• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecelakaan Lalu Lintas Kendaraan Bermotor

2.1.4. Sepeda Motor

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah. Pengendara sepeda motor harus mematuhi hukum yang sama dengan pengemudi mobil yaitu yang tercantum pada Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang diatur dalam undang-undang tersebut antara lain adalah:

a. Setiap pengendara sepeda motor di jalan harus memiliki SIM untuk sepeda motor yang mampu mengemudikan kendaraannya dengan wajar.

b. Pengendara sepeda motor wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki. c. Mengetahui tata cara berlalu lintas di jalan.

d. Sepeda motor hanya diperuntukkan hanya untuk dua orang.

e. Sepeda motor yang digunakan dijalan memenuhi persyaratan teknis dan layak jalan.

f. Pengemudi dan penumpang wajib menggunakan helm yang telah direkomendasikan keselamatannya dan terpasang dengan benar.

Untuk mengendarai kendaraan bermotor jenis sepeda motor juga diperlukan alat pelindung diri (APD) sepeda motor bagi pengendara sepeda motor yang gunanya untuk meningkatkan keamanan dalam mengendarai sepeda motor.

Alat-alat tersebut antara lain : 1. Helm

Istilah helm berasal dari bahasa Belanda yang berarti adalah alat pelindung anggota tubuh yang biasa digunakan di kepala. Fungsi utama helm adalah pelindung kepala dari benturan yang bisa membuat kepala cedera. Di Indonesia, helm biasa terbuat dari bahan kevlar, serat resin, acrylonitrile butadiene styrene ( ABS ), atau polypropylene. Struktur helm biasanya didesain untuk mampu melindungi kepala secara optimal. Sebuah helm yang baik biasanya terdiri dari empat struktur utama, yaitu :

- Lapisan luar yang keras ( hard outer shell ) - Lapisan dalam yang tebal ( inside shell or liner ) - Lapisan dalam yang lunak ( comfort padding ) - Tali pengikat ( Kusmagi, 2010 )

Walaupun kemampuan helm untuk melindungi kepala agak terbatas namun penggunaanya jangan diremehkan. Helm didesain untuk mengurangi kekuatan yang mengenai kepala dengan cara mengubah energi kinetik benturan malalui kerja deformasi dari bantalannya dan diikuti dengan mendistribusikannya (menyebarkannya) kekuatan yang menimpa tersebut melalui area yang seluas-luasnya. Secara nyata helm mampu mengurangi energi transfer dengan cara translasi. Secara umum dianggap bahwa yang sangat sering menyebabkan trauma otak adalah aselerasi angular atau rotasional. Helm akan mengurangi gaya rotasional pada benturan. Anggapan bahwa dengan makin banyaknya penggunaan helm oleh pengendara sepeda atau motor akan secara relatif meningkatkan trauma organ lain selain kepala, khususnya trauma servikal, belum terbukti (ATLS, 2008).

Pengendara sepeda motor yang tidak memakai helm dan mengalami KLL akan lebih mungkin dirawat di rumah sakit, tiga kali lebih mungkin untuk menderita cedera kepala dan empat kali lebih mungkin menderita cedera kepala yang berat. Pengendara sepeda motor yang tidak memakai helm secara signifikan

berisiko mengalami kecelakaan yang fatal. Laki-laki empat kali lebih sering meninggal daripada perempuan, dan risiko kematian meningkat 0,7% pada masing-masing umur (Rowland, 1996).

Dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan bahwa pengendara dan penumpang sepeda motor wajib menggunakan helm standar nasional Indonesia (SNI). Jenis helm berstandar nasional Indonesia yang dapat melindungi pengendara sepeda motor dan disetujui oleh pihak kepolisian lalu lintas terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

a) Helm yang menutup keseluruhan wajah (full face), helm ini merupakan helm yang memenuhi standar keselamatan bagi pengendara sepeda motor karena memiliki tingkat keamanan yang tinggi.

b) Helm yang menutup ¾ wajah (three-quarter open face), helm ini hampir serupa dengan helm full face, namun memiliki perbedaan pada dagu pengendara tidak tertutup. Helm ini tidak menutup sempurna seperti helm full face dan memiliki tingkat keamanan sedikit lebih rendah dibawah helm jenis full face.

Keterangan gambar: 1. sungkup 2. Lapisan pelindung 3. Tali pemegang 4. Lapisan kenyamanan. 5. Pelindung telinga 6. Kaitan kaca 7. Jaring helm 8. Rim (BSN, 2007)

Gambar 2.2. Helm three-quarter open face (SNI,2007)

Magnus Aare (2003) menjelaskan beberapa perbedaan penting dalam desain helm, yaitu :

1) Open versus full-face helmets

Beberapa tahun terakhir, full-face helmet (integral helmet) menjadi sangat popular disebabkan kepercayaan masyarakat yang tinggi bahwa helm tersebut memberikan proteksi yang lebih baik. Dari penelitian statistik, full-face helmet diketahui memberikan proteksi yang lebih baik terhadap kepala dan wajah, namun juga memberikan dampak yang buruk kepada cedera leher. Terdapat sedikit peningkatan angka kejadian cedera leher yang mungkin disebabkan karena helm ini terlalu berat. Juga terdapat sedikit peningkatan angka kejadian fraktur basis kranii akibat pemakaian helm ini.

2) Cangkang helm dan keketatannya

Hopes dan Chinn (1989) dalam Magnus (2003) meneliti efek cangkang helm dan keketatannya pada kemampuannya untuk melindungi kepala. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa cangkang helm dan keketatannya berhubungan dengan tingginya akselerasi dan nilai HIC pada kejadian terjatuh. Helm standard -dalam kasus ini didesain sesuai dengan standard Inggris- terlalu keras dan berpegas. Helm standard tidak menyerap energi secara efisien sementara tingkat

keparahannya cukup rendah untuk pemakai helm agar dapat bertahan. Dengan kata lain, helm yang tidak terlalu keras dan berpegas memberikan cedera kepala yang lebih ringan. Karena dalam pembuatan helm standard digunakan test penetrasi, maka diputuskan desain helm harus ketat sehingga dapat menyerap energi yang diterima dan cedera kepala pun dapat dihindarkan. Beberapa penelitian lain yang dilakukan Chang dkk. (1999), Gilchrist and Mills (1987), Kostoupulus dkk. (2002) and Yettram dkk. (1994) memberikan hasil yang sama. 3) Helm berbahan fiberglass dan berbahan plastik

Vallée dkk. (1984) dalam Magnus (2003) meneliti akibat pecahnya cangkang helm dan menyimpulkan bahwa terdapat risiko cedera yang sangat besar ketika helm pecah. Helm berbahan fiber sangat jarang pecah, disisi lain helm bercangkang plastik lebih sering pecah. Tetapi penelitian oleh Noél (1979) dalam Magnus (2003) menunjukkan bahwa helm bercangkang plastik lebih baik daripada yang berbahan fiber. Efek pantulan pada helm bercangkang plastik lebih tinggi daripada helm berbahan fiberglass, sehingga kurang efisien. Helm berbahan fiberglass lebih direkomendasikan dari sisi keamanannya.

Sebanyak 87,2% pengemudi dan 84,7% penumpang mengatakan bahwa mereka memakai helm karena alasan keselamatan, 9,2% pengemudi dan 9,9% penumpang memakai helm karena kewajiban atau takut denda. Penelitian di Spanyol menyebutkan bahwa sebanyak 34,8% pengemudi dan 18,8% penumpang tidak memakai helm karena alsan perjalanan yang singkat ataupun berkendara di pedesaan, 30,5% pengemudi dan 65,2% penumpang mengatakan bahwa mereka tidak memiliki helm (Fuentes, 2011).

Di Indonesia, pemakaian helm memiliki beberapa permasalahan, yaitu : a) Tidak semua pengendara mau memakai helm dengan berbagai alasan,

termasuk ketidakmampuan membeli.

b) Token compliance (ketaatan semu), helm hanya dipakai karena takut polisi, tidak memakai dengan benar (tidak diikat dan dipasang).

c) Pemilihan kualitas helm yang rendah atau tidak standar. Helm standard tentu relatif lebih mahal, lebih berat, dan lebih besar dari sekadar topi helm plastik.

d) Alasan tidak memakai helm seperti : malas, discomfort/rasa tidak enak, terlalu berat, ketat, mengganggu kepala, bikin sakit kepala, mengganggu rambut, dan gatal (Bustan, 2007).

2. Pelindung mata dan wajah

Mata dan wajah membutuhkan perlindungan dari angin, debu, hujan, binatang kecil dan bebatuan, pelindung wajah dapat memberi perlindungan dari hal tersebut. Pelindung mata dan wajah harus memenuhi standar yang berlaku, tidak tergores, tidak membatasi jarak atau sudut pandang pengendara, dan dapat diikat erat agar tidak bergeser.

3. Sarung tangan

Sarung tangan berfungsi untuk mengurangi efek langsung angin maupun kondisi cuaca ketika berkendara dan meminimalkan dampak cedera pada saat terjadi kecelakaan lalu lintas. Penahan benturan, goresan, dan berbahan yang kuat merupakan standar dari sarung tangan untuk mengendarai sepeda motor. Sarung tangan juga harus nyaman ketika digunakan dan memberi kemampuan menggenggam setang dengan baik.

4. Jaket

Jaket merupakan pakaian pelindung pengendara sepeda motor ketika terjadi kecelakaan lalu lintas, selain itu jaket juga berfungsi untuk membantu pengendara sepeda motor menghadapi kondisi cuaca ketika berkendara. Jaket yang baik adalah tidak mudah sobek dan menggelembung ketika dipakai berkendara, jaket harus menutupi seluruh lengan dan melekat erat pada leher, pergelangan tangan, dan pinggang pada saat berkendara. Selain itu, warna jaket harus terang agar dapat terlihat oleh pengendara lain ketika malam hari.

5. Sepatu

Sepatu berfungsi untuk melindungi pergelangan kaki. Sepatu dapat mengurangi efek langsung ke arah kaki pada pengendara sepeda motor ketika terjadi kecelakaan lalu lintas. Sepatu harus didesain untuk berkendara sepeda motor dan terbuat dari kulit atau bahan sintetis kuat lainnya. Dapat melindungi pergelangan kaki, memiliki alas sepatu yang mampu menapak dengan baik dan memiliki bagian yang diperkuat sebagai perlindungan tambahan. Sepatu tidak boleh memiliki anting-anting, tali-tali atau sisi yang elastis, karena dapat menimbulkan masalah bagi pengendara dan dapat menyangkut pada motor atau pada saat kecelakaan.

2.2. CEDERA KEPALA

Dokumen terkait