• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2. Saran

1. Penyesuaian penempatan semua perangkat smartdatalog termasuk solarcell dan sensor perlu lebih diperhatikan jika akan digunakan pada lahan agar dapat bekerja dengan baik.

2. Ada beberapa port sensor yang terdapat pada smartdatalog yang belum digunakan.

Port tersebut sebaiknya digunakan agar smartdatalog dapat termodifikasi dan kemampuan dalam pengaturan serta pemantauan irigasi bertambah, misalnya dengan menambahkan sensor kelembaban pada port tersebut.

3. Dilihat dari daya baterai yang kurang memadai sehingga terjadi error pada saat sistem kontrol berjalan seperti saat alat mati atau saat daya melemah sehingga sensor tidak dapat bekerja secara baik, maka sebaiknya digunakan baterai dengan daya yang lebih besar. Misalnya daya baterai yang semula digunakan 12V 9Ah diganti dengan baterai berdaya 12V 12Ah.

36

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2009. Apa itu Mikrokontroler ?. [terhubung berkala]. http://hme.ee.itb.ac.id/elektron/?p=32

[ 3 Agustus 2010 ].

Anderson, M.P.; Woessner, W.W. (1992). Applied Groundwater Modeling: Simulation of Flow and Advective Transport (2nd Edition ed.). Academic Press.

Arif, C., SK. Saptomo, BI. Setiawan dan MA. Iskandar. 2009. Simulasi Komputer Penerapan Teknik Kendali Fuzzy Sederhana untuk Pengaturan Muka Air Tanah di Lahan Padi SRI. Jurnal irigasi. Hordeski, M. 1994. Transducers for Automation. Van Nostrand Reinhold Company. New York. Kartasapoetra, A.G. 1991. Teknologi Pengairan Pertanian Irigasi. Erlangga. Jakarta.

Kilian, C.T. 1996. Modern Control Technology. West Publishing Co.

Mahalik, N.P. 2004. Mechatronics : Principles, Concepts and Application. Tata McGraw-Hill Pub.Company Limited.

Najiyati, S. 1993. Sistem Penyaluran Air dalam Dampak Petunjuk Mengairi Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta

Rasidin. 2001. Rancangan Sistem Pengendali Tinggi Air [ Skripsi ]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sahlinal, D., Zuriati, Dewi K.W. 2007. Sistem Otomatisasi Penyiraman Bibit Tanaman Berbasis

Programmable Logic Controller ( PLC ). Jurnal Informatika. 7(1).

Saptomo, S.K., B.I. Setiawan. 2010. Pengembangan Sistem Irigasi Otomatis untuk Lahan Produksi Pertanian. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saptomo, S.K., B.I. Setiawan dan Y. Nakano. 2004. Water Regulation in Tidal Agriculture Using Wetland Water Level Control Simulator. The CIGR Journal or Scientific Research and Development. Manuscript LW 03 001.

Septiawan, F. 2010. Pengertian Sensor. [ terhubung berkala ]. http:// farisseptiawan. blogspot. com /2010/03/pengertian-sensor.html [ 18 Agustus 2010 ].

Siswoyo, B. 2007. Pengantar Tentang Sistem Kontrol. [ terhubung berkala ]. http:// elektro. brawijaya. ac.id/bsw/kuliah-1/sistem-kontrol/dasar-dasar-sistem-kontrol/ [ 27 Januari 2010 ].

Stansberry, M. 2010. How To Calculate Solar Cell To Charge Battery. [ terhubung berkala ].

http://ehow.com/how_6102118_calculate-solar-cell-charge-battery.html [ 18 January 2011 ]

Tim Penyusun. 2008. Modul Kuliah Teknik Irigasi dan Drainase. Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wicaksono, H. 2010. Automasi 1 ( Bab 2. Relay-Prinsip dan Aplikasi). Teknik Elektro, Universitas Kristen Petra. Surabaya.

37

LAMPIRAN

38 Lampiran 1. Data Kalibrasi Sensor Smartdatalog

Kalibrasi Sensor Smartdataloger

cm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Rata2 25 4.28 4.28 4.28 4.28 26 4.28 4.28 4.27 4.28 27 4.27 4.27 4.27 4.27 28 4.26 4.26 4.26 4.26 29 4.26 4.26 4.26 4.26 30 4.25 4.25 4.25 4.25 31 4.24 4.24 4.24 4.24 32 4.24 4.24 4.24 4.24 33 4.23 4.23 4.23 4.23 34 4.22 4.22 4.22 4.22 35 4.22 4.22 4.22 4.22 36 4.21 4.21 4.21 4.21 37 4.2 4.21 4.2 4.20 38 4.2 4.2 4.2 4.2 39 4.19 4.19 4.19 4.19 40 4.18 4.19 4.19 4.19 41 4.18 4.18 4.18 4.18 42 4.17 4.17 4.17 4.17 43 4.17 4.17 4.17 4.17 44 4.16 4.16 4.16 4.16 45 4.16 4.16 4.16 4.16

39 Lampiran 2. Data Kalibrasi Sensor HIOKI

kalibrasi HIOKI (2008-080121932)

cm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 rata2 25 1.389 1.393 1.393 1.392 26 1.405 1.408 1.407 1.407 27 1.423 1.427 1.426 1.425 28 1.445 1.447 1.447 1.446 29 1.464 1.466 1.465 1.465 30 1.481 1.484 1.485 1.483 31 1.503 1.504 1.502 1.503 32 1.522 1.521 1.522 1.522 33 1.541 1.542 1.545 1.543 34 1.56 1.563 1.562 1.562 35 1.58 1.582 1.579 1.580 36 1.599 1.599 1.602 1.6 37 1.619 1.62 1.623 1.621 38 1.638 1.639 1.641 1.639 39 1.66 1.661 1.66 1.660 40 1.677 1.678 1.67 1.675 41 1.696 1.696 1.697 1.696 42 1.717 1.717 1.716 1.717 43 1.739 1.736 1.737 1.737 44 1.757 1.757 1.759 1.758 45 1.778 1.777 1.778 1.778

40 Lampiran 2. Lanjutan

kalibrasi HIOKI (2008-080121921)

cm ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 rata2 25 1.41 1.415 1.414 1.413 26 1.425 1.428 1.428 1.427 27 1.441 1.447 1.445 1.444 28 1.465 1.467 1.467 1.466 29 1.483 1.487 1.487 1.486 30 1.501 1.504 1.507 1.504 31 1.523 1.524 1.523 1.523 32 1.54 1.541 1.543 1.541 33 1.559 1.561 1.565 1.562 34 1.578 1.582 1.582 1.581 35 1.599 1.601 1.598 1.599 36 1.617 1.619 1.622 1.619 37 1.637 1.639 1.642 1.639 38 1.657 1.657 1.661 1.658 39 1.676 1.68 1.678 1.678 40 1.696 1.697 1.69 1.694 41 1.713 1.714 1.716 1.714 42 1.734 1.736 1.734 1.735 43 1.757 1.753 1.756 1.755 44 1.775 1.775 1.777 1.776 45 1.796 1.793 1.799 1.796

41 Lampiran 3. Box Simulasi Irigasi

42 Lampiran 3. Lanjutan

43 Lampiran 3. Lanjutan

Tempat setting sensor tekanan smartdatalog

Tempat setting sensor tekanan HIOKI logger inlet

outlet

ANALISIS UNJUK KERJA PENGONTROLAN TINGGI MUKA

AIR PADA SISTEM IRIGASI OTOMATIS MENGGUNAKAN

PERANGKAT BERBASIS MIKROKONTROLER

SKRIPSI

ANDI DWI CAHYO

F14061056

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

PERFORMANCE ANALYSIS OF WATER TABLE LEVEL CONTROL SYSTEM

ON THE AUTOMATIC IRRIGATION SYSTEM BASED ON

MICROCONTROLLER

Andi Dwi Cahyo1, Satyanto Krido Saptomo2 1

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

2

Departement of Civil and Environmental Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia

ABSTRACT

Global climate and rain pattern change cause difficulty in weather prediction and increase uncertainty water supply. Therefore, technology which can increase water distribution efficiency is needed. Automatic control had important role in improving the performance of a dynamic system. Automatic control could raise production rate and minimize human error from routine manual operation. Smartdatalog is an automatic logger equipment based on microcontroler that could be used as controler and collector data on field. The automatic control system was installed at simulation equipment. All of sensor were priorly calibrated, and the automatic water level system were operated for 7 days. Measurement data were water table level and power consumption during the process. The error of measurement data were analysed using RMSE. Smartdatalog observed water pressure every one minute, meanwhile HIOKI observed water pressure every 15 seconds. The smardatalog had capability in monitoring of water tabel level in high accuracy with correlation coefficient value of the sensor is 0.995. Using RMSE (Root Mean Square Error) error data is less than 5% in every setpoint. Based on analysis of power consumption the result showed that batterys was only able to use for 15 hours. A mount of battery power releases for relay, sensor, and amplifier were 65.59 Wh, 24.37 Wh, and 27.85 Wh on every setpoint.

Andi Dwi Cahyo. F14061056. 2011. Analisis Unjuk Kerja Pengontrolan Tinggi Muka Air Pada Sistem Irigasi Otomatis Menggunakan Perangkat Berbasis Mikrokontroler. Di bawah bimbingan Satyanto K. Saptomo.

RINGKASAN

Perubahan iklim global dan perubahan pola hujan yang terjadi menyebabkan cuaca sulit di prediksi sehingga menimbulkan ketidakpastian ketersediaan air. Karena itu perlu dicari teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi pemberian air irigasi. Pada perkembangan ilmu dan teknologi saat ini, kontrol otomatis memiliki peranan yang penting dalam memberikan kemudahan untuk mendapatkan performansi pada sistem dinamik. Kontrol otomatis dapat mempertinggi laju produksi, meniadakan pekerjaan-pekerjaan rutin dan membosankan yang harus dilakukan operator. Perangkat kontrol otomatis bermacam-macam jenisnya. Smartdatalog merupakan sebuah perangkat data loger otomatis berbasis mikrokontroler yang juga memiliki fungsi kontrol otomatis. Perangkat dapat berfungsi sebagai pengontrol dan pengambil data kemudian menyimpannya sehingga dapat digunakan untuk memonitor pergerakan tinggi muka air tanah pada lahan.

Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis kinerja alat pengontrol tinggi muka air pada sistem irigasi otomatis yang berbasis mikrokontroler. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium dengan menggunakan boks model aliran air dalam tanah.. Pengujian dilakukan dengan mengatur ketinggian muka air tanah yang ada di dalam boks dengan menggunakan perangkat kontrol

smartdatalog dan memantaunya. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Tanah dan Air, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan Oktober – Desember 2010.

Kegiatan penelitian meliputi persiapan tempat simulasi irigasi dengan alat kontrol otomatis yang akan digunakan. Kemudian alat kontrol tersebut diinstalasi ke boks model aliran air dalam tanah. Setiap sensor yang akan digunakan sebelumnya dikalibrasi, kemudian alat dijalankan selama 7 hari. Data yang diambil adalah data harian tinggi muka air dan data kebutuhan daya selama alat dijalankan. Data yang telah didapat kemudian diolah dengan menggunakan RMSE untuk mengetahui besar error yang terjadi dan besar daya penggunaan baterai selama alat tersebut dijalankan

Pada smartdatalog data yang diperoleh adalah data hasil pemantauan tekanan air setiap 1 menit sedangkan data dari HIOKI merupakan data hasil pemantaun tekanan air setiap 15 detik. Dari kedua sensor tersebut akan dapat dilihat tinggi muka air di dalam boks dan error yang terjadi pada alat. Data di dalam smartdatalog didapat dengan cara mengunduh data dari loger dengan menggunakan software smartdatalog.

Setelah dilakukan kalibrasi terlihat bahwa kemampuan smartdatalog dalam memantau tinggi muka air memiliki tingkat keakuratan yang tinggi. Tinggi nilai koefisien determinasi persamaan kalibrasi dari sensor yang digunakan yaitu sebesar 0.995. Selain itu juga dengan menggunakan RMSE (Root Mean Square Error) terlihat persentase simpangan pada data yaitu kurang dari 5% pada setiap

setpoint yang dilakukan. Berdasarkan analisis daya baterai didapat bahwa baterai rata-rata hanya mampu bertahan selama 15 jam setelah baterai discharge. Daya yang dibutuhkan untuk relay, sensor, dan penguat masing-masing sebesar 65.59 Wh, 24.37 Wh, dan 27.85 Wh pada setiap set point.

ANALISIS UNJUK KERJA PENGONTROLAN TINGGI MUKA

AIR PADA SISTEM IRIGASI OTOMATIS MENGGUNAKAN

PERANGKAT BERBASIS MIKROKONTROLER

SKRIPSI

ANDI DWI CAHYO

F14061056

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

PERFORMANCE ANALYSIS OF WATER TABLE LEVEL CONTROL SYSTEM

ON THE AUTOMATIC IRRIGATION SYSTEM BASED ON

MICROCONTROLLER

Andi Dwi Cahyo1, Satyanto Krido Saptomo2 1

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

2

Departement of Civil and Environmental Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia

ABSTRACT

Global climate and rain pattern change cause difficulty in weather prediction and increase uncertainty water supply. Therefore, technology which can increase water distribution efficiency is needed. Automatic control had important role in improving the performance of a dynamic system. Automatic control could raise production rate and minimize human error from routine manual operation. Smartdatalog is an automatic logger equipment based on microcontroler that could be used as controler and collector data on field. The automatic control system was installed at simulation equipment. All of sensor were priorly calibrated, and the automatic water level system were operated for 7 days. Measurement data were water table level and power consumption during the process. The error of measurement data were analysed using RMSE. Smartdatalog observed water pressure every one minute, meanwhile HIOKI observed water pressure every 15 seconds. The smardatalog had capability in monitoring of water tabel level in high accuracy with correlation coefficient value of the sensor is 0.995. Using RMSE (Root Mean Square Error) error data is less than 5% in every setpoint. Based on analysis of power consumption the result showed that batterys was only able to use for 15 hours. A mount of battery power releases for relay, sensor, and amplifier were 65.59 Wh, 24.37 Wh, and 27.85 Wh on every setpoint.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Irigasi

2.1.1 Pengertian Irigasi

Irigasi adalah upaya pemberian air dalam bentuk lengas (kelembaban) tanah sebanyak keperluan untuk tumbuh dan berkembang bagi tanaman. Pengertian lain dari irigasi adalah penambahan kekurangan kadar air tanah secara buatan yakni dengan memberikan air secara sistematis pada tanah yang diolah.

Jaringan irigasi merupakan prasarana irigasi yang terdiri atas bangunan dan saluran air beserta perlengkapnya. Sistem jaringan irigasi dapat dibedakan antara jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier. Jaringan irigasi utama meliputi bangunan-bangunan utama yang dilengkapi dengan saluran pembawa, saluran pembuang. dan bangunan pengukur. Jaringan irigasi tersier merupakan jaringan irigasi di petak tersier, beserta bangunan pelengkap lainnya yang terdapat di petak tersier (Kartasapoetra, 1991).

Berdasarkan letak dan fungsinya saluran irigasi teknis dibedakan menjadi :

a) Saluran Primer (Saluran Induk) yaitu saluran yang lansung berhubungan dengan saluran bendungan yang fungsinya untuk menyalurkan air dari waduk ke saluran lebih kecil.

b) Saluran Sekunder yaitu cabang dari saluran primer yang membagi saluran induk kedalam saluran yang lebih kecil (tersier).

c) Saluran Tersier yaitu cabang dari saluran sekunder yang langsung berhubungan dengan lahan atau menyalurkan air ke saluran-saluran kwarter.

d) Saluran kwarter yaitu cabang dari saluran tersier dan berhubungan langsung dengan lahan pertanian.

(Najiyati, 1993)

2.1.2 Irigasi di Indonesia

Peranan irigasi dalam meningkatkan dan menstabilkan produksi pertanian tidak hanya bersandar pada produktivitas saja tetapi juga pada kemampuannya untuk meningkatkan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang berhubungan dengan input produksi. Irigasi mengurangi resiko kegagalan panen karena ketidakpastian hujan dan kekeringan, membuat unsur hara yang tersedia menjadi lebih efektif, menciptakan kondisi kelembaban tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman, serta hasil dan kualitas tanaman yang lebih baik.

Metoda penggunaan air irigasi untuk tanaman dapat digolongkan ke dalam: (a) irigasi permukaan (surface irrigation), (b) irigasi bawah-permukaan tanah (sub-surface irrigation), (c) irigasi curah (sprinkler), dan (d) irigasi tetes (drip atau trickle irrigation). Irigasi curah dan tetes disebut juga irigasi bertekanan (pressurized irrigation). Pemilihan metoda irigasi tersebut tergantung pada: (a) air yang tersedia, (b) iklim, (c) tanah, (d) topografi, (e) kebiasaan, dan (f) jenis dan nilai ekonomi tanaman.

Pada irigasi permukaan berdasarkan perbedaan status kelembaban tanah dan keperluan air tanaman dibedakan menjadi dua hal yakni: (a) irigasi padi sawah dan (b) irigasi untuk tanaman bukan-padi sawah (upland crops). Sebagian besar irigasi di Indonesia termasuk pada irigasi

4

permukaan. Irigasi bertekanan, sprinkler dan tetes banyak digunakan di perusahaan agro-industri. Irigasi curah digunakan pada perkebunan tebu, kopi, nenas, bawang, dan jagung. Irigasi tetes digunakan pada pertanian rumah kaca untuk melon, cabai, bunga krisan, dan sayuran.

Akhir-akhir ini berkembang di masyarakat suatu teknologi budidaya sawah yang hemat air, hemat biaya, dan berproduksi tinggi yakni teknologi SRI (sistem of rice intensification). SRI dikembangkan sejak tahun 1980 oleh Fr. Henri de Laulanie, S.J, seorang pendeta Perancis yang bertugas di Madagaskar sejak tahun 1961.

2.1.3 Kebutuhan Air Tanaman dan Pemakaian Air

Penggunaan konsumtif adalah jumlah total air yang dikonsumsi tanaman untuk penguapan (evaporasi), transpirasi dan aktivitas metabolisme tanaman. Kadang-kadang istilah itu disebut juga sebagai evapotranspirasi tanaman. Jumlah evapotranspirasi kumulatif selama pertumbuhan tanaman yang harus dipenuhi oleh air irigasi, dipengaruhi oleh jenis tanaman, radiasi surya, sistim irigasi, lamanya pertumbuhan, hujan dan faktor lainnya. Jumlah air yang ditranspirasikan tanaman tergantung pada jumlah lengas yang tersedia di daerah perakaran, suhu dan kelembaban udara, kecepatan angin, intensitas dan lama penyinaran, tahapan pertumbuhan, tipe dedaunan.

Terdapat dua metoda untuk mendapatkan angka penggunaan konsumtif tanaman, yakni (a) pengukuran langsung dengan lysimeter bertimbangan (weighing lysimeter) atau tidak bertimbangan dan (b) secara tidak langsung dengan menggunakan rumus empirik berdasarkan data unsur cuaca.

Secara tidak langsung dengan menggunakan rumus empirik berdasarkan data unsurcuaca, pertama menduga nilai evapotranspirasi tanaman acuan1 (ETo). ETo adalah jumlah air yang dievapotranspirasikan oleh tanaman rumputan dengan tinggi 15~20 cm, tumbuh sehat, menutup tanah dengan sempurna, pada kondisi cukup air. Ada berbagai rumus empirik untuk pendugaan evapotranspirasi tanaman acuan (ETo) tergantung pada ketersediaan data unsur cuaca, antara lain: metoda Blaney-Criddle, Penman, Radiasi, Panci evaporasi (FAO, 1987). Akhir-akhir ini (1999) FAO merekomendasikan metoda Penman-Monteith untuk digunakan jika data iklim tersedia (suhu rerata udara harian, jam penyinaran rerata harian, kelembaban relatif rerata harian, dan kecepatan angin rerata harian). Selain itu diperlukan juga data letak geografi dan elevasi lahan di atas permukaan laut.

Selanjutnya untuk mengetahui nilai ET tanaman tertentu maka ETo dikalikan dengannikai Kc yakni koefisien tanaman yang tergantung pada jenis tanaman dan tahap pertumbuhan. Nilai Kc tersedia untuk setiap jenis tanaman.

ETc = Kc x ETo .../1/

Keperluan air untuk ETc ini dipenuhi oleh air hujan (efektif) dan kalau tidak cukup olehair irigasi. Keperluan air irigasi atau KAI dinyatakan dengan persamaan:

KAI = ETc - He .../2/

Hujan efektif (He) adalah bagian dari total hujan yang digunakan untuk keperluan tanaman.

2.1.4 Kebutuhan Air Pada Berbagai Tahap Pertumbuhan Tanaman Padi

Tahap pertumbuhan padi dibagi menjadi: (a) pesemaian (10-30 hss)(seedling atau juvenile period), (b) periode pertumbuhan vegetatif (0-60 hst), (c) periode reproduktif atau generatif (50-100 hst) dan (d) periode pematangan (100-120 hst).

5 Periode pesemaian

Periode ini merupakan awal pertumbuhan yang mencakup tahap perkecambahan benih serta perkembangan radicle (akar muda) dan plume (daun muda). Selama periode ini air yang dikonsumsi sedikit sekali. Apabila benih tergenang cukup dalam pada waktu cukup lama sepanjang periode perkecambahan, maka pertumbuhan radicle akan terganggu karena kekurangan oksigen.

Pertumbuhan vegetatif

Periode ini merupakan periode berikutnya setelah tanam (transplanting) yang mencakup (a) tahap pemulihan dan pertumbuhan akar (0-10 hst), (b) tahap pertumbuhan anakan maksimum (10-50 hst) (maximum tillering) dan (c) pertunasan efektif dan pertunasan tidak efektif (35-45 hst). Selama periode ini akan terjadi pertumbuhan jumlah anakan.

Segera setelah tanam, kelembaban yang cukup diperlukan untuk perkembangan akar-akar baru. Kekeringan yang terjadi pada peiode ini akan menyebabkan pertumbuhan yang jelek dan hambatan pertumbuhan anakan sehingga mengakibatkan penurunan hasil. Pada tahap berikutnya setelah tahap pertumbuhan akar, genangan dangkal diperlukan selama periode vegetatif ini. Beberapa kali pengeringan (drainase) membantu pertumbuhan anakan dan juga merangsang perkembangan sistim akar untuk berpenetrasi ke lapisan tanah bagian bawah. Fungsi respirasi akar pada periode ini sangat tinggi sehingga ketersediaan udara (aerasi) dalam tanah dengan cara drainase (pengeringan lahan) diperlukan untuk menunjang pertumbuhan akar yang mantap. Selain itu drainase juga membantu menghambat pertumbuhan anakan tak-efektif

(noneffective tillers).

Periode reproduktif (generatif)

Periode ini mengikuti periode anakan maksimum dan mencakup tahap perkembangan awal malai (panicle primordia) (40-50 hst), masa bunting (50-60 hst)(booting), pembentukan bunga (60-80 hst) (heading and flowering). Situasi ini dicirikan dengan pembentukan dan pertumbuhan malai.

Pada sebagian besar dari periode ini dikonsumsi banyak air. Kekeringan yang terjadipada periode ini akan menyebabkan beberapa kerusakan yang disebabkan olehterganggunya pembentukan panicle, heading, pembungaan dan fertilisasi yang berakibat pada peningkatan sterilitas sehingga mengurangi hasil.

Periode pamatangan (ripening atau fruiting)

Periode ini merupakan periode terakhir dimana termasuk tahapan pembentukan susu(80-90 hst) (milky), pembentukan pasta (90-100 hst) (dough), matang kuning (100-110 hst) (yellow ripe) dan matang penuh (110-120 hst) (full ripe). Selama periode ini sedikit air diperlukan dan secara berangsur-angsur sampai sama sekali tidak diperlukan air sesudah periode matang kuning

(yellow ripe). Selama periode ini drainase perlu dilakukan, akan tetapi pengeringan yang telalu awal akan mengakibatkan bertambahnya gabah hampa dan beras pecah (broken kernel),

sedangkan pengeringan yang terlambat mengakibatkan kondisi kondusif tanaman rebah.

Pada periode vegetatif jumlah air yang dikonsumsi sedikit, sehingga kekurangan air pada periode ini tidak mempengaruhi hasil secara nyata asalkan tanaman sudah pulih dan sistim perakarannya sudah mapan. Tahapan sesudah panicle primordia, khususnya pada masa bunting,

6

menghasilkan pengurangan hasil tak terpulihkan. Dengandemikian perencanaan program irigasi di areal dimana jumlah air irigasinya terbatas untuk menggenangi sawah pada seluruh periode, prioritas harus diberikan untuk memberikan air irigasi selama periode pemulihan dan pertumbuhan akar serta seluruh periode pertumbuhan reproduktif.

2.1.5 Metoda pemberian air pada padi sawah

Terdapat dua metoda pemberian air untuk padi sawah yakni: (a) Genangan terus menerus(continuous submergence) yakni sawah digenangi terus menerus sejak tanam sampai panen; (b) Irigasi terputus atau berkala (intermittent irrigation) yakni sawah digenangi dan dikeringkan berselang-seling. Permukaan tanah diijinkan kering padasaat irigasi diberikan. Keuntungan irigasi berkala adalah sebagai berikut:

(a) menciptakan aerasi tanah, sehingga mencegah pembentukan racun dalam tanah (b) menghemat air irigasi

(c) mengurangi masalah drainase Keuntungan irigasi kontinyu adalah:

(a) tidak memerlukan kontrol yang ketat (b) pengendalian gulma lebih murah (c) operasional irigasi lebih mudah.

2. 2. Sistem Kontrol

2.2.1 Pengertian Sistem Kontrol

Sistem kendali atau sistem kontrol (control sistem) adalah suatu alat (kumpulan alat) untuk mengendalikan, memerintah, dan mengatur keadaan dari suatu sistem. Dalam industri, sistem kontrol merupakan sebuah sistem yang meliputi pengontrolan variabel-variabel seperti temperatur (temperature), tekanan (pressure), aliran (flow), level, dan kecepatan (speed). Untuk mengimplentasikan teknik sistem kontrol (Sistem Control Engineering) dalam industri diperlukan banyak keahlian atau keilmuan seperti dibidang: teknologi mekanik (mechanical engineering), teknik elektrik (electrical engineering), elektronik (electronics) dan sistem pneumatik (pneumatic sistems). Ada dua konsep dasar dalam sistem kontrol yang dikenal yaitu sistem kontrol lup terbuka (open-loop control sistem) atau umpan-maju (feedforward) dan sistem kontrol lup tertutup (closed-loop control sistem) atau umpan-balik (feedback) (Hordeski, 1994).

1. Sistem kontrol secara manual

Sistem kontrol secara manual, proses pengaturannya dilakukan secara manual oleh operator dengan mengamati keluaran secara visual, kemudian dilakukan koreksi variabel-variabel kontrolnya untuk mempertahankan hasil keluarannya. Sistem kontrol itu sendiri bekerja secara open loop, yang berarti sistem kontrol tidak dapat melakukan koreksi variabel untuk mempertahankan hasil keluarannya. Perubahan ini dilakukan secara manual oleh operator setelah mengamati hasil keluarannya melalui alat ukur atau indikator.

2. Sistem kontrol otomatis

Sistem kontrol otomatis dapat melakukan koreksi variabel-variabel kontrolnya secara otomatis, dikarenakan ada untai tertutup (closed loop) sebagai umpan balik (feedback) dari

7

hasil keluaran menuju ke masukan setelah dikurangkan dengan nilai setpointnya. Pengaturan secara untai tertutup ini (closed loop) tidak memerlukan operator untuk melakukan koreksi variabel-variabel kontrolnya karena dilakukan secara otomatis dalam sistem kontrol dalam sistem kontrol itu sendiri (Siswoyo, 2007).

Dengan demikian keluaran akan selalu dipertahankan berada pada kondisi stabil sesuai dengan set point yang ditentukan. Secara umum, sistem kontrol lup tertutup terdiri dari (Mahalik, 2004):

Plant : sistem atau proses yang akan dikontrol yaitu aktuator Input : nilai referensi yang diinginkan atau disebut setpoint

Alat ukur : alat pengukur yang berfungsi memberikan informasi keadaan yang sebenarnya disebut sensor

Pengontrol : alat algoritma yang mampu merespon sinyal kontrol agar menghasilkan output yang respek terhadap setpoint dan mengukur present value sehingga menghasilkan isyarat error.

Output : keluaran yang telah dikendalikan dan dihasilkan oleh sistem.

Gambar 2.1 kontrol lup tertutup

Dalam sebuah kontrol otomatis suatu kondisi terkontrol (controlled condition) dapat berupa temperatur, tekanan, kelembaban, level, atau aliran. Hal ini mengartikan bahwa elemen pengukuran dapat berupa sensor temperatur, transduser tekanan atau tramitter, detektor level, sensor kelembaban atau sensor aliran. Sementara variabel manipulasinya dapat berupa uap air, air, udara, listrik, minyak atau gas, sedangkan perangkat terkontrol dapat berupa sebuah klep, damper (penghadang), pompa atau kipas angin.

2.2.2 Sensor

Sensor adalah alat untuk mendeteksi/mengukur sesuatu, yang digunakan untuk mengubah variasi mekanis, magnetis, panas, sinar dan kimia menjadi tegangan dan arus listrik. Dalam lingkungan sistem pengendali dan robotika, sensor memberikan kesamaan yang menyerupai mata, pendengaran, hidung, lidah yang kemudian akan diolah oleh kontroler sebagai otaknya.

Sensor dalam teknik pengukuran dan pengaturan secara elektronik berfungsi mengubah besaran fisik (misalnya : temperatur, gaya, kecepatan putaran) menjadi besaran listrik yang

Dokumen terkait