• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.2. Saran

Melalui skripsi ini penulis berharap agar apresiasi masyarakat terhadap karya sastra lebih baik lagi, khususnya novel, karena selain mendapat cerita yang bagus dan memberikan efek kesenangan, novel juga dapat memberikan amanat atau pesan moral yang ingin di sampaikan pengarang kepada pembaca yang dapat dijadikan pelajaran dan pengajaran yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.

Setelah membaca dan memahami skripsi ini diharapkan agar pembaca lebih adil dan bijaksana dalam hal pembagian harta warisan.Agar tidak terjadi pertikaian antar keluarga karena masalah harta warisan.

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL, SETTING SOSIAL,SOSIOLOGI SASTRA, KONFLIK SOSIAL,DAN BIOGRAFI PENGARANG

2.1 Defenisi Novel

Istilah prosa fiksi atau cukup disebut karya fiksi, biasa juga diistilahkan dengan prosa cerita, prosa narasi, narasi, atau cerita berplot.Pengertian prosa fiksi tersebut adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin sebuah cerita. Karya fiksi lebih lanjut masih dapat dibedakan dalam berbagai macam bentuk, baik itu roman,novel, novellet, maupun cerpen, Aminudin (2000:66.)Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama.Bentuk karya fiksi yang terkenal saat ini adalah novel.Sebagai genre sastra termudah, novel ternyata telah banyak menarik perhatian dan minat banyak kalangan.Novel adalah karya fiksi yang mengandung nilai-nilai keindahan dan kehidupan.Nilai-nilai-nilai keindahan yang terdapat di dalamnya memberikan kenikmatan bagi pembacanya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya memberikan manfaat.

Di dalam novel diperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia secara utuh. Maksudnya yaitu, di dalam novel menggambarkan tokoh-tokoh, tentang peristiwa, dan tentang latarnya secara fisik,seolah-olah dapat dilihat, diraba, serta di dengar. Di samping itu novel juga menghadirkan pengetahuan-pengetahuan yang terdalam, yang tidak dapat dilihat,tidak dapat dipegang, tidak dapat di

dengar melainkan dirasakan oleh batin yang semua itu diperoleh secara tersirat dari gambaran tokohnya, dari peristiwanya,dari tempat yang dilukiskan atau waktu yang disebutkan.Sesuai dengan pernyataan Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:4), yaitu dalam perkembangannya karya fiksi sering dianggap bersinonim dengan novel.

Novel berasal dari bahasa Italia novella. Secara harafiah, novella berarti sebuah “barang baru yang kecil”, dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”, Abrams dalam Nurgiyantoro, (1994:9). Dewasa ini novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah novelette dalam bahasa Inggris,yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun tidak terlalu pendek.Menurut Jacob Sumardjo (1999:11), novel adalah cerita, dan cerita digemari manusia sejak kecil. Dan tiap hari manusia senang pada cerita, entah faktual, untuk gurauan, atau sekedar ilustrasi dalam percakapan.Bahasa novel juga bahasa denotatif, tingkat kepadatan dan makna gandanya sedikit.Jadi novel mudah dibaca dan dicernakan. Juga novel kebanyakan mengandung suspense dalam alur ceritanya, yang gampang menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya.Menurut H.B. Jassin dalam Suroto ( 1989:19), mengatakan bahwa novel adalah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian secara luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita), luar biasa karena dari

kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian yang mengalihkan jurusan nasib mereka. Wujud novel adalah konsentrasi, pemusatan, kehidupan dalam satu saat, dalam satu krisis yang menentukan. Dengan demikian, novel hanya menceritakan salah satu

segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan perubahan nasib.

2.2 Setting Novel Taira No Masakado

Setiap karya sastra disusun atas unsur-unsur yang mejadikannya sebuah kesatuan.Salah satu unsur yang sangat mempengaruhi keberadaan karya sastra adalah unsur instrinsik.Setting merupakan salah satu unsur intrinsik yang terdapat dalam karya sastra yang dalam hal ini adalah novel.

Setting atau latar yang disebut juga landasan tumpu, menyaran pada lingkungan tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:216)

Unsur-unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu: 1. Latar tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Dalam novel Taira No Masakado mengambil latar tempat di beberapa tempat di Jepang, seperti Toyoda, Kyoto, Hatori, Ishida dan lain sebagainya. Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi di tempat-tempat seperti di istana,hutan-hutan, gunung, , kuil dan lain-lain.

2. Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu factual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Oleh sebab itu dalam kaitannya sebagai latar waktu maka dalam novel Taira No Masakado karya Eiji Yoshikawa mengambil setting pada zaman Heian sekitar tahun 794 - 1185.

3. Latar Sosial

Latar sosial menyaran kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi maupun nonfiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaan hidup, adapt istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain-lain. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas.

2.3 Zaman Heian

Era Heian merupakan salah satu zaman sejarah klasik di Jepang, masa di mana kebudayaan Jepang memasuki zaman keemasannya.Zaman ini berlangsung dari tahun 794 sampai 1185.Ini adalah waktu yang dikenal bagi perdamaian dan keamanan belum pernah terjadi sebelumnya di Jepang serta munculnya kelas samurai dalam struktur masyarakat.

2.3.1 Keadaan Politik

Pada zaman Heian masih menngunakan sistem Ritsuryou (sistem kerajaan) yang sudah digunakan sejak zaman Nara.Dalam sistem Ritsuryou, Tenno (kaisar) adalah penguasa administrasi pemerintahan tertinggi (Situmorang, 2009:14).Saudara-saudara kaisar adalah menjadi bangsawan.Para bangsawan kerabat Tenno ini bertugas melaksanakan pekerjaan birokrasi di Istana maupun daerah.

Sistem pemilikan pada masa itu dikenal dengan sistem Kochikomin (wilayah umum dengan masyarakat umum).Tidak dikenal pemilikan tanah secara pribadi dan penguasaan atas diri orang secara pribadi.Para bangsawan kerabat Kaisar lah yang menguasai tanah secara pribadi.Karena para bangsawan tersebut banyak yang menguasai tanah secara pribadi, mereka membutuhkan tenaga kerja untuk menggarap tanah yang dikuasainya tersebut.Yang kemudian melahirkan kelompok-kelompok kecil di daerah yang semakin lama semakin kuat dan tidak membayar pajak kepada kaisar.

Karena Kanmu Tenno ingin memperbaharui politik Ritsuryou, maka ia memindahkan ibukota dari Nara ke Kyoto. Yang lebih dikenal dengan sebutan Heiankyo (kota yang damai). Istana Kaisar berada di Kyoto selama masa Feodal yang berlangsung kira-kira 1100 tahun (Toyota Toyoko dalam Situmorang, 2009:15).

Pada zaman Heian, jumlah Shoen (wilayah swasta) semakin banyak.Salah satu penguasa Shoen yang terbesar adalah keluarga Fujiwara.Fujiwara mengawinkan putrinya dengan anak Tenno, oleh karena itu generasi berikutnya adalah cucu Fujiwara.Kemudian keluarga Fujiwara memegang peranan dalam pemerintahan.Seperti Sekkanseiji (politik perwakilan Kaisar), Sekkan adalah singkatan dari Sessho dan

Kanpaku.Sessho adalah pelaksana kekuasaan pemerintahan ketika kaisar masih kecil, dan Kanpaku adalah pelaksana pemerintahan ketika Kaisar mengadakan Inkyou (bertapa di kuil), disebut dengan politik Insei (Situmorang, 2009:15).

Dalam perkembangannya, kelompok militer Taira dan Genji di undang ke Kyoto untuk mengamankan perang yang terjadi dalam keributan keluarga Fujiwara.Tetapi kemudian keluarga Genji dan Taira saling berperang seperti perang Hogennoran (1156) dan Heijiniran (1159).Perang tersebut dimenangkan oleh keluarga Taira yang dipimpin oleh Taira no Kiyomori.Mulai saat inilah bushi menjadi sangat berpengaruh dalam pemerintahan pusat.Ketika itu sistem Ritsuryou hancur, berubah menjadi sistem Ujizoku (kekerabatan).

Ketika klan Taira menang dan berkuasa di Ibukota Kyoto, tak ada yang lebih kuat daripadanya. Ia masuk istana dan merebut kekuasaan. Tetapi disini ada sesuatu yang khas Jepang.Klan Taira ternyata tidak merebut kedudukan Tenno yang dianggap turunan dewa matahari Amaterasu Omikami.Seperti apa yang dilakukan klan Fujiwara, Kiyomoripun mengangkat dirinya sebagai perdana menteri dan menempatkan anggota-anggota keluarganya pada kedudukan penting (Suryohadiprojo, 1985:14).

Sebenarnya, dengan perebutan kekuasaan oleh kaum Taira sudah dimulailah suatu masa baru.Tetapi dari sudut perkembangan masyarakat Jepang yang juga penting untuk dilihat adalah bahwa sejak saat itu kekuasaan sekuler di Jepang sebenarnya tidak lagi berada di tangan Tenno, melainkan di tangan kaum samurai.Tenno Heika adalah pimpinan Jepang yang tidak boleh disentuh, karena merupakan lambang keagungan dan

kesucian Jepang yang berasal dan bersumber pada dunia dewa-dewa, dan karena senantiasa merupakan pemuka tertinggi Shinto.

Tetapi ia tidak mempunyai kekuasaan nyata dalam mengendalikan pemerintahan dan Negara (Suryohadiprojo, 1985:15).

Melihat klan Taira yang berkuasa melebihi kekuasaan Kaisar, klan Genji tidak tinggal diam begitu saja. Genji terbagi atas dua kekuasaan, yaitu Genji yang dipimpin oleh Minamoto no Yoritomo dan Genji yang dipimpin oleh Minamoto no Yoshinaka dari Kiso, yang tidak lain merupakan sepupu dari Yoritomo sendiri. Saat klan Taira meninggalkan ibukota Kyoto, Genji dari pihak Yoshinaka memasuki wilayah ibukota dan menggantikan kekuasaan Taira. Tetapi keadaan ini tidak bertahan lama.Sementara itu di Kamakura, Genji dari pihak Yoritomo semakin memperkuat prajuritnya bersama adiknya Minamoto no Yoshitsune.Minamoto no Yoritomo berhasil mengalahkan sisa-sisa keluarga Taira pada tahun 1185 pada perang Dannoura.Kekuasaan pun berpindah ke klan Minamoto. Klan Minamoto memperkuat prajuritnya di Jepang bagian timur yaitu di Kamakura (Situmorang, 2009:16).

2.3.2 Keadaan Budaya

Disaat klan Fujiwara menguasai pemerintahan, anggota keluarga mereka semua tinggal di istana dan dengan cara memperkuat posisi melalui pernikahan anggota keluarga kaisar. Jasa terbesar klan Fujiwara adalah berkembangnya budaya dan kesenian Jepang, yang mulai menggali potensi negeri sendiri, tidak hanya mengimpor

mentah-mentah budaya negara lain. Seni sastra, pakaian, melukis, puisi dan permainan olahraga seperti Igo dan Shogi berkembang di era ini.

Penghuni istana amat memiliki cita rasa seni yang tinggi.Pakaian pun dibuat indah dengan aturan warna untuk masing-masing level di istana bahkan warna yang berbeda untuk setiap musim.Kaum wanitanya pun berbusana Kimono yang sudah menggunakan teknik pencelupan warna dan sulaman yang indah.

Dalam masa Heian, timbul semangat “ke-Jepangan” yang lebih kuat dan hubungan dengan Cina pun mulai dikurangi. Bahasa Jepang yang banyak menggunakan huruf Cina atau Kanji, mulai dikembangkan dengan huruf Jepang “kana” yang disempurnakan, berupa Katakana dan Hiragana (Suryohadiprojo, 1985:13).

Walaupun pada masa itu sistem tulisan Hiragana Katakana telah diciptakan, tetapi huruf Kanji Cina tetap dipakai oleh kaum pria dari kalangan atas yang membuktikan bahwa ia terpelajar. Dengan adanya perkembangan bahasa, dunia sastra juga berkembang.Dalam hal kesusastraan, Murasaki Shikibu, bangsawan wanita yang kala itu menulis Genji Monogatari, sebuah karya sastra yang amat diakui hingga masa kini.Selain itu, ada juga Lady Sei Shonagon dengan bukunya Makura no Soshi dan banyak buku harian para bangsawan wanita, seperti Kagero Nikki, yang isinya bisa dikategorikan sebagai karya sastra.Mengapa sastra lebih banyak ditulis oleh wanita?Karena zaman itu, posisi wanita dianggap cukup penting. Seorang perempuan bila pandai menulis puisi atau cerita, bermain musik, maka ia bisa masuk ke kalangan atas dengan menjadi selir atau istri. Kaum bangsawan pria sering meminta selirnya

permintaannya itu, ia akan dihormati. Dengan pengaruh ini, nuansa kebudayaan Jepang berkembang dengan penuh cita rasa dan keindahaan.

Munculnya Konjaku Monogatari (kisah masa lalu dan sekarang) pada sekitar tahun 1100 menambah dimensi baru pada kesusastraan. Lebih dari 1000 koleksi kisah Buddhis dari China, India dan Jepang ini menonjol akan penggambarannya yang penuh tentang kehidupan bangsawan dan rakyat kebanyakan di Jepang pada waktu itu (Kedutaan Besar Jepang, 1985:163).

Pada zaman Heian juga terdapat beberapa festival yang dilaksanakan seperti Aoi Matsuri, Jidai Matsuri, Hina Matsuri dan lain sebagainya.Dalam festival ataupun acara hiburan, salah satu pertunjukkan yang dipertunjukkan adalah tarian Shirabyoushi, tarian ini muncul sejak awal zaman Heian.

2.3.3 Keadaan Masyarakat

Ada empat kelompok utama yang memegang kekuasaan selama era Heian.Kaisar dan keluarga kerajaan, aristokrasi atau bangsawan, sekte Budha terorganisir, dan prajurit provinsi atau Bushi.Peran bangsawan sangat penting dalam pemerintahan.Karena sangat jarang seorang kaisar mampu memerintah tanpa dukungan dari kalangan bangsawan.

Masyarakat Heian merupakan masyarakat Feodal agraris. Lahan pertanian yang dikenal dangan namaShoen dibuka dan dimiliki oleh tuan tanah bangsawan. Mereka lalu mempekerjakan para petani dan sekaligus menjadikannya sebagai bawahan atau

pengikut mereka.Bangsawan-bangsawan tersebut hidup dalam kemewahan dan kekuasaan yang melimpah.

Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2009:87) mengatakan bahwa pada zaman Heian (793-1185) di daerah pertanian muncul penguasa baru yang disebut bushi.Pada awalnya muncul untuk membedakan arti dengan petani. Pada awalnya mereka hidup di daerah petanian kemudian berubah menjadi masyarakat kota. Berbeda dengan masyarakat kizoku (bangsawan) pekerjaan sehari-hari mereka adalah membidangi seni.Tetapi bushi berprofesi sebagai ahli perang, dan mereka bekerja sebagai abdi pada kizoku tersebut (Situmorang, 2009:87-88).

2.4 Sosiologi Sastra

Sosiologi adalah ilmiah yang objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial.Selanjutnya dikatakan bahwa sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup. Lewat penelitian yang ketat melalui lembaga-lembaga sosial, agama, ekonomi, politik, dan keluarga, yang secara bersama-sama apa yang disebut sosiologi, dikatakan memperoleh gambaran cara manusia menyesuaikan dirinya dengan dan ditentukan oleh masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran mengenai mekanisme sosialisasi, proses belajar secara kultural, individu-individu dialokasikan pada dan menerima peranan-peranan tertentu dalam struktur sosial itu, Swingewood dalam Faruk (1994:11).

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra.Sosiologi sastra adalah cabang penelitian yang bersifat reflektif.Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyrakat.Karenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra (Endraswara, 2008:77).

Sosiologi sastra dengan menggabungkan dua disiplin yang berbeda,sosiologi dan sastra, secara harafiah mesti ditopang oleh dua teori yang berbeda,yakni teori-teori sosiologi dan teori-teori sastra. Dalam sosiologi sastra yang jelas mendominasi jelas teori-teori yang berkaitan dengan sastra, sedangkan teori-teori yang berkaitan dengan sosiologi berfungsi sebagai komplementer, Ratna (2005:18). Teori- teori sosiologi yang dapat menopang analisis sosiologis adalah teori-teori yang dapat menjelaskan hakikat fakta-fakta sosial, karya sastra sebagai sistem komunikasi, khususnya dalam kaitannya dengan aspek ekstrinsik.Soemardjan dan Soemardi dalam Soekanto (2009: 18) menyatakan bahwa Sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara pelbagai segi kehidupan bersama.

Adapun wilayah sosiologi sastra cukup luas, Wellek dan Warren dalam Damono (1984:3) membuat klasifikasi masalah sosiologi sastra yaitu:

1. Sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sabagai penghasil sastra.

2. Sosiologi sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri, yang menjadi pokok penelaan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. 3. Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra.

Karya sastra bukan semata-mata kualitas otonom atau dokumen sosial,melainkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.

Kenyataan yang ada dalam sosiologi bukanlah kenyataan objektif, tetapi kenyataan yang sudah ditafsirkan, kenyataan sebagi konstruksi sosial.Alat utama dalam menafsirkan kenyataan adalah bahasa, sebab bahasa merupakan milik bersama, di dalamnya terkandung persedian pengetahuan sosial.Lebih-lebih dalam sastra, kenyataan bersifat interpretatif, sebagai kenyataan yang diciptakan.Pada giliran kenyataannya yang tercipta dalam karya model, Lewat mana masyarakat pembaca dapat membayangkan dirinya sendiri.Karekteristik tokoh misalnya, tidak diukur atas dasar persamaanya dengan tokoh masyarakat yang dilukiskan.Sebaliknya, citra tokoh masyarakatlah yang mesti meneladani tokoh novel, karya seni sebagai model yang diteladani. Proses penafsiran bersifat bolakbalik,dwiarah, yaitu antara kenyataan dan rekaan, Teeuw (1984:224-229).

Hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror).Dalam kaitan ini, sastra dianggapa sebgai mimesis (tiruan) masyarakat.Kendati dengan demikian, sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan.

a. Studi ilmiah manusia dan masyarakat secara objektif. b. Studi lembaga-lembaga sosial lewat sastra dan sebaliknya.

c. Studi proses sosial, yaitu bagaimana masyarakat mungkin, dan bagaimana mereka melangsungkan hidupnya

2.5 Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunyaorang-perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulanhidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akanterjadi apabila orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama,saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama,mengadakan persaingan, pertikaian (konflik) dan sebagainya. Maka dapatdikatakan bahwa interaksi sosial adalah proses sosial, pengertian mana menunjukpada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yangmenyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompokmanusia, maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia.Apabiladua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur,berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan saling berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial.Menurut Soekanto (2000:71) suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu :

a. Kontak langsung b. Komunikasi

Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau cum (yang artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh), jadi artinya secara harafiah adalah bersama-sama menyentuh.Kontak merupakan aksi dari individu atau kelompok yang mempunyai makna bagi para pelakunya dan kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok lain. Makna yang diterima direspon untuk memberikan reaksi. Kontak dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung melalui gerak dari filsafat organisme, misalnya melalui pembicaraan, gerak, isyarat. Sedangkan tidak langsung adalah lewat tulisanatau bentuk-bentuk komunikasi jarak jauh seperti telepon, chatting dan sebagainya.

Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu: 1. Antara orang perorangan.

2. Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atausebaliknya. 3. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.

Kontak sosial tersebut dapat bersifat positif atau negatif. Yang bersifatpositif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau pertikaian (konflik).

Arti terpenting dari komunikasi adalah bahwa seseorang memberikantafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerakbadaniah atau sikap), perasaan-perasan apa yang ingin disampaikan oleh orangtersebut. Orang yang

oleh orang lain tersebut.Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan-perasaansuatu kelompok manusia atau orang perseorangan dapat diketahui oleh kelompok-kelompoklain atau orang-orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahanuntuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya.

Komunikasimemungkinkan kerja sama antara orang perorangan atau antara kelompok-kelompokmanusia dan memang komunikasi merupakan salah satu syarat terjadikerja sama. Akan tetapi tidak selalu komunikasi menghasilkan kerja sama bahkansuatu pertikaian/konflik mungkin akan terjadi sebagai akibat salah paham ataukarena masing- masing tidak mau mengalah. Bentuk-bentuk interaksi sosial dapatberupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition) dan bahkan dapat jugaberbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Konflik terjadi sesudah timbulemosi, rasa benci dan rasa marah, sehingga pihak-pihak yang bersangkutan inginmenyerang, melukai, merusak atau memusnahkan pihak lain.

2.5.1 Konflik Sosial

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti salingmemukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antaradua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusahamenyingkirkan pihak lain

dengan menghancurkannya atau membuatnya tidakberdaya ( http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik).Pribadi maupun kelompok yang menyadari adanya perbedaan-perbedaanmisalnya ciri-ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilakudan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat

mempertajam perbedaanyang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian (conflict). Perasaanmemegang peranan penting dalam mempertajam perbedaan-perbedaan tersebutsedemikian rupa, sehingga masing-masing berusaha untuk saling menghancurkan.Perasaan biasanya berwujud amarah dan rasa saling benci yangmenyebabkan dorongan-dorongan untuk melukai atau menyerang pihak lain, atauuntuk menekan dan menghancurkan individu atau kelompok yang menjadi lawan.Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial di mana individu ataukelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain

Dokumen terkait