• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2. Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya, pengujian dilakukan dengan mesin dinamis sehingga diperoleh hasil yang lebih nyata penggunaanya di kalangan masyarakat.

2. Perawatan rutin, Kalibrasi terhadap alat dan mesin uji yang ada di Laboratorium Teknik Mesin USU sehingga dapat lebih memudahkan Mahasiswa dalam melakukan proses pengujian dan data yang diperoleh dari pengujian lebih akurat.

3. Salah satu kendala yang kerap menjadi penghalang dalam melakukan pengujian adalah ketidaktersediaan alat pendukung, oleh karena itu diharapkan Departemen Teknik Mesin USU bersedia untuk lebih memperhatikan dan mengusahakan pangadaan peralatan tersebut.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Performansi Motor Diesel

Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam. Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Dalam motor diesel bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama proses pengkompresian udara dalam silinder mesin, suhu udara meningkat, sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini mesin diesel juga disebut mesin penyalaan kompresi (compression ignition engines).

Motor diesel memiliki perbandingan kompresi sekitar 16:1 hingga 26:1, jauh lebih tinggi dibandingkan motor bensin yang hanya berkisar 6:1 sampai 9:1. Konsumsi bahan bakar spesifik motor diesel lebih rendah (kira-kira 25 %) dibanding motor bensin namun perbandingan kompresinya yang lebih tinggi menjadikan tekanan kerjanya tinggi ( Arismunandar, 2004).

2.1.1. Torsi Dan Daya

Torsi suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat dynamometer yang bertindak seolah-olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin, maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya rem (Brake Power).

...(2.1)

dimana : PB = Daya Keluaran (Watt) = Putaran mesin (rpm) T = Torsi (N.m)

2.1.2. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Specific Fuel Consumption)

Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya selang waktu tertentu. Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka :

...(2.2) dimana : Sfc= konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h)

ṁf = laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Besarnya laju aliran massa bahan bakar (ṁf) dihitung dengan persamaan berikut :

...(2.3) dimana : sgf = specific gravity

Vf = volume bahan bakar yang diuji

tf = waktu mengahabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik) Untuk mesin berpenyalaan kompresi, nilai terbaik SFC didapat dibawah 200 g/kWh atau 0,2 Kg/kWh (Pulkrabek, 1997).

2.1.3. Perbandingan Udara Bahan Bakar (Air Fuel Ratio)

Untuk memperoleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur dengan perbandingan tertentu. Perbandingan udara bahan bakar ini disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR).

...(2.4)

Besarnya laju aliran massa udara (a) juga dapat diketahui dengan membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva viscous flow meter calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara 1013 mb dan temperatur 20 °C, oleh karena itu besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi (Cf) berikut:

...(2.5)

dimana : Pa = tekanan udara (Pa) Ta = temperatur udara (K)

Rentang AFR yang normal untuk mesin berpenyalaan kompresi (mesin diesel) dengan bahan bakar diesel adalah 18 ≤ AFR ≥ 70 (Pulkrabek, 1997).

2.1.4. Efisiensi Volumetris (Volumetric Efficiency)

Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari perhitungan teoritisnya. Penyebabnya tekanan yang hilang (losses) pada sistem induksi dan efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika memasuki silinder mesin. Efisiensi volumetris ( ) dirumuskan dengan persamaan:

dimana : Berat udara segar yang terisap =

.

Berat udara sebanyak langkah torak = a .Vs

...(2.6) dimana : ρa = kerapatan udara (kg/m3)

Vs = volume langkah torak = [spesifikasi mesin]

Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara dapat diperoleh dari persamaan berikut:

...(2.7)

dimana : R = konstanta gas (untuk udara = 287 J/kg.K)

Nilai efisiensi volumetris biasanya berada di rentang 80 hingga 90 persen untuk mesin bensin. Efisiensi volumetris untuk mesin diesel biasanya lebih tinggi ketimbang mesin bensin (Pulkrabek, 1997).

2.1.5. Efisiensi Thermal Brake (Thermal Brake Efficiency)

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi thermal brake (brake thermal efficiency, ηb).

Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut :

...(2.8)

Jika daya keluaran (PB) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar ṁf dalam satuan kg/jam, maka:

...(2.9)

2.2. Teori Pembakaran

Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustable) yang utama adalah karbon (C) dan hydrogen (H), elemen mampu bakar yang lain namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah sulfur (S) Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan campuran dari oksigen dan nitrogen.

Nitrogen adalah gas lembaran dan tidak berpartisipasi dalam pembakaran. Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi elemen komponennya yaitu hydrogen dan karbon dan masing-masing bergabung dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hydrogen bergabung dengan oksigen untuk membentuk air dan karbon bergabung dengan oksigen menjadi karbon dioksida. Jika oksigen yang tersedia tidak cukup, maka sebagian dari karbon akan bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon monoksida. Pembentukan karbon monoksida hanya menghasilkan 30 % panas dibandingkan panas yang timbul oleh pembentukan karbon dioksida.

Nilai Kalor Bahan Bakar

Nilai pembakaran merupakan jumlah energi kimia yang terdapat dalam satu massa atau volume bahan bakar. Ada dua macam nilai pembakaran, yaitu nilai pembakaran tinggi ( High Heating Value) dan nilai pembakaran rendah (Low Heating Value). Nilai kalor bahan bakar pada masing-masing spesimen didapat melalui percobaan bom kalorimeter. Analisa percobaan dilakukan dengan menggunakan rumus:

HHV = (T2-T1-TKP) x Cv (Kj/kg) ...(2.10) Dimana :

HHV = Nilai kalor atas (High Heating Value)

T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (0C) T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (0C) Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (0,05 0C) Cv = Panas jenis bom kalori meter (73529,6 kJ/kg 0C)

Nilai pembakaran rendah atau LHV didapat dengan menggunakan rumus:

LHV = HHV-3240 (kJ/kg)...(2.11) Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV) (American Society for Testing and Material, 1998).

2.3. Siklus Diesel

Mesin diesel juga disebut “Motor Penyalaan Kompresi” (Compresion Ignition) oleh karena penyalaannya dilakukan dengan menyemprotkan bahan bakar ke dalam udara yang telah bertekanan dan bertemperatur tinggi sebagai akibat dari proses kompresi di dalam ruang bakar. Agar bahan bakar diesel dapat terbakar dengan sendirinya, maka perbandingan kompresi mesin diesel harus berkisar antara 16 – 26, sedangkan tekanan kompresinya mencapai 20 –40 bar dengan suhu 500 –7000C. Aplikasi dari motor diesel banyak pada industri-industri sebagai motor stasioner ataupun untuk kendaraan-kendaraan dan kapal laut dengan ukuran yang besar. Hal ini dikarenakan motor diesel mengkonsumsi bahan bakar ± 25% lebih rendah dari motor bensin, lebih murah dan perawatannya lebih sederhana .

Siklus diesel (ideal) pembakaran tersebut dimisalkan dengan pemasukan panas pada volume konstan (Y. A. Çengel and M. A. Boles, Thermodynamics: An Engineering Approach, 5th ed, McGraw-Hill, 2006). Siklus diesel tersebut ditunjukkan pada gambar 2.1 di bawah ini.

P-V Diagram T-S Diagram Gambar 2.1. P-V Diagram dan T-S Diagram siklus diesel (Y.A Cengel , 2006)

Keterangan Grafik: 1-2 Kompresi Isentropik

2-3 Pemasukan Kalor pada Tekanan Konstan 3-4 Ekspansi Isentropik

4-1 Pengeluaran Kalor pada Tekanan Konstan

Dalam kenyataannya tiada satu pun merupakan siklus volume-konstan, siklus tekanan-konstan, atau siklus tekanan-terbatas. Hal ini dikarenakan adanya penyimpangan, dan penyimpangan dari siklus udara ideal itu terjadi karena dalam keadaan yang sebenarnya terjadi kerugian yang antara lain disebabkan oleh hal berikut:

1. Kebocoran fluida kerja karena penyekatan oleh cincin torak dan katup tak dapat sempurna.

2. Katup tidak di buka dan ditutup tepat di TMA dan TMB karena pertimbangan dinamika mekanisme katup dan kelembaman fluida kerja. Kerugian tersebut dapat diperkecil bila saat pembukaan dan penutupan katup disesuaikan dengan besarnya beban dan kecepatan torak.

3. Fluida kerja bukanlah udara yang dapat dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik yang konstan selama proses siklus berlangsung.

4. Pada motor bakar torak yang sebenarnya, pada waktu torak berada di TMA, tidak terdapat proses pemasukan kalor seperti pada siklus udara. Kenaikan tekanan dan temperatur fluida kerja disebabkan oleh proses pembakaran antara bahan bakar dan udara di dalam silinder.

5. Proses pembakaran memerlukan waktu, jadi tidak berlangsung sekaligus. Akibatnya, proses pembakaran berlangsung pada volume ruang bakar yang berubah-ubah karena gerakan torak. Dengan demikian, proses pembakaran harus sudah dimulai beberapa derajat sudut engkol sebelum torak mencapai TMA dan berakhir beberapa derajat sudut engkol sesudah torak bergerak kembali dari TMA menuju TMB. Jadi, proses pembakaran tidak dapat berlangsung pada volume atau pada tekanan yang konstan. Di samping itu, pada kenyataannya tidak pernah terjadi pembakaran sempurna. Karena itu daya dan efisiensinya sangatlah bergantung kepada perbandingan campuran bahan bakar-udara, kesempurnaan bahan bakar- udara itu bercampur, dan saat penyalaan.

6. Terdapat kerugian kalor yang disebabkan oleh perpindahan kalor dari fluida kerja ke fluida pendingin, terutama pada langkah kompresi, ekspansi, dan pada waktu gas buang meninggalkan silinder. Perpindahan kalor tersebut terjadi karena terdapat perbedaan temperatur antara fluida kerja dan fluida pendingin. Fluida pendingin diperlukan untuk mendinginkan bagian mesin yang menjadi panas, untuk mencegah bagian tersebut dari kerusakan.

7. Terdapat kerugian energi kalor yang dibawa oleh gas buang dari dalam silinder ke atmosfer sekitarnya. Energi tersebut tak dapat dimanfaatkan untuk melakukan kerja mekanik.

8. Terdapat kerugian energi karena gesekan antara fluida kerja dengan dinding salurannya.

2.4. Proses Pembakaran Mesin Diesel

Proses pembakaran mesin diesel dapat dilihat pada grafik seperti gambar 2.2 dibawah ini :

Gambar 2.2. Grafik proses pembakaran mesin diesel (Arismunandar,W, 2004) Proses pembakaran dibagi menjadi 4 periode :

a. Periode 1: Waktu pembakaran tertunda (ignition delay) (A-B), pada periode ini fase persiapan pembakaran, karena partikel-partikel bahan bakar yang diinjeksikan bercampur dengan udara didalam silinder agar mudah terbakar.

b. Periode 2: Perambatan api (B-C), pada periode ini campuran bahan bahan bakar dan udara tersebut akan terbakar di beberapa tempat. Nyala api akan merambat dengan kecepatan tinggi sehingga seolah-olah campuran terbakar sekaligus, sehingga menyebabkan tekanan dalam silinder naik. Periode ini sering disebut pembakaran letup.

c. Periode 3: Pembakaran langsung (C-D) akibat nyala api dalam silinder, maka bahan bakar yang diinjeksikan langsung terbakar. Pembakaran langsung ini dapat dikontrol dari jumlah bahan bakar yang diinjeksikan, sehingga periode ini sering disebut periode pembakaran dikontrol.

d. Periode 4: Pembakaran lanjut (D-E) injeksi berakhir dititik D, tetapi bahan bakar belum terbakar semua. Jadi walaupun injeksi telah berakhir,

pembakaran masih tetap berlangsung. Bila pembakaran lanjut terlalu lama, temperatur gas buang akan tinggi menyebabkan efisiensi panas turun.

2.5. Bahan Bakar Diesel

Selain calorific value (nilai kalori), masih ada lagi beberapa spesifikasi dari bahan bakar terutama bahan bakar diesel yang sering diperlukan dalam praktik. Minyak solar sebagai bahan bakar memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat seperti viskositas, ilangan setana, titik tuang, volatilitas, kalor residu karbon, kadar air dan sedimen, dan titik nyala (Mathur, Sharma, 1980).

Spesifikasi ini antara lain:

a. Viskositas merupakan tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, umumnya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas tinggi, maka tahanan untuk mengalir semakin tinggi. Viskositas sangat mempengaruhi kinerja injector bahan bakar. Viskositas yang tinggi akan mengakibatkan bahan bakar tidak teratominasi dengan sempurna melainkan dalam bentuk tetesan-tetesan yang besar dengan momentum tinggi serta memiliki kecenderungan untuk berrtumbukan dengan dinding silinder yang relative dingin. Hal ini dapat mengakibatkan pemadaman nyala (flame) dan peningkatan deposit serta emisi gas buang. Sebaliknya, bahan bakar yang memiliki viskositas yang rendah menghasilkan pengkabutan (spray) yang terlalu halus dan tidak dapat masuk lebih jauh kedalam silinder pembakaran sehingga membentuk “ daerah kaya bahan bakar” (Fuel rich zone).

b. Bilangan Setana merupakan bilangan yang menunjukkan pada kualitas dan cepat atau lambatnya suatu bahan bakar untuk menyala. Bilangan setana didasarkan pada persen volume setana. Semakin tinggi bilangan setana suatu bahan bakar, maka kualitas penyalaan semakin baik. Ini berarti bahan bakar tersebut akan menyala ketika diinjeksikan kedalam silinder mesin diesel dengan penundaan penyalaan yang lebih singkat, demikian sebaliknya. Bilangan setana bahan bakar diesel berkisar antara 40-60.

c. Titik tuang (Pour Point) adalah temperatur rendah suatu minyak atau bahan bakar cair mulai membeku atau berhenti mengalir. Titik tuang dipengaruhi derajat ketidakjenuhan (angka iodium), semakin tinggi ketidakjenuhan maka titik tuang semakin rendah. Titik tuang juga dipengaruhi oleh panjang rantai karbon, semakin panjang rantai karbon maka semakin tinggi titik tuang. Titik tuang perlu diketahui khususnya pada saat menghidupkan mesin dalam keadaan dingin.

d. Volatilitas merupakan kecenderungan suatu jenis bahan bakar untuk berubah fasa dari cair menjadi uap. Tekanan uap tinggi dan titik didih yang rendah merupakan tanda-tanda dari tingginya volatilitas dari suatu bahan bakar. e. Kalor residu karbon (carbon residu), menunjukkan kadar fraksi hidrokarbon

mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari range bahan bakar sehingga cenderung deposit berupa karbon yang tertinggal setelah penguapan dan pembakaran habis. Keberadaan hidrokarbon ini menyebabkan menumpuknya residu karbon dalam pembakaran yang akan mengurangi kinerja mesin. Pada temperatur yang tinggi, deposit dapat membara dan menaikkan temperatur silinder pembakaran.

f. Kadar air dan sedimen, menunjukkan persentase kandungan air dan sedimen terkandung dalam bahan bakar. Pada temperature yang sangat dingin, air yang terkandung dalam bahan bakar dapat membentuk Kristal dan menyumbat aliran bahan bakar. Keberadaan air dapat membentuk kristal dan menyumbat aliran bahan bakar dan menyebabkan korosi dan pertumbuhan mikrooganisme. Demikian juga hal dengan keberadaan sedimen yang dapat menyebabkan penyumbatan dan kerusakan pada mesin.

g. Titik nyala (Flash Point), merupakan temperatur terendah dimana suatu bahan bakar dapat terbakar dengan sendirinya (outocombust) akibat tekanan. Titik nyala yang rendah dapat menyebabkan kegagalan pada injector bahan bakar, pembakaran yang kurang sempurna bahkan ledakan. Semakin tinggi titik dari suatu bahan bakar, maka semakin aman penanganan dan penyimpanannya.

Penggolongan bahan bakar motor diesel berdasarkan jenis putaran mesinnya, dapat dibagi 2 golongan yaitu:

1. Automotive Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan kecepatan putaran mesin di atas 1000 rpm (rotation per minute). Bahan bakar jenis ini yang biasa disebut bahan bakar diesel yang biasanya digunakan untuk kendaraan bermotor.

2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-mesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut minyak diesel industri.

Di Indonesia, bahan bakar untuk kendaraan motor jenis diesel umumnya menggunakan solar yang diproduksi oleh PT. PERTAMINA dengan karakteristik seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Karakteristik Mutu Solar

No PROPERTIES

LIMITS TEST METHODS

Min Max IP ASTM

1 Specifik Grafity 60/60°C 0.82 0.87 D-1298

2 Color astm - 3.0 D-1500

3

Centane Number or

Alternatively calculate Centane Index 45 48 - - D-613 4 Viscosity Kinematic at 100°C cST Or Viscosity SSU at 100°C secs

1.6 35 5.8 45 D-88 5 Pour Point °C - 65 D-97 6 Sulphur strip % wt - 0.5 D-1551/1552 7 Copper strip (3 hr/100°C ) - N0.1 D-130 8 Condradson Carbon Residue % wt - 0.1 D-189 9 Water Content % wt - 0.01 D-428

10 Sediment % wt - No.0.01 D-473

11 Ash Content % wt - 0.01 D-482

12

Neutralization Value:

-Strong Acid Number mgKOH/gr -Total Acid Number mgKOH/gr

- - Nil 0.6 13 Flash Point P.M.c.c°F 150 - D-93 Sumber : pertamina.com

2.6. Bio Fuel Vitamin Hi-Cester

Bio Fuel Vitamin Hi-Cester merupakan additif solar mampu untuk meningkatkan kualitas solar sesuai dengan kriteria tetapan. Bio Fuel Vitamin Hi- Cester ini berfokus bukan hanya untuk meningkatkan nilai cetan saja (hi-cetan)

tapi produk untuk mengoptimalkankan seluruh sistem cetan (cetan system optimizer), Karena di dalam solar, peningkatan angka cetan saja tidak begitu signifikan berpengaruh pada mesin kendaraan. Tapi dengan fungsinya yang mampu menurunkan kadar emisi, sulfur dan kandungan air di dalam mesin solar/diesel, Bio Fuel Vitamin Hi-Cester mampu merawat mesin sesuai dengan kriteria tetapan yg seharusnya ada pada solar (“Hi-Cester par.1)

Dengan angka cetana yang tinggi maka pembakaran akan efektif dan keterlambatan penyalaan akan pendek dan efisiensi mesin akan tinggi.

Gambar 2.3 Biofuel Vitamin Hi-Cester (http://www. hi-cester.com) Kegunaan Hi-Cester

Adapun kegunaan dari biofuel vitamin engine ini dalam bidang suplemen bahan bakar menjadikan solusi dalam masalah efisiensi / penghematan pemakaian bahan bakar, mengatasi masalah polusi gas buang dan keuntungan lainnya.

1. Double Action Fuel Catalyst.

Adalah bahan bakar hasil karya putra Indonesia yang ramah lingkungan terbuat dari tumbuh-tumbuhan yang dapat meningkatkan tenaga dan akselerasi kendaran dan juga menghemat bahan bakar minyak BBM kendaraan sampai 30% mencegah detonasi, melarutkan kandungan air dari kondensasi (penguapan) dalam tangki

bahan bakar sehingga mencegah karat, mengurangi deposit karbon pada ruang bahan bakar, mengurangi kadar polusi pada gas buang.

2. Mekanisme Kerja Biofuel Vitamin Engine

Interaksi Hi-cester dengan solar menimbulkan reaksi seketika dalam memecah dan melembutkan partikel bahan bakar sehingga mudah dikabulkan dan mudah terbakar dalam ruang bakar menjadikan pembakaran menjadi lebih sempurna, tenaga menjadi lebih besar, tidak ngelitik/detonasi dan kadar polusi gas buang turun drastis.

3.Penggunaan Biofuel Vitamin Engine

Hi-Cester dapat digunakan untuk semua mesin yang menggunakan bahan bakar bensin/solar misalnya : mobil, motor, kapal boat, genset, pompa air, dll.

Cara penggunaan Hi-Cester

Hi-Cester ditambahkan pada tangki bahan bakar pada saat pengisian solar di SPBU dengan dosis yang disesuaikan dengan banyaknya pengisian solar. Dosis yang digunakan pada penggunaan awal.

Keamanan Hi-Cester

Produk ini aman untuk kendaraan atau mesin diesel jenis apapun. Produk ini bekerja dengan baik untuk berbagai jenis kendaraan diesel produksi lama ataupun keluaran terbaru. Produk ini juga telah digunakan di beberapa jenis industri besar di Indonesia. Dan telah diuji coba oleh mekanik-mekanik berpengalaman dan disarankan oleh beberapa bengkel besar untuk digunakan secara terus menerus oleh konsumennya.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekarang ini, kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) telah memberikan dampak yang sangat besar di berbagai sektor kehidupan. Salah satu sektor yang sangat merasakan akibat dari dampak kelangkaan BBM ini adalah sektor transportasi. Solar merupakan salah satu bahan bakar terbanyak yang digunakan di Indonesia. Bidang industri dan perdagangan termasuk kendaraan operasional dan juga mesin industri menggunakan solar sebagai bahan bakar sehingga solar telah menjadi nyawa bagi roda industri di Indonesia ini.

Permasalahan umum yang dihadapi dunia pada dewasa ini adalah semakin menipisnya cadangan bahan bakar minyak, di samping dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan bakar minyak tersebut. Fenomena ini telah mendorong manusia untuk berusaha mencari bahan bakar alternatif yang diharapkan mampu mengatasi, menghemat dan mengoptimalkan bahan bakar yang ada saat ini. Salah satu cara untuk menghemat bahan bakar minyak yaitu dengan cara menggunakan aditif biofuel, dimana aditif biofuel akan meningkatkan kwalitas bahan bakar itu sendiri.

Berdasarkan hal tersebut, maka salah satu alternatif lainnya adalah dengan melakukan penghematan bahan bakar solar ini. Proses penghematan ini menggunakan aditif biofuel vitamin Hi-Cester. Hi-Cester ini merupakan aditif solar yang mampu untuk meningkatkan kualitas solar. Interaksi aditif biofuel vitamin dengan solar akan menimbulkan reaksi seketika dalam memecah dan melembutkan partikel bahan bakar sehingga akan mudah terbakar dan menjadikan pembakaran lebih sempurna.

Pada penelitian ini, Hi-Cester akan dicampur dengan bahan bakar solar dan akan diuji dengan menggunakan mesin diesel satu silinder untuk mengetahui bagaimana pengaruh penambahan Hi-Cester terhadap unjuk kerja dan emisi gas buang dari mesin diesel tersebut.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelititian ini adalah

a. Mengetahui pengaruh pemakaian aditif biofuel vitamin dicampur dengan solar terhadap unjuk kerja mesin diesel.

b. Mengetahui pengaruh pemakaian aditif biofuel vitamin terhadap emisi gas buang.

1.3 Batasan Masalah

Dalam skripsi ini, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan, yaitu antara lain:

1. Bahan bakar yang digunakan adalah solar dan aditif Biofuel vitamin Hi- Cester.

2. Pengujian nilai kalor pembakaran campuran solar dengan biofuel vitamin Hi-Cester menggunakan Bom Kalorimeter.

3. Mesin uji yang digunakan untuk mendapatkan unjuk kerja mesin diesel

Dokumen terkait