• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

a. Dalam sistem persediaan minimum untuk obat-obatan harus benar-benar diterapkan baik dengan metode Analisis VEN, Analisis Pareto ABC maupun Analisis VEN-ABC supaya dapat menghindari kekosongan stok. b. Perlu ditingkatkan atau diperbaikinya sarana dan prasarana dalam

pengelolaan administrasi dengan menggunakan sistem komputerisasi dalam pencatatan stok barang sehingga aktivitas dapat berlangsung lebih efisien dan cepat sertapeningkatan kenyamanan konsumen saat menunggu proses pelayanan, dengan penyediaan televisi ataupun radio.

Kementerian Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.

Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers.

Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers.

Umar, Muhammad. (2011). Manajemen Apotek Praktis cetakan keempat. Jakarta: Wira Putra Kencana.

Widiyanti, Teja. (2005). Penerapan Analisis Pareto dalam Manajemen Persediaan di Suatu Perusahaan Farmasi Industri Sekunder. Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Lampiran 4a. Ruang Tunggu Apotek Atrika

Lampiran 5a. Lemari Penyimpanan Narkotik

Lampiran 7. Etiket dan Label yang Digunakan di Apotek Atrika

Lampiran 8a. Kopi Resep Apotek Atrika

Lampiran 8b. Surat Pesanan Apotek Atrika

Lampiran 9a. Surat Pesanan Narkotika

Lampiran 12. Berita Acara Pemusnahan Resep

POM.53.OB.53.AP.53.P1

BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP

Pada hari ini …… tangggal ……… bulan ……. tahun ………. sesuai dengan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, kami yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Apoteker Pengelola Apotek : S.I.P.A Nomor : Nama Apotek : Alamat Apotek : Dengan disaksikan oleh :

1. Nama : Jabatan : S.I.K. Nomor : 2. Nama : Jabatan : S.I.K. Nomor :

Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas penyimpanan selama tiga tahun, yaitu:

Resep dari tanggal …………... sampai dengan tanggal ……… seberat ……….. kg.

Tempat dilakukan pemusnahan :

Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada:

1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. 2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi

3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 4. Satu sebagai arsip di Apotek.

……, ……… 20….

Saksi-saksi: Yang membuat berita acara, 1. ( ) ( )

S.I.K No: S.I.P.A. No: 2. ( )

Lampiran 13a. Kartu Stok Kecil

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ATRIKA

JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT

PERIODE 21 – 30 AGUSTUS DAN

30 SEPTEMBER – 28 OKTOBER 2013

TUGAS KHUSUS

DAFTAR OBAT GENERIK, HARGA DAN JENIS PENYAKIT

YANG DITANGGUNG BPJS DI ERA SJSN

ALI SYAIFULLOH MUNTHYA, S. Farm.

1206329335

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JANUARI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ATRIKA

JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT

PERIODE 21 – 30 AGUSTUS DAN

30 SEPTEMBER – 28 OKTOBER 2013

TUGAS KHUSUS

DAFTAR OBAT GENERIK, HARGA DAN JENIS PENYAKIT

YANG DITANGGUNG BPJS DI ERA SJSN

ALI SYAIFULLOH MUNTHYA, S. Farm.

1206329335

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JANUARI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ATRIKA

JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT

PERIODE 21 – 30 AGUSTUS DAN

30 SEPTEMBER – 28 OKTOBER 2013

TUGAS KHUSUS

DAFTAR OBAT GENERIK, HARGA DAN JENIS PENYAKIT

YANG DITANGGUNG BPJS DI ERA SJSN

ALI SYAIFULLOH MUNTHYA, S. Farm.

1206329335

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ATRIKA

JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT

PERIODE 21 – 30 AGUSTUS DAN

30 SEPTEMBER – 28 OKTOBER 2013

TUGAS KHUSUS

DAFTAR OBAT GENERIK, HARGA DAN JENIS PENYAKIT

YANG DITANGGUNG BPJS DI ERA SJSN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

ALI SYAIFULLOH MUNTHYA, S. Farm.

1206329335

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JANUARI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ATRIKA

JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT

PERIODE 21 – 30 AGUSTUS DAN

30 SEPTEMBER – 28 OKTOBER 2013

TUGAS KHUSUS

DAFTAR OBAT GENERIK, HARGA DAN JENIS PENYAKIT

YANG DITANGGUNG BPJS DI ERA SJSN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

ALI SYAIFULLOH MUNTHYA, S. Farm.

1206329335

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JANUARI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ATRIKA

JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT

PERIODE 21 – 30 AGUSTUS DAN

30 SEPTEMBER – 28 OKTOBER 2013

TUGAS KHUSUS

DAFTAR OBAT GENERIK, HARGA DAN JENIS PENYAKIT

YANG DITANGGUNG BPJS DI ERA SJSN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

ALI SYAIFULLOH MUNTHYA, S. Farm.

1206329335

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

HALAMAN JUDUL ... ii DAFTAR ISI... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 2.1 Landasan Filosofi Sistem Jaminan Sosial Nasional ... 3 2.2 Asas, Tujuan, Dan Prinsip Penyelenggaraan SJSN... 3 2.3 Jenis Program Jaminan Sosial ... 5 2.4 Kepesertaan ... 7 2.5 Manfaat... 9 2.6 Besaran Iuran... 9 2.7 Tugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ... 11 2.8 Wewenang BPJS ... 12 2.9 Hak BJPS... 15 2.10 Kewajiban BPJS ... 15 2.11 Anggota BPJS... 16 2.12 Penyelenggara BPJS ... 17 2.13 Aset BPJS ... 18 2.14 Biaya Operasional BPJS... 19 2.15 Pemberi Pelayanan Kesehatan... 21 2.16 Landasan Hukum PPK ... 21 2.17 Dasar Hukum mengenai PPK... 22 2.18 Prosedur Pelayanan Kesehatan... 24 2.19 Obat Generik ... 27

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 32 5.1 Kesimpulan... 32 5.2 Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33 LAMPIRAN... 34

1.1 Latar Belakang

Salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap orang atau warga negara berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah telah mengesahkan UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Indonesia adalah satu dari sedikit negara berkembang yang mengalami masalah sosial-ekonomi besar karena kekeliruan mendasar dalam praktik peran pemerintah. Empat bidang yang seharusnya menjadi pilar pelayanan pemerintah yaitu kesehatan, pendidikan, hukum/pengadilan, dan keamanan dijadikan

komoditas pasar malah ‘diperdagangkan’. Kekeliruan ini telah menimbulkan

risiko sosial-ekonomi rakyat menjadi tinggi. Dalam kondisi tingginya risiko tersebut, wajarlah jika masing-masing orang mencari jalannya sendiri-sendiri (meskipun tidak bisa ditolerir) untuk memastikan kehidupannya dan keluarganya di masa datang (Thabrany, 2008).

Reformasi kebijakan sosial yang menjamin rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar, khususnya dalam bidang kesehatan, sesungguhnya telah dimulai melalui implementasi awal pengembangan Jaminan/Asuransi Kesehatan Nasional (AKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Pengalaman penyelenggaraan Askes, secara Nasional, selama 40 tahun sudah lebih dari cukup untuk memperluas cakupan AKN secara Nasional. Hanya saja, kerja keras berbagai pihak masih diperlukan untuk memastikan bahwa pengambil keputusan, akademisi, politisi, dan pengawas sosial tidak memikirkan kepentingan jangka pendek yang merusak fondasi dan tatanan sosial yang yang kuat yang berkesinambungan. Untuk 10 tahun ke depan, strategi utama perluasan AKN adalah memperluas cakupan kepada penduduk yang saat ini belum memiliki jaminan kesehatan dari sumber manapun. Sementara yang kini telah memperoleh jaminan kesehatan, misalnya dari perusahaan yang membeli asuransi kesehatan

swasta, dapat berpindah ke sistem AKN yang jauh lebih murah setiap saat mereka merasa lebih diuntungkan. Untuk mencapai hal tersebut, maka status badan hukum badan penyelenggara yang kini PT. Persero harus diubah menjadi BPJS, suatu badan hukum publik milik seluruh peserta, dengan tetap menggunakan style manajemen perusahaan untuk efisiensi dan efektifitas. Untuk mendukung penghematan biaya diutamakan penggunaan obat-obat generik (Thabrany, 2008).

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang masing-masing akan beroperasi pada 1 Januari 2014 dan 1 Juli 2015 masih menyimpan sejumlah persoalan seperti mengenai jenis penyakit berat apa yang bisa ditanggung oleh BPJS. Selain itu apakah sebaiknya penyakit-penyakit ringan seperti batuk, pilek, dan sejenisnya tidak ditanggung dalam BPJS karena umumnya penyakit-penyakit seperti itu masyarakat miskin masih sanggup membiayai sendiri (Anonim, 2013).

Dalam UU 36 tahun 2009, apoteker adalah salah satu tenaga kesehatan. Sebagai salah satu tenaga kesehatan penting untuk mengetahui daftar, harga jual dan harga eceran tertinggi obat generik serta jenis penyakit yang ditanggung BPJS di era SJSN agar terjaminnya ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan dalam jumlah dan jenis yang cukup, berkhasiat, aman, dan bermutu di sarana pelayanan kesehatan. Apoteker selain harus meningkatkan wawasan mengenai obat-obatan secara keilmuan juga perlu selalu mengikuti informasi terbaru seputar perundang-undangan yang berkaitan dengan obat dan kesehatan. Sebagai salah satu contohnya adalah regulasi penggunaan obat generik dan penyakit yang ditanggung oleh BPJS di era SJSN yang dilaksanakan pemerintah dan stakeholder yang terkait.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui daftar obat generik, harga dan jenis penyakit yang ditanggung BPJS di era SJSN.

2.1 Landasan Filosofi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 2.1.1 Pasal 34 ayat 2 UUD 45

"Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan".

2.1.2 Pasal 28 H ayat 3 UUD 45

“Setiap orang berhak atas Jaminan Sosial yang memungkinkan

pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat"

2.1.3 Konvensi ILO 102 tahun 1952

Standar minimal Jaminan Sosial (Tunjangan kesehatan, tunjangan sakit, tunjangan pengangguran, tunjangan hari tua, tunjangan kecelakaan kerja, tunjangan keluarga, tunjangan persalinan, tunjangan kecacatan, tunjangan ahli waris.

2.2. Asas, Tujuan, Dan Prinsip Penyelenggaraan SJSN

Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip :

 Prinsip kegotong royongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong- royong dari peserta yang mampu kepada peserta yamg kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang

berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit.

 Melalui prinsip kegotong-royongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan keadalan sosial bagi keseluruhan rakyat Indonesia.

 Prinsip nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba (nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan sosial, akan tetapi tujuan utama penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

 Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

 Prinsip portabilitas. Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 Prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.

 Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

 Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam Undang-Undang ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.

2.3. Jenis Program Jaminan Sosial 2.3.1 Jaminan Kesehatan;

Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan. Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran.

Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya.

Manfaat jaminan kesehatan diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan Badan Penelenggara Jaminan Sosial. Dalam keadaan darurat, pelayanan dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan Kompensasi. Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.

Besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut. Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak permintaan pembayaran diterima. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan, kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.

2.3.2 Jaminan Kecelakaan Kerja

Jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial. Jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang yang telah membayar iuran.

Peserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak mendapatkan manfaat berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan mendapatkan manfaat berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap atau meninggal dunia. Manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia atau pekerja yang cacat sesuai dengan tingkat kecacatan.

2.3.3 Jaminan Hari Tua

Jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib. Jaminan hari tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan berdasarkan seluruh akumulasi iuran yang telah disetorkan ditambah hasil pengembangannya.

Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun. Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima manfaat jaminan hari tua.

2.3.4 Jaminan Pensiun

Jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib. Jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Jaminan pensiun diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti. Usia pensiun ditetapkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.3.5 Jaminan Kematian

Jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial. Jaminan kematian diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.

2.4 Kepersertaan

Jaminan Kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. (* Ekuitas: Kesetaraan memperoleh manfaat & akses). Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 yang termasuk peserta Sistem Jaminan Kesehatan Nasional yaitu:

• Yg membayar iuran atau yang dibayarkan oleh pemerintah(tidak mampu)

• Termasuk anggota keluarga inti (S/I/2A yang sah)

• Anggota keluarga lain dengan iuran tambahan

• Pekerja dengan PHK ditanggung maks 6 bulan, setelah 6 bulan blm bekerja dan dinilai tidak mampu akan ditanggung Negara

• Cacat total dan tidak mampu ditanggung negara

Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.

Pemberi Kerja, dalam melakukan pendaftaran wajib memberikan data dirinya dan Pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.

Setiap orang, selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan penerima Bantuan Iuran, yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program Jaminan Sosial wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS, sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti. Setiap orang sebagaimana yang telah disebutkan wajib memberikan data mengenai dirinya dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS. Pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang dan ingin mengikutsertakan anggota keluarga yang wajib membayar tambahan iuran.

Setiap orang yang tidak mengikuti ketentuan diatas, dikenai sanksi administratif. Sanksi administratif dapat berupa:

• teguran tertulis (dilakukan oleh BPJS)

• denda (dilakukan oleh BPJS) dan atau;

• tidak mendapat pelayanan publik tertentu (dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah atas permintaan BPJS).

Pemerintah mendaftarkan penerima Bantuan Iuran dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS. Penerima Bantuan Iuran wajib memberikan data mengenai diri sendiri dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada Pemerintah untuk disampaikan kepada BPJS.

UU SJSN menetapkan berbagai ketentuan untuk mempercepat pemenuhan hak rakyat atas PJKN (Program Jaminan Kesehatan Nasional), yaitu

1. Menetapkan pendekatan keluarga yang dapat diperluas dari keluarga inti (nuclear family) ke keluarga besar (extended family);

 penjelasan Pasal 20 ayat (2): anggota keluarga adalah istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, sebanyak-banyaknya 5 orang

 penjelasan Pasal 20 ayat (3): yang dimaksud anggota keluarga yang lain dalam ketentuan ini adalah anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua. Untuk mengikutsertakan anggota keluarga yang lain, pekerja memberi surat kuasa kepada pemberi kerja untuk menambahkan iurannya kepada BPJS. 2. Mewajibkan pemerintah untuk membayar iuran bagi masyarakat miskin dan

cacat tetap total;

3. Memperpanjang masa perlindungan hingga 6 bulan pasca pemutusan kerja dan selanjutnya apabila tetap tidak bekerja dan masuk kriteria tidak mampu, kewajiban membayar iuran diambil alih oleh pemerintah.

2.5 Manfaat

• Manfaat komprehensif : Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif

• Pengenaan iur biaya utk pelayanan yg berpotensi moral hazard : Obat suplemen, tindakan yang tdk sesuai kebutuhan medis

• Pelayanan dilakukan pada faskes pemerintah & swasta yang bekerjasama dgn BPJS

• Dalam kondisi darurat pelayanan dapat dilakukan pada faskes yang tidak bekerjasama

• Pelayanan rawat inap di kelas standar

• Daftar dan harga obat serta BMHP yang dijamin BPJS ditetapkan pemerintah

• Jenis pelayanan yang tdk dijamin ditetapkan pemerintah

2.6 Besaran Iuran

Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS. Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. Peserta yang bukan Pekerja dan bukan penerima Bantuan Iuran wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. Pemerintah membayar dan menyetor Iuran untuk penerima Bantuan Iuran kepada BPJS.

Terdapat tiga ketentuan yang mengatur besaran iuran sesuai dengan Pasal 27 UU SJSN, yaitu:

1. Besaran iuran yang proporsional terhadap upah atau penghasilan bagi peserta dari kelompok pekerja di dalam hubungan kerja dan ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja; proporsi dan batas besaran iuran (minimal dan maksimal) ditetapkan dalam Perpres;

2. Besaran iuran tetap dalam bentuk nominal bagi peserta dari kelompok pekerja di luar hubungan kerja, besaran nominal ditinjau berkala dan ditetapkan dalam Perpres;

3. Besaran iuran bagi penerima bantuan iuran ditetapkan dalam Perpres dan harus diharmonisasikan dengan ketentuan dalam PP Penerima Bantuan Iuran.

Dalam rapat koordinasi tingkat Menteri yang diadakan di Kemenakertrans pada tanggal 1 Juli 2013 telah diputuskan:

1. Iuran bagi PBI Jamkes sebesar Rp. 19.200,-/jiwa/bulan

2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan:

a. Bagi Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri, 3% dibayar oleh pemberi kerja dan 2% dibayar oleh pekerja.

b. Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah selain PNS, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri, 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh pekerja.

4. Iuran bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja

Dokumen terkait