• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Karena adanya peningkatan volume ekspor smoked sheet ke ASEAN sesudah pemberlakuan ACFTA dibanding sebelum pemberlakuan ACFTA, maka bagi pemerintah perlu menjaga hubungan kerjasama yang baik ini agar semakin intens. Dengan peningkatan volume ekspor yang berarti semakin tingginya permintaan akan karet alam bentuk smoked sheet maka petani atau pelaku usaha perkebunan karet alam agar meningkatkan produksi getah karet berupa peningkatan produktivitas dengan peremajaan dan penggunaan bibit unggul, serta melakukan penyadapan dengan benar agar produksi maksimal (intensifikasi) dan peningkatan luas lahan (ekstensifikasi) . Karena tidak terdapat perbedaan volume ekspor ke negara China, maka pemerintah perlu merivisi perjanjian kerjasama agar tidak dipermainkan dalam perjanjian kerjasama.

2. Dengan adanya perbedaan harga smoked sheet ekspor baik terhadap negara ASEAN maupun China sesudah pemberlakuan ACFTA dibanding sebelum pemberlakuan ACFTA, maka kepada pelaku usaha karet alam baik petani maupun perusahaan pengolahan perlu terus dilakukan peningkatan produk berupa diversifikasi produk dan kualitas produk agar harga selalu kompetitif.

3. Kepada peneliti selanjutnya, agar meneliti seberapa besar dampak pemberlakuan ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) terhadap perkembangan ekspor Indonesia tahun-tahun berikutnya, karena perjanjian ini dilakukan secara bertahap.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Tanaman Karet

Karet adalah tanaman getah yang memiliki banyak kegunaan. Karet (Havea Brazilensis) yang banyak tumbuh di Indonesia berasal dari Amerika Selatan, tepatnya dari Negara Brasil. Pada Abad ke-18, karet di bawa ke Indonesia oleh orang Inggris. Karet di Indonesia pertama kali dibudidayakan di daerah Sumatera Utara dan selanjutnya menyebar ke seluruh Indonesia (Parhusip, 2008).

Karet didunia ada dua jenis yaitu karet alam dan karet sintetis. Kedua jenis karet ini lebih cocok disebut sebagai barang yang saling komplementer dibandingkan barang yang saling subtitusi. Karet alam pada saat sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau buatan pabrik. Hal ini disebabkan karena produksi karet alam tergantung musim, dan umur serta kualitas tanaman karet itu sendiri, sehingga produksinya tidak dapat langsung memenuhi kenaikan permintaan dunia. Karet sintetis yang diproduksi secara kimia lebih cepat menyesuaikan penawaran terhadap permintaan karet dunia. Bila ada pihak yang menginginkan karet sintetis dalam jumlah tertentu, maka biasanya pengiriman atau suplai barang tersebut jarang mengalami kesulitan. Karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Namun sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis karena karet alam memiliki beberapa kelebihan, diantaranya :

1) Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna

2) Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah 3) Mempunyai daya aus yang tinggi

4) Tidak mudah panas (low heat build up)

5) Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance)

Walaupun memiliki beberapa kelemahan, karet alam tetap mempunyai pangsa pasar yang baik. Beberapa industri tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industri ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam. Dewasa ini jumlah produksi karet alam dan karet sintetis adalah 1:2. Walaupun jumlah produksi karet alam lebih rendah bahkan hanya setengah dari produksi karet sintetis, tetapi sesungguhnya jumlah produksi dan konsumsi kedua jenis karet ini hampir sama.

2.1.2 Jenis-jenis Tanaman Karet

1. Karet Alam

Jenis-jenis karet alam karet alam yang dikenal luas adalah :

a) Bahan olah karet (bokar) adalah karet yang dihasilkan oleh petani karet yang kemudian diolah menjadi berbagai bentuk :

2) Sheet angin, adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam semut atau asam asetat, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi.

3) Slab tipis, adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut.

4) Lump segar, adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung.

b) Karet alam konvensional adalah karet yang dihasilkan dan diolah oleh perkebunan swasta maupun negara menjadi karet yang memiliki jenis dan mutu yang lebih tinggi, yaitu :

1) Ribbed smoked sheet (RSS), adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik.

2) White crepe dan Pale crepe, merupakan crepe yang berwarna putih atau muda. White crepe dan Pale crepe juga ada yang tebal dan tipis.

3) Estate brown crepe, merupakan crepe yang berwarna coklat. Banyak dihasilkan oleh perkebunan besar atau estate.

4) Compo crepe, adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan sisa dari RSS, atau slab basah. Scrap tanah tidak boleh digunakan.

5) Thin brown crepe remills, merupakan crepe cokelat yang tipis karena digiling ulang.

6) Thick blanket crepes ambers, merupakan crepe blanket yang tebal dan berwarna cokelat.

7) Flat bark crepe, merupakan karet tanah atau earth rubber, yaitu jenis crepe yang dihasilkan dari scrap karet alam yang belum diolah, termasuk scrap tanah yang berwarna hitam.

8) Pure smoked blanket crepe, merupakan crepe yang diperoleh dari penggilingan karet asap yang khusus berasal dari ribbed smoked sheet,termasuk juga block sheet atau sheet bongkah, atau sisa dari potongan ribbed smoked sheet.

9) Off crepe, merupakan crepe yang tidak tergolong bentuk baku atau standar. Biasanya tidak dibuat melalui proses pembentukan langsung dari bahan lateks yang masih segar.

c) Lateks pekat

Adalah jenis lateks segar yang mempunyai kadar kering 30% dikentalkan menjadi lateks pekat dengan kadar karet kering 60%. Lateks di kebun sebelum diangkut dicampur telebih dahulu dengan larutan ammonia gas kemudian diendapkan pada bak agar kotoran dan bahan kapur / magnesium mengendap. Setelah itu dilakukan pemusingan (centrifuge) dalam mesinmesin pemusing. Dari mesin tersebut lateks pekat dialirkan ke dalam tangki penampung dan ditambah lagi gas ammonia sebelum siap dipasarkan.

d) Karet bongkah atau block rubber

Adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi potonganpotongan dengan ukuran yang telah ditentukan.

e) Karet spesifikasi teknis (TSR) atau Crumb rubber atau SIR (Standart Indonesia Rubber)

Adalah karet alam yang dibuat khusus dalam rangka meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintetis sehingga terjamin mutu teknisnya. Pengolahan TSR dari bahan lateks pada dasarnya terdiri dari proses penyaringan lateks, penggumpalan lateks, pembutiran, pengeringan, dan pembungkusan. Bahan olah karet (bokar) dari petani yang bermutu rendah dan kotor, dibersihkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pembutiran,pengeringan, dan pembungkusan.

f) Tyre rubber

Adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya.

g) Karet reklim atau reclaimed rubber

Adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas. Boleh dibilang karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir.

2. Karet Sintetis

Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Berikut ini adalah macam-macam karet sintetis :

1) Karet sintetis untuk kegunaan umum

a) SBR (styrena butadiene rubber), merupakan jenis karet sintetis yang paling banyak digunakan. Memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah.

b) BR (butadiene rubber), karet jenis BR lebih lemah, daya lekat lebih rendah, dan pengolahannya juga tergolong sulit.

c) IR (isoprene rubber) atau polyisoprene rubber, mirip dengan karet alam karena sama-sama merupakan polimer isoprene.

2. Karet sintetis untuk kegunaan khusus

a) IIR (isobutene isoprene rubber) Sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan asap.

b) NBR (nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile butadiene rubber adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling sering digunakan.Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sekalipun didalam minyak,karet ini tidak mengembang.

c) CR (clhoroprene rubber) Memiliki ketahanan terhadap minyak, tetapi disbanding dengan NBR masih kalah. Memiliki daya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon di udara,bahkan juga tahan terhadap panas atau nyala api. d) EPR (ethylene propylene rubber) Keunggulan yang dimiliki EPR adalah

ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon, serta pengaruh unsur cuaca lainnya. Kelemahannya pada daya lekat yang rendah (Julivanto,2009).

2.2 Proses Terjadinya ACFTA

ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China.

Dalam Direktorat Kerjasama Regional dan Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional (2010) dijelaskan bahwa dalam membentuk ACFTA, para Kepala Negara Anggota ASEAN dan China telah menandatangani ASEAN - China Comprehensive Economic Cooperation pada tanggal 6 Nopember 2001 di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam. Sebagai titik awal proses pembentukan ACFTA para Kepala Negara kedua pihak menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 4 Nopember 2002. Protokol perubahan Framework Agreement ditandatangani pada tanggal 6 Oktober 2003, di Bali, Indonesia. Protokol perubahan kedua Framework Agreement ditandatangani pada tanggal 8 Desember 2006.

Indonesia telah meratifikasi Ratifikasi Framework Agreement ASEAN-China FTA melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004. Setelah negosiasi tuntas, secara formal ACFTA pertama kali diluncurkan sejak ditandatanganinya Trade in Goods Agreement dan Dispute Settlement Mechanism Agreement pada tanggal 29 November 2004 di Vientiane, Laos. Persetujuan Jasa ACFTA ditandatangani pada pertemuan ke-12 KTT ASEAN di Cebu, Filipina, pada bulan Januari 2007. Sedangkan Persetujuan Investasi ASEAN China ditandatangani pada saat pertemuan ke-41 Tingkat Menteri Ekonomi ASEAN tanggal 15 Agustus 2009 di Bangkok, Thailand (Direktorat Kerjasama Regional dan Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, 2010).

Menurut Direktorat Kerjasama Regional dan Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional (2010), Indonesia sendiri membuat peraturan-peraturan nasional terkait ACFTA antara lain:

1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004 tentang Pengesahan Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the Associaton of Southeast Asean Antions and the People’sRepublic of China.

2) Keputusan Menteri Keuangan Republi Indonesia Nomor 355/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dalam rangka Early Harvest Package ASEAN-China Free Trade Area.

3) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 57/PMK.010/2005 tanggal 7 Juli 2005 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Normal Track ASEAN- China Free Trade Area.

4) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 21/PMK.010/2006 tanggal 15 Maret 2006 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Normal Track ASEAN-China Free Trade Area.

5) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 04/PMK.011/2007 tanggal 25 Januari 2007 tentang Perpanjangan Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Normal Track ASEAN-China

Free Trade Area.

6) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 53/PMK.011/2007 tanggal 22 Mei 2007 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area.

7) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 235/PMK.011/2008 tanggal 23 Desember 2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area.

2.3 Studi Terdahulu

Putra (2006) judul “Analisis Kinerja Ekspor Karet Alam Indonesia Di Negara

Cina”. Indeks RCA Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia memiliki

keunggulan komparatif dalam ekspor karet alam ke Cina. Hasil dari CMS menunjukkan bahwa efek pertumbuhan impor berpengaruh lebih besar dalam pertumbuhan ekspor karet alam Indonesia. Pertumbuhan ekspor karet terjadi akibat peningkatan impor karet alam oleh Cina. Nilai ekspor karet alam di Cina dalam bentuk komoditi RSS-1, SIR 20 dan RSS-3 menunjukkan nilai yang sangat kecil. Jenis olahan karet Indonesia yang diekspor ke Cina menunjukkan nilai yang tidak terlalu menguntungkan.

Harry Bowo (2012) judul “ Dampak Penerapan Asean-China Free Trade Area

(ACFTA) Terhadap Nilai Perdagangan Indonesia Atas China: Studi Beberapa Komoditas Terpilih “, menyimpulkan bahwa hubungan antara pemberlakuan

ACFTA dan ekspor komoditas terpilih Indonesia ke China adalah positif. Secara statistik, rata-rata (intersep) ekspor komoditas terpilih ke China setelah pemberlakuan ACFTA lebih besar disbanding sebelum pemberlakuan ACFTA dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan.

Maria Gultom (2013) judul “ Analisis Dampak CAFTA (China-ASEAN Free

Trade Area) Terhadap Perdagangan Jeruk Sumatera Utara ,” menyimpulkan

Neraca perdagangan jeruk Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA mengalami defisit dimana nilai impor lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekspor. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada volume jeruk ekspor Sumatera Utara dan harga jeruk ekspor sebelum dan sesudah CAFTA (China ASEAN Free

Trade Area). Terdapat perbedaan yang nyata pada volume jeruk impor Sumatera Utara, harga jeruk impor Sumatera Utara dan harga jeruk domestik Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA (China ASEAN Free Trade Area).

2.4 Landasan Teori

2.4.1 Teori Integrasi Ekonomi

Pada dasarnya,organisasi-organisasi dapat dibedakan menurut derajat intensitas kerjasama dan tujuan pemberlakuannya.Organisasi regional dikategorikan sebagai suatu wadah kerjasama ekonomi jika tujuannya sekedar menghimpun Negara-negara anggota untuk mengadakan koordinasi dalam suatu kerjasama ekonomi tanpa secara eksplisit mencantumkan perangkat kerjasama untuk mencapai suatu integrasi ekonomi.Sementara itu integrasi ekonomi bertujuan untuk memadukan pasar dan perekonomian Negara-negara anggotanya melalui beberapa tahapan.Untuk mencapai tujuan tersebut,diperlukan suatu struktur organisasi yang bersifat “Supranasional”,dimana Negara-negara anggota bersedia melimpahkan sebagian kedaulatannya yaitu melalui pengambilan keputusan-keputusan bersama yang bersifat mengikat dan mengupayakan penghapusan hambatan-hambatan perdagangan dalam bentuk tarif dan nontarif ( Basri dan Haris 2010 ).

Adapun tingkatan integrasi ekonomi tersebut adalah:

1. Preferential Trade Arrangements. Pada tahap ini negara-negara yang sepakat bergabung menyepakati penurunan hambatan perdagangan diantara mereka dan membedakannya dengan negara luar yang bukan anggota.

2. Free Trade Area. Bentuk integrasi ekonomi ini adalah bentuk yang lebih tinggi dimana hambatan perdagangan antar negara anggota dihilangkan

sepenuhnya,namun masing-masing negara anggota masih berhak menentukan sendiri kebijakan hambatan perdagangannya dengan negara-negara diluar anggota.

3. Custom Union. Yaitu bentuk integrasi ekonomi berikutnya dimana semua negara anggota diwajibkan untuk tidak hanya menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan diantara mereka namun juga menyeragamkan kebijakan perdagangan mereka terhadap negara luar yang bukan anggota.

4. Common Market. Pada bentuk integrasi ini, bukan hanya perdagangan saja yang dibebaskan namun juga arus faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal.

5. Economic union. Pada tingkatan tertinggi integrasi ekonomi ini, harmonisasi dan penyelarasan diantara negara anggota dilakukan lebih jauh hingga penyeragaman kebijakan moneter dan fiskal masing-masing negara anggota. 2.4.2 Perdagangan Bebas

Perdagangan bebas didefinisikan sebagai sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Hal ini berarti bahwa siapapun aktor yang melakukan perdagangan internasional baik individu ataupun negara dapat melakukan perdagangan internasional tanpa adanya hambatan perdagangan seperti hambatan tarif dan non-tarif. Dalam hal ini masing-masing negara melakukan perdagangan berdasarkan keunggulan komparatif pada komoditas tertentu sehingga diharapkan lebih efisien dan efektif (Apridar 2009:182).

2.4.3 Teori Keunggulan Komparatif

Kenggulan komparatif merupakan keunggulan yang dimiliki suatu negara dalam perdaganan internasional, jika negara tersebut dapat memproduksi suatu barang dengan biaya sumberdaya yang lebih rendah dibanding negara lain. Dalam teorinya, Ricardo menjelaskan bahwa perdaganan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan fungsi faktor produksi (tenaga kerja), perbedaan fungsi ini menimbulkan terjadinya perbedaan efisiensi maupun produktifitas.

J.S Mills beranggapan bahwa suatu negara akan mengkhususkan diri pada ekspor barang tertentu bila Negara itu memiliki keunggulan komparatif terbesar dan akan impor barang tertentu bila negara tersebut kerugian komparatif atau keunggulan komparatif terendah ( Tambunan,2004 ).

2.4.4 Teori Penawaran Ekpor

Ekspor adalah total penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh suatu negara, kemudian diperdagangkan kepada negara lain dengan tujuan mendapatkan devisa. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkannya ke negara lain yang tidak dapat menghasilkan barang yang dihasilkan oleh Negara pengekspor. Penawaran ekspor merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan oleh suatu negara (produsen) ke negara lain (konsumen) dan juga untuk memenuhi permintaan negara lain. Mengutip dari Ermy Tety (2002) ekspor ke suatu negara merupakan kelebihan penawaran domestik atau produksi barang atau jasa yang tidak dikonsumsi oleh konsumen negara yang bersangkutan dan tidak disimpan dalam bentuk stok.

Qxt = Qt - Ct - St-1 ……….…. (2.1) dimana :

Qxt : Jumlah ekspor pada tahun ke-t

Qt : Jumlah produksi domestik pada tahun ke-t Ct : Jumlah konsumsi domestik pada tahun ke-t

St-1 : Jumlah stok awal tahun ke-t atau akhir tahun lalu (tahun ke t-1) 2.4.5 Analisis Statik

Teori ini mengatakan bahwa “ Negara sedang berkembang ( LDC ) hanya sedikit sekali mendapat manfaat dan dapat dirugikan dengan adanya integrasi”.Ada enam indikator untuk melihat besarnya dampak dari integrasi yaitu :

a) besarnya kawasan integrasi dan kontribusi awal dari perdagangan dalam integrasi tersebut.

b) tingkat tarif

c) tingkat awal pertumbuhan/pembangunan ekonomi masing-masing negara yang terlibat dalam integrasi misalnya pendapatan per kapita.

d) struktur komoditas yang diperdagangkan dalam kawasan integrasi e) potensi “intra-industry”

f) ongkos angkut dan kendala alam yang lain. 2.4.6 Teori Perdagangan Internasional

Dilihat dari segi permintaan, kegiatan ekspor diasumsikan sebagai fungsi permintaan pasar internsional terhadap suatu komoditi yang dihasilkan oleh suatu

negara, sedangkan kegiatan impor diasumsikan sebagai fungsi permintaan suatu negara terhadap suatu komoditi dari pasar internasional.

Pada dasarnya beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional suatu negara dari negara lainnya bersumber dari keinginan memperluas pasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan devisa bagi kegiatan pembangunan adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara,serta akibat adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu (Salvatore, 1997).

Gambar 1. Kurva Perdagangan Internasional

Gambar 2 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional harga di Indonesia sebesar PI sedangkan di Uni Eropa sebesar PU. Penawaran di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PI sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PU. Pada saat harga internasional sama dengan PI atau PU maka tidak terjadi perdagangan internasional. Apabila harga internasional lebih besar dari PI maka terjadi excess supply (ES) di Indonesia dan apabila harga internasional lebih rendah dai PU maka terjadi excess demand (ED) di Uni Eropa. Dengan demikian,

dari keseimbangan di Indonesia dan keseimbangan di Uni Eropa akan terbentuk kurva ES dan ED di pasar internasional, dimana perpotongan antara kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional yaitu sebesar P. 2.5 Kerangka Pemikiran

Globalisasi ekonomi ini menghasilkan sebuah bentuk perdagangan internasional yang hampir sama dengan keadaan dan tujuan globalisasi ekonomi yaitu free trade atau perdagangan bebas. Perdagangan bebas ini telah diberlakukan di banyak negara, khususnya negara berkembang. Perdagangan bebas pertama kali diberlakukan oleh Amerika Serikat dan Negara-negara Eropa. Hal ini dilakukan untuk membuka pasar mereka dan menjual produk mereka kewilayah yang lebih luas, selain itu memberikan pilihan pada konsumen dalam negeri yang lebih beragam.

ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) merupakan sebuah kesepakatan antar negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dan menghilangkan atau mengurangi segala hambatan-hambatan dalam perdagangan internasional (tarif maupun non tarif), peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam perdagangan bebas ASEAN dan China ini telah disepakati penurunan tarif untuk produk kategori sensitive track atau lebih tepatnya highly sensitive list (HS 6 digit) dimana salah satunya adalah komoditi karet alam bentuk smoked sheet, namun untuk saat ini belum berlaku karena penurunan tarif untuk sensitive track

atau highly sensitive list baru akan berlaku pada tahun 2015. Dengan pemberlakuan ACFTA ini maka produk andalan ekspor Indonesia yang oleh China dimasukkan dalam sensitive track dapat masuk ke China. Sebaliknya Indonesia juga memasukkan produk-produk unggulan ekspor China ke Indonesia. Dengan berlakunya program sensitive track atau highly sensitive list (HS 6 digit) diharapkan ekspor karet alam bentuk smoked sheet Indonesia mengalami peningkatan volume dan nilai khususnya Indonesia yang merupakan salah satu centra penghasil karet terbesar di Dunia. Dengan disetujuinya ACFTA maka dapat berdampak pada perdagangan karet alam bentuk smoked sheet yang mengalami peningkatan ekspor 10 tahun terakhir. Untuk melihat dampak tersebut maka penulis berkeinginan untuk mengangkatnya dalam penelitian ini.

Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas dan singkat tentang pemikiran, maka dapat dilihat pada skema kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan : Menyatakan Hubungan GLOBALISASI EKONOMI ACFTA Sebelum Sesudah Volume Smoked Sh Ek

Harga smoked sheet Ek

Volume Smoked

Sh t Ek

Harga smoked sheet

Dokumen terkait