• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Kepada Balai Pengawas Obat dan Makanan (POM) agar mengadakan pemantauan, pengawasan dan evaluasi untuk mengetahui pemakaian formalin pada mie sagu secara teratur di Pasar Tradisional Bengkalis Riau, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya.

2. Kepada pihak produsen yang memproduksi mie sagu agar tetap memperhatikan bahan tambahan makanan yang digunakan agar makanan tetap memenuhi syarat kesehatan yang telah ditentukan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Mie Sagu

Mie sagu digolongkan kedalam mie basah dan mie kering, diman man sagu merupakan makanan berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan dan ada juga yang dikeringkan. Mie sagu yang basah paling cepat mengalami kerusakan atau pembusukan terutama terutama karena dalam pembutan tidak menggunakan bahan pengawet sehingga pemakaiannya untuk diolah lebih lanjut menjadi mie siap saji dibandingkan yang kering.

2.1.1. Bahan Baku Mie Sagu

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan mie sagu adalah tepung sagu, air, telur, garam, perasa, dan minyak makan. Semua bahan harus dalam kondisi baik, misalnya tepung sagu harus dalam kondisi tidak berbau apek, bewarna normal, bersih, bebas jamur dan serangga. Air merupakan komponen penting dalam mempengaruhi bentuk, tekstur, bau dan rasa juga harus dalam kondisi baik, begitu juga dengan bahan-bahan lainnya.

2.2. Pengertian Pangan

Menurut Peraturan Pemerintah RI nomer 28 tahun 2004, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku tambahan pangan, pengelohan atau pembuatan makanan dan minuman.

a) Pangan Segar

Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung atau disajikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar.

b) Pangan Olahan

Makanan atau pangan olahan tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut.

c) Pangan Siap Saji

Pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan biasanya langsung disajikan ditempat usaha atau diluar tempat usaha atas dasar pesanan.

Pangan yang dikonsumsi secara teratur setiap hari tidak hanya sekedar memenuhi ukuran kuantitas saja namun juga harus memenuhi unsur kualitas, unsur kuantitas sering dikaitkan dengan jumlah makanan yang harus dikonsumsi. Bagi mereka, ukuran cukup mungkin adalah kenyang. Atau yang penting sudah makan. Sedangkan ukuran kualitas adalah terkait dengan nilai-nilai intrinsik dalam makanan tersebut sepertinya keamanannya, gizi dan penampilan makanan tersebut.

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (UU RI,1996).

Pengawetan pangan dengan menambahkan zat kimia merupakan teknik yang relatif sederhana dan murah. Cara ini bermanfaat bagi wilayah yang tidak mudah

kekhawatiran akan keamanan zat kimia yang biasa digunakan dalam pengawetan pangan telah mendorong sejumlah Negara untuk membatasi atau melarang penggunaan dalam pangan (WHO,1991).

2.3. Bahan Tambahan Pangan

2.3.1. Pengertian dan Tujuan Penggunaan

Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/XI/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biayanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, dan penyimpanan.

Tujuan pengguanan bahan tambahan pangan adalah meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preperasi bahan pangan.

Bahan tambahan pangan harus memenuhi beberapa persyaratan untuk menjaga keamanan penggunaannya, yaitu tidak menunjukkan sifat-sifat bereaksi dengan bahan, menggangu kesehatan konsumen, menimbulkan keracunan, merangsang atau menghilangkan rasa dan menghambat kerja enzim. Bahan tersebut haruslah mudah dianalisis, efisien dalam rekasi dan dan mempertahankan mutu. Bahan tambahan pangan yang dilarang adalah semua bahan tambahn yang dapat menipu konsumen, menyembunyikan kesalahan dan teknik penangan serta penurunan mutu (Sulaeman,1990).

2.3.2. Jenis-Jenis Bahan Tambahan Pangan

pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu bahan tambahan pangan yang ditambah dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, citarasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan dalam proses produksi, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penangannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida herbisida, fungisida, dan rodentsia), antibiotic, dan hidro karbon aromatic polisiklis.

Apabila dilihat dari asalnya, bahan tambahan pangan dapat berasal dari sumber alamiah, seperti lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya. Bahan ini dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismeny misalnya, β-Karoten dan asam asorbat. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah, tetapi ada pula kelemahannya, yaitu sering terjadi ketidak sempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang

Penggolongan Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan oleh Departemen Kesehatan yang diatur dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, yaitu:

1. Antioksidan (Antioxidant) 2. Antikempal (Anticaking Agent)

3. Pengatur Keasaman(Acidity Regulato ) 4. Pemanis Buatan (Artificial sweetetrner)

5. Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)

6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener) 7. Pengawet (Preservative)

8. Pengeras (Firming Agent) 9. Pewarna (Colour)

10.Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer) 11.Sekuasteran (Sequesterant)

Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut :

1. Natrium Tetraborat (Boraks) 2. Formalin (Formaldehyd)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils) 4. Kloramfenicol (Chloramfenicol)

5. Kalium Klorat (POttasium Chlorate)

6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC) 7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)

8. P-Phenethylcarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea 9. Asam salisilat dan garamnya (Salicyclic Acid and its salt) 2.4. Bahan Pengawet

2.4.1. Pengertian Bahan Pengawet

Pengawetan yaitu suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia pada bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak. Istilah awet merupakan pengertian relative terhadap daya awet alamiah dalam kondisi yang normal. Daya keawetan bahan berbeda beberapa hari beberapa bulan.

Dalam pangan dapat diawetkan dalam keadaan segar atau berupa bahan olahan. Dalam teknologi pangan, pengertian pengawetan tidak sekedar memperpanjang umur pakai dan daya guna bahan, tetapi pengawetan sering merupakan bagian dari pengolahan hasil pertanian yang tidak terpisahkan. Pengawetan dapat merupakan bagian utama proses pengolahan.

Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mokroganisme. Bahan tambahan pangan ini biasanya ditambahkan kedalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lian. Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu menghambat, menahan atau menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan (Cahyadi,2006).

2.4.2. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting dan kemudian memecah senyawa yang berbahaya menjadi tidak berbahaya dan tidak toksik. Bahan pengawet akan mempengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi tersebut. Derajat penghambatan terbaik kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrasi bahan pengawet yang digunakan.

Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut:

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat pathogen maupun yang tidak phatogen.

2. Memperpanjang umur simpan pangan

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.

4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkulitas rendah. 5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan pengguanaan bahan yang salah

satu atau tidak memenuhiu persyaratan.

6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan. 2.4.3. Jenis Bahan Pengawet

Berdasarkan sumbernya, bahan pengawet dapat digolongkan menjadi 2 yaitu : 1. Zat Pengawet Anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering digunakan adalah sulfite, hydrogen, peroksida, nitrat dan nitrit. Selain untuk mencegah tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum, senyawa juga berfungsi untuk mempertahankan warna dan menghambat pertumbuhan mikroba pada proses curing daging.

2. Zat Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organic ini digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yangn sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbet, asam propionate, asam benzoate, asam asetat dan epoksida.

Pengawet yang berasal dari senya organic biasanya digunakan untuk produk-produk olahan nabati seperti roti, sari buah, minuman ringan serta selai dan jeli.

2.5. Formalin

2.5.1. Pengertian Formalin

Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 30-40%. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk yang sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehidnya 40,30.20 dan 10% serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gra. Formalin adalah larutan yang tidak bewarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan methanol hingga 15% sebagai pengawet

Formalin mempunyai banyak nama kimia yang biasa yang kita dengar masyarakat, diasntaranya formol, methylene aldehyde, paraforin, morbicid, oxomethane, polyoxymethyleneglycols, methanol, formofrom, superlysoform formic aldehyde, formalith, tetraoxymethylene, methyl oxide, karsan, trioxane, oxymethylene dan methylene glycol (Nurheti, 2007).

Formalin yang biasa ditambahkan pada makanan adalah larutan 30-50% gas formaldehid, untuk stabilitas dalam larutan formalin biasanya mengandung methanol 10-15%. Formalin mempunyai bau yang menyengat dan dapat menimbulakan pedih pada mata. Senyawa ini termasuk golongan aldehid yang paling sederhana karena hanya mempunyai satu atom karbon (Murtini dan Widyaningsih, 2006).

2.5.2. Fungsi Formalin

Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam bebagai keperluan jenis industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakain, pembasmi lalat maupun berbagi serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, ppengawet produk kosmetika, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produksi kayu lapis (plywood). Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1 persen) digunakan sebagai pengawet untuk

berbagai pengawet konsumen seperti pembersih rumah tangga ciaran pencuci piring pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet.

Di dalam industri perikanan, formalin digunakan menghilangkan bakteri yang biasa hidup disisik ikan. Formalin diketahui sering digunakan dan efektif dalam pengobatan penyakit ikan akibat ektoparasit seprti fluke dan kulit lender. Meskipun demikian, bahan ini juga sangat beracun bagi ikan. Ambang batas amannya sangat rendaah sehingga terkadang ikan yang diobati malah mati akibat formalin dari pada akibat penyakitnya. Formalin banyak digunakan dalam pengawetan sampel ikan untuk keperluan penelitian dan identifikasi. Di dunia kedokteran formalin digunaknan dalam pengawetan mayat (Yuliarti, 2007).

2.5.3. Sifat Formalin

Formaldehid adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang. Dipasaran zat ini dikenal dengan nama formalin dengan rumus CH20. Formalin adalah nama komersial dari senyawa formalin yang mengandung 35-40% dalam air. Formalin termasuk kelompok senyawa disinfektan kuat yang sering dipakai sebagai bahan pengawet mayat tetapi tetapi juga dapat digunakan sebagai pengawet makanan, wqalaupun formalin tidak diizinkan untuk bahan pengawet makanan serta bahan tamabahan. Formalin biasanya mengandung alcohol (metanol) sebanyak 10-15% yang berfungsi sebagai stabilator supaya formaldehidnya tidak mengalami polimirisasi. Formaldehida mudah larutan dalam air, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta bersifat sebagai pereduksi yang kuat. Secara alami folmadehida juga dapat ditemui dalam asap pada proses pengasapan mnakanan, yang bercampur

dengan fenol, keton, dan resin. Bila menguap di udara,berupa gas tidak bewarna, dengan bau yang tajam menyengat. (Mark, 2009).

Pengawet ini memiliki unsure aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein, karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti tahu, formalin akan mengikuti unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu hingga terus meresap kebagian dalamnya. Dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila ditekan tahu teras lebih kenyal. Selain itu protein yang telah mati tidak akan diserang oleh bakteri pembusuk yang menghasilakn senyawa asam, itilah sebabnya tahu atau makanan berformalin lainnya menjadi lebih awet.

Formadehida membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri dehidrasi (kekurangan cairan), sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di permukaan. Artinya, formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan dibawahnya, supaya tahan terhadap serangan bakteri lain bila desikfektan lainnya mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh dan tidak tidak bereaksi dengan bahan yang dilindungi, maka formaldehida akan bereaksi secara kimiawi dan akan tetap ada didalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan berikutnya. Melihat sifatnya, formalin juga sudah tentu akan menyerang protein yang banyak terdapat dalam tubuh manusia seperti pada lambung. Terlebih, bila formalin masuk ketubuh memiliki dosis tinggi.

2.5.4. Dampak Penggunaan Formalin Terhadap Kesehatan

Sangat kita pahami bahwa formalin sangat berbahaya jika digunakan tidak sewajarnya mengingat formalin zat yang bersifat karsiogonik atau bias yang menyebabkan kanker. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin pada dosis tertentu pada jangka panjang bias mengakibatkan kanker saluran cerna seperti adenocarcinoma pylorus, preneoplastic, hyperplasia pylorus dan adenocarcinoma duodenum. Penelitian menyebutkan peningkatan resiko kanker laring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan.

Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang keluar bersama cairan tubuh. Dengasn demikian keberadaan formalin dalam darah sulit dideteksi. Kekebalan tubuh sangat berperan pada berdampak tidaknya formalin didalam tubuh. Jika kekebalan tubuh atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin berkadar rendah sekalipun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan. Anak-anak, khisusnya bayi dan balita, adalah salah satu kelompok usia yang rentan mengalami gangguan ini.

Secara mekanik integritas mukosa (permukaan) usus dan prestaltic (gerakan usus) merupakan pelindung masuknya zat asing kedalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi zat berbahaya tersebut. Secara imunologik sIgA (sekretori Imunoglobulin A) pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal zat asing masuk ke dalam tubuh. Namun demikian, pada usia anak, usus imatur (belum sempurna) atau sitem

memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh dan sulit dikeluarkan. Hal ini juga lebih mengganggu pada penderita gangguan saluran cerna yang kronis seperti pada penderita autism, penderita alergi dan sebagainya. (Yuliarti, 2007).

Efek samping penggunaan formalin tidak secara langsung akan terlihat. Efek ini hanya terlihat secara kumulatif, kecuali jika seseoarang mengalami keracunan formalin dengan dosis tinggi. Keracunan formalin bisa menyebabkan iritasi lambung dan alergi. Formalin juga bersifat karsinogen (bersifat kanker) dan mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel). Dalam kadar yang sangat tinggi formalin bias menyebabkan kegagalan peredaran darah yang ber muara pada kematian.

Efek akut penggunaan formalin adalah :

1. Tenggorokan dan perut terasa terbakar, tenggorokan terasa sakit untuk menelan

2. Mual, muntah dan diare

3. Mungkin terjadi pendarahan dan sakit perut yang hebat 4. Sakit kepala dan hipotensi (tekanan darah rendah) 5. Kejang, tidak sadar hingga koma; dan

6. Kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pancreas, serta sistem susunan saraf pusat dan ginjal.

Sementara, efek kronis akibat penggunaan formalin adalah : 1. Iritasi pada saluran pernapasan

2. Muntah-muntah dan kepala pusing 3. Rasa terbakar pada tenggorokan

5. Bila dikonsumsi menahun dapat mengakibatkan kanker

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, berikut adalah dampak buruk formalin bagi tubuh manusia :

a. Kulit : Iritatif, kulit kemerahan, kulit seperti terbakar, alergi kulit b. Mata : Iritatif, mata merah, dan berair dan hingga kebutaan c. Hodung : Mimisan

d. Saluran Penapasan : Iritasi lambung, mual, muntah, mules e. Hati : Kerusakan hati

f. Paru-paru : radang paru-paru karena zat kimia (pneumonitis)

g. Saraf : Sakit kepala, lemas, susah tidur, sensitive, sukar konsentrasi, mudah lupa

h. Ginjal : Kerusakan ginjal

i. Organ Reproduksi : Kerusakan tesis dan ovarium, gangguan menstruasi sekunder

2.6. Bahan Pengawet Pengganti Formalin

Menurut BPOM-RI (2006), formalin alternative pangganti formalin yang sudah diuji cobakan dibeberapa UKM adalah formula 1/20 Na-asetat. Dalam penggunaannya harus memperhatikan kondisi hygiene sanitasi dan konsentrasi bahan tambahan yang digunakan. Formula tersebut dapat berguna untuk pengawet mie apabila sanitasi produksi dalam keadaan baik, penggunaan formula sesuai dengan konsentrasi yang telah diujicobakan dan produk mie disimpan pada penyimpanan dingin.

Menurut Sukesi (2006). Unutk mengurangi kandungan formalin, ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kandungan formalin tersebut dalam makanan yang bersangkutan dengan tidak mengeluarkan biaya, hanya bagaimana cara memperlakukan bahan makanan itu sebelum dikonsumsi. Formalin dalam makanan tidak dapat dihilangkan, namun dapat diminimalisir. Deformalinisasi dapat dilakukan untuk mengurangi kadar formalin pada makanan, yaitu dengan melakukan perendaman bahan makanan kedalam tiga macam larutan yaitu : air, air garam dan air leri. Perndaman yang dilakukan dalam air selama 60 menit mampu menurunkan kadar formalin sampai 61,25%. Dengan air leri mampu menurunkan kadar formalin sampai 66,03%, sedangkan pada air garam dapat mengurangi kadar formalin hingga 89,53%. Deformalisasi pada mie baiknya dilakukan perendaman air panas selama 30 menit

2.7. Zat Pewarna

2.7.1. Definisi Zat Pewarna

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.

Kualitas bahan makanan ditentukan antara lain oleh cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizi, akan tetapi, sebagian besar konsumen sebelum mempertimbangkan cita rasa dan nilai gizi, akan lebih tertarik pada tampilan atau warna makanan juga bisa dijadikan indikator kesegaran atau kematangan buah serta mutu pengolahan bahan makanan.(Saprianto, 2006).

Menurut Syah (2005), penambahan bahan pewarna pada makanan umumnya bertujuan :

1. Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen 2. Menyeragamkan warna makanan

3. Mensetabilkan warna selama penyimpanan

Hidayat (2006), menambahkan pewarna makanan harus memiliki syarat aman dikonsumsi, artinya kandungan bahan pada pewarna tersebut tidak mengakibatkan gangguan pencernaan maupun kesehatan saat dikonsumsi dalam jumlah sedikit ataupun banyak serta tidak menunjukkan bahaya apabila dikonsumsi secara terus menerus.

Menurut Syah (2005) ada beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan :

1. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara, atau temperaturyang ekstrim akibat proses pengolahan dan penyimpanan.

2. Memperbaiki variasi alami warna. Produk pangan yang salah warna akan diasosiasikan dengan kualitas rendah. Tujuan penambahan warna untuk menutupi kualitas yang buruk sebetulnya sebetulnya tidak diterima apalagi menggunakan warna berbahaya.

3. Membuat identitas produk pangan. Identitas eskrim strawbery adalah merah. Permen rasa min akan berwarna hijau muda.

4. Menarik minat konsumen dengan pilihan warna yang menyenangkan. Banyak permen yang mempunyai pilihan rasa dengan aneka warna.

5. Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selamaproduk simpan.

Menurut Hidayat (2006) bahan pewarna yang diedarkan, pada kemasannya harus menunjukkan adanya tanda yang telah yang telah ditentukan oleh pemerintah melalui keputusan Dirjen POM No.01415/B/SK/IV/1991 tentang Tanda Khusus Makanan, garis tepi bewarna hitam dengan huruf M yang menyentuh garis tepi (pasal 3 ayat 1). Tanda khusus harus diletakkan sedemikian rupa agar mudah terlihat (ayat 2) dan ukuran yang sesuai dengan kemasan, tebal garis minimal 1 mm (ayat 3).

2.7.2. Jenis Zat Pewarna

Menurut Hidayat (2006). Berdasarkan sumbernya di kenal dua jenis pewarna yang termasuk dalam golongan tambahan pangan, yaitu :

1. Pewarna Alami

Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nutrisi (karotenoid, ribflavin, dan kolabamin), merupakan bumbu atau pemberi rasa kebahan olahannya. Konsumen sekarang ini banyak menginginkan bahan alami yang masuk dalam daftar diet mereka. Banyak pewarna olahan makanan yang tadinya menggunakan pewarna sintetik berpindah kewarna alami.

Pewarna makanan tradisional menggunakan bahan alami, misalnya kunyit untuk warna kuning, daun suji untuk warna hijau, dan daun jambu atau daun jati

untuk warna merah. Pewarna alami ini aman untuk dikonsumsi namun mempunyai kelemahan, yaitu ketersediaan bahannya yang terbatas dan warnanya tidak homogen sehingga tidak cocok digunakan industri makanan dan minuman. Penggunaan bahan alami untuk produk misal akan membuat biaya produk menjadi lebih mahal dan lebih

Dokumen terkait