• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Bagi pengrajin tahu perlu untuk mengolah air limbahnya terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air agar tidak memberikan dampak buruk terhadap lingkungan sekitarnya.

2. Bagi pemerintah perlu untuk melakukan sosialisasi kepada pengrajin tahu tentang pengolahan air limbah tahu dengan menggunakan biodekstran agar mengurangi dampak pencemaran air.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas biodekstran dalam upaya menurunkan zat-zat kimia berbahaya yang lain pada air limbah jenis industri lainnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Cair

Menurut KepMenKes No.1204 Tahun 2004, limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.

Menurut PerMenLH No.5 Tahun 2014, limbah cair adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair yang kemungkinan mengandung mikroorganisme pathogen, bahan kimia beracun, dan radioaktivitas.

Menurut Soeparman, Soeparmin (2001), limbah cair merupakan gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan), sumber industri, dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan, atau air hujan. Sedangkan yang dimaksud dengan limbah cair industri adalah limbah cair yang sebagian besar terdiri dari buangan industri.

Dari beberapa defenisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa limbah cair merupakan semua air buangan baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik dan industri yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun, dan radioaktif yang bebahaya bagi kesehatan.

8

2.1.1 Sumber Air Limbah

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 yang dikutip oleh Mulia (2005), air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestic) maupun industri (industry).

1. Air limbah rumah tangga

Air limbah rumah tangga terdiri dari 3 fraksi penting: a. Tinja (faeces), berpotensi mengandung mikroba pathogen

b. Air seni (urine), umumnya mengandung Nitrogen dan Posfor, serta kemungkinan kecil mikroorganisme.

c. Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci dan kamar mandi. Grey water sering juga disebut dengan istilah sullage.

2. Air limbah industri

Berbeda dengan air limbah rumah tangga, zat-zat yang terkandung di dalam air limbah industri sangat bervariasi sesuai dengan pemakaiannya di masing-masing industri, oleh sebab itu, dampak yang diakibatkannya juga sangan bervariasi, bergantung kepada zat-zat yang terkandung didalamnya.

2.1.2 Komposisi Air Limbah

Komposisi air limbah sebagian besar terdiri dari air (99,9%) dan sisanya terdiri dari partikel-partikel padat terlarut dan tidak terlarut sebesar 0,1%. Partikel-partikel padat terdiri dari zat organik (± 70%) dan zat anorganik (± 30%). Zat-zat organik tersebut sebagian sudah terurai (Degredable) yang merupakan sumber makanan dan media yang baik bagi bakteri dan mikroorganisme yang lain.

Sedangkan pada zat-zat anorganik terdiri dari butiran, garam, dan logam berat yang merupakan bahan pencemar yang penting (Djabu dalam Suhermanto, 2003).

2.1.3 Parameter Air Limbah

Menurut Mulia (2005), dalam air limbah terdapat parameter-parameter yang perlu untuk diketahui. Parameter tersebut dapat menentukan kualitas dan karakteristik dari air limbah tersebut. Beberapa parameter tersebut diantaranya : 1. BOD (Biological Oxygen Demand)

BOD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram/liter yang diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri pada suhu 20oC selama 5 hari. Biasanya dalam waktu 5 hari, sebanyak 60-70% kebutuhan terbaik karbon dapat tercapai. BOD hanya menggambarkan kebutuhan oksigen untuk penguraian bahan organik yang dapat didekomposisikan secara biologis (biodegradable). 2. COD (Chemical Oxygen Demand)

COD menggambarkan jumlah total oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didekomposisi secara biologis (non biodegradable). Oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel.

3. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen = DO)

DO adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan milligram per liter. Oksigen terlarut ini digunakan sebagai tanda derajat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut maka

10

4. Kesadahan (Hardness)

Kesadahan adalah gambaran kation logam divalent (valensi 2) yang terdapat dalam air. Kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan maupun dengan anion-anion yang terdapat dalam air membentuk endapan atau karat paada peralatan logam.

5. Settleable Solid

Settleable solid adalah lumpur yang mengendap dengan sendirinya pada kondisi yang tenang selama 1 jam secara gaya beratnya sendiri.

6. TSS (Total Suspended Solid)

TSS adalah jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membrane berukuran 0,45 mikron. Material tersuspensi dapat dibagi menjadi zat padat dan koloid.

7. Kekeruhan (Turbidity)

Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air sungai, kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid dalam air.

2.1.4 Proses Pengolahan Limbah Cair

Tujuan utama pengolahan limbah cair adalah mengurangi kandungan Biochemical Oxygen Demand (BOD), Suspended Solids (SS), dan organisme patogen (Klei& Sundstorm dalam Soeparman, Soeparmin, 2001). Selain tujuan di atas, pengolahan limbah cair dibutuhkan untuk menghilangkan kandungan nutrien, bahan kimia beracun, senyawa yang tidak dapat diuraikan secara biologis (non biodegrable), dan padatan terlarut.

Menurut Soeparman, Soeparmin (2001), proses pengolahan limbah cair umumnya dibagi mejadi 4 kelompok yaitu :

1. Pengolahan pendahuluan

Pengolahan pendahuluan digunakan untuk memisahkan padatan kasar, mengurangi ukuran padatan, memisahkan minyak atau lemak, dan proses menyetarakan fluktuasi aliran limbah pada bak penampung. Unit yang terdapat dalam pengolahan pendahuluan adalah :

a. Saringan (bar Screen /bar racks) untuk menghilangkan padatan kasar b. Pencacah (comminutor) untuk memotong padatan tersaring.

c. Bak penangkap pasir (grit chamber) untuk mengendapkan partikel padat yang terkandung dalam air buangan.

d. Penangkap lemakdan minyak (skimmer and grease trap) untuk mengapungkan cairan dan mengurangi padatan.

e. Bak penyetaraan (equalization basin) untuk meredam fluktuasi sehingga menjadi stabil.

2. Pengolahan tahap pertama

Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengendapkan partikel yang terdapat dalam efluen pengolahan pendahuluan, sehingga pengolahan tahap pertama sering disebut proses sedimentasi. Pada proses ini limbah cair mengalir ke dalam tangki ataupun ke bak pengendap dengan kecepatan aliran sekitar 0,9 cm/detik sehingga padatan akan mengendap di dasar tangki secara gravitasi. Akibatnya, limbah cair menjadi lebih jernih.

12

Oleh karena proses ini menyebabkan limbah cair menjadi jernih, maka tangki pengendapan ini disebut Clafirier. Karena hal ini terjadi pada bak pengendap awal, maka disebut dengan “Primary Clarifier”. Dibagian dasar tangki atau bak pengendap ini akan dihasilkan lumpur proses sedimentasi. Tahap selanjutnya, lumpur yang terkumpul dipompa atau dipindahkan secara manual ke unit pengolahan lumpur.

Efisiensi tangki sedimentasi dalam pengurangan kandungan BOD maupun SS bergantung pada beban permukaan maupun waktu penahanan yang dilakukan. Dalam tangki dengan waktu penahanan 2 jam, diperkirakan 60% padatan tersuspensi (SS) dari limbah cair yang masuk mengendap dalam tangki. Pengendapan ini mengakibatkan berkurangnya kandungan BOD sebesar ± 30%. Jumlah BOD yang dapat dikurangi sangat bergantung pada jumlah BOD yang terkandung dalam zat yang terendap. Bagian air yang jernih di permukaan tangki selanjutnya mengalir keluar melewati alat ukur debit menuju pengolahan tahap kedua.

3. Pengolahan tahap kedua

Pengolahan tahap kedua disebut juga pengolahan secara biologis (Biological Treatment) karena pada tahap ini memanfaatkan mikroorganisme untuk menguraikan limbah cair dalam bentuk bahan organik terlarut menjadi produk yang lebih sederhana dan partikel yang dapat mengendap. Produk yang dihasilkan disebut lumpur aktif.

Proses pengolahan ini merupakan tahapan penting dalam rangkaian proses pengolahan limbah cair. Hal ini disebabkan pada tahap inilah terjadi reduksi zat

organik yang sesungguhnya. Efluen dari tahap ini seharusnya dibuang ke badan air penerima sesuai dengan kelas badan air tersebut. Jika efluen dari pengolahan tahap kedua akan dimanfaatkan kembali atau badan air penerima menuntut persyaratan yang ketat, maka diperlukan pengolahan tahap ketiga. Selain itu, pada pengolahan tahap kedua ini, proses desinfeksi diperlukan jika kandungan mikroorganisme dalam efluen tidak memenuhi standar.

Agar diperoleh hasil yang memuaskan dalam proses pengolahan secara biologis, perlu diperhatikan beberapa faktor sebagai berikut :

a. Konsentrasi mikroorganisme yang tinggi dalam reaktor. b. Kontak yang cukup antara influen dengan mikroorganisme.

c. Kondisi lingkungan yang sesuai bagi mikroorganisme saat reaksi berlangsung.

d. Pemisahan mikroorganisme dari efluen mudah dilakukan

Berdasarkan teknik pengendalian (immobilisasi) mikroorganisme dalam media yang digunakan, pengolahan limbah cair secara biologis dapat dikelompokkan menjadi suspended growth processes dan attached growth processes.

a. Suspended growth processes

Suspended growth processes adalah proses pengolahan dengan memanfaatkan mikroorganisme pengurai zat organik yang tersuspensi dalam limbah cair yang diolah. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain proses lumpur aktif (activated sludge processes) dan kolam stabilisasi /oksidasi (waste

14

1. Pengolahan dengan proses lumpur aktif (activated sludge processes) Sistem pengolahan lumpur aktif adalah pengolahan dengan cara membiakkan bakteri aerobik dalam tangki aerasi yangbertujuan untuk menurunkan organik karbon atau organik nitrogen. Dalam penurunan organik karbon, bakteri yang berperan adalah bakteri heterotropik. Sumber energi berasal dari oksidasi senyawa organik dan sumber karbon yang berasal dari organik karbon.BOD atau COD dipakai sebagai ukuran atau satuan yang menyatakan konsentrasi organik karbon, yang selanjutnya disebut subtrat.

2. Kolam stabilisasi/oksidasi (waste stabilization ponds = oxydation ponds) Kolam oksidasi mirip kolam dangkal yang luas, biasanya berbentuk empat persegi panjang dengan kedalaman hanya 1 – 1,5 m. Pada proses ini, seluruh limbah cair diolah secara alamiah dengan melibatkan ganggang hijau, bakteri, dan sinar matahari. Kolam oksidasi ini dapat digunakan untuk megolah limbah cair yang berasal dari rumah tangga ataupun kotoran dari kakus.

Kolam ini merupakan cara yang paling ekonomis untuk pengolahan limbah cair selama luas tanah memungkinkan dan harganya relatif murah. Keuntungan yang diperoleh dari sistem ini antara lain pemeliharaanya mudah dan murah.

Bakteri fekal dan bakteri patogen hilang karena kekurangan makanan atau efek-efek lainnya yang tidak menguntungkan. Dengan demikian, periode tinggal limbah cair dalam kolam merupakan faktor yang menentukan walaupun faktor-faktor lainnya, seperti temperatur, radiasi sinar ultra violet, dan konsentrasi algae juga memegang peranan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kecepatan

pengurangan bakteri terutama bergantung pada temperatur dan algae. Menaikkan kedua hal ini akan meningkatkan kecepatan pengurangan bakteri fekal. Dengan demikian, kolam oksidasi merupakan cara yang dianjurkan untuk pegolahan limbah cair di negara-negara yang sedang berkembang yang beriklim tropis, dimana tanah masih cukup memungkinkan.

b. Attached growth processes

Attached growth processes adalah pengolahan yang memanfaatkan mikroorganisme yang menempel pada media yang membentuk lapisan film untuk menguraikan zat organik. Proses ini sering disebut juga dengan fix–bed. Influen akan melakukan kontak dengan media ini sehingga terjadi proses biokimia. Akibatnya, bahan organik yang ada pada limbah cair tersebut dapat diturunkan kandungannya.

4. Pengolahan tahap ketiga atau pengolahan lanjutan

Pengolahan tahap ketiga disebut juga pengolahan lanjutan. Proses ini disebut pengolahan tahap ketiga karena mengolah efluen dari pengolahan tahap kedua. Apabila proses ini mengacu pada metode dan proses pengolahan kontaminan tertentu yang tidak tertangani pada tahap pengolahan konvensional sebelumnya, maka proses ini disebut pengolahan lanjutan (Advanced Treatment). Kontaminan tersebut misalnya senyawa fosfat, senyawa nitrogen, dan sebagian berupa padatan tersuspensi (SS).

Menurut Okun dan Ponghis yang dikutip dari Soeparman, Soeparmin (2001), proses pengolahan tahap ketiga yang dapat mengurangi kontaminan

16

a. Koagulasi dan sedimentasi b. Absorpsi

c. Elektrodialisis

d. Nitrifikasi dan denitrifikasi e. Osmosis balik

f. Pertukaran ion

2.2 Proses Pembuatan Tahu

Tahu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi sebab bahan baku pembuatan tahu adalah kacang kedelai. Tahu merupakan hasil dari proses penggumpalan protein susu kedelai, kedelai mengandung protein, karbohidrat, lemakdan zat-zat mineral seperti kalium, pospor, magnesium serta vitamin anti beri-beri (Perangin-angin, 2005).

Menurut kastyanto yang dikutip oleh Perangin-angin (2005), 1 kg kedelai mengandung :

1. Protein : 300-400 gram (40%) 2. Karbohidrat : 200-350 gram (35%) 3. Lemak : 150-200 gram (20%)

Menurut Santoso yang dikutip oleh Raudhah (2012), prinsip pembuatan tahu adalah mengekstrak protein kedelai melalui penggilingan biji kedelai menggunakan air. Protein-nabati dalam bahan baku diekstrasi secara fisika dan digumpalkan dengan koagulan asam cuka (CH3COOH) dan batu tahu (CaSO4 nH2O). Tiap tahapan proses umumnya menggunakan air sebagai bahan pembantu dalam jumlah yang relatif banyak.

Tabel 2.1. Analisis Perkiraan Kebutuhan Air Pada Pengolahan Tahu Dari 3Kg Kedelai

NO TAHAP PENGOLAHAN KEBUTUHAN AIR (LITER)

1 Pencucian 10 2 Perendaman 12 3 Penggilingan 3 4 Pemasakan 30 5 Pencucian Ampas 50 JUMLAH 135

Sumber : Nuraida dikutip oleh Pohan, 2008

Dari tabel 2.1, dapat dilihat bahwa kebutuhan air pada pembuatan tahu dari 3 kg kedelai paling banyak terdapat pada tahap pengolahan pencucian ampas yaitu 50 liter dan penggunaan air yang paling sedikit yaitu pada tahap penggilingan.

Menurut Kastyanto yang dikutip oleh parangin-angin (2005), tahap - tahap yang dilakukan dalam proses pembuatan tahu adalah:

a. Pemilihan kedelai

Untuk menghasilkan tahu yang berkualitas, maka kedelai yang merupakan bahan baku pembuatan tahu harus berkualitas baik pula. Untuk membuat tahu, kedelai putih (kuning) harus bersih, biji-bijinya besar, kulitnya halus dan bebas dari kerikil atau campuran lain-lain.

b. Perendaman kedelai

Setelah pemilihan kedelai selesai, kedelai tersebut dicuci dan direndam dalam bak air selama 6-7 jam, agar cukup empuk untuk digiling. Bak terbuat dari semen, seperti bak air kamar mandi dan harus tersedia cukup banyak air. Selama direndam, kedelai akan menjadi mekar dan kulitnya dapat dengan mudah dilepas.

18

c. Penggilingan kedelai

Kedelai yang telah cukup empuk kemudian dipindahkan kedalam tong kayu yang diletakkan di dekat batu penggiling agar mudah dan cepat mengambil kedelainya. Dengan menggunakan gayung atau sendok besar, kedelai rendaman itu sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam lubang bagian atas batu gilingan yang terus berputar. Karena batu gilingan bagian atas terus berputar cepat, kedelai yang masuk kedalamnya tergiling sampai halus, hingga menjadi bubur. Bubur putih itu mengalir dengan sendirinya kedalam tong penampung.

d. Perebusan bubur kedelai

Proses selanjutnya adalah perebusan bubur kedelai. Untuk merebus digunakan wajan dengan ukuran yang besar. Karena bubur kedelai tersebut masih kental, maka untuk merebusnya perlu ditambah air. Ukurannya satu takaran bubur kedelai dicampur satu takaran air panas. Api tungku atau kompor tidak boleh terlampau kecil. Harus dijaga agar api tetap besar sehingga bubur cepat mendidih. Bubur yang dipanasi itu membusa seluruhnya. Busanya naik makin lama bertambah tinggi. Agar busa tidak tumpah, bubur diaduk-aduk sehingga busa kembali turun. boleh juga ditambahkan air panas sedikit–sedikit. Tidak beberapa lama kemudian bubur tersebut membusa kembali dan diaduk kembali agar busa menurun. Setelah bubur membusa dua kali, maka bubur diangkat dari wajan. Perlu diperhatikan jika bubur direbus terlalu lama, maka tahu yang akan dihasilkan tidak seperti yang diharapkan.

e. Penyaringan bubur

Bubur yang masih mendidih segera diturunkan dan disaring, untuk menyaringnya digunakan kain belacu atau mori kasar yang telah diletakkan pada sangkar bambu. Sangkar bambu diletakkan sedemikian rupa agar kuat menahan bubur panas yang dituangkan pada saringan tersebut. Jika dalam proses penyaringan tidak lagi mengandung sari tahu pada bubur kedelai ditandai dengan warna yang menjadi bening, maka ampas tahu dapat dibuang. Penyaringan ini dilakukan berkali-kali hingga bubur kedelai habis.

f. Pengendapan air tahu

Cairan dari proses penyaringan tadi merupakan cairan yang nantinya akan menjadi tahu. Untuk menghasilkan tahu, cairan tersebut harus dicampuri dengan asam cuka. Agar tahu yang dihasilkan tidak menjadi asam, maka harus diperhitungkan sedemikian rupa ukuran pencampur asam cuka. Jika dalam campuran tersebut telah timbul jonjot (gumpalan putih), biarkan hingga dingin dan gumpalan tersebut pun mengendap.

g. Pencetakan

Gumpalan putih yang sudah mengendap lalu dicetak menjadi tahu. Alat cetak yang digunakan biasanya dibuat dari kayu berbentuk kotak persegi. Sebelum endapan tahu dituangkan ke dalam kotak, sebagai alasnya dihamparkan kain belacu lalu kotak diisi dengan gumpalan tahu hingga penuh, kemudian diletakkan papan penutup kotak yang besarnya persis sama dengan kotak itu agar dapat menekan adonan tahu bila dipasang pada meja pengempaan. Pengempaan

20

pengempa yang mampu menekan tutup kotak sedemikian rupa hingga air yang masih tercampur dalam adonan terperas habis. Pengempan ini dilakukan selama kurang lebih satu menit lalu dibuka sehingga menjadi padat dan tercetak sesuai ukurannya. Ada juga yang dipotong-potong dengan ukuran 5 x 5 cm (ukuran umum) setelah tahu dikempa terlebih dulu.

Kedelai

Air untuk pencucian Air limbah

Kedelai Bersih

Air untuk perendaman Air Limbah

Kedelai Rendaman Bubur Kedelai Air Ampas Tahu

Campuran padatan tahu dan cairan

Air Limbah

Gambar 1. Proses Pembuatan Tahu

Pencucian

Perendaman

Ditiriskan kemudian digiling dengan ditambah air

Perebusan

Penyaringan

Pengendapan air tahu

Pembuangan cairan

Pencetakan

22

2.3 Limbah Cair Industri Tahu

Limbah industri tahu terdiri dari 2 jenis, yaitu limbah cair dan padat. Dari kedua jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian terbesar dan berpotensi mencemari lingkungan. Menurut Perangin-angin (2005), limbah cair industri tahu adalah cairan sisa yang dihasilkan oleh suatu industri tahu sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang membawa bahan padat terlarut dan tersuspensi yang tidak terpakai lagi dari hasil proses pembuatan tahu. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan bersumber dari cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu pada tahap proses penggumpalan dan penyaringan yang disebut air dadih atau whey. Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebanding dengan penggunaan air untuk pemrosesannya (Pohan, 2008).

2.3.1 Karakteristik Air Limbah Tahu

Secara umum karakteristik air buangan dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu karakteristik fisik, kimia, dan biologis.

1. Karakteristik Fisik

Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh adanya sifat fisik yang mudah terlihat. Adapun karakteristik fisik yang penting pada limbah cair tahu adalah kandungan padatan tersuspensi yang berdampak pada efek estetika, kekeruhan, bau, warna, dan suhu.

Adapun bahan kimia penting yang terdapat di dalam limbah cair tahu pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Bahan Organik

Bahan-bahan organik yang terdapat pada limbah cair tahu pada umumnya sangat tinggi berupa protein 40%-60%, karbohidrat 25%-50%, dan lemak 10%. b. Bahan Anorganik

Dalam proses pembuatan tahu digunakan beberapa zat-zat kimia sebagai bahan tambahan untuk membantu proses pembuatannya. Penggunaan bahan kimia seperti batu tahu (CaSO4 nH2O) atau asam asetat sebagai koagulan tahu juga menyebabkan limbah cair tahu mengandung ion-ion logam yaitu kalsium dan sulfat (Nurhasan dan Pramudyanto dalam Raudhah, 2012).

3. Karakteristik Biologis

Kandungan bakteri patogen yaitu golongan E.Coli serta organisme lain terdapat pula dalam air buangan tergantung darimana sumbernya, namun keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air buangan (Sugiarto dalam Perangin-angin, 2005).

Tabel 2.2 Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu

NO PARAMETER KADAR (mg/L) BEBAN (kg/ton)

1 BOD 150 3

2 COD 300 6

3 TSS 200 4

Sumber : PerMenLH Nomor 5 Tahun 2014 Lampiran XVIII

2.3.2 Dampak Air Limbah Tahu

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut

24

1. Gangguan terhadap Kesehatan

Limbah cair industri tahu termasuk ke dalam kelompok bahan buangan olahan makanan yang mengandung bahan-bahan organik. Oleh karena bahan buangan ini mengandung protein dan gugus amin maka pada saat didegradasi oleh mikroorganisme akan terurai menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk.

Air Lingkungan yang mengandung bahan buangan olahan bahan makanan merupakan tempat yang subur untuk berkembang biaknya mikroorganisme termasuk mikroba patogen. Mikroba patogen yang berkembang biak dalam air tercemar menimbulkan berbagai penyakit dan semuanya merupakan penyakit yang dapat menular dengan mudah apabila air yang tercemar tersebut dimanfaatkan oleh manusia. Jenis-jenis mikroba patogen penyebab penyakit tersebut seperti :

a. Virus

i. Rota virus adalah penyebab penyakit diare, terutama pada anak – anak. ii. Virus hepatitis A menyebabkan penyakit hepatitis A, air sungai yang telah

tercemar virus bisa mengakibatkan wabah apabila penduduk menggunakan air tersebut untuk keperluan hidupnya.

iii. Virus Polliomyelitis menyebabkan penyakit Polliomyelitis yang sering menyerang anak-anak dan menyebabkan kelumpuhan.

b. Bakteri

i. Vibrio cholera menyebabkan penyakit cholera (kolera) yang menyerang usus halus kemudian dapat mengakibatkan kematian dalam waktu singkat.

ii. Escherichia coli menyebabkan penyakit diare/dysentri.

iii. Salmonella spp menyebabkan keracunan makanan dan jenis bakteri terdapat pada air pengolahan.

iv. Shigella spp menyebabkan penyakit dysentri bacsillair dan terdapat pada air yang tercemar. Adapun cara penularannya melalui kontak langsung dengan kotoran manusia maupun perantara makanan, lalat, dan tanah. c. Protozoa

Entamoeba histolytica menyebabkan penyakit disentri amoeba dengan penyebaran melalui Lumpur yang mengandung kista.

d. Metazoa

i. Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit cacingan (cacing gelang) yang menyerang orang di segala usia, terutama pada anak – anak.

ii. Schistosoma spp menyebabkan penyakit schistosomiasis, akan tetapi dapat dimatikan pada saat melewati pengolahan air limbah.

Dokumen terkait