• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 6 Kesimpulan Dan Saran

6.2 Saran

6.2.1. Bagi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan dan dan masukan bagi pendidikan keperawatan khususnya keperawatan jiwa sehingga perlu diberikan penekanan materi mengenai kontrol diri pada remaja, sehingga remaja mampu membatasi setiap perilaku dan stimulus yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa terdapat hubungan dalam kontrol diri dengan penggunaan game online seorang remaja. Akan tetapi diharapkan seorang perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada remaja mengenai pentingnya kontrol diri dalam melakukan setiap tindakan, dan diharapkan mampu menjelaskan dampak positif dan negatif dari memiliki kontrol diri yang baik, cukup, dan rendah.

6.2.3. Bagi penelitian keperawatan selanjutnya

Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri seorang remaja. Untuk penelitian selanjutnya perlu diteliti kembali tentang fenomena ini karena fenomena ini belum banyak diteliti dengan menggunakan jumlah responden yang lebih banyak lagi untuk memperoleh variasi data, dan juga dapat melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intensitas bermain game online pada remaja.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kontrol Diri

2.1.1 Defenisi

Kontrol diri merupakan suatu kecapakan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya. Selain itu, juga kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, dan menutupi perasaannya.

Menurut Chaplin (1975), kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau perilaku impulsif.

Calhoun dan Acocella (1990) mendefenisikan kontrol diri (self-control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang, dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Goldfried dan Merbaum menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi yang positif. Kontrol diri juga menggambarkan keputusan individu yang telah disusun untuk

Menurut Mahoney dan Thoresen dalam Robert (1975), kontrol diri merupakan jalinan yang secara utuh (integrative) yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Individu dengan kontrol diri tinggi sangat memerhatikan cara-cara yang tepat untuk berperlaku dalam situasi yang bervariasi. Individu cenderung akan mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat perilakunya lebih responsif terhadap petunjuk situasional, lebih fleksibel, berusaha untuk memperlancar interaksi sosial, bersikap, hangat dan terbuka.

Synder dan Gangestad (1986), mengatakan bahwa konsep mengenai kontrol diri secara langsung sangat relevan untuk melihat hubungan antara pribadi dengan lingkungan masyarakat dalam mengatur kesan masyarakat yang sesuai dengan isyarat situasional dalam bersikap dan berpendirian yang efektif.

Calhon dan Acocella (1990), mengemukakan dua alasan yang mengharuskan individu mengontrol diri secara kontinu. Pertama, individu hidup bersama kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu kenyamanan oranglain. Kedua, masyarakat mendorong individuuntuk secara konstan menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya. Ketika berusaha memenuhi tuntutan, dibuatkan pengontrolan diri agar dalam proses pencapaian standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kontrol diri dapat diartikan sebagai suatu proses pengendalian tingkah laku yang dapat membimbing, mengarahkan, dan mengatur serangkaian perilaku dan emosi yang membawa individu ke arah yang

lebih positif dengan memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku sesuai dengan situasi dan kondisi.

2.1.2 Jenis Dan Aspek Kontrol Diri

Averill (1997 dalam Gufhron 2010) menyebutkan bahwa kontrol diri dengan sebutan kontrol personal yaitu kontrol perilaku (behavioral control), kontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decesional control).

2.1.2.1. Kontrol Perilaku (Behavioral Control)

Kontrol perilaku merupakan kesiapan terjadinya suatu respons yang dapat secara langsung memengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan. Apakah dirinya sendiri atau aturan perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu di antara rangkaian stimulus yang sedang

2.1.2.2. Kontrol Kognitif (cognitive control)

Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenal suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memerhatikan segi-segi positif secara subjektif.

Kontrol secara kognitif dapat meningkat dengan cara meningkatkan pemahaman seseorang tentang suatu peristiwa atau situasi tentang apa yang sebaiknya dilakukan dan pemahaman tentang konsekuensi yang akan terjadi. Misalnya, pasien yang akan menjalani operasi diberitahu terlebih dahulu apa yang akan terjadi selama rawatan di rumahsakit. Jika informasi yang dibagikan benar-benar berguna, maka hal tersebut dapat mengakibatkan peningkatan kontrol seseorang atau mengubah persepsi orang tersebut (Veitch, 1996).

Sedangkan penilaian dapat dilakukan dengan cara menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi positif secara subjektif. Kontrol kognitif, salah satunya dapat dilakukan dengan cara menafsirkan kemampuan dan potensi diri sendiri apakah memiliki kontrol diri

yang cukup atau tidak untuk menghadapi suatu peristiwa (Rothbaum, Weisz, & Snyder, 1982).

2.1.2.3. Mengontrol Keputusan (Decesional control)

Mengontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi, baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

Menurut Block dan Block ada tiga jenis kualitas kontrol diri, yaitu over control, under control, dan appropriate control. Over control merupakan kontrol diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan menyebabkan individu banyak menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus. Under contro, merupakan suatu kecenderungan individu untuk melepaskan impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan yang matang. Sementara appropiate control merupakan kontrol individu dalam upaya mengendalikan impuls secara tepat.

2.1.3 Aspek - Aspek Kontrol Diri

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, maka untuk mengukur kontrol diri biasanya digunakan aspek-aspek seperti dibawah ini:

2.1.3.1 Kemampuan mengontrol perilaku

Kemampuan untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan dimana terdapat keteraturan untuk menentukan siapa yang mengendalikansituasi

kemampuan dirinya dan bila tidak maka individu akan menggunakan sumber eksternal.

2.1.3.2 Kemampuan mengontrol stimulus

Kemampuan untuk mengetahui bagaimana atau kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki muncul. Ada beberapa cara yang dapat digunakan yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menghentikan stimulus sebelum berakhir, dan melakukan kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian dari stimulus.

2.1.3.3 Kemampuan mengantisipasi peristiwa

Kemampuan individu dalam mengolah informasi dengan cara menginterpertasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif. Informasi yang dimiliki individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akan membuat individu mampu mengantisipasi keadaan melalui pertimbangan secara objektif.

2.1.3.4 Kemampuan menafsirkan peristiwa

Penilaian yang dilakukan seorang individu merupakan suatu usaha untuk menilai dan menafsirkan suatu keadaan dengan memerhatikan segi-segi positif secara subjektif.

2.1.3.5 Kemampuan mengambil keputusan

Kemampuan seseorang untuk memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kemampuan dalam mengontrol keputusan akan berfungsi dengan baik apabila terdapat kesempatan dan kebebasan dalam diri inividu untuk memilih berbagai kemungkinan.

2.2. Game Online

2.2.1. Defenisi

Game online adalah permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain, dimana mesin-mesin yang digunakan pemain yang dihubungkan oleh internet (Adams & Rollings, 2007).

2.2.2. Sejarah Game Online

Pada bulan Januari 1997, game online yang mampu bersaing di dunia adalah Ultima Online, kemudian diikuti oleh EverQuest, Asheron’s Call, dan game-game lain yang juga ingin meraih kesuksesan. Dan pada tahun 2002 sampai 2004, game online hampir hilang dari pasaran.

Game online mulai meroket kembali pada tahun 2005 ketika World ofWarcraft mampu memegang rekor tertinggi untuk jumlah pemain di dunia, yaitu sekitar 1,5 hingga 2 milyar pemain. Fasilitas yang ditawarkan oleh World of Warcraft seperti variasi permainan, kemudahan bermain, serta level yang dapat terus meningkat mempengaruhi munculnya game online yang serupa.

Pada tahun 2007 fasilitas game online yang independen, kini telah diperbaharui menjadi aplikasi dan diintegrasikan ke berbagai situs pertemanan, seperti facebook, twitter, dan lain sebagainya. Salah satu pengembang game online yang saat ini tengah merajai situs-situs pertemanan di dunia adalah zynga. Melalui gameTexas Holdem Poke, Mafia Wars dan game lainnya yang telah diintegrasikan kedalam situs pertemanan, seluruh pemain dari seluruh dunia dapat

2.2.3. Jenis Game Online

Berdasarkan jenis permainannya:

2.2.3.1 Massively Multiplayer Online First-person shooter games (MMOFPS) Permainan ini mengambil pandangan orang pertama sehingga seolah-olah pemain berada dalam permainan tersebut dalam sudut pandang tokoh karakter yang dimainkan, di mana setiap tokoh memiliki kemampuan yang berbeda dalam tingkat akurasi, refleks, dan lainnya. Permainan ini dapat melibatkan banyak orang dan biasanya permainan ini mengambil setting peperangan dengan senjata-senjata militer. Contoh permainan jenis ini antara lain Counter Strike, Call of Duty, Point Blank, Quake, Blood, Unreal.

2.2.3.2 Massively Multiplayer Online Real-time strategy games (MMORTS) Permainan jenis ini menekankan kepada kehebatan strategi pemainnya. Permainan ini memiliki ciri khas di mana pemain harus mengelola suatu dunia maya dan mengatur strategi dalam waktu apapun. Dalam RTS, tema permainan bisa berupa sejarah (misalnya seri Age of Empires), fantasi (misalnya Warcraft), dan fiksi ilmiah (misalnya Star Wars)

2.2.3.3Massively Multiplayer Online Role-playing games (MMORPG)

Sebuah permainan di mana pemainnya memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. RPG biasanya lebih mengarah ke kolaborasi sosial daripada kompetisi. Pada umumnya dalam RPG, para pemain tergabung dalam satu kelompok. Contoh dari genre permainan ini Ragnarok Online,The Lord of the Rings Online: Shadows of Angmar, Final Fantasy, DotA.

2.2.3.4 Cross-platform online play

Jenis permainan yang dapat dimainkan secara online dengan perangkat yang berbeda. Saat ini mesin permainan konsol (console games) mulai berkembang menjadi seperti komputer yang dilengkapi dengan jaringan sumber terbuka (open source networks), seperti Dreamcast, Playstation 2, dan Xbox yang memiliki fungsi online. misalnya Need for Speed Underground, yang dapat dimainkan secara online dari PC maupun Xbox 360.

2.2.3.5 Massively Multiplayer Online Browser Game Permainan yang dimainkan pada peramban seperti Mozila Firefox, Opera, atau Internet Explorer. Sebuah permainan online sederhana dengan pemain tunggal dapat dimainkan dengan peramban melalui HTML dan teknologi scripting HTML (Javascript, HSP, PHP, MYSQL). Perkembangan teknologi grafik berbasis web seperti Flash dan Java menghasilkan permainan yang dikenal dengan "Flash games" atau "Java games" yang menjadi sangat populer. Permainan sederhana seperti Pac-Man bahkan dibuat ulang menggunakan pengaya (plugin) pada sebuah halaman web. Browser games yang baru menggunakan teknologi web seperti Ajax yang memungkinkan adanya interaksi multiplayer.

2.2.3.6 Simulation games

Permainan jenis ini bertujuan untuk memberi pengalaman melalui simulasi. Ada beberapa jenis permainan simulasi, di antaranya life-simulation games, construction and management simulation games, dan vehicle simulation.

dalam ranah virtual. Karakter memiliki kebutuhan dan kehidupan layaknya manusia, seperti kegiatan bekerja, bersosialisasi, makan, belanja, dan sebagainya. Biasanya, karakter ini hidup dalam sebuah dunia virtual yang dipenuhi oleh karakter-karakter yang dimainkan pemain lainnya. Contoh permainannya adalah Second Life.

2.2.3.7 Massively multiplayer online games (MMOG)

Pemain bermain dalam dunia yang skalanya besar (>100 pemain), di mana setiap pemain dapat berinteraksi langsung seperti halnya dunia nyata. MMOG muncul seiring dengan perkembangan akses internet broadband di negara maju, sehingga memungkinkan ratusan, bahkan ribuan pemain untuk bermain bersama-sama. MMOG sendiri memiliki banyak jenis seperti:

1. MMORPG (Massively Multiplayer Online Role-Playing Game) 2. MMORTS (Massively Multiplayer Online Real-Time Strategy) 3. MMOFPS (Massively Multiplayer Online First-Person Shooter) 4. MMOSG (Massively Multiplayer Online Social Game)

2.2.4 Parameter

Berdasarkan studi, pemain dapat dibagi ke dalam 4 grup: < 20 jam/minggu, 20-40 jam/minggu, 40-60 jam/minggu, >60 jam/minggu (Wei et al, 2012). Waktu bermain game online dikategorikan ke dalam tingkatan rendah, sedang, dan sering. Tingkatan rendah dinamakan casual gamer dengan rata-rata bermain game 8-19 jam/minggu, tingkat sedang dinamakan average gamer dengan rata-rata bermain game 19-39 jam/minggu, tingkat tinggi dinamakan hardcore gamer

dengan rata-rata bermain game lebih dari 39 jam/minggu (Dongdong et al, 2012).

2.2.5 Karakteristik Gamers Pada Game-Online.

Secara umum yangtermasuk kepada karakteristik gamersadalah sebagai berikut:

2.2.5.1. Casual gamers

Casual gamer cenderung main game dalam genre apapun, yang memiliki gameplay mudah. Berdasarkan dari segi waktu mereka biasanya tidak terlalu banyak bermain game. Para casual gamer lebih peduli pada chitchat dan pertemanan karena mereka menitikberatkan pada sosialisasinya khususnya game online. Bagi mereka, bermain game hanya untuk sosialisasi saja. Keahlian bermain game merekapun biasa-biasa saja. Para casual gamer bisa bermain game di komputer pribadi secara online, meskipun sekarang mereka juga mulai bermain lewat ponsel. Mereka cenderung peduli dengan grafis.Kebanyakan casual gamers didominasi oleh perempuan.

2.2.5.2. True Gamers/ Averanger Gamers

Mereka ini adalah gamers yang punya tingkat kedewasaan paling tinggi. Skill bermain game-nya dibawah hardcore, tetapi mereka bisa bersosialisasi.Mereka bermain game karena memang ingin semata bermain saja. Bermaingame bagi mereka adalah having fun, mereka juga tidak pernah memilih-milih genre games-nya.

2.2.5.3. Hardcore gamer

Para hardcore gamer cenderung lebih banyak konotasi negatif daripada positifnya. Mereka bisa bermain game sampai berjam-jam. Dinamakan hardcore karena mereka menjadikan game sebagai hobi paling utama. Mereka bisa juga sampai ikut kompetisi,

sering bersaing dalam turnamen yang terorganisir dan bertarung dengan mengeluarkan uang sebagai hadiah yang dicapai atas kemenangan.Ketika ada waktu luang, yang mereka pikirkan adalah pasti ingin langsung bermain game. Para hardcore gamer umumnya tidak peduli dengan tampilan grafis, yang penting gameplay-nya terlihat bagus. Mereka biasanya punya segala jenis game dari yang jaman dulu hingga yang terbaru.

2.2.6 Faktor yang mempengaruhi Game Online

Faktor-faktor yang mempengaruhi game online (dalam lumbangaol,2012) yakni:

1. Gender

Gender dapat mempengaruhi seseorang menjadi kecanduan terhadap game online. Laki-laki dan perempuan sama-sama tertarik pada fantasi game online. Beberapa penelitian menyatakan bahwa laki-laki lebih mudah menjadi kecanduan terhadap game dan menghabiskan lebih banyak waktu berada dalam toko game elektronik dibandingkan anak perempuan (Imanuel, 2009).

2. Kondisi psikologis

Pemain game online sering bermimpi mengenai game, karakter mereka dan berbagai situasi. Fantasi di dalam game menjadi salah satu keuntungan bagi

pemain dan kejadian-kejadian yang ada pada game sangat kuat, yang mana hal ini membawa pemain dan alasan mereka untuk melihat permainan itu kembali. Pemain menyatakan dirinya termotivasi bermain karena bermain game itu menyenangkan dan memberi kesempatan bereksperimen. Pemain juga tanpa sadar termotivasi karena bermain game memberi kesempatan untuk mengekspresikan dirinya karena jenuh terhadap kehidupan nyata mereka. Kecanduan game online juga dapat menimbulkan masalah-masalah emosional seperti depresi, dan gangguan kecemasan karena ingin memperoleh nilai yang tinggi dalam bermain game online.

3. Jenis game

Game merupakan tempat dimana para pemain mungkin bisa mengurangi rasa bosannya terhadap kehidupan nyata. Game online merupakan bagian dari dimensi sosial, yang dapat menghilangkan streotipe rasa kesepian, ketidakmampuan bersosial bagi pemain yang kecanduan. Jenis game online dapat mempengaruhi seseorang kecanduan game online. Pemain dapat kecanduan karena permainan yang baru atau permainannya yang menantang. Hal ini menyebabkan pemain semakin sering termotivasi untuk memainkannya.

2.2.7 Kriteria Kecanduan Game Online

Kriteria kecanduan online game Schwausch dan Chung (2005) dalam Ariani (2012) mengatakan seseorang dapat dinyatakan kecanduan online game apabila rata-rata bermain online game 22,72 jam perminggu dan dapat bermain

yang dapat menentukan seseorang sudah dapat dikatakan kecanduan terhadap internet. Komponen itu adalah sebagai berikut:

1. Salience

Hal ini terjadi jika individu merasa bahwa penggunaan internet merupakan hal yang paling penting dalam kehidupannya dan mendominasi pikirannya sehingga individu tersebut menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berpikir mengenai internet. Individu tersebut akan mengatakan bahwa ia sangat membutuhkan internet.

2. Mood modification

Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet. Dimana perasaan senang dan tenang (seperti menghilangkan stress) saat perilaku kecanduan muncul.

3. Tolerance

Hal ini merupakan proses dimana terjadi peningkatan jumlah penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari mood. Demi mencapai kepuasan, jumlah penggunaan internet meningkat secara mencolok. Kepuasan yang diperoleh dalam menggunakan internet secara terus-menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun secara mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya seperti sebelumnya, maka pemakaian secara berangsur-angsur harus meningkatkan jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi, contohnya pemain tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama seperti jumlah waktu pertama bermain sebelum mencapai waktu yang lama.

4.Withdrawal symptoms

Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi karena penggunaan internet dikurangi atau dihentikan dan berpengaruh terhadap fisik (seperti pusing, insomnia) atau psikologis seseorang (misalnya cemas dan mudah marah).

5. Conflict

Hal ini mengarahkan pada konflik yang terjadi antara pengguna internet dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dalam tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri yang diakibatkan karena terlalu banyak menghabiskan waktu bermain internet.

6. Relapse

Hal ini merupakan keadaan dimana orang sebelum sembuh dari perilaku kecanduannya sudah mengulangi kembali kebiasaannya.

2.3 Masa Remaja

2.3.1 Defenisi

Kata remaja berasal bahasa Latin yaitu adolescene yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice,1990). Menurut DeBrun ( dalam Rice, 1990) remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dan deasa. Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pas ausia 12

Adams dan Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Adapun Hurlock (1990), membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga16 atau 17 tahun), dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.

Anna Freud ( dalam Hurlock, 1990), berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dnegan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

2.3.2 Tahun-tahun remaja

Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat mencapai usia matang, secara hukum. Namun penelitian tentang perubahan perilaku, sikap, dan nilai-nilai sepanjang mas remaja tidak hanya menunjukkan bahwa setiap perubahan terjadi lebih cepat pada awal masa remaja daripada tahap akhir masa remaja, tetapi juga menunjukkannbahwa perilaku, sikap, dan nilai-nilai pada awal amsa remaja berbeda dengan pada akhir masa remaja. Dengan demikian, secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu awal dan akhir masa remaja.

Garis pemisah antara awal dan akhir masa remaja terletak kira-kira di sekitar usia 17 tahun; usia dimana rata-rata setiap remaja memasuki sekolah

menengah tingkat atas. Dan melanjutkan pendidikan tinggi, mendorong sebagian besar remaja untuk berperilaku lebih matang.

Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16-17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun hingga 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan periode yang sangat singkat.

2.3.3 Masa sekolah menengah

Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khas dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa. masa ini dapat diperinci lagi menjadi beberapa masa, yaitu:

1. Masa praremaja (remaja awal)

Masa praremaja biasanya berlangsung hanya dalam waktu relatif singkat. Masa ini ditandai oleh sifat-sifat negatif pada si remaja sehingga sering kali masa ini disebut sebagai masa negatif dengan gejalanya seperti tidak tenang, kurang suka bekerja, dan pesimistis.. secara garis besar sifat-sifat negatif ini dapat diringkas, yaitu:

1. Negatif dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun mental. 2. Negatif dlam sikap sosial, baik dalam bentuk menarik diri dalam

masyarakat (negatif positif) maupun dalam bentuk agresif terhadap masyarakat (negatif aktif).

2. Masa remaja (remaja madya)

Pada masa ini mulai tumbuh dalam diri remaja dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya, teman yang dapat turut merasakan suka dan dukanya.

Dokumen terkait