamat lebih diutamakan dari produksi. Berdasarkan hal ini, dan sejalan dengan praktek manajemen modern, maka hal berikut harus dijadikan sasaran setiap kegiatan (Silalahi, dan Silalahi, 1985):

1. Pemeliharaan kondisi kerja yang aman dan sehat

2. Taat-asas dengan setiap prosedur operasional yang dirancang untuk mencegah luka atau penyakit

3. Mematuhi Undang- undang pokok keselamatan dan kesehatan Kerja No. 1/1970 dan seluruh peraturan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja.

2.2.3.2Tanggungjawab Karyawan

Menurut Silalahi dan Silalahi (1985) mengatakan bahwa karyawan mempunyai tanggung jawab yang terdapat di dalam kebijakan K3 yaitu sebagai berikut :

1. Seluruh karyawan bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan ke arah pencegahan kecelakaan

2. Tidak satu kerja pun yang dapat dinyatakan rampung jika karyawan tidak memelihara keselamatan dirinya dan teman-teman sejawatnya

3. Seluruh karyawan harus melaporkan kepada dan meminta pertolongan pertama dari mandor mereka untuk setiap luka betapa pun kecilnya

4. Kondisi, peralatan, atau perbuatan yang kurang selamat harus segera dilaporkan kepada mandor

13

5. Setiap karyawan wajib membaca, memahami, dan mematuhi seluruh petunujuk dan arahan tentang K3

6. Setiap karyawan yang mendapat perlengkapan K3 wajib menggunakannya 7. Setiap karyawan harus menganggap rapat-rapat K3 sebagai bagian dari

tugasnya (Silalahi dan Silalahi,1985) : 2.2.3.3Kebijakan K3 di PT. Tolan Tiga

Kebun Perlabian PT. Tolan Tiga (Sipef) telah menetapkan kebijakan keselamatan dan Kesehatan kerja yaitu sebagai berikut :

1. PT. Tolan Tiga mendukung pelaksanaan peraturan dan Undang-undang Republik Indonesia yang terkait dan persetujuan dan standar internasional yang ditetapkan.

2. Dengan peningkatan rekor keselamatan dan kesehatan yang berkesinambungan, kami yakin dapat mencapai dengan :

a. Mengidentifikasi dan mengurangi bahaya dan resiko

b. Penyediaan sumber-sumber yang mencukupi untuk melaksanakan program dan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang efektif, termasuk dalam meninjau ulang pada pelaksanaanya.

c. Memastikan bahwa kebijakan dan prosedur-prosedur K3 terintegrasi dengan semua kebijakan lain di perusahaan

3. Kebijakan ini akan disosialisasikan kepada semua karyawan dan dapat diakses oleh masyarakat dan pihak terkait. PT. Tolan Tiga Indonesia akan memastikan sumua karyawan memahami dan peduli atas kewajiban dan hak-hak pada K3

4. Pelanggaran Kebijakan ini mengakibatkan tindakan disiplin termasuk PHK.

5. Kebijakan dan prosedur- prosedur yang terkait ini akan ditinjau kembali secara berkala untuk memastikan relevansinya dan kesesuainnya.

6. Kebijakan ini berlaku untuk PT. Tolan Tiga dan untuk seluruh perusahaan dibawah manajemen PT. Tolan Tiga.

2.2.3.4 Kebijakan K3 Pemanen Sawit di PT. Tolan Tiga

Pada penelitian ini yang akan dibahas mengenai kebijakan K3 yang harus dipatuhi oleh pekerja khususnya pekerja pada bagian harvester (pemanen) yaitu sebagai berikut :

1. Alat Pelindung Diri

Menurut Suma’mur (2009), alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja.

Alat-alat pelindung diri beraneka ragam macamnya. Jika digolongkan berdasarkan bagian-bagian tubuh yang dilindunginya, maka jenis-jenis alat pelindung diri adalah sebagai berikut :

a. Alat Pelindung Kepala (Head Cover)

Alat ini terdiri dari alat pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan. Tujuan pemakaian alat pelindung kepala adalah untuk melindungi kepala dari bahaya terbentur dengan benda tajam atau benda keras, baik yang sifatnya jatuh, melayang atau meluncur termasuk melindungi diri dari panas radiasi bahan-bahan kimia korosif. Jenis pekerjaan yang memerlukan alat pelindung kepala misalnya pekerjaan di bawah mesin-mesin maupun pekerjaan di

15

sekitar konduktor energy yang terbuka. Contoh alat pelindung kepala yang digunakan adalah Helm

b. Alat Pelindung Tangan dan Jari-jari (Hand Gloves)

Alat pelindung tangan ini paling banyak digunakan, karena kecelakaan yang paling banyak terjadi pada tangan dari keseluruhan kecelakaan yang ada.

c. Alat Pelindung Kaki (Foot Cover)

Sepatu keselamatan kerja dipakai untuk melindungi kaki dari kejatuhan benda berat, percikan asam dan basa yang korosif, cairan panas dan terinjak benda-benda tajam. Contoh alat pelindung kaki seperti sepatu kulit, sepatu karet, sepatu bot karet, sepatu anti slip, sepatu dilapisi baja, sepatu plastik, sepatu dengan sol kayu/gabus, pelindung betis, tungkai dan mata kaki.

d. Alat Pelindung Tubuh

Alat pelindung tubuh berupa pakaian dapat berbentuk apron yaitu pakaian pelindung tubuh yang menutupi sebagian tubuh mulai dari dada sampai lutut dan berbentuk overalls yaitu pakaian pelindung tubuh yang menutupi seluruh bagian tubuh.

Tujuan pengguanaan Alat Pelindung Diri (APD) adalah untuk melindungi tubuh dari bahaya pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan kerja, sehingga penggunaan alat pelindung diri memegang peranan penting.Hal ini penting dan bermanfaat bukan saja untuk tenaga kerja tetapi untuk perusahaan. Manfaat bagi tenaga kerja yaitu: (1) tenaga kerja dapat bekerja perasaan lebih aman untuk terhindar dari bahaya-bahaya kerja; (2) dapat mencegah kecelakaan akibat kerja; (3) tenaga kerja dapat memperoleh derajat kesehatan yang sesuai hak

dan martabatnya sehingga tenaga kerja akan mampu bekerja secara aktif dan produktif; (4) tenaga kerja bekerja dengan produktif sehingga meningkatkan hasil produksi. Hal ini akan menambah keuntungan bagi tenaga kerja yaitu berupa kenaikan gaji atau jaminan sosial sehingga kesejahteraan akan terjamin (Tarwaka, 2014).

2. Pekerja harus bekerja sesuai dengan Working Instruction (Instruksi Kerja)

Instruksi Kerja adalah langkah- langkah kerja tertulis yang terfokus kepada pelaksanaan pekerjaan untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja maka dari itu PT.Tolan Tiga membuat instruksi kerja yang wajib dipatuhi oleh pekerja pemanen sebagai berikut

1. Masuk ke ancak melalui pasar pikul

2. Mencari buah masak setiap pokok tanaman dengan tanda brondolan yang jatuh dari janjangan di piringan

3. Dodos/egrek buah yang masak dengan memperhatikan arah kira-kira buah jatuh ke sebelah mana supaya tidak sampai menimpa diri pemenen

4. Buang pelepah di bawah buah masak apabila lebih dari songgo 2 untuk yang dipanen dengan dodos,dan minimal songgo 1 bagi tanaman yang sudah di panen dengan egrek

5. Potong gagang buah di piringan dengan menggunakan kampak sepanjang 2 cm dan di upayakan bentuk”V”

6. Buah di turunkan dari Angkong/sepeda/becak menggunakan gancu 7. Buah di susun rapi di TPH sebanyak 5 janjang sebaris

17

8. Buah di susun terbalik,buntut buah arah ke atas & hanya 1 janjang yang gagangnyake arah atas untuk nomer pemanen.

9. Bungkus Egrek/dodos,kampak,gancu alat dengan bungkus yang tersedia atau karung diikat tali atau karet

10. Apabila bungkus sudah rusak/koyak,sebelum ada gantinya bungkus dengan karung diikat dengan karet atau tali

11. Bawa alat ke lapangan dengan alat tajamnya di depan,gagang alat arah ke belakang

12. Jangan membawa alat dengan cara memalang jalan harussearah dengan jalan

13. Simpan alat setelah selesai bekerja di empat aman dan jauh dari jangkauan anak-anak.

Melakukan instruksi kerja bertujuan untuk memberikan langkah yang benar guna mengurangi terjadinya kesalahan dan berkaitan dengan keselamatan dan keamanan dalam bekerja sehingga dapat menghindari pekerja pada kecelakaan kerja.

3. Mengikuti pelatihan K3

Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan pelatihan yang diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan tenaga kerja. Kebutuhan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja antara satu perusahaan dengan perusahaan lain berbeda sesuai sifat bahaya, skala kegiatan dan kondisi pekerja (Ramli, 2010).

Menurut Ramli (2010), pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Induksi K3

Induksi K3 yaitu pelatihan yang diberikan sebelum seseorang mulai bekerja atau memasuki tempat kerja. Pelatihan ini ditujukan untuk pekerja baru, pindahan, mutasi, kontraktor dan tamu yang berada di tempat kerja.

2. Pelatihan Khusus K3

Pelatihan ini berkaitan dengan tugas dan pekerjaan masing-masing pekerja. Misalnya pekerja di lingkungan pabrik kimia harus diberi pelatihan mengenai bahan-bahan kimia dan pengendaliannya.

3. Pelatihan K3 Umum

Pelatihan K3 umum merupakan program pelatihan yang bersifat umum dan diberikan kepada semua pekerja mulai level terbawah sampai manejemen puncak. Pelatihan ini umumnya bersifat awareness yaitu untuk menanamkan budaya atau kultur K3 di kalangan pekerja.

Pelatihan K3 yang diwajibkan oleh PT. Tolan Tiga (Sipef) untuk pemanen sawit adalah pelatihan induksi K3 dan pelatihan K3 umum.

Pelatihan merupakan salah satu alat penting dalam menjamin kompetisi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja (Sastrohadiwiryo, 2002). Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting mengingat kebanyakan kecelakaan terjadi pada pekerja yang belum terbiasa bekerja secara selamat. Penyebabnya adalah ketidaktahuan tentang bahaya atau cara mencegahnya meskipun tahu tentang adanya suatu resiko (Santoso, 2002).

19

4. Behavior Based Safety

Berperilaku aman di tempat kerja merupakan bagian penting dari manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dan merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja (Scott Geller, 2001). Behavior based safety

digunakan untuk menggambarkan program yang berfokus pada perilaku pekerja sebagai salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Program Behavior based safety akan mengidentifikasi pekerja yang berperilaku tidak aman (unsafe action ) kemudian mengarahkan pekerja tersebut untuk berperilaku aman pada saat bekerja

Menurut Heinrich yang dikutip dalam Ramli (2010), salah satu penyebab terjadinya kecelakaan adalah melakukan tindakan tidak aman (unsafe action). Contoh unsafe action adalah :

a. Tidak menggunakan alat keselamatan dalam bekerja b. Bergurau saat bekerja

c. Tidak berhati-hati d. Bekerja terburu-buru

2.3. Kecelakaan kerja

2.3.1. Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda (Suma'mur, 2009).

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan, tidak disengaja dan tidak terkendali yang menyebabkan cedera dan kerugian. Kecelakaan kerja juga dapat diartikan sebagai kejadian yang berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan dimana kecelakaan kerja terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau keadaan pada saat melaksanakan pekerjaaan (Reese, 2009).

Kecelakaan kerja merupakan hasil langsung dari tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman, yang keduanya dapat dikontrol oleh manajemen. Tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman disebut sebagai penyebab langsung (immediate / primary causes) kecelakaan karena keduanya adalah penyebab yang jelas / nyata dan secara langsung terlibat pada saat kecelakaan terjadi (Reese, 2009).

2.3.2. Penyebab Kecelakaan Kerja

Dalam proses terjadinya kecelakaan kerja terkait 4 (empat) unsure produksi yaitu People, Equipment, Material, Environment, (PEME) yang saling brinteraksi dan bersama-sama menghasilkan suatu produk atau jasa. Kecelakaan terjadi dalam proses interaksi tersebut yaitu ketika terjadi kontak antara manusia dengan alat, material, dan lingkungan dimana dia berada. Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat atau material yang kurang baik atau berbahaya. Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak aman seperti ventilasi, penerangan, kebisingan, atau suhu yang tidak aman melampaui ambang batas. Disamping itu kecelakaan juga dapat bersumber dari manusia yang melakukan kegiatan di tempat kerja dan menangani alat atau material. (Ramli, 2010)

Menurut H.W. Heinrich yang dikutip oleh Ramli (2010) mengemukakan faktor penyebab kecelakaan dengan teori domino yaitu :

21

1. Tindakan tidak aman dari manusia (unsafe act, misalnya tidak mau menggunakan alat keslamatan dalam bekerja, melepas alat pengaman atau bekerja sambil bergurau. Tindakan ini dapat membahayakan dirinya atau orang lain yang dapat berakhir dengan kecelakaan.

2. Kondisi tidak aman (unsafe condition) yaitu kondisi di lingkungan kerja baik alat, material atau lingkungan yang tidak aman dan membahayakan. Sebagai contoh lantai licin, tangga yang rusak dan patah, penerangan yang kurang baik atau kebisingan yang melampaui batas aman yang diperkenankan.

Kemudian Frank Bird dikutip oleh Ramli (2010) mengembangkan teori sebelumnya dan menggolongkan penyebab kecelakaan menjadi sebab langsung (immediate causes) dan faktor dasar (basic causes). Penyebab langsung kecelakaan (immediate causes) adalah pemicu yang langsung menyebebkan terjadinya kecelakaan, misalnya terpeleset karena ceceran minyak di lantai. Sementara penyebab tidak langsung (basic causes) Merupakan faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap kejadian tersebut ,misalnya dalam kasus terpeleset tersebut adalah adanya bocoran atau tumpahan bahan, kondisi penerangan tidak baik, terburu-buru, atau kurangnya pengawasan dari lingkungan kerja.

Menurut Manulang (2001), ada 4 faktor penyebab kecelakaan kerja, antara lain :

1. Faktor manusia

Kecelakaan kerja yang disebabkan faktor manusia meliputi kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologi, kurangnya atau lemahnya pengetahuan dan keterampilan atau keahlian, stress, motivasi yang tidak cukup atau salah.

2. Faktor material/bahan/peralatan

Misalnya bahan yang seharusnya terbuat dari besi, akan tetapi supaya lebih murah dibuat dari bahan lain sehingga dengan mudah menimbulkan kecelakaan.

3. Faktor bahaya atau sumber bahaya, ada dua sebab : a. Perbuatan berbahaya

Misalnya karena metode kerja yang salah, keletihan/kelesuan, sikap kerja yang tidak sempurna dan sebagainya.

b. Kondisi/keadaan berbahaya

Yaitu keadaan yang tidak aman dari mesin/peralatan-peralatan, lingkungan, proses, sifat pekerjaan.

4. Faktor yang dihadapi

Misalnya kurangnya pemeliharaan/perawatan mesin-mesin sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna.

Ada dua golongan penyebab kecelakaan kerja menurut Suma’mur (2009), yaitu :

1. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain manusia.

2. Golongan kedua adalah faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan.

2.3.3. Klasifikasi kecelakaan kerja

Menurut Mijin Politie Reglement Sb 1930 No. 341 dalam Silalahi, B dan Silalahi, R (1985) kecelakaan dibagi menjadi 3 tingkat keparahan, yakni mati, berat dan ringan. Dalam PP 11/1979 keparahan dibagi dalam 4 tingkat yakni :

a. ringan, kecelakaan yang tidak menimbulkan kehilangan hari kerja;

23

b. sedang, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja dan diduga tidak akan menimbulkan cacat jasmani dan atau rohani yang akan menggangu tugas pekerjaannya;

c. berat, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja dan diduga akan menimbulkan cacat jasmani dan atau rokhani yang akan menggangu tugas pekerjaannya.

d. mati, kecelakaan yang menimbulkan kematian segera atau dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam setelah terjadinya kecelakaan.mati, berat, sedang dan ringan.

2.3.4. Dampak Kecelakaan Kerja

Menurut Soehatman Ramli (2010), kerugian akibat kecelakaan kerja dikategorikan atas dua kerugian, yaitu :

1. Kerugian Langsung

Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan dan membawa dampak terhadap organisasi atau perusahaan.

Kerugian langsung dapat berupa :

a. Biaya Pengobatan dan Kompensasi

Kecelakaan mengakibatkan cedera, baik cedera ringan, berat, cacat atau menimbulkan kematian. Cedera ini akan mengakibatkan seorang pekerja tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik sehingga mempengaruhi produktivitas. Jika terjadi kecelakaan perusahaan harus mengeluarkan biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan sesuai ketentuan yang berlaku.

b. Kerusakan Sarana Produksi

Kerusakan langsung lainnya adalah kerusakan sarana produksi akibat kecelakaan seperti kebakaran, peledakan, dan kerusakan.

2. Kerugian Tidak Langsung

Di samping kerugian langsung, kecelakaan juga menimbulkan kerugian tak langsung antara lain :

a. Kerugian jam kerja

Jika terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti sementara untuk membantu korban yang cedera, penanggulangan kejadian, perbaikan kerusakan atau penyelidikan kejadian. Kerugian jam kerja yang hilang akibat kecelakaan jumlahnya cukup besar yang dapat mempengaruhi produktivitas.

b. Kerugian produksi

Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap proses produksi akibat kerusakan atau cedera pada pekerja. Perusahaan tidak bisa berproduksi sementara waktu sehingga kehilangan peluang untuk mendapat keuntungan.

c. Kerugian Sosial

Kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial bagi keluarga korban yang terkait langsung maupun lingkungan sosial sekitarnya.

d. Citra dan Kepercayaan Konsumen

Kecelakaan menimbulkan citra negative bagi organisasi karena dinilai

Dokumen terkait