• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III Kesimpulan dan Saran

B. Saran

a. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan perawat lebih optimal dalam memberikan pelayanan terhadap kebutuhan dasar mobilisasi sehingga dapat mencegah masalah kebutuhan dasar mobilisasi yang lebih buruk. Diperlukan dokumentasi intervensi dan implementasi agar ada sinkron antara perawat di masing-masing shift.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan bagi staf pengajar dapat meningkatkan pengayaan, penerapan, dan pengajaran asuhan keperawatan kepada mahasiswa, meningkatkan ilmu pengetahuan dan memberikan keterampilan yang lebih kepada mahasiswa dan menambah referensi tentang pemahaman kebutuhan mobilisasi, serta pada mahasiswa dapat memahami kesenjangan antara teori dan aplikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilisasi.

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

A.Konsep Dasar Kebutuhan Mobilisasi 1. Definisi

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan imobilisasi yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Potter & Perry, 2005).

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh untuk bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit-khususnya penyakit degeneratif, dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh) (Mubarak dan Chayatin, 2007).

2. Fisiologi Pergerakan

Kondisi gerakan tubuh merupakan fungsi terintegrasi dari sistem skeletal, otot skelet, dan sistem saraf. Pergerakan merupakan rangkaian antara sistem muskuloskeletal dan sistem persarafan (Tarwoto dan Wartonah, 2006). Menurut Asmadi (2008), komponen sistem muskuloskeletal melibatkan tulang, otot, tendon, ligamen, kartilago dan sendi.

1. Tulang

Tulang adalah jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel yaitu osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Fungsi tulang antara lain:

i. Sebagai penunjang jaringan tubuh yang membentuk otot-otot tubuh.

ii. Melindungi organ tubuh yang lunak, seperti otak, jantung, paru-paru, dan sebagainya. iii.Membantu pergerakan tubuh.

iv.Menyimpan garam-garam mineral, seperti kalsium.

v. Membantu proses hematopoiesis yaitu proses pembentukan sel darah merah di sumsum tulang.

2. Otot

Otot secara umum berfungsi untuk kontraksi dan menghasilkan gerakan-gerakan. Otot ada tiga macam, yaitu otot rangka, otot polos, dan otot jantung. Otot rangka terdapat pada sistem skeletal dan merupakan otot yang paling berperan dalam mekanik tubuh. Otot rangka berfungsi dalam membantu pengontrolan gerakan, mempertahankan postur tubuh, dan

5

menghasilkan panas. Ketiga macam otot tersebut dipersarafi oleh saraf tepi yang terdiri atas serabut motoris dan medula spinalis.

3. Tendon

Tendon adalah sekumpulan jaringan fibrosa padat yang merupakan perpanjangan dari pembungkus otot dan membentuk ujung-ujung otot yang mengikatkannya pada tulang. Tendon ini dibatasi oleh membran sinovial yang berfungsi untuk memberikan pelicin agar pergerakan tendon menjadi mudah.

4. Ligamen

Ligamen adalah sekumpulan jaringan penyambung fibrosa yang padat, lentur, dan kuat. Ligamen berfungsi menghubungkan ujung persendian dan menjaga kestabilan.

5. Kartilago

Kartilago terdiri atas serat yang tertanam dalam suatu gel yang kuat, tetapi elastis dan tidak mempunyai pembuluh darah. Zat makanan yang sampai ke sel kartilago berasal dari kapiler di perikondrium (jaringan fibrosa yang menutupi kartilago) dengan proses difusi, atau pada kartilago sendi melalui cairan sinovial.

6. Sendi

Persendian memfasilitasi pergerakan dengan memungkinkan terjadinya kelenturan. Ada beberapa jenis persendian, antara lain sendi sinartroses (sendi yang tidak bergerak), sendi amfiartroses (sendi yang pergerakannya terbatas hanya satu gerakan, seperti tulang vertebrae), dan sendi diartroses (sendi yang bebas pergerakannya, seperti sendi bahu dan sendi leher).

3. Jenis Mobilitas

Ada dua jenis mobilitas menurut Hidayat (2009) yaitu: a. Mobilitas Penuh

Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.

b. Mobilitas Sebagian

Mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas

6

sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

i. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang. ii. Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak

dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.

4. Faktor yang Memengaruhi Mobilisasi

Menurut Hidayat (2009), mobilisasi seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:

a. Gaya Hidup

Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.

b. Proses Penyakit/ Cedera

Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah.

c. Kebudayaan

Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat; sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas.

d. Tingkat Energi

Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.

e. Usia dan Status Perkembangan

Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.

7

5. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Hidayat (2009) mengatakan bahwa pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan mobilitas dan immobilitas adalah sebagai berikut:

1. Riwayat Keperawatan Sekarang

Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilitas dan immobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan immobilitas, daerah terganggunya mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.

2. Riwayat Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita

Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis (kecelakaan cerebrovascular, trauma kepala, peningkatan tekanan intrakranial, miastenia gravis, guillain barre, cedera medula spinalis), riwayat penyakit sistem muskuloskeletal(infark miokard,gagal jantung kongestif), riwayat penyakit sistem muskuloskeletal (osteoporosis, fraktur, artritis), riwayat penyakit sistem pernafasan (penyakit paru obstruksi menahun, pneumonia), riwayat pemakaian obat, seperti sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksansia, dan lain-lain.

3. Kemampuan Fungsi Motorik dan Fungsi Sensorik

Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.

4. Kemampuan Mobilitas

Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun dan berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:

Tingkat Aktivitas/ Mobilitas

Kategori

Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh. Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawas orang lain.

Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawas orang lain, dan peralatan.

Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan.

8

5. Kemampuan Rentang Gerak

Pengkajian mobilisasi pasien berfokus pada rentang gerak, gaya berjalan, latihan, dan toleransi aktivitas, serta kesejajaran tubuh. Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh: sagittal, frontal, dan transversal tubuh. Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah seperti: kepala (leher spinal servikal), bahu, siku, lengan, jari-tangan, ibu jari, pergelangan tangan, pinggul, dan kaki(lutut, telapak kaki, jari kaki).

6. Perubahan Intoleransi Aktivitas

Pengkajian intoleransi yang berhubungan dengan perubahan pada sistem pernafasan, antara lain: suara napas, analisis gas darah, gerakan dinding thoraks, adanya mucus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat repirasi dan sistem kardiovaskuler seperti nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.

Gerak Sendi Derajat Rentang Normal Bahu

Abduksi: Gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas.

180 Siku

Fleksi: Angkat lengan bawah kearah depan dan ke arah atas menuju bahu.

150 Pergelangan tangan

Fleksi: Tekuk jari-jari tangan kearah bagian dalam lengan bawah.

Ekstensi: Luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi.

Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin. Abduksi: Tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas.

Adduksi: Tekuk pergelangan tangan kearah kelingking, telapak tangan menghadap ke atas. 80-90 80-90 70-90 0-20 30-50

Tangan dan jari

Fleksi: Buat kepala tangan. Ekstensi: Luruskan jari.

Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin.

Abduksi: Kembangkan jari tangan. Adduksi: Rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi.

90 90 30 20 20

9

7. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi

Dalam pengkajian kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan:

Skala Persentase Kekuatan Normal Karakteristik 0 1 2 3 4 5 0 10 25 50 75 100 Paralisis sempurna.

Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat. Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan. Gerakan yang normal melawan gravitasi.

Gerakan penuh yang normal

melawan gravitasi dengan melawan tahanan minimal.

Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahanan penuh.

8. Perubahan Psikologis

Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan mobilitas dan immobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme koping, dan lain-lain.

2. Analisa Data

Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data Fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien (Potter & Perry, 2005).

Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan pasien. Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi pasien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah pasien. Pengumpulan data dimulai sejak pasien masuk ke rumah sakit (initial assessment), selama pasien dirawat secara terus-menerus (ongoing

10

assessment),serta pengkajian ulang untuk menambah / melengkapi data (re-assessment) (Potter & Perry, 2005).

Tujuan Pengumpulan Data :

1. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan pasien. 2. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan pasien. 3. Untuk menilai keadaan kesehatan pasien.

4. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langah-langkah berikutnya. Tipe Data :

1. Data Subjektif

Data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide pasien tentang status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan, frustrasi, mual, perasaan malu (Potter & Perry, 2005).

2. Data Objektif

Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran (Potter & Perry, 2005). Dan terdiri dari tiga karakteristik data sebagai berikut:

a. Lengkap

Data yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah klien yang adekuat. Misalnya klien tidak mau makan selama 3 hari. Perawat harus mengkaji lebih dalam mengenai masalah klien tersebut dengan menanyakan hal-hal sebagai berikut: Apakah tidak mau makan karena tidak ada nafsu makan atau disengaja? Apakah karena adanya perubahan pola makan atau hal-hal yang patologis? Bagaimana respon pasien mengapa tidak mau makan (Potter & Perry, 2005).

b. Akurat dan Nyata

Perawat harus berpikir secara akurat dan nyata untuk membuktikan benar tidaknya apa yang didengar, dilihat, diamati dan diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua data yang mungkin meragukan. Apabila perawat merasa kurang jelas atau kurang mengerti terhadap data yang telah dikumpulkan, maka perawat harus berkonsultasi dengan perawat yang lebih mengerti. Misalnya, pada observasi : “pasien selalu diam dan sering menutup mukanya dengan kedua tangannya. Perawat berusaha mengajak pasien berkomunikasi, tetapi pasien selalu diam dan tidak menjawab pertanyaan perawat. Jika

11

keadaan pasien tersebut ditulis oleh perawat bahwa pasien depresi berat, maka hal itu merupakan perkiraan dari perilaku pasien dan bukan data yang aktual. Diperlukan penyelidikan lebih lanjut untuk menetapkan kondisi pasien. Dokumentasikan apa adanya sesuai yang ditemukan pada saat pengkajian (Potter & Perry, 2005).

c. Relevan

Pencatatan data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak sekali data yang harus dikumpulkan. Kondisi seperti ini bisa diantisipasi dengan membuat data komprehensif tetapi singkat dan jelas (Potter & Perry, 2005). Dengan mencatat data yang relevan sesuai dengan masalah pasien merupakan data fokus terhadap masalah pasien dan sesuai dengan situasi khusus berdasar sumber data terdiri dari:

i. Sumber data primer

Pasien adalah sumber utama data (primer) dan perawat dapat menggali informasi yang sebenarnya mengenai masalah kesehatan pasien (Potter & Perry, 2005).

ii. Sumber data sekunder

Informasi dapat diperoleh melalui orang terdekat pada pasien seperti, orang tua, suami atau istri, anak, dan teman pasie. Jika pasien mengalami gangguan keterbatasan dalam berkomunikasi atau kesadaran yang menurun, misalnya pasien dalam kondisi tidak sadar (Potter & Perry, 2005).

iii. Sumber data lainnya

a. Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya.

Catatan kesehatan terdahulu dapat digunakan sebagai sumber informasi yang dapat mendukung rencana tindakan perawatan (Potter & Perry, 2005).

b. Riwayat penyakit

Pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan merupakan riwayat penyakit yang diperoleh dari terapis. Informasi yang diperoleh adalah hal-hal yang difokuskan pada identifikasi patologis dan untuk menentukan rencana tindakan keperawatan (Potter & Perry, 2005).

c. Konsultasi

Terapis memerlukan konsultasi dengan anggota tim kesehatan spesialis, khususnya dalam menentukan diagnosa medis atau dalam merencanakan dan melakukan tindakan medis. Informasi tersebut dapat diambil guna membantu menegakkan diagnosa (Potter & Perry, 2005).

12

d. Hasil pemeriksaan diagnostik

Seperti hasil pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik, dapat digunakan perawat sebagai data objektif yang dapat disesuaikan dengan masalah kesehatan pasien. Hasil pemeriksaan diagnostik dapat digunakan membantu mengevaluasi keberhasilan dari tindakan keperawatan (Potter & Perry, 2005).

e. Perawat lain

Jika pasien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lainnya, maka perawat harus meminta informasi kepada perawat yang telah merawat pasien sebelumnya (Potter & Perry, 2005).

f. Kepustakaan

Data dasar pasien yang komprehensif, perawat dapat membaca literatur yang berhubungan dengan masalah pasien (Potter & Perry, 2005).

3. Rumusan Masalah

Diagnosa keperawatan pada gangguan mobilisasi fisik harus aktual dan potensial berdasarkan pengumpulan data yang selama pengkajian dimana perawat menyusun strategi keperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya berhubungan dengan kesejajaran tubuh buruk atau gangguan mobilisasi (Potter & Perry, 2006).

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan mobilisasi (NANDA dalam Potter & Perry, 2006) yaitu:

1. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengankesejajaran tubuh yang buruk dan penurunan mobilisasi.

2. Risiko cedera yang berhubungan denganketidaktepatan mekanika tubuh, ketidaktepatan posisi dan ketidaktepatan pemindahan yang buruk.

3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan statis sekresi paru dan ketidaktepatan posisi tubuh.

4. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan penurunan pengembangan paru, penumpukan sekresi paru dan ketidaktepatan posisi tubuh.

5. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan pola nafas tidak simetris, penurunan pengembangan paru dan penumpukan sekresi paru.

6. Gangguan integritas kulit atau risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi, tekanan permukaan kulit, dan gaya gesek.

7. Gangguaneliminasi urine yang berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi, risiko infeksi dan retensi urin.

13

8. Risiko infeksi yang berhubungan dengan statisnya sekresi paru, kerusakan integritas kulit, dan statisnya urine.

9. Inkontinensia total yang berhubungan dengan perubahan pola eliminasi dan keterbatasan mobilisasi.

10. Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan pengurangan tingkat aktivitas dan isolasi sosial.

11. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan pengurangan tingkat aktivitas dan isolasi sosial.

12. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi dan ketidaknyamanan.

4. Perencanaan

Berdasarkan diagnosa keperawatanhambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak maka intervensi dari diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan mobilisasi dan ketidaktepatan mekanika tubuh diatas (NANDA dalam Potter & Perry, 2006) adalah:

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat mobilisasi pasien dengan (tingkatan 0-4) secara berkala.

2. Kaji kekuatan otot/kemampuan fungsional mobilitas sendi

dengan menggunakan (skala kekuatan otot 0-5) secara teratur. 3. Monitor tanda-tanda vital. 4. Ubah posisi menimal setiap 2 jam (telentang, miring), dan sebagainya jika bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu. 5. Instruksi/bantu pasien melakukan latihan ROM pasif/aktif secara konsisten. 6. Instruksikan pasien pada aktivitas sesuai dengan kemampuannya.

1. Menunjukkan perubahan tingkatan mobilitas pasien setiap hari.

2. Menentukan perkembangan peningkatan kekuatan

otot/mobilitas sendi pasien sebelum dan sesudah dilakukan latihan rentang gerak (ROM).

3. Kelumpuhan otot

mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas.

4. Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.

5. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah

kontraktur dan meningkatkan pemulihan fungsi kekuatan

14

7. Melibatkan pasien dalam perawatan untuk mengurangi depresi dan kebosanan yang berkaitan dengan terapi mobilisasi ROM.

8. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik (fisioterapi)/ okupasi dan atau rehabilitasi spesialis. 9. Ajarkan keluarga dalam melakukan latihan rentang gerak mobilisasi (ROM) sesuai dengan jadwal pengobatan dan perawatan pada pasien.

otot dan sendi.

6. Meningkatkan kemampuan aktivitas mandiri pasien, harga diri, dan peran diri pasien sehari-hari.

7. Peran pasien mendukung motivasi diri untuk menikmati pengobatan dan perawatan diberikan.

8. Mendukung peningkatan kekuatan otot dan fungsi ekstremitas fungsional dan mencegah kontraktur. 9. Peran keluarga sangat menbantu peningkatan kesehatan pasien dalam mobilisasi fisik di rumah sakit dan atau dirumah.

B. Pengkajian Pasien di Rumah Sakit

Berdasarkan penugasan dan sesuai dengan jadwal praktek mahasiswa di rumah sakit, pada tanggal 2 Juni 2014 mahasiswa melakukan pengkajian keperawatan pada pasien Ny. O. Berikut deskripsi dari hasil pengkajian yang dilakukan dan secara lengkap terdapat di lampiran 1.

1. Biodata

Seorang perempuan Ny.O, berusia 60 tahun dan belum menikah, agama Kristen Katolik. Ny. O bekerja sebagai wiraswasta dengan pendidikan terakhir SLTA, yang beralamat di Teluk Gong Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Pada tanggal 17 Mei 2014 dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan dengan nomor rekam medik 00.92.60.44. Pasien tidak pernah dioperasi dan didiagnosa skizofrenia.

2. Keluhan Utama

Pasien tidak dapat berjalan dan tidak diketahui penyebabnya. 3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien tidak dapat berjalan diakibatkan oleh kelemahan ektremitas bawah secara tiba-tiba dan tidak diketahui penyebabnya. Hal-hal yang memperbaikinya pasien dibawa terapi 3 kali

15

seminggu ke fisioterapi. Pasien mengatakan kakinya sulit digerakkan dan pasien tidak dapat berjalan. Lokasinya di bagian kaki kanan pasien dan tidak menyebar. Pasien dapat mengangkat kakinya dengan kekuatan otot derajat 3 dan waktunya tidak dapat diukur karena kaki pasien mengalami hambatan mobilisasi sejak masuk rumah sakit.

4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Pasien tidak memiliki penyakit serius yang pernah dialaminya. Namun, pasien pernah mengalami kecelakaan sepeda motor. Pasien langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan dan dirawat di rumah sakit kurang lebih dua hari. Pasien tidak pernah dioperasi. Pasien memiliki riwayat alergi terhadap seafood seperti udang dan kepiting. Pasien tidak mengingat lagi imunisasi apa yang pernah diberikan kepadanya.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Saat dilakukan pengkajian ditemukan bahwa ayah pasien memiliki riwayat hipertensi dan ibu pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus. Saudara kandung dari pasien tidak memiliki gangguan penyakit seperti yang dialami oleh pasien. Anggota keluarga pasien juga tidak ada yang mengalami gangguan jiwa. Pasien memiliki penyakit keturunan yang ada dari kedua orangtuanya yang sudah meninggal yaitu Hipertensi dan Diabetes Melitus.

6. Riwayat Obstetrik

Pasien belum menikah sehingga tidak memiliki riwayat obstetrik. 7. Riwayat Keadaan Psikososial

Pasien kurang mengerti tentang penyakit yang dialaminya. Pasien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya, dan memiliki kemauan untuk sembuh serta bisa bekerja kembali. Di keluarganya pasien berperan sebagai anak dan selama sakit sebagian besar aktivitas pasien dibantu oleh perawat. Pasien juga merasa diperhatikan oleh perawat di ruangan. Keadaan emosi pasien saat ini labil. Orang yang berarti bagi pasien adalah kedua orangtuanya. Hubungan pasien dengan keluarganya tampaknya kurang baik, karena pasien tidak pernah dikunjungi oleh anggota keluarganya. Hubungan pasien dengan orang lain cukup baik dan tidak ada hambatan bagi pasien selama berhubungan dengan orang lain. Pasien menganut agama Kristen Katolik dan kegiatan ibadah pasien selama sakit berdoa.

8. Status Mental

Dari hasil pengkajian didapat tingkat kesadaran pasein kompos mentis, penampilan tidak rapi, pembicaraan lambat, alam perasaan sedih, afek datar dan interaksi selama wawancara kontak mata pasien kurang.

16

9. Pemeriksaan Fisik

Secara umum didapati pasien sadar, lemah, dan tidak dapat berjalan sehingga pasien terbaring di tempat tidur dan aktivitasnya dibantu oleh perawat dengan suhu tubuh 36,5ºC, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 kali/menit, pernafasan 20 kali/ menit, skala nyeri 3 (1-10), tinggi badan 155cm dan berat badan 65Kg. Dalam melakukan pengkajian dilakukan juga

Dokumen terkait